Tarif Impor 32% dari Trump Tekan Rupiah ke Rp16.273

IKPI, Jakarta: Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk tetap memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap produk Indonesia kembali mengguncang stabilitas nilai tukar rupiah. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menilai kebijakan tersebut menjadi pemicu utama pelemahan kurs rupiah dalam beberapa hari terakhir.

“Indonesia masuk dalam daftar negara yang dikirimi surat langsung oleh Trump. Bila negosiasi tak membuahkan hasil, tarif 32% akan diberlakukan penuh,” ujar Ariston, Selasa (8/7/2025).

Pemerintahan Trump sebelumnya sempat menunda pemberlakuan tarif tersebut, yang awalnya dijadwalkan efektif 9 Juli 2025, menjadi 1 Agustus. Penundaan ini diumumkan lewat perintah eksekutif Gedung Putih di tengah gelombang tekanan dagang yang ditujukan kepada sejumlah negara mitra.

Meski negosiasi dengan Indonesia terus berlangsung secara intensif, Trump tetap mempertahankan tarif resiprokal 32% yang diumumkan sejak April lalu. Ia berdalih Amerika Serikat perlu mengambil tindakan tegas untuk mengurangi defisit neraca perdagangan yang menurutnya “telah berlangsung bertahun-tahun.”

Trump bahkan mengancam akan menaikkan tarif lebih tinggi jika Indonesia dianggap melakukan langkah balasan. “Kalau Indonesia menaikkan tarif, kami akan membalas. Tarif 32% tetap berlaku, bahkan bisa ditambah,” tegasnya.

Namun, Trump juga membuka pintu kerja sama dengan syarat tertentu. “Kalau Indonesia mau bangun pabrik atau produksi di AS, permohonannya akan diproses cepat, bisa disetujui dalam beberapa minggu,” janjinya.

Menanggapi hal ini, Ariston menilai ketidakpastian tersebut memberikan tekanan psikologis terhadap pasar. “Sentimen negatif mulai terasa, terlebih jika pemerintah Indonesia tidak menawarkan skema kerja sama yang menarik. Rupiah bisa melemah hingga Rp16.300 per dolar AS,” ujarnya.

Pagi ini, rupiah terpantau melemah 33 poin atau sekitar 0,20% ke level Rp16.273 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.240. Menurut Ariston, level support berada di kisaran Rp16.200.

Dalam tiga pekan ke depan, nasib tarif dan kurs rupiah disebut akan sangat tergantung pada langkah diplomasi ekonomi yang diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Tampaknya Indonesia tidak mendapat keistimewaan seperti negara lain. Ini akan jadi ujian awal arah kebijakan luar negeri ekonomi Indonesia,” kata Ariston. (alf)

 

Penerima Dividen Wajib Waspada, Potensi Kena Pajak Jika Tak Diinvestasikan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa pemberi dividen tidak berkewajiban memotong Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri. Ketentuan ini berlaku jika dividen yang diterima diinvestasikan kembali di wilayah Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.

Melalui akun resmi Kring Pajak, DJP mengingatkan bahwa sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/2021, dividen yang berasal dari dalam negeri dapat dikecualikan dari objek PPh asalkan dana tersebut diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

“Jika dividen tidak diinvestasikan, maka WP orang pribadi wajib menyetor sendiri PPh final sebesar 10%. Tidak ada pemotongan oleh pemberi dividen,” jelas Kring Pajak, Selasa (8/7/2025).

Ketentuan terbaru soal perpajakan dividen kini diatur dalam Pasal 370 hingga Pasal 374 PMK 81/2024. Dalam Pasal 370 ayat (5) disebutkan, pengecualian pajak atas dividen hanya berlaku jika:

• Dividen diinvestasikan dalam bentuk, tata cara, dan jangka waktu sesuai aturan perpajakan; dan

• WP menyampaikan laporan realisasi investasi secara lengkap.

Tak hanya dividen dalam negeri, dividen dari luar negeri pun bisa dikecualikan dari objek PPh jika memenuhi kriteria investasi dan pelaporan yang sama.

