Menkeu Kepada Pengusaha: Bayar Pajak Adalah Kewajiban Bukan Beban

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa membayar pajak adalah suatu kewajiban dan bukan beban. Hal itu diutarakan di depan pelaku usaha Cikarang dan sekitarnya.

“Kepada pelaku usaha semua di sini, kami akan bermitra dengan Anda semua. Kami adalah partner Anda. Kami bukan beban. Kami tidak boleh menjadi beban, tapi bayar pajak tetap bukan beban, itu kewajiban,” kata Sri Mulyani sepeerti dikutip dari Detik Finance, di PT Samsung Electronics Indonesia, Cikarang, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023).

Kementerian Keuangan akan terus berkomitmen melayani dunia usaha agar semakin kompetitif dan produktif. Prosedur yang baik diberikan agar Indonesia jadi tempat terbaik untuk masuknya investasi.

“Tantangan untuk menjadi tempat yang produktif adalah kepastian usaha, kelancaran distribusi, tidak adanya regulasi yang memberatkan sehingga masuk keluarnya barang dengan tata kelola yang baik semuanya transparan dan bisa lancar sehingga dunia usaha bisa kompetitif untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya,” tuturnya.

Sri Mulyani pun mengajak pelaku usaha untuk memproses sumber daya alam (SDA) yang melimpah di Indonesia saja, setelah itu hasilnya silakan diekspor sebanyak-banyaknya. Dengan demikian tercipta nilai tambah.

“Indonesia kaya dengan sumber daya alam. Presiden dan pemerintah siap untuk memperbaiki iklim investasi sehingga Anda tidak ada argumen untuk tidak berinvestasi menciptakan nilai tambah dengan mendirikan manufaktur di Indonesia untuk memproses berbagai sumber daya alam di Indonesia. Diekspor seluruhnya boleh tapi tidak raw material,” tegas Sri Mulyani.

“Itu terjadi di CPO kita, nikel, tembaga, bauksit, timah, semuanya,” tambahnya.(bl)

Pemerintah Siapkan Skema Pemotongan Mudah PPh 21 Karyawan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, tengah melakukan sosialisasi pengaturan penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk perhitungan pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 karyawan (PPh 21) yang lebih mudah.

Selama ini, skema pemotongan dan pemungutan PPh 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja terbilang kompleks karena adanya penerapan tarif pajak progresif, hingga ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Dengan skema itu, tercatat sebanyak sekitar 400 skenario pemotongan penghasilan dari pekerjaan, usaha, dan kegiatan yang diterima wajib orang pribadi.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menilai hal ini dianggapnya membingungkan dan memberatkan wajib pajak. Ke depannya, perhitungan baru kan lebih sederhana.

“Nah ini kami sedang berpikir kira-kira bisa enggak bikin model perhitungan yang lebih sederhana menggunakan tarif yang efektif, kira-kira untuk perhitungan pemungutan dan pemotongan tarif PPh Pasal 21,” kata Suryo saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, seperti dikutip dari CNCB Indonesia, Senin (30/1/2023).

Dia menambahkan simplifikasi ini penting karena selama ini yang berubah dalam perhitungan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21 berubah akibat adanya ketentuan dalam PTKP, seperti karena adanya istri dan tanggungan.

“Yang sering berubah kan PTKP, jumlah tanggungan, ada yang menikah, punya anak, otomatis jumlah PTKP berbeda. Kalau sekarang memungutnya si pemberi kerja berdasarkan masing-masing, kami ingin buat kesederhanaan,” ucap Suryo.

Kemudian, masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.

Terakhir, kata Suryo, tarif efektif ini sudah memperhitungkan PTKP bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki.

“Jadi simplifikasi pemotongan pemungutannya, karena ada formula berarti penghasilan dikurangi PTKP dikali tarif ketemu jumlah yang dipotong. Caranya seperti apa? teman-teman saya yang di DJP sedang mencoba membuat formulanya,” ucap Suryo.

Adapun dengan formula ini, dia berharap memberikan kemudahan bagi wajib pajak menghitung pemotongan PPh Pasal 21 tiap Masa Pajak. Kemudian, meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, serta memberikan kemudahan dalam membangun sistem administrasi perpajakan yang mampu melakukan validasi atas perhitungan wajib pajak.

