AS-China Sepakat Pangkas Tarif, Pasar Global Sambut Positif

IKPI, Jakarta: Amerika Serikat dan China resmi mengumumkan kesepakatan pengurangan tarif impor sementara selama 90 hari, menandai meredanya tensi perang dagang yang telah lama membebani perdagangan dan rantai pasok global. Langkah ini disambut positif oleh pelaku pasar, dengan penguatan dolar AS dan reli bursa saham global sebagai respons awal.

Amerika Serikat sepakat menurunkan tarif tambahan atas produk asal China dari 145 persen menjadi 30 persen. Sebagai balasan, Beijing juga melonggarkan beban tarif untuk barang-barang dari AS, dari 125 persen menjadi hanya 10 persen.

Langkah ini sontak membawa angin segar ke pasar global. Nilai tukar dolar AS menguat signifikan, sementara bursa saham dari Asia hingga Eropa menghijau. Investor menyambut baik sinyal redanya ketegangan antara dua kekuatan ekonomi yang selama ini mengguncang rantai pasok dunia.

“Ini adalah hasil nyata dari diplomasi ekonomi yang solid. Kedua pihak berhasil menjaga kepentingan nasionalnya tanpa membiarkan dunia terseret lebih dalam ke jurang ketidakpastian,” ujar Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam konferensi pers bersama delegasi China, Senin (12/5/2025) waktu setempat.

Bessent menegaskan bahwa AS akan terus mengejar perdagangan yang lebih seimbang, seraya menyebut langkah ini sebagai “permulaan dari restrukturisasi tarif yang lebih rasional.” Ia juga mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif ke depan akan difokuskan pada sektor-sektor strategis seperti semikonduktor, farmasi, dan baja.

Sementara itu, Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer menegaskan bahwa kedua negara kini berkomitmen untuk menghindari “decoupling” atau pemisahan ekonomi secara total. “Tarif ekstrem seperti sebelumnya tak ubahnya embargo terselubung. Kita semua menginginkan perdagangan, bukan pengucilan,” tegasnya.

Selama bertahun-tahun, perang tarif antara AS dan China telah menekan arus perdagangan global, memicu PHK massal di berbagai negara, dan menimbulkan kekhawatiran akan stagnasi ekonomi. Nilai perdagangan yang terdampak bahkan mencapai US$600 miliar atau sekitar Rp9.600 triliun, dengan asumsi kurs Rp16 ribu per dolar AS.

Kesepakatan ini muncul tak lama setelah Presiden Donald Trump kembali menduduki Gedung Putih dan kembali menggencarkan tarif tinggi terhadap produk-produk asal China. Pertemuan di Jenewa menjadi pembicaraan tatap muka pertama antara pejabat senior kedua negara sejak Trump kembali menjabat.

Walau belum mencakup seluruh sektor perdagangan, kesepakatan ini dianggap sebagai langkah awal yang penting menuju stabilisasi hubungan ekonomi global.

“Ini bukan akhir dari perjuangan, tapi awal dari diplomasi yang lebih masuk akal,” kata Bessent menutup pernyataannya. (alf)

 

 

Industri Kripto Sumbang Rp 1,2 Triliun Pajak hingga Maret 2025

IKPI, Jakarta: Dunia kripto di Indonesia bukan lagi sekadar tren sesaat. Terbukti, hingga kuartal I 2025, industri ini telah menyumbang penerimaan pajak negara sebesar Rp 1,2 triliun. Angka ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan sektor aset digital sekaligus sinyal bahwa kripto telah menjadi bagian penting dalam sistem ekonomi nasional.

Data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan bahwa kontribusi tersebut terdiri dari dua komponen utama: Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan kripto di platform exchanger sebesar Rp 560,61 miliar, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dari pembelian kripto sebesar Rp 642,17 miliar.

Jika dirinci berdasarkan tahun, sumbangan pajak dari sektor kripto tercatat sebesar Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, melonjak tajam ke Rp 620,4 miliar pada 2024, dan mencapai Rp 115,1 miliar hanya dalam tiga bulan pertama 2025.

Dari total pajak kripto tersebut, Indodax salah satu platform investasi kripto terbesar di Indonesia menyumbang Rp 463,2 miliar selama periode 2023 hingga Maret 2025. Ini berarti, hampir 39 persen dari total penerimaan pajak kripto berasal dari perusahaan yang dipimpin Oscar Darmawan.

Pada 2023, Indodax membayar pajak sebesar Rp 91,47 miliar. Angkanya melonjak ke Rp 283,94 miliar pada 2024, dan Rp 87,79 miliar pada kuartal pertama tahun ini.

