Jan Prihadi Minta Pertahankan Eksklusivitas Keanggotaan IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Semarang, Jawa Tengah, Jan Prihadi mengapresiasi keputusan Tim Ad Hoc yang membatalkan usulan penambahan klaster anggota dan penghapusan pengurus daerah (Pengda) dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta Kode Etik IKPI.

Menurut Jan, penambahan klaster anggota muda dan madya akan membuat IKPI kehilangan Eksklusivitas. Pasalnya, tidak ada klausul yang mewajibkan anggota muda dan madya memiliki sertifikasi konsultan pajak, karena klaster tersebut rencananya akan diisi oleh mahasiswa dan para pegawai bagian pajak.

“Saat ini, lebih dari 6.700 anggota IKPI yang tersebar di penjuru Indonesia seluruhnya memiliki sertifikasi konsultan pajak. Jika orang yang tidak pernah mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) diterima sebagai anggota IKPI, maka hancurlah eksklusivitas asosiasi terbesar di Indonesia ini,” kata Jan di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, penolakan terhadap usulan penambahan klaster anggota dalam pembahasan AD/ART adalah tindakan yang sudah benar. Karena dikhawatirkan, nantinya karena mereka merasa sebagai anggota IKPI, maka dengan seenaknya melakukan aktivitas selayaknya konsultan pajak, padahal tidak memiliki kompetensi.

“Kekhawatiran itu bukan tidak mungkin terjadi jika dibiarkan. Sekarang saja, sudah banyak orang yang melakukan praktek konsultan pajak padahal mereka tidak memiliki sertifikasi dan izin praktek. Kalau itu dilakukan anggota IKPI, apa tidak kacau,” ujarnya.

Jan Prihadi juga menyinggung dibatalkannya usulan penghapusan Pengda oleh Tim Ad Hoc. Kabarnya, hal itu dikarenakan sebagian besar anggota tim sepakat untuk tetap mempertahankan keberadaan Pengda, dan tentunya dengan tambahan penguatan-penguatan fungsinya.

“Cabang Semarang termasuk yang tidak setuju adanya usulan penghapusan Pengda. Sebab, kami sendiri yang masuk dalam Pengda Jateng-DIY sangat merasakan manfaat keberadaan Pengda, baik itu sebagai garis koordinasi antara cabang, maupun pengurus pusat,” katanya.

Dari hasil voting kata Jan, mayoritas anggota Tim Ad Hoc sepakat untuk mempertahankan Pengda, namun keberadaannya lebih diperkuat.

Demokrasi IKPI Berjalan Baik

Jan juga membandingkan proses Ad Hoc yang dilakukan saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut dia, proses Ad Hoc kali ini sudah jauh lebih baik.

Dia mengaku telah mengikuti beberapa proses Ad Hoc seperti di Kongres Batu, Malang, Makassar, dan Batam. Menurutnya, proses pengambilan keputusan di sana menghadirkan emosi tingkat tinggi dalam, sehingga demokrasinya menjadi menakutkan.

Diungkapkannya, semua peserta Ad Hoc pada saat itu bertahan dengan pendapatnya masing-masing, dan hal ini yang membuat tenaga menjadi terkuras serta waktu Kongres menjadi sangat lama untuk memutuskan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam AD/ART, Kode Etik, dan Program Kerja.

Namun kata dia, saat ini semuanya sudah berubah lebih baik. Pembentukan Tim Ad Hoc dilakukan pasca Mukernas, dengan anggota yang terdiri dari para ketua cabang ataupun perwakilan. Dengan demikian, kejadian di tahun-tahun sebelumnya mengenai adu argumentasi dalam memperdebatkan perubahan dalam AD/ART, Kode Etik, dan Program Kerja tidak akan dilakukan lagi di arena Kongres.

“Semua pembahasan diputuskan sebelum Kongres, jadi saat rapat tertinggi itu digelar, panitia tinggal membacakan saja hasil keputusan tim yang sudah dilaksanakan pasca Mukernas. Setelah itu lanjut dengan pertanggungjawaban pengurus, serta pemilihan ketua umum dan wakil, serta ketua pengawas,” katanya.

Menurutnya, dalam rapat Ad Hoc kali ini, salah satunya adalah membahas usulan penambahan klaster anggota, di mana ada usulan penambahan untuk anggota muda dan madya. Alasannya, penambahan itu untuk mempercepat regenerasi anggota di IKPI.

Namun, dari 42 cabang dan pengurus pusat yang hadir mayoritas memilih untuk menunda adanya penambahan klaster. Sebab, untuk kondisi saat ini penambahan klaster dinilai malah hanya akan menambah beban organisasi.

