Kanwil DJP Kalselteng Blokir 68 Rekening Penunggak Pajak 

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) kembali menunjukkan sikap tegas terhadap para penunggak pajak. Dalam langkah serentak yang mencerminkan ketegasan hukum fiskal, sebanyak 68 rekening milik Wajib Pajak (WP) diblokir pada Rabu (23/4/2025), dengan nilai tunggakan yang mencapai Rp32,8 miliar.

Aksi ini dilakukan oleh sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungan Kanwil DJP Kalselteng. Rinciannya, lima KPP di wilayah Kalimantan Selatan memblokir 14 rekening dengan total tunggakan Rp7,6 miliar, sementara empat KPP di Kalimantan Tengah menindak 54 rekening senilai Rp25,2 miliar.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa langkah ini diambil setelah berbagai upaya persuasif tidak membuahkan hasil. “Sebelum pemblokiran dilakukan, kami telah mengirimkan Surat Teguran hingga Surat Paksa melalui Jurusita Pajak. Kami juga memberikan waktu dan kesempatan agar WP melunasi kewajibannya secara sukarela,” ujarnya.

Syamsinar menambahkan bahwa pemblokiran rekening ditujukan agar tidak terjadi pengalihan aset yang bisa menghambat proses penagihan. “Tindakan ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023. Kami ingin memastikan bahwa aset para penunggak tetap utuh dan bisa digunakan untuk melunasi utang pajaknya,” jelasnya.

Meskipun rekening telah diblokir, WP masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan tunggakannya agar pemblokiran tidak berlanjut ke tahap penyitaan aset. “Tindakan ini bukan hanya soal penegakan aturan, tetapi juga memberi keadilan bagi WP yang selama ini taat membayar pajak,” pungkas Syamsinar.

Aksi pemblokiran massal ini menjadi sinyal kuat bahwa DJP tidak akan mentolerir penunggakan pajak yang merugikan negara, sekaligus menjadi pengingat bahwa kepatuhan pajak adalah tanggung jawab bersama demi pembangunan yang berkelanjutan. (alf)

 

IKPI Apresiasi Perbaikan Signifikan Sistem Coretax DJP, Namun Ingatkan Masih Ada Kendala Registrasi NIK-NPWP

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengapresiasi langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memperbaiki performa Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang kini menunjukkan peningkatan signifikan. Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025), Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan bahwa waktu akses login ke sistem kini hanya memerlukan 0,001 detik.

“Alhamdulillah, dari sebelumnya 4,1 detik untuk akses login, kini sekitar 0,001 detik. Jadi, cukup cepat,” ujar Suryo.

Tak hanya kecepatan akses, DJP juga telah melakukan pembenahan terhadap sistem basis data dan perbaikan error terkait perubahan data. Berdasarkan laporan internal, jumlah kasus error menurun drastis dari 397 kasus pada 10 Februari menjadi hanya 18 kasus selama periode 1–6 Mei 2025.

Perbaikan juga menyentuh pengiriman kode otorisasi dan OTP yang sebelumnya mengalami keterlambatan lebih dari 5 menit, menyebabkan timeout dan menghambat akses wajib pajak. Kini, masalah tersebut disebut telah teratasi.

Meski demikian, IKPI melalui Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono, menyoroti masih adanya kendala terkait registrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini dinilai menghambat proses pelaporan dan perhitungan PPh Pasal 21, khususnya dalam pembuatan e-Bukti Potong (e-Bupot).

“Dari sisi pemberi kerja, masih ada kendala saat impor data menggunakan file XML ke dalam sistem Coretax karena sensitivitas variabel data. Ini membuat pengguna merasa tidak nyaman. Kami menghimbau pemberi kerja agar mendorong karyawan segera memadankan atau mengaktifkan NIK menjadi NPWP,” tegas Jemmi.

IKPI juga mendorong agar tim IT DJP segera memformulasikan solusi agar proses impor data lebih stabil dan tidak berubah-ubah, demi mendukung efisiensi pelaporan perpajakan secara elektronik. (bl)

Tax Amnesty Kembali Dibahas: Akademisi dan Praktisi UI Soroti Risiko Penurunan Kepatuhan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggulirkan wacana tax amnesty lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak yang resmi masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Menanggapi hal itu, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) menggelar webinar, Kamis (8/5/2025) yang mempertemukan akademisi dan praktisi perpajakan untuk mengkaji urgensi dan risiko kebijakan tersebut.