Menurut Oscar, pencapaian ini mencerminkan bahwa kripto telah masuk dalam ranah ekonomi resmi dan bukan lagi dianggap sebagai industri pinggiran.

“Fakta bahwa industri ini telah menyumbang lebih dari Rp 1 triliun dalam pajak menunjukkan bahwa kripto bukan lagi industri biasa,” ujar Oscar dalam siaran persnya, Selasa (13/5/2025).

Ia menyebut, keberhasilan tersebut tak lepas dari sinergi positif antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat yang semakin melek terhadap potensi teknologi blockchain.

Bitcoin Sentuh Rekor Baru

Di sisi pasar, harga Bitcoin kembali menembus angka psikologis USD 100.000, sebuah pencapaian yang menurut Oscar merupakan hasil dari gabungan sentimen positif dan faktor fundamental yang kuat. Ia menyebut, keputusan Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga di level 4,5 persen memberi dorongan besar terhadap pasar kripto global.

Namun, Oscar menekankan pentingnya pendekatan jangka panjang dalam berinvestasi kripto. Strategi seperti Dollar Cost Averaging (DCA) dinilai lebih aman di tengah fluktuasi pasar.

“Investor tidak boleh terbawa euforia sesaat. Yang terpenting adalah memahami karakteristik aset dan hanya bertransaksi di exchanger resmi,” pesannya.

Melihat kontribusi besar dari industri ini, Oscar berharap pemerintah dapat menyusun kebijakan yang lebih progresif dan mendukung inovasi. Menurutnya, regulasi yang ideal adalah yang mampu melindungi konsumen tanpa mengekang pertumbuhan teknologi.

“Saat industri sudah patuh membayar pajak dan menjalankan kewajiban KYC serta AML, maka pemerintah juga perlu memberikan ruang bagi inovasi dan mendorong kolaborasi lintas sektor,” pungkasnya. (alf)

 

 

Ini Rumus Hitung Angsuran PPh Pasal 25 di PMK 81/2024

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menyempurnakan mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Ketentuan terbaru ini membawa angin segar sekaligus tantangan baru bagi berbagai jenis Wajib Pajak.

Salah satu sorotan utama terletak pada Pasal 226, yang menegaskan bahwa angsuran PPh Pasal 25 akan dihitung berdasarkan PPh terutang tahun sebelumnya, dikurangi sejumlah kredit pajak seperti PPh Pasal 21, 22, 23, dan kredit pajak luar negeri, lalu dibagi 12 bulan.

Namun, skema ini tidak berlaku bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak yang tercatat di bursa, serta pelaku usaha orang pribadi tertentu. Artinya, kelompok ini wajib menggunakan perhitungan khusus yang telah ditentukan.

Lebih lanjut, Pasal 227 memberikan pengaturan khusus bagi Wajib Pajak bank. Dasar penghitungan angsuran untuk sektor perbankan didasarkan pada laporan keuangan yang disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk laporan laba rugi dan posisi keuangan. Penghasilan neto yang dijadikan dasar juga dikecualikan dari penghasilan luar negeri dan yang dikenai pajak final.

Menariknya, bagi bank yang memiliki kerugian fiskal yang dapat dikompensasi, kerugian tersebut wajib dikurangkan dari penghasilan neto sebelum menghitung angsuran PPh Pasal 25.

Dampak terhadap pelaku usaha cukup signifikan

Dengan metode yang lebih presisi dan berbasis laporan keuangan terkini, sistem ini dinilai lebih mencerminkan kondisi riil usaha, namun di sisi lain menuntut kepatuhan dan akurasi tinggi dalam pelaporan keuangan.

Dengan diberlakukannya PMK ini, Ditjen Pajak berharap dapat meningkatkan efektivitas pengumpulan PPh dan mengurangi potensi kekeliruan perhitungan angsuran tahunan. Wajib Pajak pun diimbau untuk menyesuaikan sistem dan strategi pelaporan pajaknya mulai sekarang. (alf)

 

 

Ubah Alamat Email di Sistem Pajak Kini Semudah 3 Langkah, Ini Caranya!

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempermudah Wajib Pajak yang ingin mengganti alamat e-mail terdaftar. Kini, perubahan dapat dilakukan langsung melalui sistem Coretax hanya dalam tiga langkah sederhana.

