DJP Perketat Pengawasan PKP, Fokuskan Pemeriksaan Lapangan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memberlakukan ketentuan baru dalam rangka pengawasan terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Aturan ini menjadi pedoman teknis bagi petugas pajak dalam menguji kepatuhan administrasi PKP, baik dari sisi kewajiban subjektif maupun objektif.

Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) regulasi tersebut, DJP akan melakukan pengawasan dengan meneliti apakah PKP telah memenuhi syarat sebagai pengusaha kena pajak secara menyeluruh. Pemeriksaan ini mencakup tiga kategori PKP, yakni: yang baru dikukuhkan, yang berpindah lokasi administrasi perpajakannya, dan yang tidak menjalankan kewajiban perpajakan secara semestinya.

Untuk dua kategori pertama PKP baru dan PKP pindahan pengujian wajib dilakukan maksimal 30 hari setelah tanggal pengukuhan atau terbitnya surat pindah. Pemeriksaan dilakukan secara langsung melalui penelitian lapangan di alamat terdaftar, baik itu tempat tinggal, kantor pusat, maupun lokasi usaha.

Virtual Office Tak Luput dari Pemeriksaan

Menariknya, dalam era digitalisasi usaha saat ini, penggunaan kantor virtual pun turut disorot. Jika suatu badan usaha menggunakan virtual office sebagai alamat resmi PKP, petugas pajak akan tetap melakukan pemeriksaan fisik. Lokasi yang diperiksa dapat mencakup kantor virtual itu sendiri, tempat tinggal pengurus yang terdaftar, hingga lokasi usaha yang sebenarnya beroperasi.

Langkah ini dimaksudkan untuk memastikan dua hal: pertama, apakah kantor virtual tersebut sah secara administratif sebagai tempat kedudukan PKP; dan kedua, apakah kegiatan usaha benar-benar dilakukan sebagaimana tercantum dalam dokumen perpajakan.

Pemeriksaan di tempat tinggal pengurus bisa dilakukan jika seluruh kegiatan usaha hanya tercatat di kantor virtual. Sementara itu, jika diketahui ada kegiatan usaha riil di lokasi lain, maka lokasi tersebut juga akan ditinjau. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan alamat fiktif dalam proses pengukuhan PKP, sekaligus menjamin keabsahan data yang diberikan kepada otoritas pajak. (alf)

 

 

Golf Tak Dikenai Pajak Hiburan, Ini Alasannya! 

IKPI, Jakarta: Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur Jakarta, Yustinus Prastowo, menegaskan bahwa olahraga golf tidak lagi termasuk dalam objek pajak hiburan, meskipun sebelumnya sempat dikenai bersamaan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini ditegaskan sebagai bentuk penerapan prinsip keadilan dalam sistem perpajakan, terutama setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Prinsipnya tidak boleh ada pajak berganda atas objek yang sama. Jadi sekarang golf hanya dikenai PPN sebesar 11 persen,” ujar Yustinus di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Yustinus menjelaskan bahwa sebelumnya golf sempat menjadi objek pajak ganda, yakni pajak hiburan dan PPN. Namun, kondisi tersebut digugat oleh para pengelola lapangan golf, dan berujung pada terbitnya Putusan MK Nomor 52/PUU-IX/2012. MK menilai bahwa jasa penyediaan lapangan dan peralatan golf bukanlah bagian dari kategori hiburan yang dapat dikenai pajak hiburan.

Sebaliknya, olahraga padel dan sejumlah cabang olahraga lain kini justru dikenai pajak hiburan. Mengapa demikian? Yustinus menyebut hal itu sebagai bentuk penerapan keadilan perpajakan terhadap berbagai jenis olahraga komersial yang sejak lama telah dikenai pungutan serupa.

“Jadi pengenaan pajak hiburan atas padel bukan untuk memberatkan, tetapi untuk menciptakan kesetaraan. Banyak cabang olahraga permainan lainnya telah lebih dulu dikenakan pajak hiburan, seperti tenis meja, squash, panahan, biliar, hingga kolam renang,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengatur hal ini melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang menyatakan bahwa penyewaan sarana dan prasarana olahraga merupakan kegiatan komersial yang dapat dikenai pajak. Kemudian, Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 menetapkan jenis-jenis olahraga yang masuk dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bidang hiburan, termasuk padel.

