DJP Catat Sistem Coretax Berhasil Validasi 236.221 Faktu Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah meluncurkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) pada 1 Januari 2025. Aplikasi ini dimaksudkan untuk mempermudah administrasi perpajakan di Indonesia. Namun, sistem baru yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini menghadapi sejumlah kendala teknis, seperti masalah login dan penerbitan faktur pajak yang mengganggu proses administrasi perpajakan.

Hingga 9 Januari 2025, tercatat sebanyak 126.590 Wajib Pajak (WP) berhasil memperoleh sertifikat digital untuk menandatangani faktur pajak secara elektronik. Sementara itu, sekitar 34.401 WP telah berhasil menerbitkan 845.514 faktur pajak. Dari jumlah tersebut, 236.221 faktur pajak telah berhasil divalidasi atau disetujui oleh sistem.

Meski demikian, DJP menggarisbawahi bahwa WP tidak perlu khawatir akan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan penerbitan atau pelaporan pajak selama masa transisi ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP Pajak Dwi Astuti, dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini memastikan bahwa tidak ada beban tambahan bagi WP akibat perubahan sistem yang digunakan. “DJP akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kapasitas Coretax agar lebih efisien,” ujarnya.

Sistem Coretax ini menggantikan sistem perpajakan sebelumnya dan diharapkan dapat menyederhanakan proses administrasi serta meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Namun, sejumlah kendala teknis yang muncul, termasuk kegagalan dalam login dan proses penerbitan faktur pajak, telah menyebabkan beberapa keluhan dari WP yang terhambat dalam menjalankan kewajibannya.

Masyarakat diminta untuk tidak khawatir dan dapat mengakses informasi serta panduan terkait sistem baru ini melalui situs resmi DJP di www.pajak.go.id. Bagi WP yang mengalami kesulitan, DJP juga menyediakan layanan bantuan melalui kantor pajak setempat atau Kring Pajak 1500 200.

Meski tantangan teknis ini masih ada, DJP berkomitmen untuk menyempurnakan sistem Coretax, dengan tujuan akhirnya untuk menciptakan sistem administrasi perpajakan yang lebih modern dan efisien. (alf)

Departemen FGD IKPI Undang Pengda dan Pengcab Berpartisipasi dalam Forum Diskusi Rakor

IKPI, Jakarta: Departemen Focus Group Discussion (FGD) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengundang seluruh Pengurus Daerah (Pengda), Pengurus Cabang (Pengcab) dan seluruh anggota IKPI untuk berpartisipasi aktif sebagai narasumber dalam Forum FGD yang akan dilaksanakan pada hari pertama Rapat Koordinasi (Rakor) di Hotel Jambu Wuluk, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/1/2025).

Forum ini mengusung tema “Dampak Putusan MK Nomor 26/2023 bagi KP dan Memperkuat Peran KP Lewat Penyesuaian RUU KP”. Diskusi bertujuan untuk membahas implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023, yang mengamanatkan pengalihan pembinaan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA) paling lambat pada 31 Desember 2026.

Ketua Departemen FGD Suwardi Hasan menegaskan, nantinya diskusi ini akan menjawab dua poin penting:

1. Dampak Putusan MK dan Antisipasi: Menelaah dampak putusan tersebut terhadap profesi Konsultan Pajak (KP) dan mengusulkan langkah antisipasi atas potensi dampak negatif bagi profesi KP.

2. Penguatan Peran KP melalui RUU KP: Memberikan masukan terkait perubahan isi RUU KP untuk memperkuat peran KP dalam menjaga kemandirian organisasi.

Menurut Suwardi, forum ini merupakan kesempatan strategis untuk menggali potensi dan ide dari seluruh pengda dan pengcab agar dapat memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat posisi KP di tengah perubahan regulasi.

“Undangan terbuka ini bertujuan untuk mendorong keterlibatan aktif semua pihak dalam memanfaatkan forum diskusi yang telah disediakan,” ujar Suwardi, Minggu (12/1/2025).