Webinar bertajuk “Urgensi Tax Amnesty dalam Perspektif Teoritis dan International Best Practice” itu diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai kalangan. Pimpinan FIA UI, Teguh Kurniawan, mengingatkan bahwa kebijakan tax amnesty harus dipertimbangkan secara matang karena dapat menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak yang selama ini patuh. Ia menegaskan pentingnya transparansi, komunikasi publik, dan penegakan hukum yang berkelanjutan sebagai fondasi keberhasilan kebijakan ini.

“Tax amnesty bukan sekadar strategi jangka pendek untuk menggenjot penerimaan negara. Jika tidak disertai pembenahan sistem, kebijakan ini bisa melemahkan kepercayaan dan kepatuhan jangka panjang,” ujar Teguh.

Senada dengan Teguh, Ketua Departemen Ilmu Administrasi Fiskal FIA UI Inayati menekankan perlunya evaluasi menyeluruh sebelum kebijakan serupa kembali digulirkan. “Pertanyaannya bukan hanya perlu atau tidak, tapi apa yang harus disiapkan agar kebijakan ini tidak kontra produktif terhadap kepatuhan pajak,” tegasnya.

Machfud Sidik, Dosen FIA UI, turut menyoroti efek negatif tax amnesty dari perspektif teori rational expectations. Ia memperingatkan bahwa pengulangan kebijakan tanpa reformasi nyata dapat mengikis insentif kepatuhan. “Jika masyarakat menganggap pemerintah akan terus memberi pengampunan, maka kepatuhan bisa turun drastis,” jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar FIA UI Haula Rosdiana menggarisbawahi pentingnya roadmap pasca-tax amnesty. “Kepatuhan tidak bisa dibeli lewat kebijakan sesaat. Pemerintah harus membangun sistem data, pengawasan, dan penegakan hukum yang konsisten,” kata Haula. Ia menambahkan bahwa pengalaman sebelumnya menunjukkan penurunan kepatuhan setelah kebijakan pengampunan dilaksanakan.

Direktur DDTC Fiscal Research and Advisory, Bawono Kristiaji, bahkan menyebut bahwa perluasan basis pajak bisa dilakukan tanpa tax amnesty. Ia menilai, dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, keputusan untuk kembali memberikan pengampunan pajak perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

Sebagai catatan, Indonesia telah beberapa kali menerapkan tax amnesty, mulai dari era Presiden Sukarno pada 1964, era Presiden Soeharto pada 1984, hingga kebijakan besar pada 2016 yang berhasil mengungkap harta sebesar Rp4.884 triliun. Namun, partisipasi dalam program serupa pada 2021–2022 jauh lebih rendah. (alf)

 

Dirjen Pajak Optimis Tren Positif Penerimaan Berlanjut

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak yang impresif sepanjang 2020 hingga 2024. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (7/5/2025), Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo memaparkan bagaimana penerimaan pajak berhasil pulih dan tumbuh konsisten meski diwarnai tantangan global dan domestik.

“Pada 2020, penerimaan pajak sempat terkontraksi hingga 19,6% akibat pandemi COVID-19. Namun berkat reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi, kita bisa bangkit,” ujar Suryo.

(Sumber: Direktorat Jenderal Pajak)

Tahun 2021 menjadi titik balik penting dengan pertumbuhan tajam 19,3%, didorong oleh efek pemulihan ekonomi dan lonjakan harga komoditas.

Tren positif ini berlanjut pada 2022 yang mencatatkan pertumbuhan spektakuler sebesar 34,3%, ditopang oleh commodity boom, kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), dan penyesuaian tarif PPN sesuai Undang-Undang HPP.

Namun, pada 2023 laju pertumbuhan melambat menjadi 8,8% karena penurunan harga komoditas dan menurunnya nilai impor. Meski demikian, DJP tetap berhasil mencapai target penerimaan hingga 102,7% dari APBN.

Tahun 2024 mencatatkan pertumbuhan moderat sebesar 3,5%. Suryo menekankan bahwa capaian ini tetap positif mengingat basis tinggi di tahun-tahun sebelumnya serta adanya tantangan eksternal.

“Selama empat tahun terakhir, penerimaan pajak tidak hanya tumbuh secara nominal tetapi juga berhasil melampaui target APBN, menunjukkan bauran kebijakan yang efektif dan kelanjutan reformasi perpajakan yang konsisten,” kata Suryo.

