Begini Cara Hitung PBB untuk Perusahaan

IKPI, Jakarta: Dalam menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), terdapat beberapa hal yang perlu dipahami, terlebih bagi sebuah perusahaan. Pasalnya, penting bagi pemilik aset bumi dan bangunan dari bagian perusahaan untuk memahami dan memenuhi kewajiban ini.

Melansir dari klikpajak.id, PBB merupakan pajak atas tanah dan bangunan yang dikenakan kepada pemilik karena ada keuntungan ekonomi atau status ekonomi akibat kepemilikan tanah dan bangunan. Untuk itu, setiap perusahaan yang didirikan di atas lahan tidak terlepas dari pengenaan PBB.

Adapun subjek yang dikenakan pajak tersebut adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang memiliki hak atas bumi atau memperoleh manfaat dari bumi, memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Namun, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Kata ‘Bumi’ dalam singkatan PBB didefinisikan sebagai permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten atau kota. Sementara ‘Bangunan’ adalah konstruksi teknis yang ditanam atau ditempatkan secara tetap pada tanah dan/atau laut.

Dasar hukum pajak bumi dan bangunan merujuk pada Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB). Ketentuan tersebut menunjukkan PBB dipungut oleh pemerintah daerah dan dikelola oleh masing-masing provinsi.

Objek Pajak yang Dikenakan PBB

Tak hanya lahan yang didirikan bangunan saja yang dikenakan PBB, tetapi ada objek lainnya sesuai Pasal 77 UU PDRD sebagai berikut.

Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya yang merupakan suatu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut:

Jalan tol

Kolam renang

Pagar mewah

Tempat olahraga

Galangan kapal, dermaga

Taman mewah

Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

Muara

Objek Pajak Bebas PBB

Sementara objek pajak yang tidak dipungut PBB adalah lahan dengan ciri sebagai berikut.

Digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan

Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional

Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, hutan wisata, atau yang sejenis dengan itu

Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah negara yang belum dibebani suatu hak

Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

Digunakan oleh badan, atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Nilai Jual Objek Pajak

Nilai PBB berdasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah atau bangunan terkait. NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.

Namun, bila tidak terjadi transaksi tersebut, maka NJOP ditentukan dari perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, senilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP ditentukan oleh Kementerian Keuangan yang setiap daerahnya memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung faktor yang mempengaruhi.

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi NJOP Bumi antara lain lokasi, peruntukan, pemanfaatan, serta kondisi lingkungan di sekitarnya. Sedangkan faktor yang mempengaruhi NJOP Bangunan di antaranya bahan baku atau bahan bangunan yang digunakan, lokasi bangunan, rekayasa, serta kondisi lingkungan di sekitar bangunan.

Lebih lanjut, nilai bumi dan bangunan tidak kena pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67/PMK.03/20211 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB.

NJOPTKP merupakan batas nilai jual objek pajak yang tidak kena pajak. Jadi, besaran PBB akan diketahui setelah mengurangi NJOPTKP yang ditetapkan sebesar Rp12.000.000. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam PMK Nomor 23/PMK.03/2014 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bumi dan Bangunan.

Tarif PBB

Tarif PBB yang berlaku saat ini sesuai dengan UU HKPD yang disahkan pada 2022. Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), pemerintah resmi menaikkan tarif PBB atau Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Merujuk pada Pasal 41 UU HKPD, besaran tarif PBB-P2 paling tinggi adalah 0,5%. Sedangkan tarif PBB-P2 berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya. Namun, tarif PBB-P2 ini akan ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan Daerah (Perda) di masing-masing daerah.

Rumus Perhitungan Nilai PBB

PBB = tarif 0.5% x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

NJKP = 40% x (Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) – NJOPTKP)

40% apabila lebih dari Rp1.000.000.000

20% apabila kurang dari nilai tersebut.

