Tan Alim: Sinergi Pajak Harus Dibangun di Atas Integritas

(Foto: DOK. IKPI Pengda DKJ)

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) DKJ, Tan Alim, menegaskan bahwa sinergi antara konsultan pajak dan otoritas pajak hanya dapat terwujud apabila kedua belah pihak menjunjung tinggi integritas dan kepercayaan profesional.

Pernyataan itu disampaikannya dalam kunjungan silaturahmi IKPI Pengda DKJ ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 4, pada Selasa (15/10/2025).

“IKPI dan DJP adalah dua mitra strategis yang sama-sama berperan menjaga kredibilitas sistem perpajakan nasional. Sinergi hanya akan bermakna bila dibangun di atas integritas dan saling menghormati peran masing-masing,” ujar Tan Alim.

Rombongan IKPI disambut langsung oleh Kepala KPP PMA 4, Arman Imran, bersama para Kasie Pengawasan dan Supervisor Fungsional Pemeriksa.

Sementara itu, Arman Imran menekankan bahwa integritas merupakan fondasi utama pelayanan pajak yang adil dan berkeadilan. Menurutnya, kepercayaan publik terhadap DJP hanya bisa terjaga jika seluruh pihak, termasuk konsultan pajak, menegakkan standar etika yang sama.

“Integritas bukan hanya tanggung jawab internal DJP. Konsultan pajak juga bagian penting dari ekosistem kepatuhan. Dengan menjaga perilaku profesional, kita bisa bersama-sama membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem pajak,” ungkap Arman.

Selain itu, para pejabat KPP PMA 4 juga menyarankan agar anggota IKPI selalu mengenakan Kartu Tanda Anggota (KTA) saat melakukan kunjungan atau konsultasi di lingkungan DJP sebagai bentuk identitas profesional.

Menanggapi hal tersebut, Tan Alim menyambut baik usulan itu.

“Kami memahami pentingnya identitas profesional. Saran ini akan kami teruskan agar anggota IKPI tampil lebih tertib, kredibel, dan menunjukkan semangat kerja sama yang baik dengan otoritas pajak,” ucapnya.

Kunjungan yang berlangsung akrab selama lebih dari satu jam itu ditutup dengan sesi foto bersama serta komitmen untuk terus memperkuat komunikasi dan kolaborasi berbasis integritas antara DJP dan IKPI.

Hadir dalam kunjungan tersebut, dari Pengda DKJ diwakili oleh Tan Alim, Mardi D. Muljana, Onny Ritonga, Ferry Halimi, dan Hery Juwana.

Sementara dari pengurus cabang hadir Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara), Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur), Edwin (Humas IKPI Cabang Jakarta Pusat), Lili Tjitadewi (Humas IKPI Cabang Jakarta Selatan), Devi Arista (Sie Sosial IKPI Cabang Jakarta Barat), dan Eddy Tamrin (Sie Pengembangan Program, Kapasitas, dan Diseminasi IKPI Cabang Jakarta Selatan). (bl)

DJP, DJPK, dan 109 Pemda Sepakat Perkuat Sinergi Pajak Nasional

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Sinergi fiskal antara pusat dan daerah kembali diperkuat. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tripartit bersama 109 pemerintah daerah (Pemda) pada Rabu (15/10/2025). Langkah ini menandai perluasan Program PKS Tripartit Tahap VII, melanjutkan kolaborasi yang telah dimulai sejak 2019.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Askolani menegaskan, kerja sama tersebut merupakan bentuk komitmen bersama antara pusat dan daerah untuk memperkuat pengelolaan perpajakan secara terintegrasi.

“PKS Tripartit adalah simbol kolaborasi fiskal yang nyata. Sinergi ini bukan hanya soal berbagi data, tapi bagaimana kita menyatukan arah kebijakan agar pembangunan nasional dan daerah berjalan seimbang,” ujar Askolani dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10/2025).

Askolani menambahkan, penyelarasan kebijakan pajak antara pusat dan daerah menjadi strategi penting dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional.