“Supaya motong mungut gampang, kesalahan diminimalisasi, dan sampai di penghujung akhir tahun kurang bayar tidak terlalu banyak dan lebih bayar tidak terlalu banyak. Saya kepengen lebih bayar tinggal kita kembalikan,” tegas Suryo.

Berikut ini, ilustrasi perbandingan perhitungan PPh Pasal 21 terbaru dan yang berlaku saat ini:

Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.

1. Perhitungan PPh Saat Ini

Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut:

Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun dihitung sebagai berikut:

12 x Rp9.500.000,00 = Rp114.000.000.

Dengan memperhitungkan status Retto, PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0. Alhasil, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.

Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250.

2. Perhitungan tarif efektif atau TER

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00. (bl)

Terlibat Skandal Pajak, PM Inggris Pecat Menteri Keuangan

IKPI, Jakarta: Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak memecat Menteri Tanpa Portofolio sekaligus Ketua Partai Konservatif, Nadhim Zahawi, usai mengetahui sang pejabat terlibat skandal pajak.

Penasihat independen Sunak, Laurie Magnus, mengatakan Zahawi tidak mengabarkan bahwa urusan pajaknya tengah diselidiki saat dia diangkat menjadi menteri keuangan tahun lalu. Zahawi juga disebut tidak pernah memberitahu rincian soal investigasi tersebut.

“Menyusul rampungnya investigasi Penasihat Independen, jelas bahwa telah terjadi pelanggaran serius terhadap kode etik Menteri,” kata Sunak dalam suratnya kepada Zahawi seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (30/1/2023).

“Akibatnya, saya telah memberi tahu Anda mengenai keputusan saya untuk mengeluarkan Anda dari posisi Anda di pemerintahan.”

Zahawi pernah menjabat sebagai menteri di kabinet pemerintah sejak era PM Theresa May sampai PM Liz Truss. Sunak pun menunjuk Zahawi sebagai salah satu menteri kabinetnya sejak diangkat sebagai PM.

Politikus keturunan Irak itu juga sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan di awal pemerintahan Sunak. Namun, Zahawi sebetulnya diangkat Sunak sebagai Menteri Tanpa Portofolio (Minister without portfolio). Di Inggris, jabatan Menteri Tanpa Portofolio seringkali diisi oleh ketua partai berkuasa dan dianggap sebagai jabatan kabinet pemerintah.

Terkadang, jabatan tersebut digunakan untuk memungkinkan ketua partai berkuasa menghadiri rapat kabinet pemerintahan.

Sementara itu, Magnus mengatakan pemecatan Zahawi ini dilakukan lantaran yang bersangkutan tidak jujur atas penyelidikan pajak yang menargetkan dirinya. Zahawi disebut tak merinci laporan apa pun soal urusan pajaknya yang “jelas-jelas kotor” kepada pemerintah.

Magnus menuturkan Zahawi mengakui bahwa penyelidikan pajak yang menyeret dirinya ini adalah masalah serius.

Dia menambahkan, Zahawi telah menunjukkan “kurangnya perhatian” untuk persyaratan “jujur, terbuka, dan menjadi pemimpin teladan melalui perilakunya sendiri.”

Merespons pemecatan ini, Zahawi menyesal dengan sikapnya selama ini. Dia lalu mengatakan akan mendukung Sunak sebagai anggota parlemen.

“Saya (juga) minta maaf kepada keluarga saya atas kerugian yang telah mereka tanggung,” katanya.

Zahawi sempat diperiksa otoritas pajak dan bea cukai Inggris (HMRC) pada tahun lalu. Setelah pemeriksaan, Zahawi mengatakan badan pajak memutuskan bahwa dia “ceroboh” karena tidak sengaja membuat kesalahan dengan membayar pajak lebih sedikit dari yang semestinya.

Saat itu dia mengaku bahwa dirinya membayar denda kepada HMRC.

Terkait pemecatan Zahawi, salah seorang anggota parlemen Konservatif mengatakan langkah itu merupakan “keputusan yang tepat”.

Zahawi menurutnya sudah “seharusnya mengundurkan diri untuk menghindari rasa malu.”

Pemecatan Zahawi ini sendiri menjadi salah satu kemunduran dalam upaya Sunak mengatur ulang pemerintahan Inggris setelah sempat kacau tahun lalu.