NJOPTKP = Rp12.000.000

Dengan demikian, Nilai PBB = 0,5% x 40% x NJKP

 

Ini Besaran Denda Jika Tak Bayar PBB

IKPI, Jakarta: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang perlu dibayarkan setiap tahun oleh pemilik properti. Apabila tidak membayar PBB, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa pemberian denda. Berapa denda jika tak bayar PBB?

Setiap objek Pajak Bumi Bangunan (PBB) dikenakan pajak. Adapun, yang menjadi objek pajak adalah objek bumi dan objek bangunan. Sementara itu, besaran PBB atas objek pajak adalah sebesar 0,5%. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Subjek pajak dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Lalu, bagaimana jika wajib pajak tak bayar PBB?

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan, disebutkan bahwa pemberitahuan pajak terutang PBB harus dilunasi oleh wajib pajak paling lambat 6 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Jika wajib pajak tidak membayar atau membayar tetapi kurang dari nominal yang seharusnya, maka akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% per bulan dari jumlah PBB yang tidak atau kurang dibayar.

Denda administrasi tersebut dihitung sejak jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Wajib pajak harus melunasi utang pajaknya paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak (STP)

Namun, apabila jumlah pajak terutang berdasarkan STP PBB tidak dibayar pada waktunya, maka dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Sebagai contoh, apabila PBB suatu bangunan Rp 1.500.000 per tahun dan belum membayar pajak selama satu tahun, maka wajib pajak akan dikenakan denda 2% dikalikan dengan 12 bulan. Sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut. Denda = Rp 1.500.000 x 2% x 12 bulan = Rp 360.000.

Maka, besaran denda PBB yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak adalah Rp 360.000.

Sebanyak 4.000 Peserta Diharapkan Hadiri HBH IKPI 2024

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKP) kembali akan menggelar Halalbihalal (HBH) Nasional 2024 di Kantor Pusat IKPI Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2024). Diharapkan sedikitnya 4.000 angota dari seluruh Indonesia bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Ketua Panitia HBH Nasional IKPI 2024 Wisnu Sambhoro mengatakan, Halalbihalal merupakan kegiatan rutin yang setiap tahun diselenggarakan oleh asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia ini.

Dia mengungkapkan, biasanya HBH IKPI dilakukan pada bulan syawal. Namun, bulan tersebut pada tahun ini bertepatan dengan deadline laporan SPT Tahunan yang harus dikerjakan para konsultan pajak.

“Jadi waktu pelaksanaan HBH kami undur pelaksanaannya menjadi 17 Mei 2024, yang artinya sudah melewati bulan syawal,” kata Wisnu di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Namun demikian, dia menekankan bahwa maksud dari tujuan kegiatan ini adalah mempererat tali silaturahmi sesama anggota IKPI di seluruh Indonesia. “Banyak anggota yang mengikuti HBH adalah non-muslim. Jadi hakikat kegiatan ini lebih kepada silaturahmi dan mengenal satu sama lain,” ujarnya.

Menurut Wisnu, kegiatan ini dilakukan secara hybrid melalui aplikasi Zoom (daring) dan luring di kantor pusat IKPI. “Jadi Untuk peserta yang hadir di kantor pusat IKPI ditargetkan 120 dari IKPI se-Jabodetabek, dan tamu undangan dari beberapa asosiasi sejenis dan Direktorat Jenderal Pajak, ” ujarnya.

Sekadar informasi, HBH ini juga dihadiri Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, Ketua Pengawas IKPI Sistomo, Ketua Departemen Sosial dan Pengabdian Masyarakat IKPI Alwi A Tjandra. Hadir sebagai penceramah dalam acara tersebut adalah Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran Ustadz DR. Ahmad Husnul Hakim, MA.