Namun, jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, Pasal 372 mengatur bahwa dividen dikenakan PPh saat diperoleh, dan wajib disetor sendiri oleh WP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pelaporan PPh ini dilakukan melalui SPT Masa PPh Unifikasi.

Dengan aturan ini, DJP berharap wajib pajak lebih bijak dalam mengelola dividen dan tidak lengah dalam kewajiban perpajakan. Skema ini juga menjadi bagian dari insentif pemerintah untuk mendorong investasi domestik. (alf)

 

IKPI Sumbagteng Komitmen Jaga Kesinambungan Kerja Sama dengan DJP

IKPI, Pekanbaru: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) menyampaikan komitmennya untuk terus menjaga kesinambungan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), khususnya di wilayah Riau. Komitmen ini ditegaskan dalam kunjungan silaturahmi ke Kantor Wilayah DJP Riau pada Senin (7/7/2025).

Kunjungan tersebut disambut langsung Kepala Kanwil DJP Riau, Ardiyanto Basuki, bersama jajaran. Dalam pertemuan, Ardiyanto menyampaikan apresiasi atas peran aktif IKPI dalam mendukung upaya peningkatan kepatuhan pajak melalui edukasi dan pendampingan terhadap wajib pajak.

“Kami sangat menghargai kolaborasi yang selama ini terjalin antara DJP dan IKPI. Sinergi ini penting untuk terus diperkuat demi menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan berkelanjutan,” ujarnya.

Ketua IKPI Pengda Sumbagteng, Lilisen, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan harapan agar komunikasi dan kerja sama yang telah berjalan dapat terus dipertahankan, meskipun saat ini terjadi sejumlah pergantian personel di lingkungan DJP.

“Kami berharap hubungan yang sudah terjalin dengan baik ini tetap dilanjutkan. Pergantian di internal DJP adalah hal wajar, tapi semangat untuk bekerja sama demi peningkatan kualitas pelayanan dan kepatuhan pajak harus tetap terjaga,” kata Lilisen.

Menanggapi hal tersebut, Humas Kanwil DJP Riau, Bambang Setiawan, memastikan bahwa pihaknya tetap berkomitmen melanjutkan berbagai kegiatan kolaboratif yang telah dilakukan bersama IKPI, termasuk program edukasi dan seminar perpajakan.

Sekadar informasi, silaturahmi ini turut dihadiri oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, serta jajaran pengurus pusat dan perwakilan dari Pengda Sumbagteng dan Cabang Pekanbaru. Kehadiran mereka menunjukkan soliditas organisasi dan dukungan penuh terhadap penguatan hubungan kelembagaan dengan DJP.

Melalui silaturahmi ini, IKPI menegaskan peran strategisnya sebagai mitra DJP dalam menciptakan iklim perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada pembangunan nasional. (bl)

Trump Berlakukan Tarif Impor 32 Persen untuk Produk Indonesia, Berlaku Mulai 1 Agustus

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang perdagangan internasional dengan menetapkan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia. Kebijakan ini diumumkan dalam laporan Reuters pada Selasa (8/7/2025), bersamaan dengan langkah serupa terhadap 13 negara lain yang dianggap memiliki neraca dagang tidak menguntungkan bagi AS.

Indonesia masuk dalam daftar negara yang menerima surat resmi dari Trump terkait tarif impor baru ini, bersama negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, Kamboja, Bangladesh, Serbia, dan Afrika Selatan.

Tarif sebesar 32 persen tersebut dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 atau mundur dari jadwal awal yang ditetapkan pada 9 Juli.

Dalam pernyataannya yang diunggah ke platform media sosial miliknya, Truth Social, Trump menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi perdagangan timbal balik.

“Jika karena alasan apa pun Anda memutuskan untuk menaikkan tarif, maka berapa pun jumlah yang Anda pilih, akan ditambahkan ke 25 persen yang kami kenakan,” tulis Trump dalam suratnya kepada para pemimpin Jepang dan Korea Selatan, dua negara yang terlebih dahulu menerima pemberlakuan tarif serupa.