Selain Zahawi, wakil perdana menteri Dominic Raab juga kini tengah diselidiki. Investigasi ini pun menjadi momok dalam pemerintahan Rishi Sunak belakangan. (bl)

 

Sebanyak 43,76 Persen Kendaraan Bermotor Belum Bayar Pajak

IKPI, Jakarta: PT Jasa Raharja (Persero) mengungkapkan saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendaftarkan ulang kendaraan bermotornya. Hal itu berarti, masih banyak yang menunggak pembayaran pajak kendaraan bermotor.

“Tingkat kepatuhan masyarakat sampai dengan Desember 2022 sebesar 56,24 persen. Artinya, masih ada sekitar 43,76 persen masyarakat yang belum mendaftarkan ulang kendaraannya dengan potensi penerimaan pajak lebih dari Rp 120 triliun,” kata Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A Purwantono dalam pernyataan tertulisnya seperti dikutip dari Republika.co.id, Kamis (26/1/2023).

Tim Pembina Samsat Nasional terus mematangkan berbagai aspek pendukung terkait implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Khususnya pasal 74 tentang penghapusan data registrasi kendaraan bermotor bagi penunggak pajak dua tahun setelah masa berlaku STNK.

Rivan menjelaskan, sejak beberapa bulan lalu pemerintah daerah telah memberikan relaksasi penghapusan denda pajak dan menggratiskan biaya BBNKB atas kepemilikan kedua. Dari hasil evaluasi hingga Desember 2022, kata Rivan, ada peningkatan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak sebesar 58,78 persen.

“Periode relaksasi memberikan pertumbuhan transaksi lebih tinggi dibanding penerimaan selama satu tahun,” ucap Rivan.

Berdasarkan hasil konsinyering, lanjut Rivan, implementasi Pasal 74 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 akan dilaksanakan mulai 2023. Untuk itu, Rivan menilai dibutuhkan roadmap lanjutan terkait implementasinya.

“Tentu diperlukan juga penataan data yang baik melalui penerapan single data,” kata Rivan.

Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni menambahkan, inisiatif strategis yang dilakukan oleh Tim Pembina Samsat sangat efektif dalam upaya peningkatan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Agus menegaskan, penerimaan tersebut akan kembali lagi kepada masyarakat.

Agus menilai, penerapan data tunggal antara ketiga instansi di Samsat juga akan meningkatkan akurasi data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor. “Dengan data yang semakin akurat serta tingkat kepatuhan masyarakat yang semakin meningkat, Tim Pembina Samsat di seluruh Indonesia dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembangunan serta dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada masyarakat,” jelas Agus.

Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Santyabudi memastikan akan fokus dalam memaksimalkan kevalidan data pemilik kendaraan bermotor. Firman menilai, data yang valid bukan saja penting bagi Polri, tetapi juga juga bisa dimanfaatkan untuk lembaga lain.

“Kemudahan membayar pajak tentu harus dikedepankan. Implementasi peraturan ini memang telah diamanatkan undang-undang untuk taat membayar pajak, sehingga kita akan menghapus barang yang memang sudah tidak ada catatan di negara,” ungkap Firman. (bl)

Masyarakat Berpenghasilan di Bawah Rp 4,5 Juta Tak Wajib Lapor SPT Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pendapatan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 4,5 ke bawah bisa tak lapor SPT. Kendati demikian, ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, namun masyarakat berpenghasilan dibawah PTKP tersebut sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tetapi diimbau untuk tetap melakukan pelaporan SPT.

“Apabila seseorang telah mempunyai NPWP namun penghasilannya di bawah PTKP, Wajib Pajak tersebut dapat melaporkan SPT Tahunan dengan status nihil,” ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (27/1/2023).

Sebagai catatan, untuk pelaporan SPT Tahunan 2022, PTKP yang berlaku untuk orang pribadi masih sebesar Rp 4,5 juta.

Kendati demikian, wajib pajak bisa bebas dari lapor SPT Tahunan, selama telah mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE maka wajib pajak tak perlu lapor SPT setiap tahunnya.

“Bila dikehendaki Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Non-Efektif ke Kantor Pelayanan Pajak dimana WP terdaftar sebagaimana dimaksud dalam PMK-147/PMK.03/2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020,” jelasnya.

Dengan demikian, wajib pajak yang masuk kategori NE tak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya.