Bagi pengda dan pengcab yang berminat, diharapkan segera mengajukan nama narasumber yang akan tampil dalam forum. Partisipasi aktif ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan organisasi serta memperkuat peran KP dalam menghadapi tantangan ke depan. (bl)

Penerimaan Bea Keluar Diproyeksikan Turun Drastis Akibat Larangan Ekspor Konsentrat Tembaga

IKPI, Jakarta: Target penerimaan dari pungutan bea keluar pada tahun 2025 diproyeksikan turun drastis, menyusul diberlakukannya larangan ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan langkah pemerintah untuk mendorong hilirisasi di sektor pertambangan.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai M. Aflah Farobi, mengungkapkan bahwa selama ini penerimaan bea keluar sebagian besar berasal dari ekspor konsentrat tembaga. Sepanjang 2024, total penerimaan bea keluar mencapai Rp20,8 triliun, di mana Rp11 triliun di antaranya disumbangkan oleh ekspor konsentrat tembaga. Sementara itu, pungutan dari ekspor minyak sawit mentah (CPO) tercatat sekitar Rp9,6 triliun.

Dengan larangan ekspor konsentrat tembaga, target penerimaan bea keluar pada 2025 dipatok jauh lebih rendah, yaitu hanya Rp4,5 triliun. “Sumber penerimaan bea keluar tahun ini hanya bergantung pada sawit,” ujar Aflah dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Jumat (10/1/2025).

Namun, Aflah menambahkan bahwa penerimaan dari ekspor CPO sangat bergantung pada kondisi pasar, baik dari sisi volume ekspor maupun harga. Pada 2024, realisasi volume ekspor CPO hanya mencapai 36 juta ton, lebih rendah dari target awal sebesar 39 juta ton. “Penerimaan tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh harga CPO di pasar global,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Askolani, menyatakan bahwa meskipun kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga menyebabkan penurunan penerimaan negara, pemerintah tetap optimistis dengan potensi keuntungan jangka panjang.

Menurut Askolani, hilirisasi produk tembaga akan mendorong peningkatan investasi melalui pembangunan pabrik smelter, yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan ini diharapkan meningkatkan penerimaan negara melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari aktivitas hilirisasi. “Kami akan mengganti sumber penerimaan dari bea keluar menjadi pajak yang berasal dari hilirisasi,” kata Askolani. (alf)

Menko Pangan Pastikan Kenaikan PPN 12% Berdampak pada Harga Pupuk

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berimbas pada kenaikan harga pupuk. Hal ini disampaikan Zulhas saat meninjau gudang pupuk milik PT Pupuk Indonesia di Kota Serang, Banten, Jumat (12/1/2025).

“Ya pasti kena pajak ya harganya naik. Kalau enggak ada PPN, ya enggak naik. Kalau ada PPN, ya nambah,” ujar Zulhas.

Meski demikian, Zulhas memastikan bahwa pasokan pupuk untuk musim tanam, khususnya di Provinsi Banten, tetap aman. Ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung petani dengan memastikan distribusi pupuk berjalan lancar.

“Kita pastikan tidak ada hambatan lagi soal pupuk pada musim tanam. Karena yang kita bangun itu visi misi, rasa, cita, dan kesamaan,” ujarnya.

Selain mengomentari dampak PPN, Zulhas menyoroti pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam memastikan ketersediaan pupuk. Ia menekankan bahwa arahan Presiden harus diterjemahkan hingga ke tingkat daerah, mulai dari gubernur, bupati, hingga wali kota, serta instansi terkait.

Di sisi lain, Zulhas juga menyampaikan kabar baik mengenai penurunan harga beras dunia sebagai dampak dari kebijakan larangan impor yang diterapkan. Langkah ini, menurutnya, bertujuan meningkatkan kemandirian pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.

“Bayangkan tahun lalu kita impor, sekarang sudah tidak impor lagi. Karena pangan harus kita hasilkan sendiri,” katanya.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan meningkatkan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia. (alf)

Di Podcast IKPI, Andreas Budiman Tegaskan Fitur Impersonating Tingkatkan Efisiensi Kerja Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam era digitalisasi yang semakin pesat, para konsultan pajak kini mendapat kemudahan baru dalam menjalankan tugasnya melalui fitur impersonating yang disediakan oleh sistem Coretax. Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Andreas Budiman, menyoroti potensi manfaat fitur ini dalam meningkatkan efisiensi kerja konsultan pajak.

“Dengan impersonating, konsultan pajak dapat mengakses beberapa akun klien melalui akun pribadi mereka. Hal ini mempermudah proses pekerjaan tanpa harus login ke masing-masing akun,” ujar Andreas dalam Podcast IKPI yang dimoderatori Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, pada Rabu (8/1/2025)

Menurutnya, fitur ini tidak hanya mempersingkat waktu, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan teknis yang sering terjadi saat bergonta-ganti akun klien.

