IKPI, Jakarta: Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo membeberkan simulasi perhitungan pajak penghasilan (PPh) dengan aturan baru. Perhitungan itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Prastowo mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir karena tidak ada pajak baru ataupun kenaikan tarif pajak untuk karyawan. Justru melalui UU Nomor 7 Tahun 2021, kata dia, lapisan penghasilan rendah dulu dikenakan pajak sampai dengan Rp 50 juta sekarang sampai dengan Rp 60 juta dikenai 5 persen.
“Sementara, wajib pajak yang penghasilannya tinggi di atas Rp 5 miliar dikenai pajak 35 persen dari 30 persen sebelumnya,” ujar dia dalam video pendek yang diunggah melalui akun Twitter-nya, @prastow seperti dikutip dari Tempo.co Senin, 2 Januari 2023.
Lalu, untuk karyawan bagaimana kira-kira perhitungan pajak penghasilannya?
Stafsus Sri Mulyani ini kemudian mencontohkan, seorang karyawan bernama Fajar Sadboy berpenghasilan netto-nya Rp 5 juta sebulan atau Rp 60 juta setahun. Cara menghitung penghasilannya adalah dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan selisihnya sebesar Rp 6 juta.
Berarti perhitungan pajaknya menggunakan perhitungan 5 persen dikali Rp 6 juta dan hasilnya Rp 300 ribu.
“Sama, dulu dan sekarang gaji Rp 5 juta tetap kena pajak Rp 300 ribu,” kata Prastowo.
Namun kabar baiknya kata dia, jika Fajar Sadboy itu gajinya Rp 9,5 juta per bulan atau penghasilan netto Rp 114 juta setahun, lalu dikurangi PTKP Rp 54 juta hasilnya sebesar Rp 60 juta.
Dengan demikian, jika sebelumnya Fajar Sadboys harus membayar dua lapis yakni tarif 5 persen kali Rp 50 juta, dan 15 persen kali Rp 10 juta, sehingga total pajak yang harus dibayar sebesar Rp 4 juta.
Nah dengan UU baru kata Prastowo, Fajar Sadboy cukup membayar 5 persen kali Rp 60 juta atau membayar sebesar Rp 3 juta. Artinya dia lebih hemat membayar pajak sebesar Rp 1 juta.
UU baru justru melindungi wajib pajak
“UU baru tidak menambah pajak baru tidak menaikan tarif, tapi justru melindungi dan ada efisiensi penghematan pajak Rp 1 juta, pastikan tidak perlu khawatir mari terus taat pajak,” cuit Prastowo.
Sementara Direktorat Jenderal Pajak melalui akun Twitter resminya juga menjelaskan soal pengenaan pajak terhadap gaji karyawan. Soal pengenaan pajak sebenarnya bukan aturan baru, melainkan sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
“Justru di Undang-Undang HPP bracket penghasilan kena pajak tersebut diubah agar lebih adil,” cuit akun @DitjenPajakRI kemarin.
Di UU HPP lapisan tarif penghasilan kena pajak dinaikkan menjadi 60 juta dari sebelumnya 50 juta per tahun. Penambahan bracket ini justru memberikan keringanan bagi Wajib Pajak.
Dalam UU HPP besaran PTKP tidak berubah yaitu bagi orang pribadi lajang sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 Juta per tahun. Tambahan sebesar Rp 4,5 juta diberikan untuk Wajib Pajak yang kawin dan masih ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang.
Dari ilustrasi yang diunggah, tidak ada yang baru dari kebijakan ini. Perubahan peraturan dari UU PPh ke UU HPP ini tidak menambah beban pajak sama sekali bagi orang pribadi dengan gaji sampai dengan Rp 5 juta sebulan.
Dalam penjelasan Ditjen Pajak tersebut disampaikan masyarakat berpenghasilan sampai dengan Rp 4,5 juta per bulan juga tetap tidak membayar PPh sama sekali dengan mekanisme penghasilan tidak kena pajak. (bl)