“Dengan kebijakan yang selaras, pertumbuhan ekonomi akan lebih inklusif dan ruang fiskal untuk pembiayaan pembangunan akan semakin luas,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memaparkan hasil konkret dari kolaborasi lintas otoritas ini. Hingga triwulan II-2025, kegiatan pengawasan bersama antara Kantor Wilayah DJP dan Pemda berhasil mencatat realisasi penerimaan pajak pusat sebesar Rp26,84 miliar.

Sedangkan penerimaan pajak daerah yang dilaporkan pemerintah daerah mencapai Rp175,98 miliar.

“Capaian ini menunjukkan bahwa sinergi pusat dan daerah benar-benar berdampak. Kolaborasi ini mendorong kepatuhan wajib pajak sekaligus memperkuat fondasi fiskal kita bersama,” ujar Bimo.

Sejak pertama kali dijalankan pada 2019, Program PKS Tripartit telah mencakup lebih dari 400 pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Melalui tahap perluasan kali ini, Kemenkeu menargetkan peningkatan pengawasan wajib pajak potensial, pertukaran data perpajakan yang lebih akurat, dan penguatan kapasitas fiskal daerah.

Dengan kolaborasi ini, pusat dan daerah diharapkan semakin kompak dalam mengoptimalkan penerimaan negara dan memperkuat kemandirian pembiayaan pembangunan di seluruh penjuru Indonesia. (alf)

Podcast IKPI: DJP Ingatkan Wajib Pajak Segera Aktivasi Coretax, Jangan Tunggu Waktu Mepet!

(Foto: Tangkapan Layar YouTube IKPI)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau masyarakat untuk segera melakukan aktivasi akun di sistem Coretax (Coretax Administration System) sebagai langkah awal menuju pelaporan SPT Tahunan 2026 yang sepenuhnya akan menggunakan platform baru tersebut.

Imbauan ini disampaikan oleh Fransiska Yansye, Penyuluh Pajak Ahli Madya dari Kanwil DJP Jakarta Khusus, dalam podcast kolaborasi antara IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) dan DJP yang baru-baru ini tayang di kanal YouTube resmi IKPI.

“Kami mohon maaf kalau sempat ada kendala teknis di awal peluncuran. Tapi sekarang sistem sudah jauh lebih stabil. Karena itu, ayo aktifasi Coretax dari sekarang jangan tunggu mepet seperti arus mudik,” ujar Fransiska.

Menurutnya, masih banyak wajib pajak yang sudah melaporkan SPT melalui DJP Online, tetapi belum pernah mengakses Coretax sama sekali. Padahal, sistem tersebut akan menjadi satu-satunya pintu pelaporan mulai tahun depan.

Tiga Kondisi Aktivasi yang Perlu Diperhatikan

Fransiska menjelaskan, ada tiga kondisi umum bagi wajib pajak yang ingin aktivasi Coretax:

• Belum punya NPWP – dapat langsung daftar di laman coretax.pajak.go.id.

• Sudah pakai DJP Online tapi belum akses Coretax – cukup klik “Lupa Password”, sistem akan menyesuaikan otomatis.

• Sudah menikah dan sebelumnya punya NPWP sendiri – profil pajak perlu diperbarui sesuai status terbaru karena sistem kini berbasis data.

“Kalau dulu masih bisa ubah status atau angka agar nihil, sekarang tidak bisa lagi. Semua datanya sudah otomatis diambil dari sistem,” tegasnya.

Dalam sistem baru ini, wajib pajak tidak lagi harus memilih jenis formulir seperti 1770, 1770S, atau 1770SS. Coretax secara otomatis menentukan format SPT berdasarkan jawaban wajib pajak.

“Sistemnya yang menentukan, bukan kita yang bingung pilih formulir,” ujar M. Sofi Raga Sukmana (Mono), Penyuluh Pajak Ahli Muda, yang juga hadir dalam diskusi tersebut.