Menurut Ketua Pelaksana Penyuluhan Bapenda DKI Jakarta, Andri Mauludi Rijal, pajak hiburan sebesar 10 persen dikenakan atas transaksi sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan melalui aplikasi digital.

“Pajak berlaku atas penyediaan jasa hiburan kepada konsumen, termasuk penyewaan fasilitas olahraga yang bersifat komersial,” ujar Andri.

Yustinus pun menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam pungutan pajak, serta memastikan bahwa penerimaan daerah benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

“Masyarakat tak perlu cemas. Pajak ini untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Mari tetap berolahraga agar sehat, dan bersama-sama kita gotong royong melalui pajak demi kebaikan bersama,” pungkasnya. (alf)

 

Pemprov Jakarta Gratiskan PBB Tahun 2025, Ini Syarat dan Rinciannya!

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi warga Jakarta! Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI resmi menggelontorkan insentif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk tahun pajak 2025. Lewat kebijakan ini, sejumlah kategori wajib pajak berhak atas pembebasan atau pengurangan pajak, bahkan hingga bebas denda.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 281 Tahun 2025, yang mulai berlaku sejak 8 April 2025. Informasi ini disampaikan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta melalui akun Instagram resminya, @humaspajakjakarta, Minggu (6/7/2025).

“Insentif ini memberikan pembebasan PBB-P2 sebesar 100 persen bagi wajib pajak untuk tahun pajak 2025,” demikian pernyataan resmi Bapenda.

Ragam Insentif PBB-P2 2025

Berikut ini rincian insentif yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta:

1. Pembebasan Pokok PBB Tahun Pajak 2025

Wajib pajak yang memiliki rumah tapak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) hingga Rp 2 miliar, atau rumah susun dengan NJOP sampai Rp 650 juta, akan mendapatkan pembebasan penuh (100%) PBB tahun 2025.

Namun, jika memiliki lebih dari satu properti, hanya objek dengan NJOP tertinggi yang dibebaskan. Pembebasan ini hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi dengan NIK yang sudah tervalidasi di sistem Pajak Online Jakarta.

2. Pengurangan Pokok PBB

Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kriteria pembebasan, Pemprov tetap memberi keringanan berupa pengurangan otomatis sebesar 50% dari nilai PBB terutang.

Selain itu, sistem juga otomatis mengurangi tagihan agar kenaikan PBB tahun ini tidak melebihi 50% dari yang dibayarkan pada 2024.

3. Keringanan Pokok Pajak Tahun-Tahun Sebelumnya

Insentif juga menyasar pembayaran PBB tahun-tahun sebelumnya, mulai 2010 hingga 2025. Jika dibayarkan sesuai periode yang ditentukan, wajib pajak bisa mendapatkan potongan antara 5% hingga 25%.

4. Bebas Denda Administratif

Tak hanya pokok pajak, sanksi administratif juga dihapus. Wajib pajak yang mengangsur hingga 31 Desember 2025 dibebaskan dari bunga angsuran. Sementara mereka yang melunasi tunggakan PBB-P2 untuk tahun 2013–2024 selama periode 8 April hingga 31 Desember 2025 akan terbebas dari bunga keterlambatan.

Warga Diimbau Manfaatkan Insentif

Pemprov DKI mengajak seluruh masyarakat memanfaatkan kebijakan ini demi meringankan beban finansial sekaligus mendorong kepatuhan pajak. Insentif ini juga menjadi bagian dari upaya meningkatkan efektivitas penerimaan daerah tanpa membebani masyarakat kecil.

Untuk pengecekan status pajak dan pengajuan insentif, warga bisa mengakses situs resmi Pajak Online Jakarta atau menghubungi layanan informasi Bapenda DKI Jakarta. (alf)

 

Menteri Maruarar Usul Insentif PPN Ditanggung Pemerintah Diperpanjang Hingga Akhir 2025

IKPI, Jakarta: Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengusulkan agar kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor perumahan diperpanjang hingga akhir tahun 2025. Usulan tersebut telah ia sampaikan secara resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Maruarar mengungkapkan bahwa permintaan perpanjangan insentif PPN DTP disampaikan langsung kepada Menkeu dalam pertemuan di sela acara Danantara dua hari lalu. “Saya sudah kirim surat dan berdiskusi langsung dengan Ibu Menteri Keuangan. Mudah-mudahan usulan kami dapat dipertimbangkan,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Sabtu (5/7/2025).