Solusi Praktis dalam Pengelolaan Pajak

Ia menegaskan, fitur impersonating memungkinkan konsultan pajak untuk mengelola data klien secara lebih terintegrasi dan efisien. Dalam konteks pekerjaan sehari-hari, konsultan pajak sering kali dihadapkan pada tantangan mengelola berbagai akun klien yang memiliki beragam kebutuhan dan detail administrasi. Proses login yang berulang-ulang tidak hanya menyita waktu tetapi juga berisiko menimbulkan kendala teknis yang dapat menghambat pekerjaan.

“Efisiensi adalah kunci dalam pekerjaan konsultan pajak, terutama di masa pelaporan pajak yang padat. Dengan adanya fitur ini, konsultan dapat lebih fokus pada analisis dan strategi untuk klien, bukan sekadar menangani tugas administratif,” kata Andreas.

Perlunya Penggunaan dengan Hati-Hati

Meski fitur impersonating membawa manfaat besar, Andreas mengingatkan pentingnya pemahaman yang mendalam terkait tanggung jawab hukum dalam penggunaannya. Menurutnya, fitur ini harus digunakan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari potensi penyalahgunaan.

“Kita perlu memahami tanggung jawab hukum yang melekat pada penggunaannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan yang dapat merugikan wajib pajak maupun konsultan pajak,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa penggunaan fitur ini harus disertai dengan pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Selain itu, Andreas menekankan bahwa konsultan pajak perlu menjaga kepercayaan klien dengan memastikan keamanan data yang diakses melalui sistem ini. Sebagai bagian dari profesi yang sangat bergantung pada integritas, pelanggaran dalam bentuk apa pun dapat merusak reputasi konsultan pajak dan menimbulkan dampak hukum yang serius.

Dorong Digitalisasi yang Bertanggung Jawab

Sebagai organisasi profesi, IKPI mendukung penuh upaya digitalisasi dalam bidang perpajakan. Namun, Andreas menegaskan bahwa kemajuan teknologi harus diiringi dengan pemahaman yang tepat serta pelatihan bagi konsultan pajak. Hal ini bertujuan agar para konsultan dapat memanfaatkan teknologi secara optimal tanpa melanggar aturan yang ada.

“Digitalisasi adalah keniscayaan, tetapi tanggung jawab dan profesionalisme tetap menjadi fondasi utama dalam pekerjaan konsultan pajak,” kata Andreas.

Dengan adanya fitur impersonating ini, para konsultan pajak diharapkan dapat lebih produktif dalam menjalankan tugas mereka, sekaligus menjaga hubungan baik dengan klien melalui pengelolaan data yang aman dan terpercaya. (bl)

https://youtu.be/ETyICaMt0U4

DJP Umumkan Perbaikan Pasca Implementasi Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan sejumlah langkah perbaikan dan penyelesaian kendala yang dialami wajib pajak pasca-implementasi sistem Coretax. Sistem baru yang mulai diterapkan ini bertujuan meningkatkan efisiensi dan akurasi layanan perpajakan, namun implementasinya sempat menemui beberapa tantangan teknis.

Dari pesan komunikasi eksternal DJP yang diterima, Sabtu (11/1/2024), disebutkan bahwa DJP telah menyelesaikan berbagai isu permasalahan Coretax yang dilaporkan wajib pajak, antara lain:

1. Pembuatan SKB PPh/PPN: Proses pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) telah diperbaiki, khususnya bagi wajib pajak yang melaporkan SPT pada akhir 2024 atau Januari 2025.

2. Pembuatan Kode Billing: Kendala pada tombol pembuatan kode billing telah diatasi, sehingga layanan ini kembali normal.

3. Pembayaran Utang Pajak SKP dan STP: Pembayaran utang pajak atas dokumen yang diterbitkan sebelum implementasi Coretax kini sudah dapat dilakukan.

4. Pendaftaran NPWP: Pendaftaran NPWP melalui Coretax DJP telah kembali berfungsi normal.

Selain itu, DJP juga menyelesaikan berbagai isu teknis, termasuk gagal login setelah reset password, pengiriman OTP, validasi wajah untuk sertifikat elektronik, hingga kendala update data wajib pajak seperti rekening bank, alamat utama, dan profil perusahaan.

Validasi Data: DJP meminta wajib pajak untuk memastikan data mereka di sistem Coretax valid dan memperbarui data jika diperlukan.

