Pemerintah Kantongi Rp 10,7 Triliun dari Pengusaha PMSE Pemungut PPN

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengantongi Rp10,7 triliun usai menunjuk 143 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per 31 Januari 2023.

Saat ini bertambah 9 pelaku usaha jika dibandingkan dengan yang dicatatkan sebelumnya pada dua bulan lalu. Rinciannya, 4 penunjukan di Desember 2022 dan 5 lainnya pada Januari 2023.

Setoran pajak itu berasal dari pemungutan yang dilakukan oleh 118 perusahaan, termasuk Netflix dan Google.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran 2020, Rp3,0 triliun setoran 2021, Rp5,51 triliun setoran 2022, dan Rp543,9 miliar setoran Januari 2023 ini,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (13/2/2023).

Empat perusahaan yang ditunjuk pada Desember lalu adalah Wondershare Global Limited, Asiaplay Taiwan Digital Entertainment Ltd, Taxamo Checkout Ltd, dan Amplitude, Inc.

Sementara itu, lima perusahaan yang ditunjuk pada Januari 2023, yakni Unity Technologies SF, Epic Games Commerce GmbH, Epic Games Entertainment International GmbH, Amazon Advertising LLC, dan Amazon Service Europe S.a.r.l.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 PMK.03/2022 disebutkan bahwa pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

Pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN, bisa berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lain yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Sementara itu, kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, antara lain nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan dan atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan. (bl)

 

Realisasi Restitusi Pajak Tahunan Meningkat

IKPI, Jakarta: Sampai dengan akhir Oktober 2022, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak tercatat Rp 190,14 triliun. Restitusi pajak naik 7,90% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak) Kementerian Keuangan menyebut, realisasi restitusi pada periode laporan didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar Rp 145,07 triliun atau meningkat 24,83% secara tahunan.

Selain PPN Dalam Negeri, restitusi pada periode laporan juga didominasi oleh restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 sebesar Rp 38,06 triliun. Namun realisasi ini tumbuh negatif 25,05% secara tahunan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, realisasi restitusi yang didominasi oleh restitusi PPN Dalam Negeri yang dipercepat dikarenakan pemerintah melalui Ditjen Pajak ingin membentuk pengusaha kena pajak (PKP) menjaga likuiditas keuangan di masa pandemi.

“Tujuannya adalah agar PKP masih tetap memiliki dana untuk tetap bertahan di masa pandemi atau bahkan melakukan pemulihan kegiatan usaha,” ujar Prianto dikutip dari Kontan.co.id, Kamis (17/11/2022).

Selain restitusi PPN Dalam Negeri, ada juga restitusi PPh Pasal 25/29. Prianto bilang, restitusi ini disebabkan biasanya oleh kondisi bisnis yang mengalami penurunan sehingga PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh badan terutang. Menurutnya, restitusi seperti ini diperoleh setelah ada pemeriksaan pajak atau bahkan harus melalui proses sengketa pajak hingga ke pengadilan pajak.

Untuk di tahun depan, Prianto melihat gambaran restitusi masih akan memiliki pola yang sama. Perkiraannya, restitusi PPh Pasal 25/29 sepertinya akan menurun karena dunia usaha semakin pulih sehingga ada PPh Badan kurang bayar.

“Untuk PPN, restitusi dulu sebelum pemeriksaan masih tetap ada. Pasalnya, pemerintah secara rutin di setiap tahun menetapkan PKP berisiko rendah dan PKP patuh. Kedua kelompok PKP tersebut berhak mendapatkan restitusi pendahuluan sebelum ada pemeriksaan,” katanya.

Sebagai gambaran, Prianto menyampaikan, ada dua mekanisme restitusi PPN, yaitu (1) pemeriksaan dulu kemudian restitusi, dan (2) restitusi terlebih dahulu, kemudian baru pemeriksaan. Untuk restitusi PPN yang pertama tersebut menggunakan prosedur normal dan bisa melalui sengketa pajak dulu hingga ke Pengadilan Pajak agar PKP mendapatkan restitusi sementara.

Sementara, restitusi PPN yang kedua, berlaku untuk PKP Patuh atau memiliki risiko rendah sehingga diberi fasilitas kemudahan oleh pemerintah.

Berdasarkan data Ditjan Pajak, rincian realisasi restitusi menurut sumbernya didominasi oleh restitusi dipercepat, yaitu sebesar Rp 79,62 triliun atau terpantau tumbuh 62,60% secara tahunan.

Sedangkan restitusi dari upaya hukum tercatat sebesar Rp 27,49 triliun atau menurun 3,02% secara tahunan dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian restitusi normal tercatat Rp 83,03 triliun atau turun 16,05% secara tahunan dari periode yang sama pada tahun lalu.(bl)

en_US