Langkah Trump ini mengulang kebijakan serupa yang diumumkan pada April lalu. Berdasarkan data dari Gedung Putih yang dikutip Reuters, defisit neraca perdagangan antara AS dan Indonesia mencapai US$18 miliar, menjadi alasan utama diberlakukannya tarif tinggi terhadap produk Tanah Air.

Sejauh ini, baru Inggris dan Vietnam yang berhasil mencapai kesepakatan negosiasi ulang tarif dengan pemerintah AS. Belum ada informasi apakah Indonesia akan menempuh langkah diplomatik serupa untuk menghindari dampak lanjutan dari kebijakan ini.

Penerapan tarif sebesar 32 persen ini dikhawatirkan akan memukul sektor ekspor Indonesia, terutama industri padat karya seperti tekstil, furnitur, dan produk manufaktur lainnya yang selama ini mengandalkan pasar Amerika Serikat sebagai tujuan utama. (alf)

 

Piutang Pajak 2024 Naik 2,19%, DJP Soroti Dampak Pemeriksaan dan Upaya Hukum

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat adanya kenaikan piutang pajak sebesar 2,19% sepanjang 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan Laporan Keuangan DJP yang dikutip Senin (7/7/2025), total piutang pajak tercatat mencapai Rp75,33 triliun, naik dari posisi 2023 yang sebesar Rp73,72 triliun.

Kenaikan ini didorong oleh penerbitan ketetapan pajak baru, hasil dari kegiatan pemeriksaan, penelitian, serta bertambahnya ketetapan inkracht dan upaya hukum yang diajukan. Beberapa jenis pajak mengalami lonjakan piutang secara signifikan.

“Piutang PPh Minyak Bumi, PPh Gas Bumi, PPh Pasal 21, Pasal 22 Impor, Pasal 25/29 OP dan Badan, serta PPN Dalam Negeri dan Impor meningkat karena adanya penerbitan ketetapan baru yang cukup signifikan sebagai dampak dari pemeriksaan atau penelitian dan penambahan ketetapan inkracht dan/atau upaya hukum,” demikian isi laporan DJP.

Secara rinci, piutang PPh Minyak Bumi tumbuh 40,94% menjadi Rp129,64 miliar, sedangkan PPh Gas Bumi melonjak 144,42% menjadi Rp17,37 miliar. Piutang PPh Pasal 22 Impor naik 101,38% menjadi Rp1,44 miliar, sementara piutang PPN Impor meningkat tajam 244,59% menjadi Rp46,3 miliar.

Sebaliknya, beberapa jenis pajak menunjukkan penurunan piutang. Di antaranya PPh Pasal 23, Pasal 26, PPh Final, PPnBM dalam negeri, Bea Meterai, dan sejumlah pajak tidak langsung lainnya. Penurunan ini disebabkan oleh pelunasan yang dilakukan wajib pajak, penyelesaian melalui jalur hukum, atau telah daluwarsa.

Dalam laporan keuangannya, DJP juga menjelaskan bahwa piutang pajak dicatat berdasarkan nilai yang timbul dari hak penagihan yang sudah ditetapkan dalam surat keputusan.

Pengakuan piutang ini mengikuti sistem pemungutan pajak dan standar akuntansi pemerintahan.

Untuk tahun pajak 2008 dan sesudahnya, piutang pajak baru dicatat setelah jatuh tempo, misalnya setelah diterbitkannya STP, SKPKB yang telah disetujui, atau ketika wajib pajak tidak mengajukan keberatan maupun banding hingga batas waktu yang ditentukan.

SKPKB atau SKPKBT yang belum disetujui oleh wajib pajak tidak langsung diakui sebagai piutang karena masih dalam koridor hukum.

Kondisi ini menggambarkan bahwa proses hukum, mulai dari keberatan, banding, hingga peninjauan kembali, memegang peran penting dalam dinamika pencatatan piutang pajak.

