Direktur Keuangan Korea Sebut MoU IKPI dan KACTAE Jadi Jembatan Kepercayaan ASEAN

IKPI, Jakarta: Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Korean Association of Certified Tax Accountants Examination (KACTAE) menjadi momen penting dalam penguatan hubungan profesional antara Indonesia dan Korea Selatan. Acara yang berlangsung di Jakarta pada Jumat (9/5/2025), dihadiri oleh Direktur Komite Keuangan ASEAN-Korea, Lee Young-Jick, yang menyampaikan pesan kuat tentang arti strategis kolaborasi di bidang perpajakan lintas negara.

Dalam sambutannya, Lee menegaskan bahwa kerja sama ini bukan sekadar seremoni atau dokumen hitam di atas putih. “Ini adalah keyakinan bersama atas pentingnya kepercayaan, pengetahuan, dan koneksi antarmanusia,” ujarnya.

Ia menyoroti peran vital sistem perpajakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lintas batas, termasuk dalam perdagangan, investasi, dan ekonomi digital yang kini berkembang pesat di kawasan ASEAN.

Menurut Lee, pajak tidak hanya soal hukum dan angka, tetapi merupakan fondasi dari keuangan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan yang adil. “Di balik struktur pajak yang kompleks, ada masyarakat keluarga, pelaku UMKM, pekerja, pemilik toko, dan pemimpin komunitas yang menjadi jantung dari perekonomian,” tuturnya.

Lee juga menyinggung realitas ekonomi modern yang ditopang oleh aplikasi digital, platform dagang, dan sistem transportasi canggih. “Setiap kali kita memesan ojek lewat Go-Jek, berbelanja di Tokopedia, atau naik MRT di Jakarta ada sistem perpajakan yang bekerja secara senyap namun menentukan,” katanya.

Ia mengapresiasi dinamika ekonomi Indonesia serta budaya dan komunitas lokalnya yang kuat. Menurutnya, kerja sama Indonesia-Korea dalam bidang perpajakan menunjukkan bahwa kedua negara tidak hanya mitra bisnis, melainkan sahabat yang tumbuh bersama dalam saling belajar dan saling membantu.

“Ketika perpajakan menjadi transparan, kepercayaan tumbuh. Dan ketika kepercayaan dan perdagangan berjalan bersama, maka bangsa pun bangkit bersama,” kata Lee.

Sekadar informasi, penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Presiden KACTAE, Jang Bo-won. Kolaborasi ini diharapkan menjadi awal dari hubungan yang lebih dalam dalam hal pertukaran pengetahuan, pengembangan profesional, dan harmonisasi sistem perpajakan untuk mendukung iklim bisnis yang adil dan berkelanjutan di kawasan Asia Timur dan Tenggara. (bl)

Anak Muda “Gila” Cuan Saham, Tapi Sudah Tahu Cara Pajaknya?

IKPI, Jakarta: Tren investasi saham makin digandrungi anak muda. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, hingga Juni 2024, lebih dari separuh investor pasar modal tepatnya 55,38 persen berasal dari kalangan milenial dan generasi Z, alias mereka yang berusia di bawah 40 tahun. Tapi, seiring ramainya transaksi di lantai bursa, satu hal yang sering luput dari perhatian: pajak!

Banyak investor pemula fokus pada potensi keuntungan, tapi belum memahami bahwa tiap transaksi saham juga punya konsekuensi fiskal. Nah, biar gak salah langkah, berikut ini pajak yang berlaku dalam investasi saham berdasarkan regulasi terkini.

Pajak Jual-Beli Saham

Bagi investor individu maupun badan usaha, setiap penjualan saham di pasar modal dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,1 persen dari nilai bruto transaksi. Khusus untuk para pendiri perusahaan yang melepas sahamnya, ada tambahan tarif 0,5 persen dari nilai saham pada saat penutupan BEI tahun 1996 atau dari nilai saat IPO jika perusahaannya listing setelah 1997.

Selain itu, investor juga harus membayar biaya transaksi dari BEI serta PPN atas broker fee sebesar 10 persen.