Fransiska menegaskan, penggunaan NIK sebagai nomor identitas pajak tidak otomatis menjadikan seseorang wajib pajak. Kewajiban baru muncul setelah dilakukan aktivasi dan memiliki penghasilan kena pajak.

“Anak usia 19 tahun yang belum punya penghasilan belum wajib pajak. Begitu juga WNI yang sudah tinggal di luar negeri (WPLN), tidak wajib segera aktivasi, tapi sebaiknya tetap siap,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Novia Artini (Ayi) selaku host dari IKPI menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat untuk beradaptasi sejak dini.

“Ini waktunya kita bantu masyarakat supaya lebih siap. Jangan menunggu sistemnya penuh atau waktunya sudah sempit. Mulai aktivasi dari sekarang,” ujar Ayi.

Podcast berdurasi hampir satu jam ini juga menghadirkan Wisnu Setiawan, Pengurus Pusat IKPI Bidang Teknologi dan Informasi, serta Kukuh Wahyu Nugroho, Penyuluh Pajak Ahli Pertama dari DJP.

“SPT Tahunan 2026 akan full di Coretax. Yuk, mulai sekarang pastikan akun aktif, data benar, dan siap lapor tanpa drama!,” kata Fransiska.

(bl)

DPR Dukung Rencana Purbaya Turunkan PPN, Misbakhun: Kalau Bisa 8%!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapat sambutan positif dari parlemen. Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menjadi salah satu anggota dewan yang langsung menyatakan dukungan, bahkan mendorong agar tarifnya bisa ditekan hingga 8% demi mengangkat daya beli masyarakat.

“Saya waktu itu sudah mengingatkan supaya kenaikan PPN ditahan dulu. Sekarang buktinya, tekanan daya beli makin berat,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, dalam situasi ekonomi yang sedang lesu, menurunkan tarif PPN bisa menjadi langkah konkret untuk memberi ruang napas bagi konsumsi rumah tangga.

“Kalau perlu PPN kita turunkan kembali ke 10%, bahkan ke 8%. Tujuannya jelas, untuk mengangkat daya beli masyarakat,” tegasnya.

Seperti diketahui, sejak diberlakukannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN cenderung meningkat. Dari 10% menjadi 11% pada 2022, dan sempat direncanakan naik ke 12% pada 2025. Namun, gelombang penolakan publik membuat pemerintah akhirnya membatasi kenaikan itu hanya untuk barang mewah, sementara transaksi umum tetap di level 11%.

Padahal, dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP, terdapat ruang fleksibilitas yang memungkinkan pemerintah menurunkan tarif PPN hingga batas bawah 5%. Celah inilah yang kini tengah dikaji Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

“Nanti kita lihat, bisa tidak PPN diturunkan untuk mendorong daya beli masyarakat. Tapi tentu kita pelajari dulu secara hati-hati,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN edisi September 2025, Selasa (14/10/2025).

Ia menambahkan, keputusan final akan ditentukan setelah pemerintah mengevaluasi kondisi ekonomi dan realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun.

“Kita lihat nanti seperti apa ekonomi di akhir tahun, berapa penerimaan yang terkumpul. Saya belum bisa pastikan sekarang,” ungkapnya. (alf)

Pemerintah Perpanjang Insentif Bebas PPN Rumah hingga Akhir 2027

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah memperpanjang napas segar bagi industri properti. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi mengumumkan bahwa insentif bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah diperpanjang hingga 31 Desember 2027.

Langkah ini diambil guna menjaga daya beli masyarakat kelas menengah dan menggairahkan sektor properti yang dikenal memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian.

“Untuk menjaga daya beli dan mendukung sektor properti, pemerintah menanggung 100 persen PPN DTP untuk pembelian rumah hingga harga Rp5 miliar. Namun, pembebasan PPN hanya berlaku untuk nilai sampai Rp2 miliar pertama,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Menurutnya, kebijakan ini menjadi dorongan baru setelah periode sebelumnya hanya berlaku sampai 2026. Dengan perpanjangan ini, pemerintah menargetkan sekitar 40 ribu unit rumah per tahun dapat menikmati fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP).