DJP menegaskan komitmennya untuk terus memperbaiki mekanisme penagihan dan memastikan transparansi dalam pelaporan keuangan negara. (alf)

 

DJP Luncurkan Genta, Aplikasi Anyar untuk Akses Data Coretax Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi meluncurkan aplikasi anyar bernama Generate Data Coretax atau Genta pada Selasa (8/7/2025) dan sudah dapat diakses publik melalui laman genta.pajak.go.id. Aplikasi ini memungkinkan wajib pajak mengunduh data perpajakan hasil pemrosesan sistem administrasi pajak terbaru, yaitu Coretax Administration System.

Melalui Genta, wajib pajak cukup memasukkan jenis dokumen, masa, dan tahun pajak yang diinginkan. Setelah permohonan diajukan sejak pukul 08.00 WIB, data akan tersedia pada H+1 dan bisa langsung diunduh.

“Fitur ini menjadi bagian dari layanan digital kami untuk mempermudah akses informasi bagi wajib pajak,” tulis DJP dalam aplikasi tersebut.

Adapun jenis dokumen yang bisa diminta meliputi:

• Faktur pajak keluaran dan retur

• Faktur pajak masukan dan retur

• Bukti potong PPh Pasal 21 dan Pasal 26

• Bukti potong bulanan

• Formulir 1721-A1 dan 1721-A2

Genta dikembangkan untuk melengkapi transformasi digital DJP yang selama ini sudah berjalan lewat DJP Online.

Maka dari itu, hanya wajib pajak yang memiliki EFIN dan telah terdaftar sebagai pengguna DJP Online yang dapat menggunakan layanan ini. Petunjuk penggunaan aplikasi bisa ditemukan pada bagian Petunjuk Pengisian di sisi kiri layar aplikasi. (alf)

 

Sambangi Kanwil DJP Riau, Ketum IKPI Ajak Ikut Donor Darah di HUT IKPI-60

IKPI, Pekanbaru: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, bersama jajaran Pengurus Pusat, Pengda, dan Pengcab IKPI melakukan silaturahmi dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau, Ardiyanto Basuki, di dampingi Kepala Bidang P2Humas, Bambang Setiawan, Senin (7/7/2025). Kegiatan ini. dalam rangka mempererat sinergi dan kolaborasi di bidang edukasi perpajakan.

Silaturahmi ini merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kerja Vaudy di Pekanbaru, usai menghadiri seminar Pengda Sumatera Bagian Tengah (SumBagteng) dan program Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar oleh Pengcab IKPI Pekanbaru.

Dalam kesempatan tersebut, Vaudy menekankan pentingnya kolaborasi antara IKPI dan DJP, khususnya Kanwil DJP Riau, dalam meningkatkan edukasi perpajakan bagi masyarakat dan wajib pajak.

“Kami mengapresiasi sambutan hangat dari Kanwil DJP Riau. Sinergi ini sangat penting, tidak hanya untuk edukasi perpajakan, tapi juga untuk memperkuat pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban perpajakannya,” ujar Vaudy.

Sebagai bagian dari rangkaian Hari Ulang Tahun (HUT) IKPI, Vaudy juga mengajak Kanwil DJP Riau untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial berupa donor darah yang akan diselenggarakan oleh IKPI. Ia berharap pegawai DJP, khususnya yang berada di KPP yg ada Pekanbaru dan sekitarnya, dapat ikut ambil bagian dalam aksi kemanusiaan ini.

“Kami mengundang segenap pegawai DJP di wilayah Riau untuk ikut serta dalam kegiatan donor darah ini. Semangat kebersamaan dan kontribusi nyata untuk masyarakat menjadi nilai yang kami usung dalam setiap kegiatan HUT IKPI,” ujarnya. (bl)

DPR Usul Pajak Progresif untuk Lahan yang Dijaminkan di Bank

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, mengusulkan kebijakan baru yang berpotensi mengguncang peta kepemilikan tanah di Indonesia. Melalui akun Instagram pribadinya, Senin (7/7/2025), Dede menyuarakan gagasan penerapan pajak progresif terhadap tanah atau lahan yang hanya dijadikan sebagai jaminan pinjaman (kolateral) di bank tanpa dimanfaatkan secara produktif.