Kembali kepada proses pengambilan keputusan oleh Tim Ad Hoc. Menurut Jan, semua permasalahan yang dibahas kali ini diselesaikan dengan mekanisme voting, dan semua peserta menerima hasil yang telah diputuskan bersama tanpa ada emosi dan lain sebagainya yang berdampak negatif kepada hubungan personal dan asosiasi.

“Semua yang ada di tim ini orang-orang hebat. Walaupun mempunyai pendapat yang berbeda-beda, tetapi mereka bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin dan menerima apa yang sudah diputuskan oleh suara terbanyak dalam rapat tersebut,” ujarnya. (bl)

 

Gaungkan Pentingnya UU Konsultan Pajak, IKPI Siap Bantu Pemerintah Amankan Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Kecintaan konsultan pajak terhadap negaranya terus diperlihatkan, salah satunya oleh 6.700 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang tersebar di 42 cabang seluruh Indonesia. Ribuan anggota IKPI itu berkomitmen terus mengamankan pemasukan negara dari sektor perpajakan.

“Sebanyak 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia diperoleh dari sektor perpajakan. Selaku asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, IKPI mempunyai tanggung jawab moral untuk ikut bersama pemerintah mengamankan pendapatan itu,” kata Ketua IKPI Cabang Semarang Jan Prihadi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (15/9/2023).

Namun demikian lanjut Jan, ada hal yang tidak kalah penting yang harus hadir di tengah-tengah kebutuhan negara akan pemungutan pajaknya yakni payung hukum yang melindungi hak dari wajib pajak dan konsultan pajak sebagai profesi yang menjembatani antara wajib pajak dan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan.

Menurut Jan, beberapa waktu lalu Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan bersama dengan pengurus pusat kembali memacu semangat para anggotanya agar RUU Konsultan Pajak bisa masuk lagi dalam jadwal Prolegnas DPR 2024.

“Sebagai ketua cabang, saya sangat mendukung rencana pembentukkan Tim Task Force RUU Konsultan Pajak oleh Pak Ketum Ruston dan jajaran Pengurus Pusat IKPI. Selain untuk melindungi wajib pajak, kami konsultan pajak yang telah lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) dan memiliki izin praktek konsultan juga membutuhkan payung hukum yang kuat,” kata dia.

Sebagai profesi penunjang penerimaan negara, Jan menyatakan pembentukkan Tim Task Force RUU KP merupakan hal mendesak untuk penguatan kedudukan profesi konsultan pajak serta juga untuk melindungi wajib pajak dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, atau orang yang berkedok sebagai konsultan pajak.

Diungkapkannya, selama ini dalam berbagai kesempatan baik resmi ataupun tidak, IKPI Cabang Semarang konsisten menyuarakan pentingnya UU Konsultan Pajak, baik itu kepada masyarakat, Kanwil DJP, perguruan tinggi dan Pengurus Pusat IKPI.

“UU Konsultan Pajak Ini adalah aspirasi dari ribuan konsultan pajak dan jutaan wajib pajak di Indonesia yang meminta hak perpajakannya mendapatkan perlindungan hukum yang kuat,” ujarnya.

Terakhir, Jan Prihadi berharap kedepannya UU Konsultan Pajak segera terwujud. Hal ini tentunya dalam rangka penguatan profesi konsultan pajak sebagai pendukung penerimaan negara.

“UU Konsultan Pajak memberikan rasa keadilan. Apalagi, selama ini mereka berjuang untuk lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) supaya bisa memperoleh izin praktek konsultan pajak serta setiap tahun mempertahankan kompetensinya dengan kewajiban mengikuti seminar/PPL sesuai dengan tingkatannya. Ini juga yang diminta Ibu Menkeu Sri Mulyani agar profesi keuangan mempunyai kompetensi, dan itu telah dilakukan oleh seluruh anggota IKPI,” ujarnya.

Tentunya kata Jan, UU Konsultan Pajak kedepan juga akan membatasi orang-orang yang tidak memiliki kapasitas atau kompetensi konsultan pajak. “Jika konsultan pajak yang tidak memiliki kompetensi kemudian melakukan praktek, dipastikan perbuatannya akan merugikan konsultan pajak, dan tentunya bisa mengganggu penerimaan negara juga,” katanya. (bl)

 

 

Rayakan HUT ke-58, IKPI Surabaya, Sidoarjo dan Semarang Gelar Fun Walk Serempak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya, Sidoarjo, dan Semarang, mengerahkan ratusan anggotanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan Fun Walk pada 27 Agustus 2023 Adapun titik kumpul peserta ada di Taman Surya Surabaya (Cabang Surabaya dan Sidoarjo) serta Masjid Agung Simpang Lima (Cabang Semarang).

Gelaran ini merupakan rangkaian acara untuk memeriahkan HUT IKPI ke-58 yang puncaknya akan dilaksanakan di Hotel Rich Carlton, Jakarta pada 31 Agustus 2023.

Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina mengaungkapkan, untuk IKPI Surabaya dan Sidoarjo sedikitnya 200 peserta dari kedua cabang itu menyatakan siap berpartisipasi.

Zeti menegaskan, meskipun kegiatan tersebut bersifat hiburan namun panitia telah menetapkan beberapa aturan yang wajib dilakukan oleh setiap peserta Fun walk.

Beberapa aturan itu diantaranya: Pertama, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 memakai Kaos IKPI dengan gambar “SAYA KOMPETEN” yang disediakan panitia, celana olahraga, sepatu olahraga. Kedua peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 wajib dalam keadaan sehat dan tidak memaksakan diri untuk melakukan kegiatan Fun Walk apabila merasa kurang sehat.

Ketiga, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 tidak diperkenankan memakai pakaian beratribut partai politik dan atribut kampanye

Capres/Cawapres/Caleg. Keempat, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 Wajib menghormati sesama pengguna jalan.

Kelima, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 wajib menjaga ketertiban dan

keamanan serta kebersihan lingkungan, serta dilarang merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain.

Dalam poin selanjutnya di aturan tersebut, panitia juga menegaskan bahwa kegiatan Fun Walk HUT IKPI ke 58 bukan merupakan kegiatan kampanye, sehingga Peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 dilarang membawa MMT/poster/spanduk yg berisi kampanye dukungan terhadap Capres/Cawapres/Caleg/partai tertentu.

“Jadi, kami membuat aturan dengan beberapa poin penting dan itu wajib dipatuhi peserta,” kata Zeti dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/8/2023).

Fun Walk Semarang

Sementara itu, dari Semarang, Jawa Tengah dilaporkan bahwa ditanggal yang sama cabang IKPI di kota ini juga akan mengadakan kegiatan serupa (Fun Walk).

Ketua IKPI Cabang Semarang Jan Prihadi mengungkapkan, bahwa mereka juga akan ambil bagian untuk turut memeriahkan HUT ke-58 IKPI.

Menurut Jan, sedikitnya 70 anggotanya akan ikut berpartisipasi dalam Fun Walk tahun ini.

“Fun Walk akan kami laksanakan pada Minggu 27 Agustus 2023 dengan titik kumpul di Masjid Agung Semarang (Simpang Lima). Adapun rute Fun Walk adalah Simpang Lima – Tugu Muda (Lawang Sewu) dan kembali ke Simpang Lima,” kata Jan melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (19/8/2023).

Jan juga menyampaikan permohonan maaf kepada anggotanya, dikarenakan mereka tidak menyiapkan acara hiburan selain Fun Walk.

“Karena keterbatasan waktu, kami tidak sempat menyiapkan kegiatan hiburan lain,” ujarnya.

Diungkapkannya, kegiatan ini juga hanya diperuntukan terbatas yakni anggota dan keluarga IKPI Semarang. Harapannya, Fun Walk ini bisa meningkatkan keakraban sesama anggota sambil berbaur dengan masyarakat,” katanya.

Jan menyatakan kalau Fun Walk ini merupakan kegiatan pertama yang dilakukan IKPI Semarang. Tetapi, dia berjanji pada kesempatan berikutnya IKPI Semarang akan mengadakan acara serupa dengan menggandeng Kanwil DJP Jateng I. (bl)

 

 

Konsisten Dukung Pengamanan Penerimaan Pajak, IKPI Semarang Terima Penghargaan

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Candisari memberikan penghargaan kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Semarang. Asosiasi konsultan pajak tertua di Indonesia ini, dinilai konsisten mendukung pelaksanaan kegiatan pengamanan penerimaan pajak di wilayah tersebut.

Ketua IKPI Semarang Jan Prihadi mengatakan, pemberiaan penghargaan itu salah satunya dikarenakan beberapa pengurus cabang Semarang membantu menjembatani seluruh anggota yang berurusan dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan demikian, kedua belah pihak memperoleh titik temu.

“Hal ini menunjukkan kepada fiskus bahwa IKPI Semarang solid dan selalu berupaya untuk mengamankan penerimaan pajak bersama mereka,” kata Jan kepada IKPI.or.id, melalui pesan Whatsapp, Sabtu (5/3/2023).

Meskipun telah mendapatkan penghargaan, Jan menyatakan belum ada pencapaian khusus yang dilakukan IKPI semarang. Tetapi, komitmen untuk terus membantu pemerintah dalam memberikan sosialisasi aturan perpajakan kepada wajib pajak badan maupun orang pribadi tetap dijalankan.

“Sebagai asosiasi konsultan pajak dengan jumlah anggota terbanyak, kami juga terus membantu agar target penerimaan pajak bisa terus tercapai,” kata Jan.

