Ketua Umum IKPI Apresiasi Pelatihan Aplikasi Keuangan, Tekankan Pentingnya Laporan Tepat Waktu

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperkuat tata kelola organisasinya dengan mendorong pemanfaatan teknologi keuangan di seluruh tingkatan pengurus.

Dalam sambutannya membuka kegiatan Sosialisasi Internalisasi dan Praktik Aplikasi Akuntansi IKPI yang digelar secara Hybrid pada Rabu (17/9/2025), Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi mendalam kepada jajaran pengurus pusat, pengurus daerah (pengda), dan pengurus cabang (pengcab) yang telah menginisiasi pelatihan tersebut.

“Kami sangat mengapresiasi langkah pengurus pusat, pengda, maupun pengcab yang telah menyempatkan waktu sibuknya untuk mengikuti pelatihan aplikasi akuntansi ini. Aplikasi keuangan menjadi instrumen penting bagi IKPI dalam memastikan pencatatan keuangan lebih tertib, transparan, dan akurat,” ujar Vaudy.

Menurutnya, pelatihan yang digagas oleh Bendahara Umum IKPI, Emanuel Ali ini bukan sekadar kegiatan teknis, melainkan bagian dari komitmen organisasi untuk terus meningkatkan akuntabilitas. Dengan sistem yang lebih modern, IKPI diharapkan dapat menyiapkan laporan keuangan yang tepat waktu dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam arahannya, Vaudy menyampaikan tiga poin utama yang harus menjadi perhatian seluruh pengurus. Pertama, seluruh jajaran organisasi – mulai dari pusat, daerah, hingga cabang perlu memahami dan memanfaatkan aplikasi keuangan ini secara maksimal agar pengelolaan keuangan berjalan lebih sistematis.

Kedua, pengurus pusat diminta menyiapkan person in charge (PIC) khusus yang siap mendampingi jika ada pertanyaan teknis, baik mengenai cara membuka aplikasi, proses input data, maupun pencatatan jurnal. Dengan adanya PIC, diharapkan para bendahara di daerah maupun cabang tidak mengalami kesulitan ketika mengoperasikan sistem baru ini.

Ketiga, Vaudy menekankan bahwa pada rapat koordinasi (rakor) yang direncanakan berlangsung pada Januari atau Februari 2026, laporan keuangan dari pengurus daerah harus sudah tersampaikan. Rakor tersebut nantinya tidak hanya membahas evaluasi program dan rencana kerja 2026, tetapi juga memastikan laporan keuangan 2025 sudah terkumpul dan dapat dipresentasikan secara transparan.

“Harapannya jelas, laporan keuangan bisa disampaikan tepat waktu. Ini menjadi bagian dari tanggung jawab bersama sebagai pengurus, baik di tingkat pusat, pengda, maupun pengcab. Ketepatan waktu ini penting agar organisasi tetap dipercaya dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik,” tegasnya.

Lebih jauh, Vaudy juga menekankan pentingnya keseriusan seluruh pengurus dalam mengikuti pelatihan ini. Menurutnya, konsistensi dan kemauan untuk belajar menggunakan aplikasi keuangan akan sangat menentukan keberhasilan IKPI dalam menjaga akuntabilitas organisasi.

“Saya berterima kasih kepada Bapak Ibu yang sudah meluangkan waktu di tengah kesibukan masing-masing untuk mengikuti kegiatan ini. Ini adalah wujud nyata dari komitmen kita semua sebagai pengurus,” tambahnya.

Kegiatan sosialisasi ini sendiri merupakan bagian dari upaya IKPI untuk menginternalisasikan praktik akuntansi berbasis teknologi, sekaligus memperkuat peran bendahara dalam menjalankan fungsi keuangan organisasi. Dengan adanya aplikasi ini, diharapkan proses pencatatan, penyusunan laporan, hingga audit dapat berjalan lebih cepat, tepat, dan efisien.

Ia menegaskan, dengan komitmen bersama untuk menguasai aplikasi keuangan dan menjaga disiplin dalam pelaporan, IKPI berharap dapat semakin menunjukkan diri sebagai organisasi profesi yang profesional, transparan, dan akuntabel. (bl)

Kepala Grup Tax BCA Singgung Maraknya Penghindar Pajak yang Nikmati Fasilitas Negara

IKPI, Jakarta: Kepala Grup Tax PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Yuandri Martua Philip, menyampaikan kritik tajam terhadap rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia. Ia mengibaratkan sistem perpajakan seperti sebuah teko penerimaan negara hanya akan penuh apabila “diisi” dengan wajib pajak yang taat, sekaligus tidak “bocor” karena praktik penghindaran pajak.