Berikut ini kategori wajib pajak yang biasanya bisa mengubah status menjadi wajib pajak NE:

– Yang penghasilannya turun menjadi di bawah PTKP

– Pengusaha yang sudah berhenti melakukan kegiatan usaha

– Pekerja yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan

– Pensiunan yang tidak lagi memiliki penghasilan

– Wajib pajak bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia

Adapun, wajib pajak yang ingin memberlakukan NE harus menyiapkan sejumlah dokumen, antara lain:

– Fotokopi KTP

– Berkas permohonan Wajib Pajak Non-Efektif Orang Pribadi

– Formulir penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang sudah diisi

– Surat pernyataan bermaterai diunduh di situs resmi DJP

– Formulir penetapan Wajib Pajak Non-Efektif diunduh di situs resmi DJP (bl)

 

Pemerintah Catat Restitusi Pajak Tahun 2022 Rp 280,41 Triliun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat pengembalian uang wajib pajak dalam bentuk restitusi sepanjang tahun lalu mencapai Rp280,41 triliun. Jumlah pengembalian ini naik 42,99 persen year-on-year (yoy) dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi restitusi terbesar.

“Realisasi restitusi per jenis pajak didominasi oleh restitusi PPN Dalam Negeri sebesar Rp223,83 triliun atau tumbuh 69,60 persen yoy,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor seperti dikutip dari Bisnis.com, Jumat (27/1/2023).

Sementara itu, restitusi yang bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 mengeciil 11,88 persen yoy dari Rp54,29 triliun pada 2021 menjadi Rp47,84 triliun sepanjang 2022.

Sekadar informasi, restitusi pajak adalah pengembalian atas pembayaran berlebih yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang tidak seharusnya terutang.

Melonjaknya restitusi atau pengembalian pembayaran pajak sepanjang 2022 sebagai imbas diterapkannya relaksasi, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Aturan yang berlaku pada 1 Januari 2022 ini menyesuaikan jumlah batas lebih bayar restitusi PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjadi Rp5 miliar. Jumlah ini lebih besar dari ketentuan sebelumnya yakni Rp1 miliar.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto mengatakan kenaikan batas atas nilai pengembalian atas kelebihan pajak pendahuluan dari Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar merupakan salah satu faktor utama, yang mendorong kenaikan restitusi pada 2022.

“Jadi, mungkin semakin banyak wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Perlu diingat, restitusi PPN pendahuluan merupakan fasilitas yang diberikan untuk wajib pajak tertentu yang memenuhi kriteria, sehingga dengan fasilitas ini wajib pajak bisa mendapatkan restitusi yang diajukan tanpa melalui tahap pemeriksaan,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menjelaskan restitusi pajak terjadi setiap tahun karena pajak yang dibayar lebih besar dari nilai yang seharusnya terutang. Jenisnya dapat berupa PPh badan (25/29) dan PPN.

PPh Badan direstitusi karena terdapat hasil pemeriksaan atau dari proses sengketa pajak. Adapun PPN direstitusi lantaran adanya kasus PPh Badan atau PKP berisiko rendah yang dikategorikan sebagai wajib pajak patuh.

Sebagai catatan, PPN merupakan jenis pajak yang memotret tingkat konsumsi masyarakat, sedangkan PPh Badan atau pajak korporasi adalah gambaran bagi ketahanan pelaku usaha. (bl)

 

 

 

Kemenkeu Perkirakan Penerimaan Pajak Tahun 2023 Masih Berat

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerimaan pajak pada tahun 2023 masih berat. Sejumlah risiko atau tantangan dari sisi internal dan eksternal diperkirakan membatasi pertumbuhan pada tahun ini. Demikian dikatakan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam KAPj Goes to Campus: Economic & Taxation Outlook Year 2023, Rabu (25/1/2023).

Menurut Yon, penerimaan pajak pada tahun ini perlu diwaspadai karena masih tingginya ketidakpastian ekonomi, baik secara global maupun domestik.

Dia menuturkan banyak lembaga internasional memperkirakan perekonomian Indonesia masih akan turun cukup signifikan pada tahun ini. Hal tersebut dinilai akan membawa dampak negatif bagi perekonomian dalam negeri.

“Inflasi juga belum sepenuhnya terkendali dengan baik, meskipun sudah lebih baik dari tahun 2022, namun tetap berada pada level yang cukup tinggi,” ujar Yon.

Dia juga menyampaikan bahwa isasi harga komoditas pada tahun ini juga akan menjadi tantangan, setelah pada 2022 memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak berkat melambungnya harga komoditas. Akan tetapi, hampir sebagian besar jenis komoditas yang menjadi andalan Indonesia mengalami perlambatan harga pada tahun ini, sehingga penerimaan pajak dari sektor komoditas dan pertambangan diperkirakan melandai.