Dividen Bisa Bebas Pajak, Asal…

Kabar baiknya, dividen yang diterima dari perusahaan dalam negeri bisa dikecualikan dari objek pajak. Syaratnya? Dana dividen tersebut harus diinvestasikan kembali minimal selama tiga tahun ke berbagai instrumen yang telah ditentukan pemerintah mulai dari Surat Berharga Negara, obligasi BUMN, investasi infrastruktur, hingga penyertaan modal di perusahaan dalam negeri.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Pemerintah ingin mendorong reinvestasi sebagai motor penggerak ekonomi nasional, dan di sisi lain memberikan insentif pajak bagi investor.

Dengan mengetahui aspek perpajakan, para investor muda tidak hanya cuan secara finansial, tapi juga taat hukum. Jadi, sebelum klik tombol buy atau sell, pastikan juga memahami kewajiban fiskal di balik setiap transaksi. (alf)

 

 

 

 

Trump Usulkan Kenaikan Pajak Orang Super Kaya jadi 39,6%

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk individu dan pasangan suami-istri super kaya, dalam langkah yang mengejutkan banyak pihak dan memicu perdebatan tajam di internal Partai Republik.

Dalam rencana yang diungkapkan akhir pekan ini, Trump mengusulkan agar tarif tertinggi PPh naik dari 37% menjadi 39,6%. Kenaikan ini akan berlaku bagi individu yang memiliki penghasilan minimal 2,5 juta dolar AS (sekitar Rp41,28 miliar) per tahun dan pasangan dengan penghasilan 5 juta dolar AS (sekitar Rp82,57 miliar).

Langkah ini dinilai kontradiktif dengan garis ideologis Partai Republik yang selama ini cenderung menolak kenaikan pajak, terutama bagi kalangan berpenghasilan tinggi. Namun Trump menilai kebijakan tersebut dibutuhkan untuk mendanai pemotongan pajak yang lebih besar bagi kelas menengah dan pekerja.

“Saya sebenarnya menyukai konsepnya. Tapi saya tidak ingin itu digunakan melawan saya secara politis. Banyak orang kalah pemilu karena isu pajak, bahkan yang lebih kecil dari ini,” ujar Trump seperti dikutip dari Time, Sabtu (10/5/2025).

Usulan ini muncul di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) besar dengan Kongres, yang bertujuan memperpanjang masa berlaku Tax Cuts and Jobs Act 2017 yang akan kedaluwarsa tahun depan.

Selain menaikkan tarif pajak untuk orang kaya, Trump juga mengusulkan penghapusan celah pajak yang dikenal sebagai carried interest loophole. Skema ini selama ini dimanfaatkan manajer hedge fund, private equity, dan modal ventura untuk membayar pajak lebih rendah, hanya sekitar 20%.

Rencana ini juga dilatarbelakangi tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah. The Federal Reserve diperkirakan harus membiayai ulang utang sebesar 7 triliun dolar AS (sekitar Rp115,60 kuadriliun) tahun ini. Banyak ekonom menilai bahwa peningkatan pajak untuk kelompok super kaya dapat menjadi sumber penerimaan baru yang signifikan.

Namun, tidak semua pihak di Partai Republik sejalan dengan usulan ini. Ketua DPR Mike Johnson dan kelompok konservatif seperti Americans for Tax Reform menentang keras. “Menaikkan tarif pajak menjadi 39,6% adalah ide Kamala Harris. Dia kalah dari Trump. Tidak perlu mengadopsi kebijakannya,” ujar pernyataan kelompok tersebut.

Sebaliknya, tokoh-tokoh yang dekat dengan basis pendukung Trump seperti Wakil Presiden JD Vance, Direktur Anggaran Russell Vought, dan mantan penasihat strategis Steve Bannon, menyatakan dukungan terhadap usulan tersebut.

Trump juga disebut mengajukan kenaikan batas pengurangan pajak negara bagian dan lokal (SALT cap) dari 10.000 dolar AS menjadi 30.000 dolar AS. Kebijakan ini diyakini akan menguntungkan pemilik properti di wilayah-wilayah kaya seperti New York dan California.