Tiga Langkah Praktis Ubah Email di Coretax

Tak perlu repot datang ke kantor pajak, berikut ini panduan singkat untuk mengubah alamat e-mail secara daring:

1. Masuk ke sistem Coretax;

2. Akses menu “Portal Saya”, lalu pilih “Informasi Umum”, klik “Edit”, kemudian masuk ke “Detail Kontak”;

3. Masukkan alamat e-mail baru, pastikan datanya benar, lalu klik “Simpan”. Jangan lupa centang pernyataan dan klik submit.

Ajukan Langsung ke Kantor Pajak

Jika lebih nyaman secara luring, Wajib Pajak juga bisa mengajukan perubahan e-mail melalui KPP atau KP2KP. Langkah-langkahnya:

Isi formulir perubahan data yang tersedia di kantor pajak atau unduh dari pajak.go.id;

Kirim formulir lewat pos, jasa ekspedisi, atau kurir;

Bisa juga melalui layanan Kring Pajak (1500200) atau live chat di situs resmi DJP.

Tak Hanya Email, Data Ini Juga Bisa Diubah

Selain alamat e-mail, DJP juga membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan perubahan data lainnya seperti:

Identitas Wajib Pajak tanpa perubahan bentuk badan hukum;

Alamat tempat kedudukan atau usaha selama masih dalam wilayah kerja KPP yang sama;

Jenis kegiatan usaha;

Struktur permodalan atau kepemilikan (untuk badan hukum);

Koreksi kesalahan tulis pada data administrasi DJP;

Perbedaan data antara dokumen resmi dan database DJP terkait bentuk badan usaha.

Dengan kemudahan ini, diharapkan Wajib Pajak semakin aktif memperbarui data demi tertib administrasi perpajakan. (alf)

 

 

.

 

 

Direktur Keuangan Korea Sebut MoU IKPI dan KACTAE Jadi Jembatan Kepercayaan ASEAN

IKPI, Jakarta: Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Korean Association of Certified Tax Accountants Examination (KACTAE) menjadi momen penting dalam penguatan hubungan profesional antara Indonesia dan Korea Selatan. Acara yang berlangsung di Jakarta pada Jumat (9/5/2025), dihadiri oleh Direktur Komite Keuangan ASEAN-Korea, Lee Young-Jick, yang menyampaikan pesan kuat tentang arti strategis kolaborasi di bidang perpajakan lintas negara.

Dalam sambutannya, Lee menegaskan bahwa kerja sama ini bukan sekadar seremoni atau dokumen hitam di atas putih. “Ini adalah keyakinan bersama atas pentingnya kepercayaan, pengetahuan, dan koneksi antarmanusia,” ujarnya.

Ia menyoroti peran vital sistem perpajakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lintas batas, termasuk dalam perdagangan, investasi, dan ekonomi digital yang kini berkembang pesat di kawasan ASEAN.

Menurut Lee, pajak tidak hanya soal hukum dan angka, tetapi merupakan fondasi dari keuangan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan yang adil. “Di balik struktur pajak yang kompleks, ada masyarakat keluarga, pelaku UMKM, pekerja, pemilik toko, dan pemimpin komunitas yang menjadi jantung dari perekonomian,” tuturnya.

Lee juga menyinggung realitas ekonomi modern yang ditopang oleh aplikasi digital, platform dagang, dan sistem transportasi canggih. “Setiap kali kita memesan ojek lewat Go-Jek, berbelanja di Tokopedia, atau naik MRT di Jakarta ada sistem perpajakan yang bekerja secara senyap namun menentukan,” katanya.

Ia mengapresiasi dinamika ekonomi Indonesia serta budaya dan komunitas lokalnya yang kuat. Menurutnya, kerja sama Indonesia-Korea dalam bidang perpajakan menunjukkan bahwa kedua negara tidak hanya mitra bisnis, melainkan sahabat yang tumbuh bersama dalam saling belajar dan saling membantu.

“Ketika perpajakan menjadi transparan, kepercayaan tumbuh. Dan ketika kepercayaan dan perdagangan berjalan bersama, maka bangsa pun bangkit bersama,” kata Lee.

Sekadar informasi, penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Presiden KACTAE, Jang Bo-won. Kolaborasi ini diharapkan menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam dalam hal pertukaran pengetahuan, pengembangan profesional, dan harmonisasi sistem perpajakan untuk mendukung iklim bisnis yang adil dan berkelanjutan di kawasan Asia Timur dan Tenggara. (bl)

Anak Muda “Gila” Cuan Saham, Tapi Sudah Tahu Cara Pajaknya?