Untuk 2025, DJP menargetkan penerimaan sebesar Rp 2.016 triliun, atau tumbuh 13,3% dari realisasi 2024. Pemerintah optimistis, meski harga komoditas tidak lagi setinggi sebelumnya, implementasi penuh UU HPP dan sistem administrasi perpajakan yang semakin digital diyakini akan menjadi tulang punggung pencapaian target. (bl)

 

Menkeu Sri Mulyani Bahas Zakat, Pajak, dan Bea Cukai dalam Konferensi Internasional di Riyadh

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menghadiri konferensi internasional yang diselenggarakan di Riyadh, Arab Saudi pada 4-5 Desember 2024. Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani berbicara tentang reformasi keuangan negara, kebijakan fiskal, serta pentingnya pengelolaan pajak, bea cukai, dan zakat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Konferensi tersebut diadakan atas undangan Menteri Keuangan Arab Saudi, Mohammed Al-Jadaan, dan dihadiri oleh sejumlah pembicara penting, termasuk Menteri Keuangan Bahrain, Shaikh Salman bin Khalifa Al Khalifa, serta Menteri Negara Keuangan India, Shri Pankaj Chaudhary.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa negara-negara Teluk, khususnya di Timur Tengah, tengah melakukan berbagai reformasi dalam sektor keuangan negara dan kebijakan fiskal.

Reformasi ini bertujuan untuk memodernisasi ekonomi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.

“Negara-negara Teluk di Timur Tengah tengah banyak melakukan reformasi Keuangan Negara, Fiskal Policy dan Perpajakan (Pajak, Bea Cukai dan Zakat) untuk memodernisasi ekonomi, mendorong dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan merata,” ujar Sri Mulyani melalui unggahan di akun Instagram resminya pada Minggu (8/12/2024).

Dalam sesi yang bertajuk “Memastikan Kemakmuran Melalui Penciptaan Pendapatan Ekonomi yang Berkelanjutan,” Sri Mulyani berbagi pengalaman Indonesia dalam memulihkan ekonomi pasca-pandemi COVID-19, tantangan kebijakan fiskal, serta pentingnya reformasi perpajakan dan tata kelola fiskal global.

Menurutnya, kebijakan fiskal yang efektif menjadi kunci dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global yang inklusif.

“Saya diminta untuk berbicara mengenai pengalaman Indonesia dalam memulihkan ekonomi pasca COVID-19, tantangan kebijakan fiskal, dan tata kelola fiskal global yang sangat menantang, namun sangat penting bagi semua negara,” kata Sri Mulyani.

Ia juga menekankan pentingnya belajar dari negara-negara lain, termasuk Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, tentang kebijakan ekonomi dan fiskal yang dapat mendiversifikasi dan mentransformasi ekonomi.

Menurutnya, konferensi internasional ini menjadi wadah penting untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam memajukan perekonomian global, terutama dalam menghadapi tantangan fiskal dan memaksimalkan potensi ekonomi berkelanjutan. (alf)

Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Awal 2023 Tumbuh 40,35%

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak sampai dengan Februari 2023 masih sangat kuat dengan realisasinya Rp279,98 triliun atau 16,3% dari target APBN 2023, tumbuh 40,35%. Jumlah ini berasal dari PPh Non Migas sebesar Rp137,09 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp128,27 triliun, PBB dan pajak lainnya sebesar Rp1,95 triliun, dan PPh Migas sebesar Rp12,67 triliun.

Dikutip dari Kemenkeu.go.id, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada dua bulan pertama tahun 2023 ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang masih lebih tinggi dibandingkan Januari-Februari 2022, aktivitas ekonomi yang terus membaik, dan dampak dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Ketiganya adalah yang memberikan pertumbuhan penerimaan pajak yang sangat baik. Kita tentu tetap waspada meskipun sampai dengan Februari ini sangat bagus karena tadi situasi dunia tidak dalam kondisi yang stabil dan baik. Jadi kita harus mewaspadai,” ungkap Menkeu pada Konferensi Pers APBN Kita di Aula Djuanda Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (14/03/2023).