Jan juga berpesan, mengutip perkataan populer oleh Prof Jacob Elfinus Sahetapy “hoogmoed komt voor de val” atau “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”

“Jadi apapun hasil positif yang telah kita terima, tetaplah rendah hati dan jangan malah penghargaan itu membuat kita dalam kejatuhan,” ujarnya.

Menanggapi prestasi yang didapatkan IKPI Semarang, Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menyatakan sangat mengapresiasi pencapaian tersebut.

“Saya sangat senang IKPI Cabang Semarang memperoleh penghargaan dari KPP Pratama Semarang Candisari atas dukungan serta kemitraan,” kata Ruston.

Ruston berharap hal itu bisa mamacu semangat IKPI cabang lainnya diseluruh Indonesia untuk konsisten bermitra dengan KPP setempat.

Menurut Ruston, penghargaan yang diterima IKPI Semarang ini melengkapi kebanggaan IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak tertua dan terbesar di Indonesia, yang saat ini mempunyai lebih dari 6.000 anggota.

“Sebelumnya IKPI menerima penghargaan dari Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak yang diserahkan tepat di Hari Pajak pada Juli 2022. Penghargaan diberikan atas dukungan terhadap reformasi kebijakan perpajakan,” kata Ruston. (bl)

 

Pemberian 0% Pajak UMKM Dinilai Tak Efektif

IKPI, Semarang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menilai kebijakan pemerintah terkait peraturan pembebasan pajak terhadap pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak efektif. Kebijakan tersebut diyakini tidak menarik mereka untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak (WP).

Ketua IKPI Cabang Semarang Jan Prihadi Surjawidjaja mengatakan, pelaku UMKM yang peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar per tahun jumlahnya sangat banyak, mungkin mencapai ribuan bahkan jutaan. Namun demikian, jika tidak diberikan penanganan atau pengarahan dari orang yang cocok akan sulit bagi pelaku UMKM secara sukarela mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

“Baru dengar kata pajak saja, para pelaku UMKM sudah ngumpet. Jadi kebijakan yang dikeluarkan juga tidak memancing mereka untuk tertarik menjadi wajib pajak,” kata Jan, Jumat (4/11/2022).

Dia mengusulkan agar setiap Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggandeng stakeholder, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) daerah. Hal ini guna merangkul para pelaku UMKM, agar mereka mendapat informasi yang benar sehingga mau mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

“Jadi memang sosialisasinya harus jemput bola. Tetapi itu juga tidak bisa dilakukan oleh DJP sendiri, melainkan menggandeng pihak-pihak terkait,” ujarnya.

Menurut Jan, tanpa harus ada kebijakan pajak 0%, sesungguhnya para pelaku UMKM juga tidak keberatan jika usahanya itu dikenakan pajak oleh pemerintah. Namun usulnya, pengenaan pajak harus proporsional tergantung dari jenis dan besaran usaha yang dijalankan.

Jan mencontohkan, setiap pedagang kaki lima di Kota Semarang, Jawa Tengah dimintai iuran retrebusi. Retrebusi itu adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (Pemda), dan para pedagang tidak pernah keberatan dengan pajak yang dipungut, karena mereka juga mendapatkan manfaat dari pungutan itu.

“Nah begitu juga dengan pajak UMKM yang dipungut oleh pemerintah pusat. Sebaiknya, sosialisasi yang baik serta pengenaan pajak yang proporsional kepada pelaku UMKM akan membuat mereka lebih tertarik untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, ketimbang memberikan kebijakan pajak 0% seperti saat ini,” katanya.

Sekadar diketahui, perhitungan dalam peraturan lama, bagi wajib pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun akan dikenakan tarif pajak 0,5%. Misalnya sebuah perusahaan memiliki omzet Rp 1,2 miliar per tahun akan langsung dikenakan tarif pajak 0,5% yang dimana perusahaan wajib membayar sekitar Rp 6 juta.

Namun dalam peraturan baru yakni omzet sampai Rp 500 juta dikenakan tarif 0%. Sehingga dapat dikatakan Rp 1,2 miliar tadi dikurangi dengan Rp 500 juta yakni Rp 700 juta saja yang dikenakan tarif pajak 0,5%. Dari perhitungan itu perusahaan hanya membayar sekitar Rp 3,5 juta.

Bagi pelaku Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum melaporkan atau pelaku usaha yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebaiknya segera mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak setempat.

Hal ini berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang berkaitan dengan Perpajakan, dapat dipastikan saat ini dan ke depannya pihak DJP dengan mudah dapat mengetahui pelaku-pekuaku usaha yang tidak ber-NPWP yang mana apabila mereka dipaksa untuk ber-NPWP berakibat pada denda atau sanksi yang dapat memberatkan pelaku usaha itu sendiri. (bl)

id_ID