Dorongan ini, kata Maruarar, muncul setelah mendengar aspirasi dari sejumlah asosiasi pengembang perumahan yang menilai insentif tersebut berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat dan keberlangsungan industri properti nasional. Menurutnya, insentif PPN DTP telah terbukti menjadi instrumen efektif untuk menjaga pertumbuhan sektor perumahan, sekaligus memudahkan masyarakat dalam mengakses hunian layak.

“Kalau kebijakan ini diperpanjang, tentu akan sangat membantu masyarakat yang sedang berjuang memiliki rumah, sekaligus memberikan dorongan bagi geliat sektor properti dan ekonomi secara umum,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, kebijakan PPN DTP tahun 2025 saat ini berlaku dalam dua periode. Pada 1 Januari hingga 30 Juni 2025, pemerintah menanggung 100% PPN untuk bagian harga jual rumah hingga Rp2 miliar, dengan batas harga jual maksimal Rp5 miliar. Sementara itu, untuk periode 1 Juli hingga 31 Desember 2025, insentif dikurangi menjadi 50% untuk kriteria yang sama.

Dengan sisa waktu kurang dari enam bulan, Menteri Maruarar berharap pemerintah segera memutuskan perpanjangan kebijakan tersebut agar pelaku industri dan masyarakat dapat merencanakan pembelian rumah dengan lebih baik.

“Ini bukan hanya soal insentif, tapi soal bagaimana negara hadir memfasilitasi kebutuhan dasar rakyatnya: rumah,” tegasnya. (alf)

 

 

IKPI Imbau Anggota Waspadai Modus Penipuan “Gabung” di WhatsApp Grup

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jemmi Sutiono, mengimbau seluruh anggota IKPI dan masyarakat luas untuk lebih waspada terhadap modus penipuan baru yang marak terjadi melalui fitur “Gabung” (Join) pada panggilan grup di aplikasi WhatsApp.

“Fitur ini memang otomatis muncul saat ada panggilan grup, namun sayangnya kini dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk menjerat korban ke dalam grup penipuan,” ujar Jemmi, Minggu (6/7/2025).

Menurut Jemmi, jika pengguna asal menekan tombol Gabung tanpa mengenali siapa pemanggil atau konteks grup tersebut, maka ada risiko besar:

• Diarahkan ke grup penipuan

• Data pribadi dicuri

• Nomor WhatsApp disalahgunakan

• Tidak bisa dihapus oleh admin grup

“Ini sangat berbahaya, apalagi bagi para profesional seperti konsultan pajak yang memegang informasi sensitif klien. Lindungi akun Anda, jangan klik sembarangan,” tegasnya.

Jemmi mengajak seluruh anggota untuk:

• Tidak menekan tombol ‘Gabung’ tanpa verifikasi.

• Mengabaikan panggilan grup mencurigakan.

• Segera melapor ke admin grup jika ada aktivitas janggal.

• Mengedukasi rekan sejawat agar turut waspada.

“Keamanan digital adalah tanggung jawab bersama. Mari kita jaga komunikasi grup tetap aman, bersih, dan profesional,” kata Jemmi. (bl)

IKPI Sumbagteng Gencarkan Edukasi Pajak, Libatkan Ratusan Peserta

IKPI, Pekanbaru: Komitmen Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dalam meningkatkan literasi dan kepatuhan pajak kembali ditunjukkan lewat penyelenggaraan seminar perpajakan bertajuk “Memahami Peraturan Pajak PER-11/PJ/2025 tentang Ketentuan Pelaporan PPh dan PPN dalam Rangka Pelaksanaan Coretax System”, Sabtu (5/7/2025) di Ballroom Hotel Angkasa Garden, Pekanbaru.

Acara yang diikuti oleh 108 peserta ini menghadirkan narasumber berpengalaman, Sapto Windi Argo, SE, Ak, M.Ak, CA, BKP, yang juga merupakan anggota IKPI. Seminar tersebut dihadiri langsung Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua IKPI Pengda Sumbagteng, Lilisen, SE, M.Ak, BKP.

Ketua IKPI Pengda Sumbagteng, Lilisen, menjelaskan bahwa dari total peserta, sebanyak 91 orang berasal dari masyarakat umum, sedangkan 17 sisanya merupakan anggota IKPI dari berbagai daerah, termasuk Pekanbaru, Padang, dan Jakarta. Pemilihan topik Coretax System bukan tanpa alasan—banyak wajib pajak yang masih merasa bingung dengan implementasi sistem pelaporan baru ini.