“Seharusnya kalau ini ada pemulihan atau moderasi harga, tentu di satu sisi belanja pemerintah bisa kita tekan walaupun kemudian ada risiko penerimaannya yang juga akan tertekan,” tuturnya.

Sekada informasi, sepanjang 2023 pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun. Nilai ini hanya naik 0,07 persen jika dikomparasikan dengan realisasi pajak tahun lalu yang mencapai Rp1.716,8 triliun.

Menurut Yon, target penerimaan pajak tahun ini merupakan bentuk antisipatif terhadap sumber penerimaan pajak yang tidak dapat diulang, seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berkontribusi Rp61 triliun terhadap penerimaan negara tahun lalu.

“Kami perlu antisipasi beberapa kegiatan yang pada tahun kemarin sifatnya tidak berulang lagi pada pada 2023, contohnya PPS kemudian [kenaikan] harga komoditas yang mungkin sepenuhnya tidak akan berulang,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan bahwa untuk mencapai target 2023, DJP akan mendorong dua program prioritas yakni penerimaan dari kegiatan pengawasan pembayaran masa dan penerimaan dari pengawasan kepatuhan material.

Sebelumnya, Suryo menyatakan bahwa DJP juga akan mengejar target penerimaan pajak sepanjang 2023 salah satunya dengan memastikan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Selain itu, DJP kata dia akan terus menindaklanjuti Program Pengungkapan Sukarela yang telah selesai pada Juni 2022. Pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan juga akan dilakukan.

Di sisi lain, Peneliti Perpajakan CITA Fajry Akbar menilai bahwa pemerintah perlu mengincar wajib pajak yang tidak mengikuti PPS pada 2022.

Menurutnya, hal tersebut bisa ditempuh dengan mengoptimalisasi data Automatic Exchange of Information atau AEOI. “Justru yang tidak ikut PPS yang harus menjadi incaran pemerintah. Pemerintah bisa mengoptimalkan data dari AEOI untuk mengincar pajak bagi kelompok kaya,” ujarnya.

Melalui AEOI, kata Fajry, DJP dapat mengetahui aset keuangan wajib pajak di beberapa negara. Hal yang tidak mungkin dilakukan sebelum adanya AEOI. Meski demikian, dia menilai masih ada kendala terkait dengan pemanfaatan data.

“Tidak semua data yang diberikan dalam bentuk lengkap, tapi semua itu akan terus mengalami perbaikan sehingga tidak ada celah untuk menyembunyikan aset keuangan di luar negeri,” katanya. (bl)

 

Tukang Bakso Keliling Tak Kena Pajak, Menkeu Tegaskan Prinsip Pajak Gotong Royong Berkeadilan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan tukang bakso keliling tidak kena pajak. Alih-alih bayar pajak, golongan masyarakat bawah seperti itu justru diberi banyak bantuan.

Sri Mulyani mengatakan prinsip pajak adalah gotong royong dan berkeadilan di mana yang kuat membantu dan yang lemah dibantu agar sama-sama sejahtera.

“Tukang bakso keliling tidak kena pajak, tapi sebaliknya diberi banyak bantuan, misalnya gas LPG (3 kg) dan Program Keluarga Harapan (PKH),” katanya dikutip dari unggahan di Instagram resmi @smindrawati, Kamis (26/1/2023).

Intinya usaha kecil yang omzet penjualannya di bawah Rp 500 juta per tahun dibebaskan dari pajak. Sedangkan perusahaan besar yang mendapat keuntungan di atasnya, baru dikenakan pajak.

“Kalau tukang baksonya sudah punya 5 ruko, setiap ruko menghasilkan Rp 100 juta setahun, jadi 5 ruko Rp 500 juta, pantas nggak bayar pajak? Matur nuwun (terima kasih),” ucap Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun mencontohkan besaran pajak yang harus dibayar tukang bakso jika usahanya sudah besar dengan omzet hingga di atas Rp 500 juta per tahun.