“Saya ingin menyampaikan pemikiran agar pemerintah mulai menetapkan pajak progresif, atau paling tidak tarif lebih tinggi, untuk lahan-lahan yang hanya dijadikan jaminan di bank,” ujarnya.

Menurutnya, ada ketimpangan signifikan dalam kepemilikan lahan nasional. Dari sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia, sebanyak 58% dikuasai oleh hanya 1% penduduk yang mayoritas merupakan kelompok konglomerasi.

“Dan bisa jadi, sebagian besar dari 58% lahan itu hanyalah kolateral yang dijaminkan ke bank. Artinya tanah itu tidak dipakai, tidak dikelola, bahkan mungkin sengaja dibiarkan terbengkalai,” lanjutnya.

Dede menilai praktik ini tidak sehat bagi ekonomi nasional dan mendorong spekulasi lahan yang kian marak. Ia pun mendorong pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk menjalin sinergi dalam mengidentifikasi tanah-tanah yang hanya digunakan sebagai agunan.

Ia mencontohkan, meski negara hanya memperoleh sekitar Rp3,2 triliun per tahun dari PNBP pertanahan, nilai kredit yang dijamin dengan lahan berskala besar seperti HGU (Hak Guna Usaha) dapat mencapai ratusan triliun rupiah.

“Bayangkan, tanah ratusan ribu hektare dijadikan jaminan kredit, tapi pajaknya minim. Ini ketimpangan yang harus disikapi,” tegasnya.

Namun Dede menegaskan, kebijakan ini tidak ditujukan kepada pelaku usaha kecil menengah (UKM) maupun masyarakat umum. Ia mengusulkan agar pajak progresif hanya berlaku bagi kepemilikan lahan di atas 10–20 hektare yang tidak produktif.

“UKM dan pemilik tanah kecil jangan sampai kena dampaknya. Fokus kita harus pada lahan besar yang nganggur tapi dipakai untuk mengakses modal,” tutupnya. (alf)

 

 

Partai Baru Elon Musk Tantang RUU Pajak Trump, Siap Guncang Politik AS

IKPI, Jakarta: Miliarder teknologi Elon Musk kembali mengguncang dunia politik Amerika Serikat. Setelah berminggu-minggu menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan pajak Presiden Donald Trump, Musk secara resmi mengumumkan pendirian partai politik baru bernama Partai Amerika, Sabtu (5/7/2025), sebagai bentuk perlawanan terhadap RUU pemotongan pajak yang baru saja disahkan.

Dalam pernyataannya di platform X, Musk menyebut RUU pajak tersebut sebagai “big and beautiful disaster” yang berpotensi merusak ekonomi nasional. Ia menuduh aturan tersebut hanya menguntungkan segelintir elite politik dan korporasi besar, sekaligus mengabaikan kepentingan rakyat Amerika pada umumnya.

“Hari ini, Partai Amerika dibentuk untuk mengembalikan kebebasan Anda,” tegas Musk. “Dengan perbandingan 2 banding 1, rakyat ingin partai baru dan itu akan terjadi!”

Pengumuman ini datang hanya sehari setelah Trump menandatangani RUU pemotongan pajak menjadi undang-undang. RUU tersebut menjadi titik balik hubungan antara Musk dan Trump, yang sebelumnya merupakan sekutu politik.

Musk bahkan telah menggelontorkan ratusan juta dolar untuk kampanye pemilihan ulang Trump pada 2024 dan menjabat sebagai kepala Department of Government Efficiency (Dodge) lembaga bentukan khusus untuk memangkas pengeluaran negara.

Namun hubungan keduanya kini berubah menjadi pertarungan terbuka. Musk secara terang-terangan menyatakan akan menggunakan kekayaannya untuk menggulingkan anggota parlemen yang mendukung RUU pajak Trump dalam pemilu paruh waktu 2026.

Presiden Trump belum merespons langsung pengumuman tersebut, namun awal pekan ini mengancam akan menghentikan miliaran dolar subsidi federal yang diterima berbagai perusahaan Musk, termasuk Tesla dan SpaceX.