“Kami sengaja mengangkat topik PER-11/PJ/2025 karena banyak keluhan dari wajib pajak soal kompleksitas pelaporan dalam sistem Coretax. Dengan menghadirkan narasumber yang paham betul teknis dan praktiknya, kami berharap peserta bisa lebih siap menghadapi perubahan sistem ini,” ujar Lilisen.

Senada, Ketua Panitia Seminar, Candra Irawan, SE, MM, Ak, CA, BKP, ASEAN CPA, CPTT, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran peserta yang menunjukkan bahwa masyarakat memiliki semangat untuk memahami regulasi baru. Ia menambahkan bahwa PER-11/PJ/2025 menjadi tonggak penting dalam reformasi administrasi perpajakan melalui Coretax System.

“Peraturan ini bukan hanya menyentuh aspek teknis seperti format dan tata cara penyampaian bukti potong, SPT masa, dan tahunan, tapi juga menuntut pemahaman digital yang memadai. Kami berharap, edukasi ini bisa menjembatani kesenjangan informasi tersebut,” pungkasnya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Vaudy Starworld mengapresiasi antusiasme Pengda Sumbagteng yang dinilai konsisten memberikan kontribusi nyata dalam membangun pemahaman perpajakan, yang diutamakan kepada masyarakat luas, di samping kalangan konsultan pajak juga.

“Langkah yang diambil Pengda Sumbagteng layak menjadi rujukan bagi 13 pengda lainnya. Saya mendorong agar kegiatan edukatif seperti ini dapat dilakukan secara berkelanjutan, baik secara luring maupun daring. Ini adalah bentuk nyata peran IKPI dalam mendukung reformasi perpajakan nasional yang lebih modern, akuntabel, dan partisipatif,” ujar Vaudy.

Dengan terselenggaranya seminar ini, IKPI Sumbagteng kembali menegaskan peran strategisnya sebagai mitra pemerintah dalam menyukseskan agenda reformasi perpajakan nasional. (bl)

Sri Mulyani Andalkan Pinjaman dan SAL Tutup Defisit APBN 2026

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan strategi pemerintah untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026 dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (3/7/2025).

Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah akan mengandalkan kombinasi pembiayaan dari pinjaman luar negeri serta pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menjaga stabilitas fiskal di tengah dinamika ekonomi global.

“Pendanaan defisit selalu kita jaga dengan kombinasi pembiayaan melalui surat utang, pinjaman multilateral-bilateral, dan jika diperlukan, penggunaan SAL,” kata Sri Mulyani.

Adapun proyeksi defisit dalam RAPBN 2026 ditargetkan berada pada kisaran 2,48% hingga 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurutnya, realisasi strategi tersebut tetap akan disesuaikan dengan perkembangan pasar obligasi, baik domestik maupun internasional. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia, khususnya terkait pengelolaan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN).

Saldo SAL Jadi Andalan

Sri Mulyani juga menyinggung peran strategis SAL sebagai instrumen pembiayaan nonutang. Ia menyebutkan, sisa SAL tahun anggaran 2024 mencapai Rp457,5 triliun, hanya berkurang tipis dari saldo awal sebesar Rp459,5 triliun.

Dalam sidang paripurna DPR RI yang digelar sebelumnya (1/7/2025), Menkeu meminta persetujuan DPR untuk menggunakan dana SAL sebesar Rp85,6 triliun pada semester II 2025. Penggunaan ini diarahkan untuk mengurangi kebutuhan penerbitan utang baru sekaligus memenuhi belanja prioritas pemerintah.

“Kami manfaatkan SAL bukan hanya untuk menjaga arus kas, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan fiskal yang lebih bijak, agar tidak terlalu bergantung pada utang,” tutur Sri Mulyani.

Kebijakan ini dinilai penting di tengah tekanan ekonomi global dan kebutuhan pembiayaan nasional yang terus meningkat. Dengan pendekatan pembiayaan yang fleksibel namun terukur, pemerintah berharap dapat menjaga keberlanjutan fiskal tanpa membebani generasi mendatang. (alf)

 

 

Pemprov DKI Klaim Pengenaan Pajak Padel untuk Keadilan

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Jakarta menegaskan bahwa kebijakan pemungutan pajak terhadap fasilitas olahraga padel dilakukan secara adil dan transparan. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana, menjelaskan bahwa pungutan ini merupakan bagian dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk Jasa Kesenian dan Hiburan, yang tujuannya adalah demi kepentingan masyarakat luas.