“Perpanjangan ini tentu menjadi stimulus penting bagi sektor properti dan ekonomi nasional,” tegasnya.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menambahkan, saat ini insentif PPN DTP perumahan masih diatur melalui PMK Nomor 60 Tahun 2025, yang berlaku hingga akhir 2025. Namun, pemerintah tengah menyiapkan beleid baru untuk mengatur perpanjangan insentif hingga 2027.

“Ini langkah penting untuk memberikan kepastian usaha. Dengan kepastian ini, para pengembang bisa lebih leluasa merencanakan proyek dan percepatan pembangunan,” jelas Febrio.

Dukungan untuk Semua Lapisan

Selain insentif pajak, pemerintah juga tetap menyalurkan bantuan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Tahun 2025, targetnya mencapai 350 ribu unit rumah subsidi.

Di sisi lain, pemerintah menyiapkan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau renovasi rumah bagi 40 ribu unit rumah tahun depan.

“Semua kelompok pendapatan mendapat perhatian dari APBN baik yang berpenghasilan rendah, menengah, maupun yang lebih tinggi,” kata Febrio.

Ia menambahkan, program dukungan pembiayaan perumahan ini juga akan terus berlanjut di 2026, dengan total bantuan mencapai 770 ribu unit rumah, terdiri dari 400 ribu unit BSPS dan 350 ribu unit FLPP.

“Pemerintah ingin memastikan sektor perumahan terus bergerak. Karena setiap rumah yang dibangun, bukan hanya tempat tinggal tapi juga penggerak ekonomi nasional,” pungkasnya. (alf)

“Lapor Pak Purbaya” Sudah Aktif, Masyarakat Bisa Langsung Adukan Layanan Pajak dan Bea Cukai via WhatsApp

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali membuat gebrakan dengan meluncurkan kanal pengaduan publik bertajuk “Lapor Pak Purbaya”, yang memungkinkan masyarakat menyampaikan keluhan langsung terkait layanan perpajakan dan bea cukai.

Melalui layanan ini, masyarakat dapat mengirimkan aduan lewat WhatsApp ke nomor 0822-4040-6600 mulai Rabu (15/10/2025). Inisiatif ini menjadi langkah konkret Kementerian Keuangan dalam memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan reformasi birokrasi di lingkungan fiskal nasional.

“Sudah ada tim administrator yang siaga menerima laporan dari masyarakat. Semua pengaduan akan dikumpulkan, disortir, dan ditindaklanjuti secara berkala,” ujar Purbaya dalam peluncuran di Jakarta.

Kanal “Lapor Pak Purbaya” dirancang untuk menampung berbagai laporan masyarakat, mulai dari dugaan pungutan liar, pelayanan tidak profesional, hingga penyalahgunaan kewenangan di jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Purbaya menegaskan, setiap laporan akan diverifikasi secara cermat sebelum ditindaklanjuti, dan identitas pelapor dijamin kerahasiaannya.

“Kami ingin masyarakat punya akses langsung dan tidak takut melapor. Integritas aparat pajak dan bea cukai harus terus dijaga,” tegasnya.

Langkah ini menjadi bagian dari agenda besar reformasi pelayanan publik yang sejak awal menjadi fokus utama Purbaya. Ia meyakini, membangun kepercayaan publik terhadap sistem keuangan negara hanya bisa dilakukan melalui keterbukaan dan tanggung jawab moral para aparatnya.

Peluncuran kanal aduan ini pun disambut positif berbagai kalangan. Para pelaku usaha menilai, kebijakan tersebut akan membantu menciptakan iklim investasi yang lebih bersih dan pasti, karena pengawasan publik terhadap aparat kini memiliki jalur resmi dan mudah diakses.