Adapun media partner dalam kegiatan ini adalah: TVRI, PSJTV, IMPRUV, Majalah Pajak dan Pajak.com. (bl)

Sebanyak 4.000 Peserta Diharapkan Hadiri HBH IKPI 2024

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKP) kembali akan menggelar Halalbihalal (HBH) Nasional 2024 di Kantor Pusat IKPI Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2024). Diharapkan sedikitnya 4.000 angota dari seluruh Indonesia bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Ketua Panitia HBH Nasional IKPI 2024 Wisnu Sambhoro mengatakan, Halalbihalal merupakan kegiatan rutin yang setiap tahun diselenggarakan oleh asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia ini.

Dia mengungkapkan, biasanya HBH IKPI dilakukan pada bulan syawal. Namun, bulan tersebut pada tahun ini bertepatan dengan deadline laporan SPT Tahunan yang harus dikerjakan para konsultan pajak.

“Jadi waktu pelaksanaan HBH kami undur pelaksanaannya menjadi 17 Mei 2024, yang artinya sudah melewati bulan syawal,” kata Wisnu di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Namun demikian, dia menekankan bahwa maksud dari tujuan kegiatan ini adalah mempererat tali silaturahmi sesama anggota IKPI di seluruh Indonesia. “Banyak anggota yang mengikuti HBH adalah non-muslim. Jadi hakikat kegiatan ini lebih kepada silaturahmi dan mengenal satu sama lain,” ujarnya.

Menurut Wisnu, kegiatan ini dilakukan secara hybrid melalui aplikasi Zoom (daring) dan luring di kantor pusat IKPI. “Jadi Untuk peserta yang hadir di kantor pusat IKPI ditargetkan 120 dari IKPI se-Jabodetabek, dan tamu undangan dari beberapa asosiasi sejenis dan Direktorat Jenderal Pajak, ” ujarnya.

Sekadar informasi, HBH ini juga dihadiri Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, Ketua Pengawas IKPI Sistomo, Ketua Departemen Sosial dan Pengabdian Masyarakat IKPI Alwi A Tjandra. Hadir sebagai penceramah dalam acara tersebut adalah Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran Ustadz DR. Ahmad Husnul Hakim, MA.

Adapun media partner dalam kegiatan ini adalah: TVRI, PSJTV, IMPRUV, Majalah Pajak dan Pajak.com. (bl)

Pemilik Kos di Jakarta Wajib Bayar Pajak Perhotelan

IKPI, Jakarta: Ada beberapa orang yang mungkin belum mengenal peraturan terbaru tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam industri perhotelan. Peraturan ini merupakan bagian dari pajak yang dibebankan kepada konsumen atas barang dan jasa tertentu yang mereka nikmati.

Pajak ini diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024 mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, menjelaskan bahwa PBJT Perhotelan meliputi penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu.

“Termasuk layanan perhotelan seperti akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan,” katanya seperti dikutip dari Liputan6.com, Selasa (14/5/2024).

Beberapa jenis usaha yang termasuk dalam PBJT Jasa Perhotelan antara lain hotel, hostel, villa, pondok wisata, motel, losmen, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan/guest house/bungalow/resort/cottage, dan juga tempat tinggal pribadi yang dioperasikan sebagai hotel atau glamping serta kos.

Rumah Pribadi sebagai Kos

Pertanyaan banyak muncul terutama terkait penerapan pajak hotel untuk rumah kos sejak disahkan Perda Nomor 1 Tahun 2024. Objek PBJT Perhotelan mencakup Tempat Tinggal Pribadi yang Difungsikan sebagai Hotel.

Tempat Tinggal Pribadi yang difungsikan sebagai Hotel adalah bangunan seperti rumah, apartemen, atau kondominium yang disediakan sebagai akomodasi layaknya hotel, tetapi tidak untuk persewaan jangka panjang.

Rumah kos adalah salah satu jenis tempat tinggal yang biasanya disewakan untuk tinggal sementara. Beberapa rumah kos kini menawarkan fasilitas mewah seperti gym, kolam renang, ruang serbaguna, spa, atau layanan pramutamu.