“Pemungutan pajak ini dilakukan secara adil dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik,” tegas Lusiana dalam keterangan resminya, Sabtu (5/7/2025).

Ia mengungkapkan bahwa sejak 2024, sudah ada tujuh lapangan padel di Jakarta yang terdaftar resmi sebagai wajib pajak PBJT. Menurutnya, hal ini menunjukkan kesadaran para pelaku usaha olahraga terhadap pentingnya kontribusi dalam membangun kota.

“Dengan demikian, masyarakat tak perlu khawatir. Mari tetap berolahraga agar sehat dan riang gembira, sekaligus bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama,” ujar Lusiana.

Ia menambahkan, membayar pajak atas sarana hiburan dan olahraga merupakan bentuk investasi sosial yang tak hanya mendukung pembangunan, tetapi juga memperkuat budaya gotong royong. “Sebuah investasi kebaikan yang sempurna: sehat jiwa raga,” pungkasnya.

Kebijakan ini disebut sejalan dengan semangat Pemprov Jakarta dalam menciptakan kota yang sehat, adil, dan berdaya saing tinggi, tanpa menghambat aktivitas positif masyarakat seperti berolahraga. (alf)

 

 

 

Pinjaman Tanpa Bunga dan Berbunga antar Pihak-Pihak yg Mempunyai Hububgan Istimewa Bagi WPDN/BUT

Timbulnya transaksi pinjaman dana dalam pihak-pihak yang mempunyai hubungan Istimewa yang diberikan kepada pemegang saham kepada anak perusahaan baik tanpa bunga maupun berbunga. Kemudian dari otoritas pajak atas pinjaman tanpa bunga dapat dikoreksi terutang bunga (deemed bunga) sesuai ayat (1) huruf a nomor 2 Pasal 23 UU PPh, sedangkan atas pinjaman berbunga, biaya bunganya dapat dikoreksi positif menjadi tidak dapat dikurangkan (non deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak sesuai sesuai Pasal 18 ayat (3) UU PPh.

Pinjaman Tanpa Bunga

Biasanya pinjaman tanpa bunga tidak terikat dengan perjanjian tertulis dan jaminan dan dilakukan antar para pihak yang mempunyai hubungan Istimewa (Pasal 18 ayat (4) UU PPh)

Dasar hukum :

Pasal 12 ayat (1), ayat (2) PP Nomor 94 Tahun 2010 jo PP Nomor 45 Tahun 2019 jo PP Nomor 18 Tahun 2021 dan s.t.d.d. PP Nomor 55 Tahun 2022.

Pasal 18 ayat (3), ayat (4) dan Pasal 23 ayat (1) huruf a poin nomor 2 UU PPh

Dalam Pasal 12 ayat (1) , ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, disebutkan :

(1)

Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:

pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;

modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;

pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan

perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

(2)

Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.

Penjelasan ayat (2)

“Yang dimaksud dengan “tingkat suku bunga wajar” adalah tingkat suku bunga yang berlaku yang ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan”.

Dalam hal terjadi sebaliknya sebagaimana yang dimaksud Pasal 12 ayat (1) PP No.94 Tahun 2010 , dimana pinjaman diterima dari anak usaha (bukan pemegang saham) ataupun diterima dari pihak terafiliasi (bukan pemegang saham) maka akan dianggap tidak memenuhi ke-empat unsur diatas sehingga dapat dikoreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar.

Dilihat bahwa dari ke-4 (empat) unsur diatas, pemenuhan persyaratan lebih ditekankan pada sisi kreditur yaitu sebanyak 3 poin (huruf a,b, c) sedangkan syarat dari sisi debitur hanya 1 poin (huruf d). Persyaratan yang berlaku bersifat kumulatif, apabila salah satu dari ke-4 (empat) syarat tersebut tidak terpenuhi maka akan dilakukan dikoreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar.

Maksud dari Pasal 12 ayat (1) huruf a (sisi kreditur) adalah pemberi pinjaman (pemegang saham) dapat membuktikan hartanya lebih besar dari utang, dimaknai pemberi pinjaman mempunyai kemampuan finansial untuk memberikan pinjaman dari dana milik pemegang saham itu sendiri. Selain itu pemenuhan syarat Pasal 12 ayat (1) huruf a tidak terpenuhi dalam hal hutang/pinjaman tidak tercatat dalam SPT Tahunan PPh Badan penerima pinjaman.