IKPI, Jakarta: Tren investasi saham makin digandrungi anak muda. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, hingga Juni 2024, lebih dari separuh investor pasar modal tepatnya 55,38 persen berasal dari kalangan milenial dan generasi Z, alias mereka yang berusia di bawah 40 tahun. Tapi, seiring ramainya transaksi di lantai bursa, satu hal yang sering luput dari perhatian: pajak!

Banyak investor pemula fokus pada potensi keuntungan, tapi belum memahami bahwa tiap transaksi saham juga punya konsekuensi fiskal. Nah, biar gak salah langkah, berikut ini pajak yang berlaku dalam investasi saham berdasarkan regulasi terkini.

Pajak Jual-Beli Saham

Bagi investor individu maupun badan usaha, setiap penjualan saham di pasar modal dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,1 persen dari nilai bruto transaksi. Khusus untuk para pendiri perusahaan yang melepas sahamnya, ada tambahan tarif 0,5 persen dari nilai saham pada saat penutupan BEI tahun 1996 atau dari nilai saat IPO jika perusahaannya listing setelah 1997.

Selain itu, investor juga harus membayar biaya transaksi dari BEI serta PPN atas broker fee sebesar 10 persen.

Dividen Bisa Bebas Pajak, Asal…

Kabar baiknya, dividen yang diterima dari perusahaan dalam negeri bisa dikecualikan dari objek pajak. Syaratnya? Dana dividen tersebut harus diinvestasikan kembali minimal selama tiga tahun ke berbagai instrumen yang telah ditentukan pemerintah mulai dari Surat Berharga Negara, obligasi BUMN, investasi infrastruktur, hingga penyertaan modal di perusahaan dalam negeri.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Pemerintah ingin mendorong reinvestasi sebagai motor penggerak ekonomi nasional, dan di sisi lain memberikan insentif pajak bagi investor.

Dengan mengetahui aspek perpajakan, para investor muda tidak hanya cuan secara finansial, tapi juga taat hukum. Jadi, sebelum klik tombol buy atau sell, pastikan juga memahami kewajiban fiskal di balik setiap transaksi. (alf)

 

 

 

 

Trump Usulkan Kenaikan Pajak Orang Super Kaya jadi 39,6%

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk individu dan pasangan suami-istri super kaya, dalam langkah yang mengejutkan banyak pihak dan memicu perdebatan tajam di internal Partai Republik.

Dalam rencana yang diungkapkan akhir pekan ini, Trump mengusulkan agar tarif tertinggi PPh naik dari 37% menjadi 39,6%. Kenaikan ini akan berlaku bagi individu yang memiliki penghasilan minimal 2,5 juta dolar AS (sekitar Rp41,28 miliar) per tahun dan pasangan dengan penghasilan 5 juta dolar AS (sekitar Rp82,57 miliar).

Langkah ini dinilai kontradiktif dengan garis ideologis Partai Republik yang selama ini cenderung menolak kenaikan pajak, terutama bagi kalangan berpenghasilan tinggi. Namun Trump menilai kebijakan tersebut dibutuhkan untuk mendanai pemotongan pajak yang lebih besar bagi kelas menengah dan pekerja.

“Saya sebenarnya menyukai konsepnya. Tapi saya tidak ingin itu digunakan melawan saya secara politis. Banyak orang kalah pemilu karena isu pajak, bahkan yang lebih kecil dari ini,” ujar Trump seperti dikutip dari Time, Sabtu (10/5/2025).

Usulan ini muncul di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) besar dengan Kongres, yang bertujuan memperpanjang masa berlaku Tax Cuts and Jobs Act 2017 yang akan kedaluwarsa tahun depan.

Selain menaikkan tarif pajak untuk orang kaya, Trump juga mengusulkan penghapusan celah pajak yang dikenal sebagai carried interest loophole. Skema ini selama ini dimanfaatkan manajer hedge fund, private equity, dan modal ventura untuk membayar pajak lebih rendah, hanya sekitar 20%.

Rencana ini juga dilatarbelakangi tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah. The Federal Reserve diperkirakan harus membiayai ulang utang sebesar 7 triliun dolar AS (sekitar Rp115,60 kuadriliun) tahun ini. Banyak ekonom menilai bahwa peningkatan pajak untuk kelompok super kaya dapat menjadi sumber penerimaan baru yang signifikan.