Pemadanan NIK-NPWP: Wajib pajak diminta memadankan NIK dengan NPWP agar layanan dapat diakses dengan lancar.

Faktur Pajak Elektronik: Sistem Coretax kini mendukung format unggahan *.xml hingga 100 faktur per pengiriman dan menyesuaikan dengan ketentuan PMK-131/2024.

Dinformasikan, hingga 9 Januari 2025, sebanyak 126.590 wajib pajak telah memiliki kode otorisasi, dengan 845.514 faktur pajak berhasil dibuat melalui Coretax. DJP berkomitmen untuk terus menyelesaikan masalah teknis lainnya dalam waktu singkat dan memberikan layanan optimal kepada wajib pajak.

Untuk informasi lebih lanjut, wajib pajak dapat menghubungi Kring Pajak di 1500200 atau mengunjungi kantor pajak terdekat. (alf)

PODCAST IKPI: Pino Siddharta Tegaskan Wajib Pajak Tetap Bertanggung Jawab dalam Sistem Impersonating

IKPI, Jakarta: Podcast Tax Talk Solutions yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada 8 Januari 2025, nampaknya terus membahas isu-isu perpajakan yang menarik dan terbaru. Kali ini Moderator Podcast Jemmi Sutiono bersama

Ketua Departemen Litbang dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta, sebagai narasumber.

Dalam diskusi tersebut Pino menegaskan pentingnya tanggung jawab yang tetap berada di tangan wajib pajak badan meskipun akses impersonating diberikan kepada pihak lain. Pernyataan ini mengemuka sebagai bagian dari pembahasan mengenai kewajiban perusahaan dalam memenuhi ketentuan perpajakan, khususnya terkait dengan pemberian akses kepada pihak ketiga, seperti karyawan atau konsultan pajak.

Pino menjelaskan bahwa meskipun perusahaan memberikan akses kepada orang lain untuk mengelola kewajiban perpajakannya, tanggung jawab hukum perusahaan tetap tidak bisa dialihkan begitu saja. “Perusahaan tidak bisa lepas tangan hanya karena akses diberikan kepada karyawan atau konsultan pajak. Tanggung jawab hukum tetap melekat pada pemberi kuasa,” tegas Pino.

Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat fenomena impersonating dalam sistem perpajakan, yang memungkinkan pihak ketiga mengakses data perpajakan perusahaan untuk keperluan pelaporan dan pemenuhan kewajiban pajak. Namun, meski pihak ketiga yang diberi kuasa melakukan tindakan tersebut, perusahaan sebagai wajib pajak tetap bertanggung jawab atas setiap keputusan dan pelaporan yang dilakukan.

Selain itu, Pino juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih pihak yang diberi kuasa untuk mengelola kewajiban perpajakan perusahaan. Menurutnya, kapabilitas dan karakter pihak yang diberi kuasa harus benar-benar dipertimbangkan. “Kesalahan dalam memilih kuasa dapat berujung pada konsekuensi hukum serius. Oleh karena itu, pemilihan konsultan pajak atau karyawan yang tepat menjadi sangat krusial,” ujar Pino.

Tanggung jawab ini mencakup tidak hanya soal pelaporan pajak yang benar, tetapi juga potensi masalah hukum yang dapat timbul apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran oleh pihak yang diberi kuasa. Pino berharap, melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang aturan ini, perusahaan dapat lebih bijak dalam memilih dan mengelola kuasa dalam sistem perpajakan, serta memastikan kewajiban perpajakan tetap dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (bl)

DJP Sampaikan Permohonan Maaf atas Kendala Penggunaan Coretax: Ini Perbaikan yang Sedang Dilakukan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur layanan aplikasi Coretax, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan keterlambatan layanan administrasi perpajakan. DJP menjamin bahwa mereka terus berupaya untuk memperbaiki masalah tersebut dan memastikan layanan dapat berjalan dengan baik.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (10/1/2025), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP, Dwi Astuti menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan beberapa upaya perbaikan yang telah dilakukan hingga saat ini antara lain:

1. Memperluas jaringan dan meningkatkan kapasitas bandwidth.

2. Penunjukan penanggung jawab perusahaan dan PIC untuk pembuatan faktur pajak.

3. Peningkatan kapasitas untuk menerima pengiriman faktur pajak dalam format *.xml hingga 100 faktur per pengiriman.

4. Pembaruan dalam pendaftaran, termasuk pengaturan ulang kata sandi, pemadanan NIK-NPWP, dan penggunaan kode otorisasi sertifikat elektronik dengan face recognition.