“Bayangkan kalau di dunia ini ada 100 orang, hanya 11 yang benar-benar membayar pajak. Sisanya, 89 orang, menikmati fasilitas yang dibangun dari pajak, tetapi tidak ikut menanggung beban. Ini kondisi yang tidak adil,” ujarnya dalam Seminar Perpajakan di Perbanas Institute, Selasa (16/9/2025).

Yuandri, yang juga tercatat sebagai anggota tetap dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengungkapkan ada dua hal mendasar yang harus dikejar pemerintah. Pertama, menutup celah kebocoran pajak, terutama praktik profit shifting oleh perusahaan multinasional yang memindahkan keuntungan ke luar negeri. Ia menilai penerapan Global Minimum Tax 15 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136 menjadi salah satu senjata penting.

Kedua, memperluas basis data wajib pajak, agar pemerintah tidak hanya tahu siapa “11 orang” yang sudah bayar, tetapi juga bisa mengidentifikasi “nomor 12 sampai 100” yang belum tersentuh.

“Kalau hanya fokus pada yang sudah membayar, penerimaan pajak tidak akan pernah optimal. Data base yang lebih luas sangat penting. Pasca tax amnesty 2017, perbankan diwajibkan melaporkan saldo rekening setiap April, termasuk laporan cross border untuk rekening warga negara asing. Itu semua memperkaya basis data, dan harus dimanfaatkan maksimal oleh DJP,” jelas Yuandri.

Ia menegaskan bahwa meningkatkan penerimaan pajak bukan semata-mata soal menciptakan jenis pajak baru atau menaikkan tarif. Justru yang lebih mendesak adalah memastikan seluruh potensi ekonomi tercatat dalam sistem perpajakan. “Kalau semua sektor terdata dengan benar, yang nomor 12 sampai 100 itu bisa ikut menanggung beban, sehingga tidak hanya segelintir orang saja yang menopang negara,” katanya.

Ia juga menyinggung soal rasa keadilan. “Kalau 11 orang saja yang bayar, sementara yang lain tidak, itu ibarat segelintir orang memikul beban untuk 100 orang. Yang membayar jadi terbebani, sementara yang lain enak-enak saja. Itu sebabnya perlu ada reformasi basis pajak yang serius,” tandasnya.(bl)

Kupas Praktik Peradilan Pajak Lewat Simulasi Moot Court

IKPI, Batam: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Batam, Bunandi, menilai buku terbaru karya Dr. Hariyasin, berjudul “Praktik Pengadilan Semu (Moot Court) pada Pengadilan Pajak di Indonesia (Upaya Hukum Banding)” memberi kontribusi penting dalam memperdalam pemahaman praktik hukum acara di Pengadilan Pajak.

Menurut Bunandi, buku ini tidak hanya menguraikan kerangka hukum berupa Undang-Undang Pengadilan Pajak, tetapi juga menyajikan tata cara persidangan hingga simulasi peradilan semu. “Buku ini menjadi panduan nyata, karena selain teori, juga memuat contoh surat, putusan, dan skema banding yang biasanya dihadapi konsultan pajak di lapangan,” ujarnya.

Isi buku mengupas detail berbagai dokumen yang kerap muncul dalam sengketa pajak, mulai dari surat penerbitan PHP, tanggapan atas SKP, surat keberatan, hingga putusan keberatan. Dr. Hariyasin juga menyertakan contoh permohonan banding, bantahan terhadap Surat Uraian Banding (SUB), uji bukti, dan pengucapan putusan. Semua dilengkapi lampiran naskah simulasi sidang, sehingga pembaca bisa memahami alur persidangan secara praktis.

Lebih jauh, karya ini juga menyinggung perbedaan antara upaya hukum murni dan tidak murni, serta menempatkan konsultan pajak pada posisi nyata sebagai kuasa hukum wajib pajak. “Dengan pendekatan visualisasi melalui narasi script moot court, konsultan bisa berlatih dan membangun kesiapan mental menghadapi persidangan,” tambah Bunandi.