Namun, tidak semua pihak di Partai Republik sejalan dengan usulan ini. Ketua DPR Mike Johnson dan kelompok konservatif seperti Americans for Tax Reform menentang keras. “Menaikkan tarif pajak menjadi 39,6% adalah ide Kamala Harris. Dia kalah dari Trump. Tidak perlu mengadopsi kebijakannya,” ujar pernyataan kelompok tersebut.

Sebaliknya, tokoh-tokoh yang dekat dengan basis pendukung Trump seperti Wakil Presiden JD Vance, Direktur Anggaran Russell Vought, dan mantan penasihat strategis Steve Bannon, menyatakan dukungan terhadap usulan tersebut.

Trump juga disebut mengajukan kenaikan batas pengurangan pajak negara bagian dan lokal (SALT cap) dari 10.000 dolar AS menjadi 30.000 dolar AS. Kebijakan ini diyakini akan menguntungkan pemilik properti di wilayah-wilayah kaya seperti New York dan California.

Meskipun Trump sebelumnya sempat khawatir bahwa pajak tinggi dapat mendorong pelarian modal dan migrasi jutawan, ia kini menilai usulan ini sebagai upaya menyeimbangkan persepsi bahwa Partai Republik hanya berpihak pada kaum elit.

Jika disetujui, rencana ini dapat menjadi pergeseran besar dalam arah kebijakan fiskal Partai Republik menjelang pemilu 2026, yang diprediksi akan kembali mempertemukan Trump dan Presiden Joe Biden. (alf)

 

IKPI Dorong Generasi Muda dan Akademisi Perkaya Wawasan Pajak Lewat Website Resmi

IKPI, Jakarta: Dalam semangat menjadikan organisasi sebagai pusat pengetahuan perpajakan nasional, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengeluarkan surat edaran resmi yang mengajak para dosen, tenaga pendidik, serta generasi milenial dan Gen Z di lingkup IKPI untuk aktif menyumbangkan karya tulis ilmiah dan opini perpajakan.

Surat edaran bernomor S-93/PP.IKPI/V/2025 itu ditandatangani oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono, pada 8 Mei 2025.

Dalam surat tersebut, IKPI menindaklanjuti hasil pertemuan dengan komunitas akademik dan generasi muda pada awal Mei lalu dengan tujuan memperkaya konten website organisasi sebagai bagian dari inisiatif “IKPI sebagai Center of Knowledge Perpajakan Indonesia.”

IKPI mengundang para anggota yang juga merupakan akademisi untuk mengirimkan tulisan seperti artikel, opini, kajian, hingga laporan pengabdian masyarakat yang membahas isu-isu perpajakan aktual maupun regulasi terbaru. Materi dapat berupa karya orisinal maupun yang telah dipublikasikan sebelumnya, selama disertai sumber lengkap.

Setiap tulisan harus diketik dalam format Microsoft Word, menggunakan font Arial ukuran 11, dengan panjang maksimal 4.000 kata. Seluruh naskah dapat dikirim melalui email ke redaksi-humas@ikpi.or.id, dan tim redaksi akan melakukan proses editorial agar sesuai dengan standar unggahan situs resmi IKPI.

Langkah ini diharapkan tidak hanya mendorong pertukaran gagasan dalam komunitas perpajakan, tetapi juga memperkuat posisi IKPI sebagai wadah intelektual dan profesional dalam menghadapi dinamika fiskal yang terus berkembang.

“Kami ingin mendorong keterlibatan aktif dari generasi muda dan akademisi untuk berbagi pemikiran yang kritis dan solutif dalam isu-isu perpajakan. Ini bagian dari komitmen kami membangun ekosistem ilmu yang kuat di Indonesia,” ujar Vaudy, Minggu (11/5/2025). (bl)

Sektor Tambang dan Jasa Keuangan Dongkrak Pajak, Tembaga Jadi Andalan Baru

IKPI, Jakarta: Sektor usaha strategis memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak bruto pada triwulan I 2025. Dua sektor yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi adalah sektor pertambangan dan sektor jasa keuangan. Keduanya memberikan sumbangan besar bagi kas negara, didorong oleh tren positif di tingkat profitabilitas dan aktivitas usaha.

Sektor pertambangan mencatatkan kontribusi 9,3% terhadap total penerimaan pajak, dengan performa cemerlang datang dari subsektor bijih logam, terutama tembaga dan logam mulia.

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Rapat Dengan Pendapat dengan Komisi XI DPR baru-baru.ini, menyebutkan bahwa peningkatan setoran PPh Badan dari sektor ini disebabkan oleh kinerja yang sangat baik pada tahun pajak sebelumnya, yang terefleksi dalam pembayaran masa pajak awal tahun 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa industri ekstraktif, terutama yang terintegrasi dengan rantai pasok global, sedang dalam fase ekspansi yang sehat.