Meskipun hotel dan rumah kos memiliki skala dan fasilitas yang berbeda, keduanya bertujuan menyediakan tempat menginap bagi individu atau kelompok. Oleh karena itu, rumah kos dapat dianggap sebagai tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel.

Pasal 53 ayat (1) UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022 dan Pasal 47 ayat (1) Perda Nomor 1 Tahun 2024 mengatur penyediaan tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel sebagai salah satu jenis jasa perhotelan yang menjadi objek PBJT.

Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen untuk barang dan jasa tertentu, termasuk pembayaran kepada penyedia jasa perhotelan.

Tarif PBJT Jasa Perhotelan adalah 10 persen sesuai Pasal 53 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. Penting bagi pelaku usaha hotel untuk mematuhi peraturan perpajakan sebagai investasi dalam keberlanjutan bisnis mereka.

Pemahaman yang baik tentang PBJT Jasa Perhotelan diharapkan menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan berdaya saing, serta memberikan manfaat bagi semua pihak terkait, termasuk pemerintah, pengusaha, dan konsumen. (bl)

Pengamat Nilai Indonesia Belum Siap Berlakukan Tarif PPN Progresif

IKPI, Jakarta: International Monetary Fund (IMF) resmi mengeluarkan rekomendasi desain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) progresif pada April 2024. IMF merekomendasikan desain tersebut guna mengatasi masalah regresivitas PPN yang selama ini terjadi.

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, konsekuensi PPN progresif ialah ada sebagian barang yang dikeluarkan dari barang yang dikecualikan dari PPN.

Misalkan, sekolah yang selama ini bebas PPN maka akan dikenakan PPN dengan tarif progresif atau multitarif.

“Sekolah dengan bayaran lebih kecil misalkan, akan mendapatkan tarif nol atau tarif PPN kecil. Sekolah dengan bayaran puluhan hingga ratusan juta akan dikenakan tarif paling tinggi,” kata Nailul seperti dikutip dari Kontan, Selasa (14/5/2024).

Ia menyampaikan, desain PPN progresif itu memang secara sekilas menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kelas bawah. Namun implementasi dan pengawasannya akan cukup susah.

Penghindaran dari cascading effect atau pengenaan pajak atas pajak yang dibayarkan harus diawasi sehingga harga tidak menjadi lebih mahal.

“Maka saya masih merasa PPN dengan tarif progresif belum siap diberlakukan di Indonesia,” ujarnya.

Dalam rekomendasinya, IMF memberikan tiga alternatif desain dalam penerapan PPN progresif.

Pertama, A simple cut-off threshold. Desain ini melihat kondisi rumah tangga dengan pendapatan di bawah ambang batas tertentu tidak akan menanggung PPN apa pun, tanpa memperhatikan apa yang mereka konsumsi. Ambang batas diperoleh dari median pendapatan dari suatu populasi.

Kedua, Universal subsidy VAT (Value Added Tax). Seluruh konsumen menerima kompensasi PPN setara dengan jumlah PPN yang telah dibayarkan, tanpa memperhatikan apa yang mereka konsumsi. Namun tetap tidak di atas ambang batas.

Ketiga, A negative VAT. Seluruh konsumen menerima subsidi PPN sesuai dengan jumlah ambang batas, dengan memperhatikan tingkat pendapatan dan apa yang mereka konsumsi. (bl)

Ini Kata Pengamat Tentang Rencana Kenaikan PPN 12%

IKPI, Jakarta: Pemerintah nampaknya tidak akan menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan menaikkan PPN salah satu tujuannya untuk mengerek pendapatan negara dari pajak.

Saat ditanya terkait apakah ada ruang pemerintah untuk mengkaji penerapan PPN 12%, Airlangga menyebut, “Tentu targetnya adalah kenaikan pendapatan dari perpajakan,” ungkapnya kepada awak media usai menghadiri Seminar ekonomi yang diselenggarakan di Kolese Kanisius, Jakarta, Sabtu (11/5/2024).

Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyampaikan, terkait rencana tarif PPN yang naik menjadi 12% di tahun pajak 2025 sesuai UU PPN (Pajak pertambahan nilai) versi revisi di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ia menilai, kenaikan tarif PPN tersebut juga menjadi satu terobosan untuk menggeser porsi penerimaan pajak dari PPh (Pajak Penghasilan) ke PPN.

“Faktor yang mendasarinya adalah karena kesederhanaan di perhitungan pajak dan upaya minimalisasi aggressive tax avoidance yang ada di PPh,” kata Prianto seperti dikutip dari Kontan, Minggu (12/5/2024).

Prianto juga merinci, pilihan kebijakan pajak berupa tarif PPN 12% itu sudah ada di Pasal 7 UU PPN sesuai hasil revisi UU HPP.

“Jadi, dengan pertimbangan sederhana pemerintah tinggal menunggu tahun 2025 datang, secara otomatis tarif PPN akan berubah menjadi 12%,” jelasnya.

Prianto mengungkapkan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 merupakan rancangan APBN untuk tahun pertama pemerintahan baru yang notabene menargetkan tax ratio meningkat menjadi 23% dalam kurun waktu 5 tahun pemerintahan baru tersebut.

“Jika target tersebut dianggap rasional bagi pemerintahan baru, tidak perlu ada perubahan tarif 12% sesuai UU PPN terbaru,” ungkapnya.

Untuk itu, pemerintah baru harus tetap mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan antar daerah.

“Dengan demikian, pelemahan daya beli masyarakat yang terjadi saat ini tidak berlangsung lama,” tuturnya.

Di samping meningkatkan penerimaan pajak dari PPN, Airlangga bilang penerimaan pajak juga bisa ditingkatkan melalui sistem core tax administration system (CTAS), yang bakal menggantikan sistem lama yakni Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP). Airlangga berharap penerapannya bisa maksimal.

Menyoroti hal ini, Prianto menerangkan implementasi CTAS bertujuan untuk dua hal. Pertama, Direktorat Jenderal Pajak berupaya untuk memberi kemudahan di dalam pelayanan kepada Wajib Pajak karena basisnya sudah digital tax administration. (bl)

Ini Konsekuensi Wajib Pajak Tak Padankan NIK

IKPI, Jakarta: Pemerintah telah mewajibkan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), melalui ketetapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, hingga akhir Maret 2024 sudah 91,7% NIK padan dengan NPWP. Implementasi NIK sebagai NPWP pun akan mulai berlaku secara penuh pada Juli 2024.

Persentase pemadanan itu setara dengan 67.469.000 NIK dari total target yang harusnya padan sebanyak 73.575.966 wajib pajak orang pribadi di dalam negeri. Bagi masyarakat yang belum memadankan akan terkena berbagai konsekuensi.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pemadanan NIK-NPWP ini akan digunakan sebagai indikator atau nomor untuk bertransaksi dengan DJP dalam core tax administration system.

“Karena dalam penerapan core tax kami akan gunakan ini sebagai nomor untuk bertransaksi dengan DJP. Dan kami terus kerja sama dengan Dukcapil untuk lakukan pemadanan dari sisa 12,3 juta yang saat ini belum padan betul,” kata Suryo saat konferensi pers APBN seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (13/5/2024).

Oleh sebab itu, bila wajib pajak tak kunjung memadankan NIK-nya sebagai NPWP hingga batas waktu 31 Juni 2024 akan mengalami kendala dalam mengakses layanan perpajakan yang mensyaratkan NPWP, seperti saat memenuhi kewajiban pelaporan SPT.

Integrasi NIK sebagai NPWP ini sudah mulai diterapkan sejak 14 Juli 2022, dan berdasarkan PMK 112 Tahun 2022 NIK resmi digunakan sebagai NPWP seharusnya mulai 1 Januari 2024. Namun, implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP mundur seiring dengan diluncurkannya core tax system pada Juli 2024.