Ia berharap buku ini tidak hanya menjadi referensi bagi konsultan pajak, tetapi juga mahasiswa hukum dan pihak lain yang ingin memahami mekanisme sengketa pajak di Indonesia secara lebih konkret. (bl)

IKPI Pengda Jatim Tegaskan AI Bukan Ancaman Tetapi Partner Kerja

IKPI, Surabaya: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Jawa Timur, Zeti Arina, menekankan bahwa pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) harus dipandang sebagai mitra strategis, bukan ancaman. Pesan itu disampaikan dalam Seminar Perpajakan yang digelar di Surabaya, baru-baru ini.

“AI bukan datang untuk menggantikan kita, tetapi AI akan menggantikan cara kita bekerja. Pekerjaan manual yang repetitif seperti rekapitulasi data dan rekonsiliasi akan sepenuhnya otomatis. Ini bukan ancaman, melainkan fakta yang harus kita hadapi,” ujar Zeti, Rabu (17/9/2025).

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Menurutnya, era digital menuntut konsultan pajak untuk beradaptasi lebih cepat. Jika tetap nyaman dengan pola lama, maka profesi ini bisa tertinggal. “Kita semua hebat, tetapi AI lebih cepat, lebih akurat, dan lebih tajam dalam analisis. Kompetitor kita bukan lagi sesama konsultan, tetapi mereka yang lebih dulu bersahabat dengan AI,” tegasnya.

Zeti mendorong anggota IKPI untuk menjadikan AI sebagai alat peningkatan layanan. Dengan teknologi, konsultan tidak hanya menjadi penyusun laporan, tetapi mampu bertransformasi menjadi penasihat strategis yang bernilai tambah bagi klien.
“Seminar ini adalah panggilan untuk bangun. Kita tidak boleh menjadi penonton di era digital, tetapi harus menjadi pemain utama,” katanya.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Selain berbicara mengenai AI, Zeti juga menghimbau “Konsultan Menulis” yang diawali dengan peluncuran buku antologi A to Z Perpajakan Indonesia. Buku ini ditulis bersama oleh pengurus IKPI Jatim sebagai contoh nyata kolaborasi menulis.

“Setelah ini, kami ingin seluruh anggota ikut menulis. Bahkan dengan bantuan AI, proses menulis bisa lebih mudah dan cepat, kalau malas menulis cukup berbicara AI yang akan menulis textnya. Kita akan adakan pertemuan khusus melalui Zoom untuk membahas penulisan antologi bersama,” jelasnya.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Zeti menutup dengan optimisme, bahwa profesi konsultan pajak akan tetap relevan jika berani beradaptasi dengan teknologi. “Mari kita songsong masa depan dengan optimisme. AI adalah partner kerja paling mengerti, kapan saja dan dimana saja,” pungkasnya. (bl)

Apakah Menkeu Purbaya Merupakan Game Changer Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?

Tanggal 8 September 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh perombakan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Prabawo, walau kita mengetahui bahwa perombakan kabinet merupakan hak prerogative seorang Presiden dan yang dirombak ada 5 menteri, namun yang menjadi perhatian atau kekagetan adalah penunjukkan Menkeu yang baru yaitu Purbaya Yudhi Sadewa yang menggantikan Sri Mulyani Indrawati.

Perombakan Kabinet diduga sebagai respon atas situasi beberapa minggu lalu, dimana Indonesia baru saja mengalami demo besar-besaran yang berujung aksi anarkis bukan hanya di Jakarta tetapi di beberapa daerah serta adanya penjarahan terhadap beberapa rumah pejabat, demo tersebut diduga dipicu oleh situasi ekonomi yang berat, inflasi meningkat, daya beli menurun, angka kemiskinan menunjukkan tren mengkhawatirkan, sikap dan gaya hidup wakil rakyat yang kurang simpatik. Kondisi yang tidak baik tersebut juga tercermin dalam penerimaan pajak yang sampai 11 Agustus 2025 yang baru mencapai 996,5 Triliun (45,5% dari target).

Gebrakan Menkeu Yang Baru :

Setelah dilantik Menkeu Purbaya langsung membuat gebrakan dengan rencananya mengucurkan dana simpanan Pemerintah di Bank Indonesia sebesar Rp. 200 triliun yang merupakan sisa anggaran lebih (SAL) untuk disalurkan ke Masyarakat melalui bank Himbara, dengan tujuan agar dana tersebut dapat disalurkan kepada dunia usaha untuk melumasi roda-roda perekonomian.