Pertumbuhan Neto untuk Jenis Pajak dominan positif. PPh 21 masih kuat didukung utilisasi dan upah tenaga kerja yang menunjukkan kemampuan perusahaan memberikan tambahan pendapatan kepada pekerjanya dengan pertumbuhan penerimaannya 21,4%. PPh OP meningkat 22,3% disebabkan pembayaran PPh Tahunan. PPh Badan tumbuh 33,8% ditopang tingginya pertumbuhan setoran masa terutama Jasa Keuangan dan Asuransi. PPN dalam negeri tumbuh baik seiring dengan peningkatan konsumsi dalam negeri dan implementasi UU HPP.

Sementara itu, PPh Final terkontraksi pada bulan Februari karena adanya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela pada tahun lalu yang tidak terulang kembali pada tahun ini, serta PPh 22 dan PPN impor melambat pada bulan Februari sejalan dengan aktivitas impor yang menurun dibandingkan Januari.

Selain itu, pertumbuhan neto untuk seluruh sektor utama juga tumbuh positif. Sektor industri pengolahan tumbuh dengan kontribusi terbesar dari industri kendaraan bermotor dan pengilangan minyak bumi. Sektor perdagangan tumbuh dengan kontribusi terbesar perdagangan mesin, peralatan, dan perlengkapan lainnya. Sektor jasa keuangan tumbuh kuat didorong peningkatan suku bunga dan penyaluran kredit perbankan. Sektor pertambangan berkinerja baik karena masih terjaganya harga komoditas terutama batu bara.

Sektor konstruksi dan real estat mengalami pertumbuhan lonjakan yang tinggi sebesar 37,5% yang menggambarkan kegiatan yang punya multiplier efek paling besar dari sisi penciptaan kesempatan kerja. Sektor transportasi dan pergudangan dengan kegiatan masyarakat yang mulai menggeliat, lonjakannya sangat tinggi mencapai 60,5%.

“Jadi ini sektor yang tadinya kena scarring effect, sekarang menggeliat pulih luar biasa,” pungkas Menkeu. (bl)

Presiden Jokowi Miris Uang Pajak Dibelikan Produk Impor

IKPI, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku miris selama ini uang APBN masih banyak yang dibelikan produk impor oleh kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun daerah. Padahal uang penerimaan APBN selama ini juga diperoleh dari uang rakyat lewat pungutan pajak.

Selain uang pajak dari masyarakat, APBN juga didapatkan dari royalti tambang sampai dividen BUMN. Menurut Jokowi, untuk mengumpulkan penerimaan sebanyak itu sangatlah sulit. Namun mirisnya, uang-uang penerimaan negara justru malah dibelikan produk impor.

“APBN itu uangnya, penerimaan, dan pendapatan didapatkan dari pajak, dari rakyat. Kemudian, dari dividen yang kita miliki dari BUMN, royalti tambang, dan penerimaan bukan pajak yang didapatkan. Dikumpulkan sangat sulit tidak mudah,” ungkap Jokowi seperti dikutip dari Detik Finance dalam dalam acara Business Matching Produk Dalam Negeri, di Istora Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2023).

“Kemudian itu semua mau kita belikan produk impor? Kemudian kita belikan produk buatan luar negeri,” tegasnya.

Jokowi juga mengaku sangat kaget karena pembelian produk impor dengan APBN masih sangat banyak di Indonesia. Jokowi pun ingin meluruskan hal tersebut.

“Ini yang saya selaku omongkan. Awal awal saya kaget saya buka banyak sekali pembelian produk impor, padahal sumber pembeliannya uang APBN. Ini yang ingin kita luruskan,” ujar Jokowi.

Dia mengatakan saat ini semua kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, maupun BUMN-BUMD diwajibkan menggunakan 95% anggaran pengadaan barang dan jasanya untuk membeli produk dalam negeri.

“Targetnya 95%, 95% dari pagu anggaran barang dan jasa itu harus dibelikan produk dalam negeri. Kalau bisa ini dilakukan industri dalam negeri, industri UMKM akan hidup dan berkembang,” kata Jokowi. (bl)

 

 

Pemerintah Makin Gencar Kejar Pengemplang Pajak

IKPI, Jakarta  Otoritas pajak di Indonesia semakin gencar untuk mengejar para pengemplang. Dalam dua bulan pertama di tahun 2023 ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan telah menindak empat pengemplang pajak.

Hukuman pidana para pengemplang pajak pun tak main-main, mulai sampai proses penyanderaan hingga penjatuhan vonis penjara. Hukum pun dijatuhkan kepada wajib orang pribadi, hingga wajib pajak sebuah perusahaan.