“Jadi tukang bakso kalau omzetnya sampai Rp 600 juta, Rp 600 juta dikurangi Rp 500 juta, Rp 100 juta. Yang kena pajak hanya Rp 100 juta, dikali 0,5 dibagi Rp 100 juta, cilik (kecil) banget,” imbuhnya.(bl)

Ini Harta yang Harus Dilaporkan Dalam SPT Pajak Tahunan

IKPI, Jakarta: Wajib Pajak (WP) punya kewajiban untuk melaporkan harta yang diperoleh setiap tahunnya. Semua harta yang dimiliki atau diperoleh sepanjang tahun 2022 lalu harus dilaporkan melalui SPT Pajak tahun 2023 ini.
Untuk periode pelaporan SPT Tahunan, Wajib pajak orang pribadi memiliki batas waktu sampai 31 Maret 2023 dan wajib pajak badan sampai 30 April 2023.

Seluruh harta yang dilaporkan ini pun tidak ada minimal nilainya. Mulai dari uang tunai, sepeda, handphone, rumah, saham bahkan utang wajib dilaporkan di SPT. Tak terkecuali berbagai macam produk investasi yang telah menjadi aset wajib pajak.

Namun wajib pajak tidak perlu khawatir karena harta yang dilaporkan tidak akan dikenakan kembali pajaknya. Lalu harta apa saja harta yang mesti dilaporkan?

Dalam lampiran Petunjuk Pengisian Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan ada 6 jenis harta yang harus dilaporkan dalam SPT Pajak Tahunan. Berikut ini daftarnya.

Daftar Harta yang Perlu Dilaporkan ke SPT Tahunan

1. Kas dan setara kas, seperti uang tunai, tabungan, giro, deposito, dan setara kas lainnya.

2. Piutang.

3. Investasi, termasuk di dalamnya saham, obligasi, surat utang, reksadana, instrumen derivatif, penyertaan modal dalam perusahaan tertutup dan terbuka, serta investasi lainnya.

4. Alat transportasi, sepeda, sepeda motor, mobil, dan alat transportasi lainnya.

5. Harta bergerak lainnya, termasuk logam mulia, batu mulia, barang seni dan antik, kapal pesiar, pesawat terbang, peralatan elektronik (seperti PC, laptop, dan smartphone), furnitur, dan harta bergerak lainnya.

6. Harta tidak bergerak, seperti tanah dan atau bangunan baik untuk tempat tinggal atau usaha seperti rumah, ruko, apartemen, kondominium, gudang, dan lain-lain.

Demikian daftar harta yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan.

DJP Lirik Potensi Pajak di KEK Mandalika

IKPI, Jakarta: Pemerintah melirik potensi pajak KEK Mandalika. Kepala Kanwil DJP Nusra Syamsinar mengatakan, pajak didapatkan dari proyek yang masuk ke kawasan tersebut.

”Mandalika yang terkenal saat ini pastinya berefek pada sektor sampingan misalnya travel, restoran, hotel. Ini kami melihat pada tahun 2022 juga sudah meningkat untuk capaian perpajakan KEK Mandalika ini,” kata Nusra seperti dikutip dari Jawa Pos.com, Rabu (24/1/2023). Pihaknya optimis tahun ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Di lain pihak, Kantor Pos juga melirik pengembangan bisnis di KEK Mandalika. ”Kantor Pos terus mencoba mendekatkan diri dengan potensi yang bisa dilayani dengan membuka tiga kantor cabang baru yaitu Lingsar, Batukliang Utara, dan Mandalika,” kata Eksekutif General Manager Kantor Cabang Utama Mataram Sigit Sugiharto.

Pembukaan loket baru ini membuat masyarakat lebih mudah bertransaksi. Diterangkan, pihaknya berusaha mendekatkan layanan ke masyarakat lingkar Mandalika.

Yang sangat potensial bisa digarap di kawasan tersebut adalah aktivitas pengiriman dokumen bisnis minta dijemput. Itulah dasar Kantor Pos Mataram kini membuka layanan 24 jam. ”Untuk layanan ini tetap membutuhkan outlet dan inilah yang kami lakukan,” ujarnya.

Layanan yang diberikan berupa pengiriman barang, dokumen, atau pun uang dalam negeri maupun luar negeri. Layanan jasa keuangan juga sudah lengkap bisa diberikan ke masyarakat. Ditambah lagi ada pola kemitraan untuk memudahkan layanan tersebut. ”Kami mencoba untuk menyasar dalam pengembangan UMKM juga,” tuturnya.

Pihaknya juga melihat potensi penyediaan materai kebutuhan masyarakat yang ada di Mandalika. ”Kami berupaya mengamankan penerimaan pajak dengan menekan potensi materai palsu beredar di kawasan tersebut,” tambahnya. (bl)

 

id_ID