Setelah itu, Menkeu Purbaya membuat pernyataan yang cukup membuat adem suasana, bahwa Masyarakat tidak perlu kuatir jika Target Penerimaan Pajak 2025 tidak tercapai ! karena Pemerintah masih mempunyai ruang fiskal yang memadai untuk menjaga Pembangunan tetap berjalan. Terus terang pernyataan Menkeu Purbaya memberikan sedikit ketenangan, karena biasanya jika target pajak tidak tercapai, maka dunia usaha kuatir akan terus ditekan untuk dapat memenuhi target tersebut.

Kemudian hari ini tanggal 15 September 2025, Pemerintah melalui Menko Perkonomian Airlangga Hartarto mengumumkan 17 Paket stimulus ekonomi, yang 3 diantaranya merupakan paket kebijakan perpajakan, yaitu : diperpanjangnya PPh Final UMKM sampai dengan tahun 2029; Perpanjangan PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor Pariwisata; perluasan PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya.

Adapun detail dari 17 paket stimulus ekonomi tersebut yaitu :

8 (delapan) program akselerasi program stimulus ekonomi 2025 :

  1. Program magang lulusan perguruan tinggi (maksimal fresh graduate 1 tahun)
  2. Perluasan PPh 21 DTP untuk pekerja di sektor terkait pariwisata
  3. Bantuan pangan periode Oktober-November 2025
  4. Bantuan Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi Bukan Penerima Upah (BPU) transportasi online/ojol (termasuk ojek pangkalan, sopir, kurir, dan logistik) selama 6 bulan
  5. Program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan BPJS Ketenagakerjaan
  6. Program Padat Karya Tunai (cash for work) Kemenhub dan Kementerian Pekerjaan Umum
  7. Percepatan Deregulasi PP28 (Integrasi Sistem K/L dan RD TR Digital ke OSS)
  8. Program Perkotaan (Pilot Project DKI Jakarta): peningkatan kualitas pemukiman dan penyediaan tempat untuk Gig Economy

4 (empat) program dilanjutkan di program 2026

  1. Perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh Final 0,5 persen bagi Wajib Pajak UMKM Tahun 2029 serta Penyesuaian Penerima PPh Final 0,5 persen bagi Wajib Pajak UMKM
  2. Perpanjangan PPh 21 DTP untuk Pekerja di Sektor terkait Pariwisata (APBN 2026)
  3. PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja di Sektor Industri Padat Karya (APBN 2026)
  4. Diskon iuran JKK dan JKM untuk semua penerima Bukan Penerima Upah (BPU)

5 (lima) program penyerapan tenaga kerja

  1. Operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih diharapkan menyerap tenaga kerja di atas 1 juta tenaga kerja pada Desember.
  2. Kampung Nelayan Merah Putih ditargetkan jangka panjang menciptakan 200.000 lapangan kerja.
  3. Revitalisasi tambak pantura seluas 20.000 hektar diharapkan menyerap 168.000 tenaga kerja.
  4. Modernisasi 1.000 Kapal Nelayan diharapkan menciptakan 200.000 lapangan kerja.
  5. Perkebunan Rakyat dengan penanaman kembali 870.000 hektar oleh Kementerian Pertanian yang diharapkan membuka 1,6 juta lapangan kerja dalam 2 tahun.

Paradigma Baru: Fokus pada Efektivitas Pengeluaran, Bukan Semata Penerimaan

Di tengah situasi sulit dan kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, Langkah Pemerintah mulai meluncurkan 17 paket stimulus ekonomi dan mendorong belanja Pemerintah lebih cepat maka diharapkan akan mengerakkan roda-roda perekonomian, ibarat sebuah roda yang macet, maka perlu pelumas agar roda tersebut bisa berjalan cepat, dan salah satu pelumas tersebut adalah pengeluaran Pemerintah, hal ini sesuai dengan Teori Keynesian.

Disini kehadiran Menkeu Purbaya seolah sebagai game changer yang mengubah pola permainan ekonomi Indonesia yang selama ini mengalami kelesuan, sebenarnya dalam perekonomian persepsi Masyarakat itu harus diubah menjadi optimis dan jika Menkeu Purbaya mampu mengubah persepsi tersebut, maka tepat jika beliau disebut sebagai game changer.