Maksud dari Pasal 12 ayat (1) huruf b (sisi kreditur) adalah pemberi pinjaman (pemegang saham) dapat membuktikan modal pemegang saham pemberi pinjaman sebagaimana yang tertera sebagai paid-in capital di akta perusahaan , sudah disetor seluruhnya.

Maksud dari Pasal 12 ayat (1) huruf c (sisi kreditur), dibuktikan/ didukung beberapa fakta dimana pemberi pinjaman (pemegang saham) :

Tidak melaporkan rugi dalam SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan yang telah diaudit (jika ada).

Dalam hal pihak otoritas pajak menyatakan pemberi pinjaman dalam kondisi rugi yang dilihat dari saldo laba ditahan (ekuitas) menyatakan masih minus, perlu dipahami bahwa karena Pasal 12 ayat (1) huruf c tidak mengatur secara jelas yang dimaksud kondisi merugi maka untuk mengambil pilihan hukum dapat diterapkan asas in dubio contra fiscum maka kondisi rugi ditentukan berdasarkan laba (rugi) di tahun berjalan, bukan dari akumulasi rugi (retained earning).

Maksud dari Pasal 12 ayat (1) huruf d (sisi debitur) , kesulitan keuangan dimaknai perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban lancarnya demi kelangsungan usaha. Keadaan merugi yang ditunjukkan dalam Laporan Keuangan Fiskal dalam SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Audit secar komersial komersial tidak serta merta menunjukkan perusahaan dalam kesulitan keuangan.

Salah satu pembuktian dapat melalui :

Analisa Laporan Keuangan seperti rasio likuiditas yaitu cash ratio, quick ratio, current ratio dari perusahaan sejenis (sektor/subsektor, industri dan bidang usaha) ditahun yang dimaksud dengan mengambil beberapa perusahaan pembanding sehingga didapatkan perhitungan benchmarking, apakah rasio likuiditas perusahaan penerima pinjaman berada diatas atau dibawah rata-rata rasio industrinya. Rasio likuiditas kurang dari 1 mengindikasikan kapasitas perusahaan untuk tetap beroperasi dan bertahan dalam kondisi keuangan yang buruk sehingga dianggap memiliki masalah /kesulitan keuangan (financial distress)

Metote Altman Z Score untuk memprediksi kebangkrutan perusahaann non-go public (badan usaha non bursa). Apabila Z Score dibawah angka 1 dikategorikan sebagai Perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan

Analisis rasio modal kerja bersih, dimana aset lancer perusahaan tidak melebihi kewajiban lancer sebagai indikasi perusahan mengalami kesulitan keuangan, yaitu kesulitan untuk tumbuh dalam membayar kembali hutang kepada kreditur jangka pendek.

PINJAMAN BERBUNGA

Pasal 18 (3) UU PPh, menyebutkan :

“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan Istimewa…….”

Penjelasan Pasal 18(3) UU PPh, menyebutkan :

Pada Alinea 1

“Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan Istimewa”…

Pada Alinea 2

“Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal Perusahaan”….

Pada Alinea 3

Dengan demikian bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen yang dikenakan pajak.

Besaran bunga dapat dianggap tidak wajar apabila menggunakan suku bunga yang lebih rendah dari nilai wajar berdasarkan rata-rata suku bunga kredit Bank Indonesia/ 7 Day-Repo Rate (BI Rate).

Apabila pemegang saham memberikan pinjaman berupa penundaan pembayaran hutang dagang dari pemegang saham sehingga menimbulkan biaya bunga yang mengakibatkan pengurangan pembayaran pajak penghasilan maka pemberian (dapat dianggap sebagai penyertaan) modal dengan pemberian pinjaman oleh pemegang saham seperti ini dikenal dengan thin capitalization sehingga dapat diklasifikasi sebagai dividen (terselubung).

Dalam hal diketahui biaya bunga berasal dari pinjaman dengan pihak yang mempunyai hubungan Istimewa yang kemudian dikoreksi dianggap penyertaan modal maka biaya tersebut tidak dapat dikurangkan (non deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak , sedangkan bagi penerima penghasilan bunga dianggap sebagai dividen yang terutang PPh.