Perubahan NIK menjadi NPWP menjadi bagian sangat penting dan perlu dipersiapkan sebelum Pembaruan Sistem Inti Administasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax resmi digunakan dan dioperasikan. Dalam sistem tersebut, NIK akan digunakan sebagai common identifier.

Pemadanan NIK dan NPWP juga merupakan upaya untuk membentuk big data basis pajak. Dengan digunakannya NIK sebagai NPWP maka diharapkan tercipta sebuah proses pembentukan data perpajakan yang otomatis dan berkesinambungan.

Berikut ini cara validasi pemadanan NIK menjadi NPWP:

1. Masuk ke laman DJP Online www.pajak.go.id lalu tekan login.

2. Masukkan 16 digit NIK atau NPWP beserta kata sandi yang sesuai dan kode keamanan (captcha) yang tersedia. Setelah berhasil login, masuk ke menu utama ‘Profil’.

3. Pada menu ‘Profil’, pilih tab data lainnya. Update data berupa nomor HP, alamat email yang aktif digunakan. Jika data sudah diinput dengan benar, klik tombol ‘ubah profil’.

4. Sistem akan mengirimkan verifikasi pada nomor HP atau email yang Anda ubah. Klik tombol ‘di sini’ untuk mengirimkan kode verifikasi.

5. Cek inbox HP atau email untuk melihat kode verifikasi. Salin kode verifikasi pada kolom yang disediakan lalu klik ‘ubah profil’.

6. Sistem akan mengupdate data Anda. Tekan ‘Ya’ jika notifikasi sukses telah muncul.

7. Pada bagian ubah profil, Anda juga dapat melengkapi bagian data klasifikasi lapangan usaha (KLU) dan anggota keluarga.

8. Jika sudah selesai update dan melengkapi profil, klik ‘ubah profil’. Sistem akan memastikan kebenaran data yang Anda input. Tekan ‘Ya’ jika yakin data yang diisi sudah sesuai.

Bea Cuka Pertimbangkan Ambil Langkah Hukum Terkait Tuduhan Pajak Peti Jenazah

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan meminta pertanggungjawaban kepada seorang netizen yang bikin geger dengan cuitan mengenai importasi peti jenazah. Cuitan itu bilang bahwa temannya diminta bayar pungutan bea masuk 30% dari harga peti jenazah ketika membawa pulang jenazah sang ayah dari Penang, Malaysia.

Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Gatot S Wibowo mengatakan informasi tersebut tidak benar. Setelah ditelusuri beberapa pengiriman terakhir peti jenazah dan jenazah dari Penang, Malaysia, dipastikan tidak ada yang dipungut/ditagih bea masuk ataupun pajak impor.

“Atas tweet tersebut yang menyatakan bahwa importasi peti jenazah yang dialami oleh temannya dipungut bea masuk sebesar 30%, dipastikan tidak benar. Setelah kami trace beberapa pengiriman terakhir peti jenazah dan jenazah dari Penang, Malaysia, tidak ada yang dipungut/ditagih bea masuk ataupun pajak impor,” kata Gatot dalam keterangan resmi, seperti dikutip dari Detik Finance, Senin (13/5/2024).

Bea Cukai sudah menghubungi yang bersangkutan untuk diminta memberikan penjelasan tambahan. Apabila memang terdapat tagihan bea masuk, diminta menyertakan bukti tagihan.

Jika tidak ada bukti pendukung dan informasi tersebut bohong (hoaks), Bea Cukai mengaku masih mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

“Kami akan minta pertanggungjawaban dari yang bersangkutan dan kami juga masih mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” ucapnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Peti Atau Kemasan Lain yang Berisi Jenazah atau Abu Jenazah, disebutkan bahwa peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah adalah peti atau kemasan dengan tidak memandang jenis atau komposisi, yang digunakan untuk menyimpan jenazah atau abu jenazah bagi keperluan pengangkutan ke dalam daerah pabean Indonesia, diberikan pembebasan bea masuk.