Selain mempercepat belanja Pemerintah, ada baiknya Pemerintah juga melakukan reorientasi dan refocusing bagaimana belanja Pemerintah menjadi lebih efektif tentunya disesuaikan dengan visi dan misi Presiden Prabowo yaitu Asta Cita 8.

Beberapa ekonom berpendapat, kunci utama pertumbuhan ialah pada penerimaan negara, dan mereka kurang memberikan porsi pada sisi pengeluaran. Padahal pengeluaran pemerintah yang efektif justru akan mendorong pertumbuhan, dan dengan pertumbuhan yang baik akan meningkatkan penerimaan pajak. Jadi sekarang harus dilakukan refocusing cara pandangnya.

Selama ini diskursus fiskal di Indonesia terlalu terfokus pada aspek penerimaan pajak. Pemerintah didorong untuk memperluas basis pajak, mengejar kepatuhan, bahkan memperkenalkan skema pajak baru seperti pajak karbon atau pajak kekayaan. Dorongan tersebut bukan hanya di tingkat Pusat, namun sampai ke Daerah, beberapa daerah menaikkan besarnya PBB P2 hingga ratusan dan ribuan % hal ini membuat rakyat marah. Yang harus dipikirkan kembali oleh pengambil kebijakan, peningkatan penerimaan pajak tidak akan membawa dampak nyata jika pengeluarannya tidak efisien dan tidak tepat sasaran.

Studi Bank Dunia dan IMF menunjukkan bahwa negara-negara dengan belanja publik yang efisien mampu menurunkan tingkat kemiskinan lebih cepat, walau penerimaan pajaknya relatif moderat.

Kenaikan target pembiayaan di APBN khususnya dari utang akhirnya akan membebani rakyat di masa mendatang, walau Pemerintah berargumen untuk mencapai target-target Pembangunan (Indonesia Emas) memerlukan utang baru dan % hutang masih relative aman (berdasarkan UU max 60% dari PDB), merujuk saat Pemerintah Jokowi membuat hutang yang besar dalam mendukung proyek infrastruktur besar-besaran mulai berbuah, tahun 2025 sebesar 552,9 Triliun digunakan untuk membayar hutang bunga  yang jatuh tempo. Tabel berikut ini menggambarkan kenaikan pembayaran bunga utang dalam 5 tahun terakhir :

Keterangan (dlm Triliun)202020212022202320242025
Bunga Utang314,1343,5386,3439,9499552,9

Kerangka Teori

Kebijakan fiskal adalah instrumen utama dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Dalam konteks ini, efektivitas pengeluaran negara dapat dianalisis melalui teori-teori berikut:

  1. Teori Fungsi Alokatif, Distribusi, dan Stabilitas (Musgrave, 1959) Ada 3 fungsi utama kebijakan fiskal: fungsi alokatif, distribusi dan stabilisasi.

Dalam konteks ini, pengeluaran negara yang efektif harus memenuhi fungsi distribusi dan alokasi secara simultan untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.

  1. Teori Pengeluaran Publik (Wagner’s Law vs. Keynesian Approach)
  • Wagner’s Law menyatakan bahwa pengeluaran publik akan meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan permintaan akan layanan sosial.
  • Keynesian melihat pengeluaran pemerintah sebagai alat stimulus dalam situasi resesi atau krisis, untuk mendorong permintaan agregat dan penyerapan tenaga kerja.

Konteks Indonesia pasca-krisis 2025 lebih sesuai dengan pendekatan Keynesian, di mana pengeluaran negara perlu difokuskan pada sektor dengan multiplier effect tinggi terhadap konsumsi rumah tangga miskin.

  1. Teori Targeting dalam Kebijakan Sosial

The Principle of Targeting (van de Walle, 1998) menyatakan bahwa keberhasilan program sosial bergantung pada akurasi penargetan penerima manfaat (targeting accuracy). Kualitas data Adalah syarat penting

Efektivitas Belanja adalah Solusi Jangka Pendek & Panjang

Dalam situasi krisis fiskal seperti saat ini, menaikkan pajak bukan solusi cepat. Bahkan bisa kontraproduktif bila membebani masyarakat kelas menengah ke bawah. Sementara itu, belanja yang efisien dan terfokus dapat memberi dampak langsung ke masyarakat, mengurangi ketimpangan, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah. 