Hal ini sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh yang menyebutkan…. “Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan : jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan…..”

Selanjutnya dalam hal transaksi antara pemberi pinjaman selaku pemegang saham dan penerima pinjaman selaku anak Perusahaan (afiliasi) yang ke-duanya merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri bisa diterapkan Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Dampak selanjutnya terhadap lawan transaksi juga harus dilakukan Correlative Adjustment untuk menghindari Double Taxation dan menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Faktanya sering ditemukan , pihak otoritas pajak hanya melakukan koreksi negatif biaya bunga pada penerima pinjaman tanpa melakukan koreksi positif penghasilan bunga dan koreksi negatif kredit pajak pada pihak pemberi pinjaman. Pihak otoritas pajak yang tidak melakukan Correlative Adjustment terhadap lawan transaksi akan menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi kedua belah pihak.

Disisi lain, apabila kemudian dilakukan Correlative Adjustment di pihak lawan transaksi maka perlu dipertanyakan ke-efektifitas koreksi ini karena tidak terdapat tax benefit bagi otoritas pajak sehubungan tidak adanya perbedaan tarif PPh atas transaksi antar WPDN/BUT yang pengenaan pajaknya sama-sama dikenakan PPh tidak final.

Penulis adalah anggota Departemen Keanggotaan dan Pembinaan IKPI

Eddy Christian, SE., M.Ak., BKP

Email : eddychris1090@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

IKPI Dorong Aksi Nyata Pengurus Daerah: Vaudy Starworld Serukan Penguatan Kemitraan dan Edukasi Pajak di Daerah

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menekankan pentingnya peran aktif Pengurus Daerah (Pengda) dalam menyukseskan program kerja strategis organisasi. Dalam arahannya, Vaudy menyerukan agar seluruh Pengda menjadi ujung tombak pelaksanaan kemitraan dengan otoritas perpajakan, pemerintah daerah, dan asosiasi profesi di wilayah masing-masing.

“Peran Pengda sangat krusial. Kami ingin agar Pengda tidak hanya sebagai perpanjangan tangan organisasi, tetapi menjadi motor penggerak utama dalam membangun hubungan kelembagaan dan menyuarakan edukasi pajak langsung ke masyarakat,” ujar Vaudy, Sabtu (4/7/2025).

Sebagai bagian dari strategi nasional IKPI, Vaudy mendorong agar setiap Pengda segera melakukan kunjungan audiensi dan silaturahmi dengan Kepala Kanwil DJP, sekaligus mengoordinasikan Pengurus Cabang untuk menjalin komunikasi dengan Kepala KPP di daerah. Langkah ini dipandang strategis dalam memperkuat sinergi lokal, terutama di tengah rotasi pejabat eselon DJP.

Selain dengan otoritas pajak, Pengda juga diarahkan untuk menjalin kemitraan dengan Pemerintah Provinsi dan asosiasi profesi atau pelaku usaha tingkat provinsi. Kerja sama ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memperkenalkan peran IKPI serta mendorong edukasi perpajakan, khususnya di sektor koperasi dan UMKM.

“Pengda harus tampil sebagai wajah IKPI di daerah. Ini bukan hanya soal kunjungan, tetapi komitmen membangun literasi perpajakan yang inklusif dan menjangkau akar rumput,” tegas Vaudy.

Untuk mendukung efektivitas komunikasi dan publikasi, seluruh Pengda juga diminta mengoptimalkan kinerja Bidang Humas. Vaudy menekankan pentingnya peran Humas dalam mendokumentasikan dan menyebarluaskan kegiatan lokal ke tingkat nasional, termasuk melalui kanal resmi IKPI dan media sosial.

IKPI juga memberi ruang kepada anggota dari cabang untuk menjadi narasumber dalam kegiatan edukasi perpajakan daring melalui Zoom yang diselenggarakan pusat, dengan fasilitasi materi promosi dari Humas pusat.

Seluruh inisiatif ini dijadwalkan berlangsung mulai Juli hingga Desember 2025. Vaudy juga mengimbau agar Pengda mengevaluasi ulang pembagian wilayah cabang yang meliputi gabungan kota dan kabupaten demi kelancaran koordinasi dengan pihak eksternal.

Dengan gerak cepat dari Pengda, IKPI optimistis mampu menghadirkan dampak nyata dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan masyarakat. (bl)

 

id_ID