Meskipun Trump sebelumnya sempat khawatir bahwa pajak tinggi dapat mendorong pelarian modal dan migrasi jutawan, ia kini menilai usulan ini sebagai upaya menyeimbangkan persepsi bahwa Partai Republik hanya berpihak pada kaum elit.

Jika disetujui, rencana ini dapat menjadi pergeseran besar dalam arah kebijakan fiskal Partai Republik menjelang pemilu 2026, yang diprediksi akan kembali mempertemukan Trump dan Presiden Joe Biden. (alf)

 

IKPI Dorong Generasi Muda dan Akademisi Perkaya Wawasan Pajak Lewat Website Resmi

IKPI, Jakarta: Dalam semangat menjadikan organisasi sebagai pusat pengetahuan perpajakan nasional, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengeluarkan surat edaran resmi yang mengajak para dosen, tenaga pendidik, serta generasi milenial dan Gen Z di lingkup IKPI untuk aktif menyumbangkan karya tulis ilmiah dan opini perpajakan.

Surat edaran bernomor S-93/PP.IKPI/V/2025 itu ditandatangani oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono, pada 8 Mei 2025.

Dalam surat tersebut, IKPI menindaklanjuti hasil pertemuan dengan komunitas akademik dan generasi muda pada awal Mei lalu dengan tujuan memperkaya konten website organisasi sebagai bagian dari inisiatif “IKPI sebagai Center of Knowledge Perpajakan Indonesia.”

IKPI mengundang para anggota yang juga merupakan akademisi untuk mengirimkan tulisan seperti artikel, opini, kajian, hingga laporan pengabdian masyarakat yang membahas isu-isu perpajakan aktual maupun regulasi terbaru. Materi dapat berupa karya orisinal maupun yang telah dipublikasikan sebelumnya, selama disertai sumber lengkap.

Setiap tulisan harus diketik dalam format Microsoft Word, menggunakan font Arial ukuran 11, dengan panjang maksimal 4.000 kata. Seluruh naskah dapat dikirim melalui email ke redaksi-humas@ikpi.or.id, dan tim redaksi akan melakukan proses editorial agar sesuai dengan standar unggahan situs resmi IKPI.

Langkah ini diharapkan tidak hanya mendorong pertukaran gagasan dalam komunitas perpajakan, tetapi juga memperkuat posisi IKPI sebagai wadah intelektual dan profesional dalam menghadapi dinamika fiskal yang terus berkembang.

“Kami ingin mendorong keterlibatan aktif dari generasi muda dan akademisi untuk berbagi pemikiran yang kritis dan solutif dalam isu-isu perpajakan. Ini bagian dari komitmen kami membangun ekosistem ilmu yang kuat di Indonesia,” ujar Vaudy, Minggu (11/5/2025). (bl)

Sektor Tambang dan Jasa Keuangan Dongkrak Pajak, Tembaga Jadi Andalan Baru

IKPI, Jakarta: Sektor usaha strategis memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak bruto pada triwulan I 2025. Dua sektor yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi adalah sektor pertambangan dan sektor jasa keuangan. Keduanya memberikan sumbangan besar bagi kas negara, didorong oleh tren positif di tingkat profitabilitas dan aktivitas usaha.

Sektor pertambangan mencatatkan kontribusi 9,3% terhadap total penerimaan pajak, dengan performa cemerlang datang dari subsektor bijih logam, terutama tembaga dan logam mulia.

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Rapat Dengan Pendapat dengan Komisi XI DPR baru-baru.ini, menyebutkan bahwa peningkatan setoran PPh Badan dari sektor ini disebabkan oleh kinerja yang sangat baik pada tahun pajak sebelumnya, yang terefleksi dalam pembayaran masa pajak awal tahun 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa industri ekstraktif, terutama yang terintegrasi dengan rantai pasok global, sedang dalam fase ekspansi yang sehat.

Di sisi lain lanjut Suryo, sektor jasa keuangan juga menunjukkan ketahanan yang kuat dengan kontribusi 14,4% terhadap total penerimaan. Rata-rata setoran pada periode Desember 2024 hingga Maret 2025 mencapai Rp18,3 triliun, meningkat 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan ini menunjukkan stabilitas sektor keuangan, khususnya perbankan dan asuransi, serta meningkatnya aktivitas pasar modal dan jasa pembiayaan,” ujarnya.