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

  1. Menjadi pioneer sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dalam situasi dunia usaha sedang tidak baik-baik saja.
  2. Reformasi Penganggaran Berbasis Kinerja

Belanja negara harus dikaitkan langsung dengan output dan outcome yang terukur. Bukan hanya “berapa besar anggaran disalurkan,” tetapi “berapa besar dampak sosial dan ekonomi yang dihasilkan.”

  1. Digitalisasi dan Transparansi Anggaran

Pemerintah harus mendorong sistem pelacakan digital untuk seluruh program bantuan.

  1. Pemangkasan Belanja Tidak Produktif

Evaluasi ulang belanja kementerian/lembaga, termasuk tunjangan yang diterima anggota DPR/DPRD, direksi BUMN, proyek infrastruktur yang mangkrak, serta belanja  pemerintah yang tidak mendesak. Uang tersebut lebih baik dialihkan ke sektor prioritas seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan.

  1. Penguatan Sistem Data Sosial-Ekonomi. Akurasi data penerima bantuan masih menjadi masalah utama.

Kesimpulan dan Rekomendasi : Momen untuk Reorientasi Fiskal

Kesimpulan :

  1. Penunjukan Menkeu Purbaya bisa dijadikan momentum perubahan kebijakan fiskal agar Pemerintah menjadi penggerak roda ekonomi, sampai saatnya dunia usaha sudah kembali bergairah.
  2. Demonstrasi besar-besaran Agustus 2025 harus dibaca sebagai alarm keras. Pemerintah tidak hanya dituntut untuk “mengumpulkan lebih banyak uang,” tetapi menggunakan setiap rupiah secara lebih bijaksana dan adil.
  3. Kemiskinan bukan hanya masalah kurangnya pendapatan, tapi juga kurangnya keberpihakan dalam alokasi anggaran, program stimulus ekonomi akan menunjukan keberpihakan Pemerintah kepada rakyat kebanyakan.
  4. Saatnya menggeser paradigma: dari mengejar penerimaan ke memastikan efektivitas pengeluaran. Hanya dengan begitu, Indonesia dapat bangkit lebih cepat dan adil dari krisis ini.

Penulis Ketua Departemen Litbang dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI

Pinno Siddharta
Email: pinosiddharta@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis

 

 

AI Ubah Peta Profesi Konsultan Pajak, Ketum IKPI Minta Anggota Siap Adaptasi

IKPI, Surabaya: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld mengingatkan bahwa profesi konsultan pajak saat ini tengah berada di persimpangan penting. Kehadiran Artificial Intelligence (AI) dinilai bukan hanya sekadar tren teknologi global, melainkan sebuah kekuatan besar yang sudah mulai mengubah cara kerja di bidang perpajakan, akuntansi, hingga administrasi keuangan.

“AI membawa disrupsi nyata. Cara kita mengelola data, menganalisis laporan, bahkan memberikan konsultasi pajak, kini bisa dipercepat dan diperkuat dengan teknologi. Inilah saatnya konsultan pajak tidak hanya bekerja lebih cepat, tetapi juga lebih tepat,” ujar Vaudy saat membuka Seminar Optimalisasi AI untuk Produktivitas Kerja yang diselenggarakan IKPI Pengda Jawa Timur di Surabaya, baru-baru ini.

(Foto: Istimewa)

Menurut Vaudy, perubahan besar yang dibawa AI harus dipandang sebagai tantangan sekaligus peluang. Tantangan karena konsultan pajak yang tidak beradaptasi berpotensi tertinggal dan kehilangan relevansi. Namun di sisi lain, peluang terbuka lebar bagi mereka yang siap menguasai teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, sekaligus memperkuat layanan kepada wajib pajak.

“Profesi kita sedang diuji. Kalau kita menutup mata terhadap perkembangan AI, maka kita sendiri yang akan tergilas. Tetapi kalau kita mampu memanfaatkannya, konsultan pajak justru akan menjadi semakin penting dan strategis dalam mendukung kepatuhan pajak di Indonesia,” tambahnya.

Ia menegaskan, sebagai organisasi profesi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, IKPI memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal transformasi digital ini.

(Foto: Istimewa)

Bukan hanya itu saja kata Vaudy, seminar di Surabaya menjadi bukti nyata komitmen IKPI, sebagai satu-satunya asosiasi konsultan pajak penerima dua rekor MURI yang terus berkomitmen meningkatkan literasi teknologi dan kapasitas anggotanya agar tidak gagap menghadapi era digital.