Penindakan hukum wajib pajak pertama kali yang mencuat ke publik terjadi di Bantul, Yogyakarta. Pria berinisal HP dijatuhkan vonis bersalah oleh Majelis Pengadilan Negeri Bantul.

Adapun para pengemplang pajak yang ditindak secara hukum terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, dari Pulau Jawa hingga Pulau Dewata, Bali.

Seperti diketahui, dalam sistem perpajakan Indonesia terdapat beberapa pelanggaran yang membuat pelakunya dijatuhkan sanksi pidana.

Tindak pidana perpajakan telah diatur di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).

1. Tindak Pindana Pajak di Bantul, Yogyakarta

Majelis Hakim PN Bantul memvonis HP dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda sebesar dua kali jumlah pajak terutang yaitu senilai Rp 88,83 miliar.

HP dijatuhi vonis bersalah karena tidak bersikap jujur dalam melaporkan hasil kekayaannya saat melakukan laporan SPT.

“HP terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan sengaja tidak melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT yang mengakibatkan pajak kurang dibayar,” jelas DJP dilansir dari instagram resminya, yang diunggah pada 8 Februari 2023.

2. Tindak Pidana Pajak di Kalimantan

Penindakan hukum juga terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan. Hal ini diumumkan oleh otoritas pajak pada 8 Februari 2023.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalseteng) menyerahkan seorang pengusaha berinisial KS kepada Kejaksaan Negeri Banjarmasin.

Tersangka KS melalui CV AWN, diduga telah melakukan dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Perbuatan tersangka KS melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tersangka KS dinilai menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari sektor perpajakan diperkirakan sebesar Rp 372,8 juta.

3. Tindak Pindana Pajak di Badung, Bali

Ada juga pengusaha asal Bali, berinisial KT ditangkap dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung dengan ancaman penjara. Aksinya pun dinilai telah merugikan negara sebesar Rp 1 miliar.

Pengusaha berinisial KT tersebut merupakan penanggung jawab pada CV RJ, bergerak dalam bidang usaha penyewaan alat konstruksi.

KT dijatuhi hukuman, karena telah melakukan berbagai upaya tindak pidana di bidang perpajakan, salah satunya karena dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tersangka diduga dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap pada kurun waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Maret 2016.

“Akibat tindakan yang dilakukan oleh Tersangka ini menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya Rp1.092.730.070,00” ungkap Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Kanwil DJP Bali I Made Artawan dalam siaran pers yang dirilis pada Senin, 13 Februari 2023.

KT terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

4. Penyanderaan Pengusaha di Jakarta

Teranyar, atau tepatnya kemarin Kamis, 16 Februari 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan telah melakukan tindakan penyanderaan terhadap seorang direktur perusahaan, karena memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 6 miliar.

Penyanderaan dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kembangan.

Adapun sosok yang disandera oleh Kanwil DJP Jakbar dan KPP Pratama Jakarta Kembangan yakni LSM alias JL, selaku Direktur PT KSA.

“Penyanderaan (gijzeling) terhadap LSM alias JL selaku Direktur PT KSA dengan tunggakan pajak sebesar Rp 6.038.954.010,” tulis keterangan tertulis DJP, Kamis (16/2/2023).

Pelaksanaan sandera dimulai dengan pembacaan Surat Perintah Penyanderaan (Sprindera) dan selanjutnya dibawa ke Lapas Kelas IIA Salemba, sebagai tempat penitipan penanggung pajak yang disandera.

Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan LSM, tepat pukul 09.00 WIB sandera diserahkan ke pihak lapas.

“Tindakan penagihan aktif terhadap LSM yang merupakan mantan pengurus dari PT KSA dilakukan berdasarkan data yang ada bahwa LSM adalah orang yang bertanggung jawab atas utang pajak yang ada untuk dilakukan penyanderaan,” jelas Kepala KPP Jakarta Kembangan, Taufiq.

Berdasarkan Pasal 58 Ayat (1) PMK Nomor 189/PMK.03/2020, tindakan penyanderaan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak dalam hal mempunyai utang pajak paling sedikit Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya.

Adapun pelaksanaan penyanderaan hanya dapat dilakukan setelah ada Sprindera atas izin Menteri Keuangan atau gubernur dan diterima oleh penanggung pajak.

Waktu penyanderaan maksimal 6 bulan sejak penanggung pajak dimasukkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan.

Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas. (bl)

IKPI Tunjukan Perannya Sebagai Mitra Strategis Pemerintah

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukan peran pentingnya dalam mendukung pemerintah, khususnya sebagai mitra strategis yang membantu pemerintah dalam melaksanakan pemungutan pajak serta sosialisasi berbagai aturan perpajakan kepada wajib pajak.

Pada 6 Februari 2023, IKPI bersama dengan tiga asosiasi konsultan pajak lainnya memenuhi undangan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Timur. Dalam pertemuan tersebut, mereka menyatakan berterima kasih atas peran konsultan pajak di mana ini menjadi salah satu sebab tercapainya target penerimaan pajak di seluruh Kanwil DJP, bahkan angkanya di atas 100%.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Timur Sundara Ichsan, yang hadir dalam pertemuan itu mengungkapkan ada poin menarik yang disampaikan Kanwil DJP Jakarta Timur. Mereka meminta masukan dari asosiasi Konsultan Pajak, terutama dalam meningkatkan peranan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) didalam pembayaran pajak .

“Ada pendapat dari salah satu ketua asosiasi konsultan pajak, yaitu P3KPI yang mengusulkan agar Kanwil DJP mengadakan Kerja sama dengan asosiasi – asosiasi dari UMKM tersebut, seperti asosiasi pedagang pasar, asosiasi kuliner dan banyak lagi,” kata Sundara, Jumat (10/2/2023).

Selain itu lanjut Sundara, Kanwil DJP telah berusaha untuk bekerja sama dengan KADIN Jakarta Timur untuk mengadakan Kerja sama dalam menyosialisasikan peraturan di bidang perpajakan.

“Kami IKPI Cabang Jakarta Timur selama ini sudah bekerja sama dalam sosialisasi peraturan perpajakan, seperti PPS di tahun 2022, dan sosialisasi penerapan NIK sebagai NPWP serta pelaporan SPT OP pribadi yang akan dilaksanakan tanggal 23 Februari 2023,” katanya.

Di tahun 2022 kata dia, IKPI Cabang Jakarta Timur juga melakukan kolaborasi dalam pelaksanaan seminar / PPL yang diselenggarkan oleh IKPI Jakarta Timur, di mana tim Kanwil DJP Jakarta Timur sebagai narasumber.

Pernyataan senada juga disampaikan Ketua Bidang Komunikasi dan Hubungan Dengan Lembaga/Instansi/Asosiasi, Departemen Humas, IKPI, Louis Jordan Panggabean. Menurutnya, dalam pertemuan yang terlihat sangat akrab tersebut kepada empat asosiasi yang hadir Kanwil DJP Jakarta Timur berterima kasih atas peran dan bantuan konsultan pajak yang terus mengajak wajib pajak untuk patuh akan kewajibannya.

Menurut Jordan, edukasi konsultan pajak terhadap para wajib pajak dirasakan betul manfaatnya oleh pemerintah. Ini salah satu penyebab tercapainya target penerimaan pajak, dan semakin tingginya angka kepatuhan wajib pajak dari tahun ke tahun.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur Muhammad Ismiransyah M. Zain mengungkapkan, pertemuan ini dilakukan untuk meningkatkan sinergi dan kerja sama antara otoritas dengan asosiasi konsultan pajak dalam meningkatkan kepatuhan pajak.

Adapun empat asosiasi konsultan pajak itu, yakni Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I), Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (PERKOPPI), dan Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI).

“Pada era bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) ini, kita mulai dengan yang baik. Minta bantuan asosiasi untuk mengajak Wajib Pajak lebih patuh dalam pembayaran dan pelaporan pajaknya,” kata Ismiransyah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/2/2023).

Di sisi lain, dia mengapresiasi seluruh pihak atas sinergi yang telah terbina selama ini. Peran asosiasi konsultan pajak memiliki peran besar dalam membantu wajib pajak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Hal ini merupakan amanah dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Konsultan Pajak.

Dia juga menilai, kehadiran konsultan pajak semakin penting karena pada tahun 2023 pemerintah menargetkan defisit anggaran pada APBN 2023 mencapai di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Hadir juga dalam pertemuan tersebut, Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan (DP3) Kanwil DJP Jaktim Dessy Eka Putri; Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Sugeng Satoto; Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (PPIP) Sandra Buana; Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian (PEP) Ardhie Permadi; Kepala Bidang Keberatan, Banding, dan Pengurangan (KBP) Yulius Yulianto; dan Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Lilis Maryati. (bl)

Ini Penghitungan Pajak Suami-Istri Setelah Bercerai

IKPI, Jakarta: Umumnya, pasangan yang sudah menikah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tunggal. Jika sebelumnya istri memiliki NPWP sendiri, maka ia perlu mengajukan permohonan penghapusan NPWP untuk kemudian mengikuti NPWP suami dalam urusan administrasi perpajakan di Indonesia.