Dengan hadirnya “Lapor Pak Purbaya”, masyarakat kini tidak hanya menjadi penerima layanan, tetapi juga pengawas aktif dalam menjaga integritas fiskal negara. (alf)

Konseptualisasi Hak Retensi Konsultan Pajak

(Foto: DOK. Pribadi)

Mencari hak yang memberikan perlindungan bagi profesi yang diemban, adalah  kewajiban moral bagi para pengemban suatu profesi. Sekalipun sampai dengan saat iniUndang-Undang Konsultan Pajak masih menjadi iusconstituendum karena belum kunjung disahkan, tak berarti tidak ada jalan lain untuk memberikan perlindungan lebihbagi profesi Konsultan Pajak dari ketentuan-ketentuan yang sudah ada (ius constitutum).

Ketentuan-ketentuan yang sudah ada saat ini  (iusconstitutum) tersebar mulai dari Undang-Undang, Peraturan Menteri Keuangan sampai dengan Kode Etik dan Standar Profesi. Sepanjang tidak dicabut, tidak bertentangan, dan belum diatur dalam Undang-Undang Konsultan Pajak yang kelak akan disahkan, ius constitutum tersebut akan terus berlaku. Hak retensi adalah salah satu bentuk perlindunganbagi Konsultan Pajak yang diatur dalam ketentuan yang sudah ada (ius constitutum).

Hak retensi merupakan hak yang dimiliki oleh penerima kuasa (Konsultan Pajak) untuk menahan sesuatu yang menjadi milik pemberi kuasa (Klien) karena pemberi kuasabelum membayar lunas kepada penerima kuasa, atas hak penerima kuasa yang timbul dari pemberian kuasa. Menahan sesuatu milik pemberi kuasa (Klien) yang dimaksudkan disini dapat berupa menahan dokumen-dokumen milik Klien yang ada pada Konsultan Pajak. Dalam arti yang lebih luas, hak retensi tidak hanya memberikan jaminan pembayaran atas jasa yang sudah dilakukan oleh Konsultan Pajak, melainkan juga memberikan perlindungan bagi Konsultan Pajak agar Klien tidak semena-mena pindah atau mengganti Konsultan Pajak.

Hak retensi ini diatur dalam Pasal 1812 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada praktiknya hak ini berlaku otomatis demi hukum sekalipun pemberian kuasa dari Klien kepada Konsultan Pajak tidak mencantumkan adanya hak tersebut. Namun demikian untuk menghindari dalih-dalih dari Klien, ada baiknya hak retensi tersebut dicantumkan dalam pemberian kuasa / Surat Ikatan Tugas dan dijelaskan juga kepada Kliennya. Dengan tercantumnya hak retensi sertapenjelasan yang memadai, maka dalih Klien akan mudah terbantahkan. Berikut di bawah ini contoh sederhana dari pencantuman klausul hak retensi:

“Pemberian kuasa dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan ini dengan tegas memberi hak retensi kepada penerima kuasa sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1812 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.“

Dalam penerapannya, pencantuman klausul hak retensi ini tidaklah mengesampingkan dan/atau bertentangan dengan Kode Etik IKPI maupun Standar Profesi IKPI. Konsultan Pajak tetap wajib memperhatikan Bagian II angka 7.4 Standar Profesi IKPI tatkala Klien lambat melunasi, dan angka 7.5 Standar Profesi IKPI tatkala terjadi sengketa pembayaran. Dengan melaksanakan kedua mekanisme yang diatur dalam Standar Profesi IKPI (Bagian II angka 7.4 dan angka 7.5) tersebut, Konsultan Pajak telah berusaha denganitikad baik untuk mendapatkan haknya berupa honorarium/fee. Pencantuman hak retensi juga tidak dapat dikatakan melanggar Kode Etik IKPI, khususnya larangan bagi Konsultan Pajak yang tercantum dalam Bab III Pasal 4 yang menyebutkan:

“Konsultan Pajak dilarang menetapkan syarat-syarat yang membatasi Klien untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain.”