Serta diberikan pengiriman rush handling atau pelayanan segera terhadap importasi peti jenazah dan jenazah. Jika terdapat biaya atau pungutan, itu adalah dari pihak handling cargo jenazah untuk biaya pengurusan jenazah seperti sewa gudang, ambulans dan lainnya.

Sebelumnya, akun @ClarissaIcha membuat cuitan yang menyatakan bahwa ada temannya diminta membayar bea masuk 30% dari harga peti jenazah. Hal itu terjadi saat temannya membawa jenazah ayahnya dari Penang, Malaysia.

“Kemarin ngelayat ayahnya teman, almarhum meninggal di Penang. Teman ini cerita kalau di airport dia harus bayar bea cukai 30% dari harga peti jenazah ayahnya, dianggap barang mewah! Ya peti memang tidak murah, tapi Ga ada waktu debat dan nunggu viral kan. Terlalu,” ujar pengguna X tersebut. (bl)

Pengamat Prediksi Setoran Pajak 2024 Tak Capai Target

IKPI, Jakarta: Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan memprediksikan setoran pajak pada tahun ini, bakal gagal mencapai target. Angka shortfalla cukup besar.

Kata Anthony di Jakarta, Rabu (8/5/2024), realisasi penerimaan pajak di triwulan I-2024 layak disebut ‘terjun bebas’ jika disandingkan dengan kuartal I-2023. Secara tahunan atau year on year (yoy) terjadi penurunan 8,2 persen.

“Pada triwulan I-2024, setoran pajak hanya Rp462,9 triliun jauh di bawah kuartal I-2023 sebesar Rp504,2 triliun,” kata Anthony seperti dikutip dari Inilah.com, Rabu (8/5/2024).

Yang lebih memprihatinkan, kata Anthony, pencapaian penerimaan perpajakan di triwulan I-2024 ) hanya 20 persen dari target penerimaan negara sebesar Rp2.309,9 triliun. Hal ini membuatnya yakin bahwa target penerimaan negara khususnya sektor pajak bakal gagal total alias gatot.

“Jika tren penerimaan perpajakan berlanjut seperti ini, maka diperkirakan setoran pajak hanya mencapai 80 persen. Atau kekurangan pajak (shortfall) berada di level 20 persen. Ini besar sekali. Ini setara Rp462 triliun,” kata dia.

Dalam APBN 2024, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan (pajak dan cukai) naik dari Rp2.118,3 triliun pada 2023, menjadi Rp2.309,9 triliun pada 2024. Atau naik sekitar 9,4 persen.

Di sisi lain, Anthony menyebut, belanja pemerintah diperkirakan membengkak dibandingkan target ABPN. Salah satu pemicunya adalah anjloknya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS.

“Dalam APBN 2024, kurs rupiah ditetapkan Rp15.000 per dolar AS. Sangat rendah ketimbang realitasnya. Saat ini, kurs rupiah masih di atas Rp16 ribu/dolar AS. Kurs rupiah rata-rata selama kuartal I-2024 diperkirakan Rp15.750 per dolar AS, dengan tren terus meningkat,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, turunnya setoran pajak beberapa industri ini menggambarkan kondisi perekonomian domestik yang terdampak tekanan ekonomi global.

“Kalau dibreakdown per sektor, kita bisa lihat gambaran ekonomi kita dari pajak ini,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN edisi April 2024 di kantornya, Jakarta, Jumat (26/4/2024).

Setoran industri pengolahan turun sebesar 13,6% pada kuartal I-2024, padahal pada kuartal I-2023 masih tumbuh 32,9 persen. Penyebabnya kata Sri Mulyani ialah penurunan harga komoditas dan peningkatan restitusi pajak terutama di subsektor industri sawit dan logam dasar. (bl)

id_ID