Pasalnya, sistem perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Namun, ada kejadian dimana pasangan suami istri ini memilih untuk hidup terpisah berdasarkan putusan hakim (cerai). Ketika sebelumnya NPWP suami istri sudah bergabung, lantas bagaimana aturan perpajakannya setelah mereka memutuskan untuk bercerai?

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan NPWP suami istri yang sebelumnya tergabung tersebut harus dipisahkan, dengan kata lain istri perlu membuat NPWP baru.

“Pada intinya, NPWP sebelumnya itu adalah NPWP suami, dan istri digabungkan di dalamnya. Pada saat bercerai, NPWP awal digunakan oleh suami, sedangkan istri perlu NPWP baru/menggunakan NIK-nya sendiri,” terang Neil seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (8/2/2023).

Melansir dari laman resmi DJP yakni pajak.go.id, terdapat tiga ketentuan perpajakan yang diberlakukan ketika suami istri dengan NPWP tergabung memutuskan untuk berpisah, diantaranya:

1. Pembuatan NPWP baru

Seorang istri yang memilih untuk bercerai dengan suaminya, setelah memiliki kepastian hukum dalam jangka waktu satu bulan istri harus mendaftarkan diri untuk melakukan aktivasi NIK menjadi NPWP. Aktivasi NIK dapat dilakukan dengan mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.

2. Pelaporan SPT

Dalam pelaporan SPT Tahunan pada tahun terjadinya perceraian, penghasilan yang dilaporkan berupa penghasilan setelah perceraian. Adapun ketentuan pelaporan SPT penghasilan sampai dengan terjadinya perceraian masih dilaporkan dalam SPT Tahunan suami. Namun di tahun berikutnya, seluruh penghasilan istri baru dilaporkan dalam SPT Tahunan miliknya.

3. Penghitungan PTKP

Ketika sudah bercerai, terjadi perubahan ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi suami dan istri. PTKP mereka berubah menjadi status Tidak Kawin (TK), kemudian dapat ditambah dengan tanggungan jumlah tanggungan yang sebenarnya dan diperkenankan.

Seperti diketahui, Status pernikahan akan berpengaruh terhadap besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dikenakan pada seseorang. PTKP merupakan batasan penghasilan yang tidak dikenakan pajak, itu artinya jika penghasilan seseorang tidak melebihi PTKP maka ia tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh).

Baca: Nah! Ini Beda Lapor SPT Tahunan Saat ‘Single’ dan ‘Married’
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 101/PMK.010/2016, adapun besaran PTKP yaitu:

1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi tidak kawin (TK/0) sebesar Rp54.000.000

2. Tambahan untuk wajib pajak kawin (K/0) sebesar Rp4.500.000

3. Untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami (TK/0) sebesar Rp54.000.000

4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp4.500.000

Dengan ketentuan di atas, berikut simulasi perhitungan pajak bagi pasangan yang berpisah. Simulasi ini dikutip dari artikel berjudul “Perhitungan Pajak Wanita Kawin” pada laman pajak.go.id:

Suami menjalankan usaha sebagai pengacara dan istri usaha salon di Jakarta. Keduanya berpisah berdasarkan keputusan hakim pada tanggal 31 Mei 2017. Mereka mempunyai 2 orang anak dan berdasarkan keputusan hakim, hak asuh anak suami dan istri masing-masing 1 orang.

Penghasilan suami dan istri diketahui sebagai berikut:

Suami (satu tahun pajak) sejumlah Rp 1 miliar

Istri :

* 1/1/2017 – 31/5/2017 sejumlah Rp 300.000.000

* 1/6/2017 – 31/12/2017 sejumlah 500.000.000

Setelah berpisah, istri melakukan pendaftaran NPWP pada tanggal 5 Juni 2017. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa istri yang telah berpisah wajib mendaftarkan NPWP paling lambat satu bulan setelah tanggal keputusan hakim. Karena istri sudah mempunyai NPWP pada bulan Juni 2017, maka wajib melaporkan SPT Tahunan dengan penghitungan sebagai berikut:

 

id_ID