Di sisi lain lanjut Suryo, sektor jasa keuangan juga menunjukkan ketahanan yang kuat dengan kontribusi 14,4% terhadap total penerimaan. Rata-rata setoran pada periode Desember 2024 hingga Maret 2025 mencapai Rp18,3 triliun, meningkat 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan ini menunjukkan stabilitas sektor keuangan, khususnya perbankan dan asuransi, serta meningkatnya aktivitas pasar modal dan jasa pembiayaan,” ujarnya.

Selain pertambangan dan jasa keuangan, sektor industri pengolahan juga tetap menjadi tulang punggung penerimaan, dengan kontribusi sebesar 23,2%. Rata-rata setoran dari sektor ini pada Desember 2024 hingga Maret 2025 tercatat sebesar Rp49,0 triliun, tumbuh 1,13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Industri logam dasar, kendaraan bermotor, dan bahan kimia menjadi penggerak utama dari sektor ini, yang juga berkontribusi terhadap kenaikan PPN Impor.

Pemerintah juga mencermati bahwa pola pertumbuhan penerimaan ini tidak hanya menunjukkan pemulihan ekonomi, tetapi juga membuktikan bahwa kebijakan fiskal dan reformasi perpajakan yang dijalankan dalam beberapa tahun terakhir mulai membuahkan hasil.

“Kami akan terus memperkuat pengawasan berbasis data, memperluas basis pajak, dan meningkatkan pelayanan agar tren positif ini menjadi berkelanjutan,” ujar Suryo Utomo. (bl)

 

PPN dan PPh 21 Rebound: Sinyal Kuat Pemulihan Ekonomi di Kuartal I 2025

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak pada Maret 2025 menunjukkan sinyal positif bagi pemulihan ekonomi nasional. Dua jenis pajak yang sangat terkait dengan aktivitas konsumsi dan tenaga kerja, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, sama-sama mencatatkan pertumbuhan yang signifikan setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi.

Pada pemaparannya di Rapat Dengan Pendapat (RDP) Ditjen Pajak dengan Komisi XI DPR baru-baru ini, Dirjen Pajak Suryo Utomo, menyatakan, penerimaan PPN Dalam Negeri tumbuh sebesar 8,0% pada bulan Maret, mencapai rerata Rp60,9 triliun dalam periode Desember 2024 hingga Maret 2025. Angka ini sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya dan menandai rebound dari pelemahan yang terjadi di Januari dan Februari.

Menurutnya, kenaikan ini dipicu oleh menguatnya konsumsi rumah tangga dan pemulihan kegiatan usaha, terutama di sektor industri pengolahan dan perdagangan besar.

Sementara itu, PPh 21 juga menunjukkan perbaikan, dengan pertumbuhan 3,3% pada Maret 2025. Peningkatan ini disebabkan oleh membaiknya penghasilan pegawai serta berkurangnya jumlah wajib pajak yang mengkompensasikan kelebihan bayar PPh 21 tahun 2024 pada masa pajak Maret.

Diungkapkan Suryo, pada dua bulan sebelumnya, penerimaan PPh 21 sempat menurun karena dampak implementasi sistem Tarif Efektif Rata-rata (TER) dan peningkatan restitusi.

Selain itu, tren musiman juga menjadi faktor penting dalam pola penerimaan pajak. Setiap tahun, penerimaan cenderung lebih rendah pada Januari dan Februari karena efek pergantian tahun anggaran dan penyesuaian administrasi wajib pajak.

“Maret menjadi bulan pemulihan karena berbagai pelaporan dan pembayaran mulai dilakukan, khususnya dari dunia usaha yang telah menyelesaikan laporan keuangan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari pola penerimaan tahun-tahun sebelumnya yang konsisten,” ujarnya.

Dirjen Pajak juga menegaskan bahwa reformasi sistem pemotongan dan pelaporan pajak melalui implementasi TER telah memberikan dampak jangka pendek terhadap penurunan setoran, tetapi ke depannya diharapkan meningkatkan transparansi dan kemudahan administrasi bagi wajib pajak.

Dengan rebound yang terjadi di Maret, pemerintah kini lebih percaya diri bahwa adaptasi terhadap sistem baru akan berlanjut dengan tren yang stabil, bahkan meningkat, seiring makin membaiknya kepercayaan dan partisipasi wajib pajak. (bl)

id_ID