5. Penyempurnaan layanan pembayaran, termasuk pembuatan kode billing, pemindahbukuan, dan pembayaran tunggakan utang pajak.

6. Peningkatan layanan pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) dan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP).

Ia mengungkapkan, per 9 Januari 2025, sekitar 126.590 wajib pajak telah berhasil memperoleh sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak, sementara 34.401 wajib pajak telah berhasil membuat faktur pajak, dengan total 845.514 faktur yang dibuat dan 236.221 faktur yang telah divalidasi.

Dengan demikian lanjut Dwi, ia mengimbau agar wajib pajak tidak perlu khawatir mengenai sanksi administrasi atas keterlambatan penerbitan faktur pajak atau pelaporan pajak selama masa transisi ini. DJP memastikan tidak ada beban tambahan yang akan dikenakan kepada wajib pajak terkait peralihan ke sistem baru.

Selain itu, Dwi juga menyampaikan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung pengembangan sistem informasi perpajakan yang lebih baik. “Untuk informasi lebih lanjut, wajib pajak dapat mengakses laman FAQ di www.pajak.go.id atau menghubungi Kring Pajak di 1500 200,” ujarnya. (alf)

Intip Momen Suka Cita di Perayaan Natal Nasional IKPI 2024

IKPI, Jakarta: Gelaran Natal Nasional IKPI yang digelar di GBI House of Bleasing, Puri Indah, Jakarta, Kamis (9/1/2024) berlangsung sukses dan meriah. Dengan dihadiri sekira 700 peserta daring dan luring, hikmat Natal dirasakan oleh seluruh peserta yang hadir dari berbagai wilayah di Indonesia.

Ketua Panita Tan Alim menyatakan kesuksesan penyelenggaraan kegiatan tahunan tersebut berkat dukungan dan antusiasme para peserta. Untuk itu, panitia penyelenggara menyampaikan rasa terima kasih atas partisipasi aktif semua pihak yang membuat acara berjalan lancar.

Berikut momen suka cita para peserta yang hadir pada Perayaan Natal Nasional IKPI 2024. (Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dukung Efisiensi Logistik dan Konektivitas Nasional, Tarif Penyeberangan ASDP Bebas PPN

IKPI, Jakarta: PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memastikan bahwa tarif layanan penyeberangan yang dikelolanya tetap bebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjaga efisiensi biaya logistik serta memperkuat konektivitas antar pulau di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin, menjelaskan bahwa pembebasan PPN pada tarif penyeberangan ini berdasarkan amanat Pasal 4A ayat 3 Huruf J dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). “Layanan kapal penyeberangan termasuk dalam kategori jasa angkutan umum yang dibebaskan dari PPN. Dengan demikian, tarif tetap terjangkau bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Shelvy dalam keterangan resminya Kamis, (9/1/2025).

Pembebasan PPN ini juga diharapkan dapat membantu stabilitas harga barang di daerah-daerah terpencil, sekaligus mendukung penguatan konektivitas logistik di wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). “Kebijakan ini sangat strategis untuk menekan biaya logistik dan menjaga harga kebutuhan pokok, khususnya di daerah 3T,” kata Shelvy.

Selain menjaga tarif tetap stabil, ASDP berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi laut yang melayani lebih dari 300 lintasan penyeberangan dengan lebih dari 200 kapal, serta mengoperasikan 37 pelabuhan di seluruh Indonesia. Sekitar 66 persen dari lintasan tersebut merupakan lintasan perintis yang menjadi tulang punggung konektivitas di daerah-daerah terpencil.

Meski layanan penyeberangan ASDP dibebaskan dari PPN, perusahaan tetap memenuhi kewajiban perpajakan lainnya, termasuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 sebesar 1,2 persen atas penghasilan bruto dari jasa angkutan laut. “Kami memastikan tarif yang diterapkan mematuhi regulasi dan tidak membebani masyarakat, sembari tetap mendukung pendapatan negara,” ujar Shelvy.

Dengan kebijakan ini, ASDP berharap dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi laut yang aman, nyaman, dan terjangkau. Pembebasan PPN dipandang sebagai langkah yang mendorong efisiensi logistik nasional dan memperkuat daya saing Indonesia, dengan harapan dapat mendukung pembangunan ekonomi yang merata dan kesejahteraan masyarakat di seluruh tanah air. (alf)

en_US