Kendatipun dalam artian yang luas hak retensimemberikan perlindungan agar Klien tidak semena-mena pindah atau mengganti Konsultan Pajak, tidak berarti pencantuman klausul hak retensi merupakan syarat yang membatasi Klien untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain. Klien tetap memiliki hak untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain dengan terlebih dahulu menyelesaikanpembayaran honorarium/fee kepada Konsultan Pajak yang sebelumnya. Dengan dibayarnya honorarium/fee, maka Konsultan Pajak yang sebelumnya tidak berhak menahan / meretensi sesuatu yang merupakan milik Kliennya, bahkan Konsultan Pajak yang sebelumnya berkewajiban untuk menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang menjadi milik Klien kepada Klien atau kepada Konsultan Pajak Pengganti yang telah ditunjuk oleh Klien (lihat Bab IV Pasal 5 angka 2 Bagian Kewajiban Konsultan Pajak Kode Etik IKPI danBagian II angka 5.4 Serah Terima dengan Konsultan Pajak Pengganti Standar Profesi IKPI). Demikian tulisan singkat mengenai konseptualisasi hak retensi yang dimiliki Konsultan Pajak, kiranya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan Konsultan Pajak seprofesi.

Penulis adalah Anggota IKPI Cabang Bandung

Hari Yanto

Email: hari_yanto_sh@yahoo.co.id

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

DJP Ungkap 27 Penunggak Pajak Besar Pailit, 5 Alami Krisis Likuiditas

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkap perkembangan terbaru dari operasi penagihan terhadap 200 wajib pajak besar yang selama ini menunggak kewajiban pajak mereka. Dari hasil pemetaan terkini, 27 wajib pajak dinyatakan pailit, sementara 5 lainnya mengalami kesulitan likuiditas sehingga statusnya dinyatakan macet.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, dari total potensi tunggakan sekitar Rp 60 triliun, pemerintah sejauh ini telah berhasil merealisasikan penerimaan sebesar Rp 7,21 triliun.

“Data terakhir Rp 7,216 triliun (yang sudah ditagih). Jadi ada penambahan Rp 216 miliar dari laporan sebelumnya,” ujar Bimo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Dari hasil penelusuran DJP, 91 wajib pajak telah melakukan pembayaran atau mengangsur kewajibannya. Sementara sebagian lainnya masih dalam tahap penagihan lanjutan. Empat wajib pajak kini berada di bawah pengawasan aparat penegak hukum, dan 59 lainnya tengah diproses lebih lanjut oleh otoritas pajak.

DJP juga telah menempuh sejumlah langkah tegas, di antaranya pelacakan aset (asset tracing) terhadap 5 wajib pajak, pencegahan ke luar negeri terhadap 9 beneficial owner, serta penyanderaan (gijzeling) terhadap 1 wajib pajak yang dianggap tidak kooperatif.

Meski sejumlah wajib pajak telah jatuh pailit, Bimo menegaskan DJP tidak akan menghentikan upaya penagihan. Aset dan potensi pembayaran yang masih tersisa akan tetap ditelusuri melalui kurator atau mekanisme hukum lain.

“Kami tetap optimistis penagihan bisa terus meningkat. Dari hasil Rapimnas, target penagihan dari 200 pengemplang pajak ini bisa mencapai Rp 20 triliun hingga akhir tahun, meskipun sebagian mengalami kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utangnya diperpanjang,” jelasnya.

Bimo menegaskan, langkah-langkah ini menjadi bagian dari komitmen DJP untuk memastikan keadilan dan kepatuhan pajak. “Yang menunggak akan kami kejar, baik yang masih aktif maupun yang sudah pailit. Tidak ada pengecualian,” tegasnya. (alf)

Dirjen Pajak Optimis Kantongi Rp 20 Triliun dari 200 Pengemplang Pajak hingga Akhir 2025

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menargetkan bisa mengumpulkan Rp 20 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan milik 200 wajib pajak besar pengemplang hingga akhir tahun 2025.