Selain pertambangan dan jasa keuangan, sektor industri pengolahan juga tetap menjadi tulang punggung penerimaan, dengan kontribusi sebesar 23,2%. Rata-rata setoran dari sektor ini pada Desember 2024 hingga Maret 2025 tercatat sebesar Rp49,0 triliun, tumbuh 1,13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Industri logam dasar, kendaraan bermotor, dan bahan kimia menjadi penggerak utama dari sektor ini, yang juga berkontribusi terhadap kenaikan PPN Impor.

Pemerintah juga mencermati bahwa pola pertumbuhan penerimaan ini tidak hanya menunjukkan pemulihan ekonomi, tetapi juga membuktikan bahwa kebijakan fiskal dan reformasi perpajakan yang dijalankan dalam beberapa tahun terakhir mulai membuahkan hasil.

“Kami akan terus memperkuat pengawasan berbasis data, memperluas basis pajak, dan meningkatkan pelayanan agar tren positif ini menjadi berkelanjutan,” ujar Suryo Utomo. (bl)

 

PPN dan PPh 21 Rebound: Sinyal Kuat Pemulihan Ekonomi di Kuartal I 2025

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak pada Maret 2025 menunjukkan sinyal positif bagi pemulihan ekonomi nasional. Dua jenis pajak yang sangat terkait dengan aktivitas konsumsi dan tenaga kerja, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, sama-sama mencatatkan pertumbuhan yang signifikan setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi.

Pada pemaparannya di Rapat Dengan Pendapat (RDP) Ditjen Pajak dengan Komisi XI DPR baru-baru ini, Dirjen Pajak Suryo Utomo, menyatakan, penerimaan PPN Dalam Negeri tumbuh sebesar 8,0% pada bulan Maret, mencapai rerata Rp60,9 triliun dalam periode Desember 2024 hingga Maret 2025. Angka ini sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya dan menandai rebound dari pelemahan yang terjadi di Januari dan Februari.

Menurutnya, kenaikan ini dipicu oleh menguatnya konsumsi rumah tangga dan pemulihan kegiatan usaha, terutama di sektor industri pengolahan dan perdagangan besar.

Sementara itu, PPh 21 juga menunjukkan perbaikan, dengan pertumbuhan 3,3% pada Maret 2025. Peningkatan ini disebabkan oleh membaiknya penghasilan pegawai serta berkurangnya jumlah wajib pajak yang mengkompensasikan kelebihan bayar PPh 21 tahun 2024 pada masa pajak Maret.

Diungkapkan Suryo, pada dua bulan sebelumnya, penerimaan PPh 21 sempat menurun karena dampak implementasi sistem Tarif Efektif Rata-rata (TER) dan peningkatan restitusi.

Selain itu, tren musiman juga menjadi faktor penting dalam pola penerimaan pajak. Setiap tahun, penerimaan cenderung lebih rendah pada Januari dan Februari karena efek pergantian tahun anggaran dan penyesuaian administrasi wajib pajak.

“Maret menjadi bulan pemulihan karena berbagai pelaporan dan pembayaran mulai dilakukan, khususnya dari dunia usaha yang telah menyelesaikan laporan keuangan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari pola penerimaan tahun-tahun sebelumnya yang konsisten,” ujarnya.

Dirjen Pajak juga menegaskan bahwa reformasi sistem pemotongan dan pelaporan pajak melalui implementasi TER telah memberikan dampak jangka pendek terhadap penurunan setoran, tetapi ke depannya diharapkan meningkatkan transparansi dan kemudahan administrasi bagi wajib pajak.

Dengan rebound yang terjadi di Maret, pemerintah kini lebih percaya diri bahwa adaptasi terhadap sistem baru akan berlanjut dengan tren yang stabil, bahkan meningkat, seiring makin membaiknya kepercayaan dan partisipasi wajib pajak. (bl)

Bank Kini Wajib Hitung Pajak Berdasarkan Laporan ke OJK, Bukan Lagi Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menghadirkan terobosan penting dalam mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 khusus untuk Wajib Pajak bank. Aturan baru ini bertujuan meningkatkan akurasi dan transparansi pembayaran pajak sektor perbankan dengan mengacu langsung pada laporan keuangan resmi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mengacu Pasal 227 PMK tersebut, dasar penghitungan angsuran PPh 25 adalah laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi bank sejak awal tahun hingga masa pajak berjalan. Dengan demikian, pemerintah menekankan pentingnya data keuangan terkini dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayar secara berkala.