Vaudy juga menekankan bahwa AI harus dipandang sebagai partner kerja, bukan ancaman. Dengan kemampuan melakukan analisis data dalam hitungan detik, AI mampu membantu konsultan pajak menyusun strategi, menemukan solusi, dan memberi layanan lebih cepat kepada klien. Namun peran manusia, kata Vaudy, tetap krusial karena keputusan akhir membutuhkan penilaian profesional dan etika.

“AI tidak bisa menggantikan intuisi, pengalaman, dan nilai etika seorang konsultan pajak. Tapi AI bisa menjadi ‘asisten super’ yang membuat kita bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras,” ujarnya.

Melalui seminar ini, IKPI berharap anggotanya mampu beradaptasi dengan cepat dan menjadikan AI sebagai bagian dari ekosistem kerja sehari-hari. Vaudy optimistis, jika konsultan pajak Indonesia mampu menguasai teknologi, maka mereka akan semakin diperhitungkan baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional.

“Era pajak digital sudah di depan mata. Konsultan pajak yang berani beradaptasi akan tumbuh dan memimpin. Tetapi yang ragu dan enggan berubah, siap-siap saja ditinggalkan zaman,” katanya menegaskan. (bl)

Pendaftaran Relawan Pajak 2025 Kembali Dibuka, Kesempatan untuk Mahasiswa Terlibat

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali membuka pendaftaran Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) 2025, sebuah program yang memberi kesempatan bagi mahasiswa di seluruh Indonesia untuk ikut berperan dalam edukasi pajak.

Melalui Renjani, mahasiswa tidak hanya dilibatkan dalam kegiatan penyuluhan, tetapi juga mendapat ruang untuk mengasah soft skill, memperluas jejaring, hingga menambah pengalaman berorganisasi di lingkungan otoritas pajak.

Program ini bersifat sukarela dan terbuka bagi mahasiswa yang peduli terhadap pentingnya kesadaran pajak sebagai pilar pembangunan negara.

Tahapan Program Renjani 2025

• Pendaftaran dan Penilaian Berkas oleh Tax Center: 1 September – 5 Oktober 2025

• Pelatihan dan Levelling Test Relawan: 8 September – 28 November 2025

• Pengumuman Hasil Seleksi Levelling Test: 1 – 12 Desember 2025

• Unggah Kode Etik Relawan Pajak: 1 – 24 Desember 2025

• Pengumuman Akhir Peserta Terpilih: 8 – 31 Desember 2025

• Pelaksanaan Kegiatan Relawan Pajak: 1 Januari – 31 Desember 2026

Cara Mendaftar

Pendaftaran dapat dilakukan melalui laman resmi DJP di edukasi.pajak.go.id/renjani. Peserta perlu mengisi data diri, mengunggah dokumen persyaratan, serta melakukan aktivasi akun melalui tautan yang dikirimkan ke email masing-masing.

Setelah itu, peserta bisa login kembali untuk melanjutkan proses seleksi hingga program berjalan.

Informasi resmi mengenai Renjani dapat diakses langsung melalui situs web DJP dan kanal media sosial resminya. Dengan hadirnya program ini, DJP berharap semakin banyak generasi muda yang memahami pentingnya pajak serta berkontribusi nyata bagi pembangunan negeri. (alf)

 

Menkeu Purbaya Pastikan Dana Rp200 Triliun Segera Dorong Kredit Riil

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan cepat mengalir ke sektor riil. Ia memperkirakan paling lambat dalam waktu sebulan, tambahan likuiditas tersebut sudah mulai terlihat dampaknya pada penyaluran kredit.

Dana jumbo ini disalurkan melalui kredit kepada pelaku usaha, terutama sektor industri riil. Skema tersebut, kata Purbaya, meniru keberhasilan langkah pemerintah saat pandemi COVID-19, ketika injeksi dana ke sistem perbankan langsung memicu pemulihan kredit.

“Kalau di Amerika butuh 14 bulan, di Indonesia biasanya hanya empat bulan. Bahkan tahun 2021, hanya setengah bulan sampai satu bulan sudah terlihat pembalikan arah kredit,” ujar Purbaya usai rapat dengan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Menurutnya, tambahan likuiditas akan membuat bank lebih agresif menyalurkan kredit sekaligus menurunkan bunga pasar. Dengan persaingan yang lebih ketat, bank akan terdorong mencari proyek-proyek produktif dengan imbal hasil terbaik.