Target itu disampaikan Bimo saat menjawab pertanyaan langsung Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait kemampuan penagihan piutang pajak besar negara dalam rapat di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/10/2025).

“Dari hasil Rapimnas, sekitar Rp 20 triliun bisa kami kejar. Namun sebagian wajib pajak masih kesulitan likuiditas dan meminta perpanjangan restrukturisasi utang,” ujar Bimo.

Hingga pertengahan Oktober ini, Ditjen Pajak telah berhasil menagih Rp 7,21 triliun dari total tunggakan tersebut, naik Rp 216 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Bimo menjelaskan, dari 200 pengemplang besar itu, 91 wajib pajak sudah mulai mencicil kewajibannya, sementara 5 wajib pajak dinyatakan macet karena kesulitan likuiditas.

Sisanya, 27 wajib pajak telah berstatus pailit, 4 tengah berada di bawah pengawasan aparat penegak hukum, 5 dalam tahap penelusuran aset, 9 masuk daftar pencegahan bepergian ke luar negeri, dan 1 wajib pajak sudah disandera (gijzeling).

“Yang sudah kami lakukan pencegahan terhadap beneficial owner ada sembilan, satu dalam proses penyanderaan, dan 59 lainnya sedang kami tindak lanjuti,” ungkap Bimo.

Langkah agresif ini menunjukkan keseriusan Ditjen Pajak dalam menagih piutang negara dari para pengemplang besar, sekaligus menguji efektivitas strategi penegakan hukum pajak menjelang akhir tahun fiskal 2025. (alf)

Aktivasi Coretax Masih Seret, Baru 2,6 Juta Wajib Pajak Siap Lapor SPT

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih menghadapi tantangan besar dalam implementasi Sistem Inti Administrasi Pajak atau Coretax, menjelang penerapan penuh untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2025. Hingga pertengahan Oktober 2025, baru 2,6 juta wajib pajak yang mengaktivasi akun Coretax dari total target 14 juta wajib pajak di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, jumlah tersebut terdiri atas 2,05 juta wajib pajak orang pribadi dan 550 ribu wajib pajak badan.

“Masih jauh dari target. Padahal, seluruh pelaporan SPT tahun depan akan dilakukan sepenuhnya melalui sistem Coretax,” ujar Bimo di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Dari total wajib pajak orang pribadi yang telah aktivasi, baru 1,2 juta yang memperoleh kode otorisasi dan sertifikat elektronik dua elemen penting sebagai tanda tangan digital dalam sistem Coretax.

“Kalau belum punya sertifikat elektronik, wajib pajak belum bisa menandatangani SPT secara digital di sistem,” jelasnya.

Meski angka aktivasi masih rendah, Bimo memastikan kesiapan infrastruktur Coretax untuk menghadapi masa pelaporan SPT Tahunan 2025. Sesuai ketentuan, batas waktu pelaporan SPT bagi wajib pajak orang pribadi adalah akhir Maret 2026, sementara untuk wajib pajak badan hingga akhir April 2026.

DJP disebut telah melakukan berbagai langkah percepatan, mulai dari program edukasi dan konseling pajak, hingga simulasi pelaporan SPT untuk memastikan transisi berjalan mulus.

“Simulator untuk SPT badan sudah bisa diakses, sementara simulator untuk orang pribadi sedang kami siapkan. Bulan ini, sekitar 20 ribu pegawai DJP akan melakukan stress test serentak untuk menguji kestabilan sistem,” papar Bimo.

Ia menekankan pentingnya partisipasi aktif wajib pajak untuk segera melakukan aktivasi agar tidak terkendala menjelang tenggat pelaporan.

“Jangan tunggu akhir-akhir. Aktivasi sekarang, supaya nanti pelaporan SPT bisa lancar tanpa hambatan,” imbaunya.

Dengan langkah-langkah tersebut, DJP optimistis tingkat aktivasi Coretax akan terus meningkat seiring meningkatnya kesadaran dan kesiapan digital para wajib pajak di seluruh Indonesia. (alf)

en_US