Keretakan antara dua tokoh berpengaruh ini juga mengguncang pasar keuangan. Saham Tesla yang sempat melonjak ke rekor tertinggi pasca kemenangan Trump pada 2024, kini anjlok lebih dari 50% dan ditutup di angka US$315,35 per Jumat lalu.

Banyak pihak memandang langkah Musk sebagai upaya berani namun berisiko tinggi. Membentuk partai baru di sistem politik dua partai AS bukan perkara mudah. Sejak lebih dari 160 tahun, Partai Republik dan Demokrat mendominasi panggung politik, dan belum ada partai ketiga yang berhasil menembus dominasi tersebut secara signifikan.

Meski begitu, langkah Musk menuai respons besar dari publik. Jajak pendapat internal X menunjukkan mayoritas pengguna mendukung pembentukan partai baru. Namun analis politik memperingatkan bahwa perpecahan antara Musk dan Trump bisa merusak peluang Partai Republik dalam mempertahankan mayoritas di Kongres tahun depan.

Pertarungan antara orang terkaya di dunia dan presiden paling berkuasa saat ini tampaknya baru dimulai dan bisa menjadi babak baru dalam sejarah politik Amerika Serikat. (alf)

 

Dirjen Pajak Ingin Belajar dari Sistem Perpajakan Tiongkok, Harap Tingkatkan Kepatuhan dan Penerimaan

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengungkapkan keinginannya agar Indonesia bisa menimba pelajaran dari keberhasilan sistem perpajakan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Harapan ini disampaikannya dalam pertemuan bilateral bersama Duta Besar RRT untuk Indonesia, Wang Lutong, di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat (4/7/2025).

“Kami ingin memperluas kapasitas DJP, termasuk memperluas basis pajak yang dapat berdampak positif bagi penerimaan negara,” ujar Bimo, seraya menegaskan bahwa data yang diterima DJP harus dioptimalkan untuk menunjang tujuan tersebut.

Menurut Bimo, saat ini DJP tengah menghadapi tantangan berat dalam mengumpulkan penerimaan negara. Salah satu strategi utama adalah implementasi Coretax, sistem inti administrasi perpajakan yang dirancang untuk menyatukan seluruh proses bisnis perpajakan secara digital dan terpadu.

Dengan sistem ini, diharapkan pelayanan kepada wajib pajak dan efektivitas kerja petugas pajak dapat meningkat secara signifikan.

Dalam forum tersebut, Bimo juga menyampaikan apresiasinya atas inisiasi dialog antara kedua negara. Ia berharap hubungan bilateral dalam bidang perpajakan bisa dikembangkan menjadi kemitraan strategis. Secara khusus, Bimo menyoroti peran penting investor asal Tiongkok yang jumlahnya cukup signifikan di Indonesia.

“Saya berharap mereka menjadi contoh wajib pajak yang patuh. Kepatuhan dari wajib pajak asal Tiongkok ini diharapkan bisa menjadi teladan dan mendorong kepatuhan dari pelaku usaha lainnya,” kata Bimo dikutip dari website resmi DJP, Senin (7/7/2025).

Menanggapi pernyataan itu, Dubes Wang Lutong menyambut baik upaya komunikasi bilateral dan mendorong agar dialog tidak berhenti di forum formal semata. Ia menilai komunikasi informal juga penting untuk mempererat kerja sama antarnegara.

Wang juga menyoroti kesamaan tantangan antara Indonesia dan Tiongkok, seperti luas wilayah dan jumlah penduduk yang besar. Hal ini, menurutnya, membuka peluang besar untuk pertukaran pengalaman dan data dalam sistem perpajakan.

“Indonesia dan Tiongkok menghadapi tantangan serupa, sehingga banyak hal yang bisa kita pelajari satu sama lain,” ujar Wang.

Mengakhiri pertemuan, Wang Lutong turut menyampaikan ucapan selamat atas pengangkatan Bimo Wijayanto sebagai Dirjen Pajak yang baru, sembari berharap kerja sama kedua negara dapat terus diperkuat demi kemajuan bersama. (alf)

 

id_ID