“Likuiditas perbankan akan meningkat signifikan. Multiplier dari injeksi ini akan terasa luas di perekonomian. Dan ini bukan dalam bentuk pinjaman pemerintah, tapi langsung memperkuat sistem,” tegasnya.

Purbaya juga menepis kekhawatiran soal inflasi. Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini masih lesu sehingga penempatan dana justru akan menstimulasi permintaan tanpa menciptakan lonjakan harga. “Inflasi baru akan muncul kalau pertumbuhan ekonomi kita sudah di atas 6,5 persen,” katanya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memastikan pihaknya akan memantau efektivitas kebijakan tersebut. “Kami ingin melihat fungsi intermediasi perbankan berjalan sesuai harapan. Progres akan dipantau secara berkala,” ujarnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025, dana Rp200 triliun dibagi kepada BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, serta Bank Syariah Indonesia (BSI) Rp10 triliun. Setiap bank wajib melaporkan pemanfaatan dana secara bulanan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Perbendaharaan. (alf)

 

Menkeu Tegaskan Tak Ada Pembentukan BPN dan Pilih Genjot Penerimaan Lewat Ekonomi

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) maupun menambah jenis pajak baru. Fokus utama bendahara negara era Presiden Prabowo Subianto itu adalah mendorong pertumbuhan ekonomi agar otomatis mendongkrak penerimaan pajak.

“Belum, belum saya pikirkan (pembentukan BPN). Saya belum tahu. Pada dasarnya, belum disentuh,” ujar Purbaya usai rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025).

Purbaya menilai penyisiran pos-pos penerimaan seperti pajak dan bea cukai lebih penting untuk memastikan tidak ada kebocoran. Menurut perhitungannya, setiap kenaikan 0,5 persen pertumbuhan ekonomi bisa menghadirkan tambahan pajak lebih dari Rp100 triliun.

“Kalau rasio pajak terhadap PDB tetap, setiap kenaikan 0,5 persen dari pertumbuhan ekonomi, saya akan dapat pajak tambahan sekitar Rp100 triliun lebih,” jelasnya.

Sejak dilantik 8 September, Purbaya langsung melakukan gebrakan dengan melepas Rp200 triliun dari saldo anggaran lebih (SAL) di Bank Indonesia ke lima bank nasional. Langkah itu ditujukan untuk mengatasi seretnya uang beredar (M0) dan menghidupkan kembali aktivitas ekonomi.

Rinciannya, BRI, BNI, dan Mandiri masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun. “Dengan saya taruh Rp200 triliun di bank, ekonomi diharapkan bergerak, dan pada akhirnya pendapatan pajak ikut naik. Bukan lewat intensifikasi atau ekstensifikasi, tapi lewat pertumbuhan ekonomi,” tegas Purbaya. (alf)

 

Menkeu Purbaya Sisir Penerimaan Pajak Jumbo untuk Tutup Kebocoran

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menaruh perhatian besar pada penerimaan pajak yang berkontribusi signifikan terhadap kas negara. Ia menegaskan akan melakukan penyisiran untuk memastikan tidak ada kebocoran dalam penerimaan pajak jumbo tersebut.

“Belum ada indikasi, tapi saya akan sisir pendapatan yang besar-besar. Apakah ada bolong atau tidak, nanti akan kita perbaiki secepatnya,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).

Pernyataan itu disampaikan setelah Purbaya mendatangi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta Selatan. Ia menyebut inspeksi langsung penting dilakukan agar dirinya dapat melihat kesiapan jajaran pegawai pajak di lapangan. “Saya ingin tahu staf saya di pajak seperti apa. Dengan kedatangan saya, semoga bisa memberi semangat baru,” ujarnya.

Selain meninjau internal DJP, Purbaya juga bertemu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar. Pertemuan tersebut membahas teknis penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank umum. “Pertanyaannya, banknya siap atau tidak? OJK akan membantu memonitor, dan tanggapannya positif,” jelasnya.

Langkah penyisiran pajak besar dan koordinasi lintas lembaga ini menandai strategi awal Purbaya sebagai menkeu baru. Fokusnya bukan hanya menutup potensi kebocoran penerimaan negara, tetapi juga memastikan stabilitas sistem keuangan melalui pengelolaan dana jumbo di sektor perbankan. (alf)

 

 

 

 

id_ID