Penghasilan neto bank akan dikenakan tarif sesuai Pasal 17 UU PPh, setelah dikurangi sejumlah elemen seperti pajak yang telah dipotong (Pasal 22) serta angsuran PPh 25 sebelumnya. Namun demikian, penghasilan dari luar negeri serta penghasilan yang bersifat final atau bukan objek pajak dikecualikan dari penghitungan.

Menariknya, aturan ini juga memberi ruang bagi bank yang mengalami kerugian fiskal. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan terhadap penghasilan neto sebelum menentukan angsuran pajak yang harus dibayar.

Langkah ini dipandang sebagai bentuk modernisasi administrasi perpajakan yang sejalan dengan praktik good governance di sektor keuangan. (alf)

 

 

 

PPPK Kemenkeu Dukung Penuh Kolaborasi IKPI dan KACTAE: Perkuat Posisi Konsultan Pajak 

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah strategis Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang menjalin kerja sama dengan Korean Association of Certified Tax Accountants Examination (KACTAE). Nota kesepahaman (MoU) antara kedua asosiasi ini resmi ditandatangani di kantor sekretariat pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (9/5/2025),

Perwakilan PPPK, Lury Sofyan, yang hadir pada kegiatan itu memberikan apresiasi atas terselenggaranya kolaborasi lintas negara ini. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa profesi konsultan pajak kini memiliki posisi strategis di tengah upaya reformasi sistem perpajakan nasional.

“Kami dari Kementerian Keuangan, khususnya PPPK, memberikan dukungan sangat positif terhadap kegiatan seperti ini. Dengan diakuinya konsultan pajak sebagai profesi resmi dalam Undang-Undang P2SK, peran mereka tidak lagi sekadar membantu kepatuhan pajak, tapi juga menjadi bagian penting dari tata kelola keuangan negara,” ujar Lury.

Ia juga mengungkapkan bahwa pertukaran pengetahuan dan pengalaman dengan asosiasi profesi dari negara lain sangat diperlukan dalam membangun ekosistem perpajakan yang sehat dan adaptif.

“Beberapa bulan lalu kami berdiskusi dengan rekan-rekan dari Australia, dan kini kolaborasi dengan Korea Selatan memberikan dimensi baru yang sangat positif. Korea adalah salah satu investor asing terbesar di Indonesia, dan tentu kerja sama ini bisa memperkuat hubungan strategis, tidak hanya antarprofesi, tetapi juga antarpemerintah,” tambahnya.

Lury juga menyoroti pentingnya peran asosiasi dalam memperkuat komunikasi dan pemahaman antarnegara di bidang perpajakan. “Saya yakin kerja sama ini bisa membuka jalan bagi kolaborasi G2G antara Kementerian Keuangan Indonesia dan Kementerian Keuangan Korea Selatan di masa mendatang.” katanya.

Sebelum mengakhiri sambutannya, Lury menyampaikan ucapan selamat datang kepada Direktur Kerja Sama Internasional KACTAE, Mr. Park Dong-ho, yang akan membagikan wawasan dan pengalaman perpajakan dari Korea Selatan dalam sesi selanjutnya.

“Pertemuan seperti ini adalah bentuk nyata dari knowledge exchange yang bermanfaat, bukan hanya bagi konsultan pajak, tapi juga bagi pengembangan sistem perpajakan nasional secara keseluruhan.” ujarnya.

Menurut Lury, penandatanganan MoU ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat standar profesionalisme konsultan pajak Indonesia, sekaligus membuka peluang baru dalam kerja sama internasional di bidang perpajakan. (bl)

Jumlah Pelapor SPT di Sulsel Menurun, DJP Luncurkan Operasi Patuh Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penurunan signifikan jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) di Sulawesi Selatan (Sulsel) per 31 Maret 2025. Berdasarkan data Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra), hanya 609.646 wajib pajak yang menyampaikan SPT turun 8,43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Mayoritas penurunan terjadi pada wajib pajak orang pribadi, yang hanya mencatatkan 595.364 pelapor, berkurang 8,24%. Sementara itu, SPT dari badan usaha hanya berjumlah 14.282, anjlok hingga 15,7%.

Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, Heri Kuswanto, menyebut momentum libur Lebaran yang bertepatan dengan batas akhir pelaporan SPT menjadi salah satu penyebab turunnya kepatuhan.

Meski DJP sempat memberikan perpanjangan waktu, banyak masyarakat diduga tidak mengetahui informasi tersebut. “Ini menjadi keprihatinan kami dan tentu akan menjadi bahan evaluasi ke depan,” ujar Heri dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Meski pelaporan SPT menurun, penerimaan pajak Sulsel pada kuartal I/2025 masih menunjukkan angka yang cukup kuat, mencapai Rp2,03 triliun. Namun, kontribusinya sangat timpang. Dari total itu, Rp1,38 triliun disumbang oleh 63.370 wajib pajak badan. Sedangkan 713.836 wajib pajak orang pribadi hanya menyetor Rp202 miliar.

“Kontribusi wajib pajak orang pribadi masih sangat kecil. Kami menduga masih banyak yang belum melaporkan omzet secara jujur,” tegas Heri.

Menanggapi hal tersebut, DJP Sulselbartra akan meluncurkan program Operasi Layanan Patuh Pajak yang menurunkan petugas langsung ke lapangan untuk memberikan edukasi dan konsultasi perpajakan. Petugas akan dilengkapi surat tugas, identitas resmi, dan seragam khusus. Operasi ini juga akan melibatkan aparat hukum serta pemangku wilayah demi menjaga integritas pelaksanaan.

“Para petugas sudah menandatangani pakta integritas. Kami pastikan tidak akan ada ruang bagi penyimpangan,” kata Heri. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Maret Tembus Rp467 T, DJP Klaim Penerimaan Masuk Tren Positif

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan kabar menggembirakan terkait kinerja penerimaan negara saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (7/5/2025). Ia mengungkapkan bahwa penerimaan pajak bruto hingga akhir Maret 2025 telah mencapai Rp467 triliun, dengan pertumbuhan positif pada bulan Maret setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi.

“Postur APBN 2025 tetap mengacu pada UU No. 62 Tahun 2024, dan realisasi penerimaan negara hingga 31 Maret telah menunjukkan arah pemulihan yang baik,” ujar Suryo.

Ia menjelaskan bahwa pada bulan Januari dan Februari, penerimaan pajak sempat tertekan akibat penurunan PPh 21 karena dampak implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) serta peningkatan restitusi.

Namun, kondisi mulai berbalik arah pada Maret. Penerimaan pajak di bulan tersebut naik signifikan, sejalan dengan pola musiman yang biasa terjadi tiap tahun, di mana penerimaan meningkat setelah pelemahan di awal tahun.

Data yang disampaikan menunjukkan, penerimaan perpajakan secara keseluruhan telah mencapai Rp516,1 triliun atau sekitar 17,2% dari target APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun. Dari jumlah itu, penerimaan pajak mencapai Rp400,1 triliun dan cukai serta kepabeanan sebesar Rp116,0 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga berkontribusi Rp104,2 triliun.

Sementara itu, belanja negara hingga akhir Maret tercatat sebesar Rp620,3 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp413,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp207,1 triliun.

Dengan komposisi ini, APBN mencatat defisit sebesar Rp104,2 triliun atau 0,43% terhadap PDB, dan keseimbangan primer negatif Rp17,5 triliun. Meski demikian, pemerintah tetap optimis pengelolaan fiskal tetap terjaga, ditopang oleh tren penerimaan yang kembali positif serta belanja negara yang mulai meningkat seiring dengan program-program prioritas nasional.

“Kami akan terus mengawasi tren ini dengan ketat dan menjaga momentum pertumbuhan penerimaan di tengah tantangan ekonomi global dan domestik,” kata Suryo. (bl)

 

 

en_US