Kanwil DJP Jaksel II Catatkan Penerimaan Pajak Hingga Maret 2025 Rp15 Triliun

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak di wilayah Jakarta Selatan menunjukkan geliat positif. Hingga 31 Maret 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II (Kanwil DJP Jaksel II) berhasil menghimpun penerimaan pajak neto sebesar Rp15,04 triliun. Angka ini menjadi bukti kuat bahwa sektor perpajakan mulai bangkit setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi.

Kontribusi terbesar berasal dari sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor yang menyumbang Rp5,76 triliun. Disusul oleh sektor Industri Pengolahan (Rp2,13 triliun), Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan (Rp1,35 triliun), Aktivitas Profesional dan Teknis (Rp1,29 triliun), serta sektor Keuangan dan Asuransi (Rp1,04 triliun).

Keberhasilan ini tak lepas dari strategi optimalisasi pengawasan dan pemanfaatan data sektoral untuk menjaring potensi penerimaan yang sebelumnya belum tergarap maksimal.

Dalam konferensi pers ALCo Regional DKI Jakarta pada 2 Mei 2025, dilaporkan bahwa total penerimaan pajak mencapai Rp225,91 triliun atau 14,75% dari target nasional. Kontribusi terbesar datang dari PPh Non-Migas sebesar Rp146,16 triliun, disusul PPN (Rp54,92 triliun), PPh Migas (Rp10,13 triliun), serta PBB dan pajak lainnya sebesar Rp24,83 triliun.

Kepala Kanwil DJP Jaksel II menegaskan bahwa rebound ini merupakan hasil dari pemetaan sektor dominan dan penguatan kepatuhan pajak wajib pajak. Langkah-langkah ini menjadi kunci dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah DJPb DKI Jakarta, Mei Ling, melaporkan bahwa realisasi pendapatan APBN regional mencapai Rp326,79 triliun (18,21% dari target), sementara belanja APBN mencapai Rp343,60 triliun (18,60%). Kinerja fiskal ini dinilai cukup solid, mengingat adanya surplus APBD yang turut memperkuat daya dorong ekonomi daerah.

Sinergi antara APBN dan APBD menjadi sorotan utama dalam menjaga kesinambungan pembangunan. Pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat kolaborasi fiskal guna mempercepat pemerataan kesejahteraan serta meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. (alf)

 

Penerimaan Pajak DJP Jakarta Pusat Tembus Rp22,24 Triliun, Perdagangan Jadi Kontributor Utama

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat mencatatkan penerimaan pajak sebesar Rp22,24 triliun hingga 31 Maret 2025. Angka tersebut mencerminkan capaian 20,07 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp110,85 triliun.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat, Eddi Wahyudi, menjelaskan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) menjadi penyumbang terbesar dengan nilai Rp13,44 triliun atau setara 23,17 persen dari target. Disusul oleh penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai Rp5,94 triliun (11,44 persen), serta pajak lainnya yang mencapai Rp2,85 triliun lonjakan drastis hingga 3.758,9 persen dari target.

“Lonjakan pada kategori pajak lainnya terutama disumbang oleh penerimaan dari pajak tidak langsung dan bunga penagihan PPh,” ungkap Eddi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/5/2025).

Ia menambahkan bahwa bulan Maret mencatatkan pertumbuhan penerimaan bruto yang sangat signifikan, mencapai 207,17 persen secara tahunan (year-on-year). Pertumbuhan ini dipicu oleh peningkatan tajam di seluruh subsektor perdagangan, dengan kontribusi dominan dari perdagangan besar non-kendaraan bermotor yang menyumbang 73,4 persen dari total sektor tersebut.

Tiga sektor utama yang menopang penerimaan pajak DJP Jakarta Pusat di bulan Maret adalah perdagangan (Rp7,4 triliun), administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib (Rp4,44 triliun), serta jasa keuangan dan asuransi (Rp2,01 triliun).

Secara regional, total penerimaan pajak dari seluruh wilayah Jakarta mencapai Rp225,91 triliun, atau sekitar 14,75 persen dari target nasional. Dari jumlah ini, PPh nonmigas menyumbang Rp146,16 triliun, disusul PPN sebesar Rp54,92 triliun, PPh migas Rp10,13 triliun, dan pajak lainnya termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp24,83 triliun.

“Dengan angka tersebut, Kanwil DJP se-Jakarta menyumbang sekitar 69,56 persen dari total penerimaan pajak nasional,” kata Eddi. (alf)

 

Presiden Trump Sebut Status Bebas Pajak Harvard Pantas Dicabut

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah menyatakan akan mencabut status bebas pajak Universitas Harvard. Langkah kontroversial ini disebut sebagai respons terhadap penolakan Harvard terhadap tuntutan pemerintah terkait penanganan aksi pro-Palestina di kampus tersebut.

“Status bebas pajak Harvard akan dicabut. Mereka pantas mendapatkannya!” tulis Trump melalui akun media sosial resminya, Sabtu (3/5/2025), mengutip laporan Reuters.

Pernyataan tersebut memperkuat ancaman yang sebelumnya ia lontarkan pada pertengahan April, saat ia menyebut Harvard telah berubah menjadi lembaga politik. Tidak lama setelah itu, juru bicara Gedung Putih, Harrison Fields, menyampaikan bahwa pemerintah telah melaporkan Harvard ke Internal Revenue Service (IRS) untuk dilakukan penyelidikan dan audit menyeluruh.

Namun, Harvard membalas dengan keras. Dalam pernyataannya, pihak kampus menyebut tindakan Trump sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan yang bisa merusak integritas sistem perpajakan negara. “Tidak ada dasar hukum untuk mencabut status bebas pajak kami,” tegas Harvard. Mereka juga memperingatkan bahwa penyalahgunaan instrumen hukum pajak dapat memberikan preseden berbahaya bagi masa depan pendidikan tinggi di AS.

Ketegangan antara Harvard dan pemerintah semakin memanas setelah universitas tersebut menggugat Gedung Putih atas penghentian dana hibah federal sebesar US$ 2,2 miliar. Dana tersebut sebagian besar dialokasikan untuk riset medis dan ilmiah.

Sementara itu, IRS maupun Kantor Inspektur Jenderal Perbendaharaan AS belum memberikan tanggapan resmi atas kasus ini. Menurut hukum AS, setiap pegawai IRS wajib melaporkan tekanan politik kepada otoritas pengawasan internal, namun belum ada indikasi apakah prosedur tersebut dijalankan dalam kasus ini. (alf)

 

 

 

 

 

Ketum Vaudy Starworld Dorong Generasi Muda IKPI Jadi Motor Inovasi Pajak Lewat Media Sosial

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menggelorakan semangat baru dalam tubuh organisasi dengan menggandeng generasi milenial dan Gen Z sebagai ujung tombak transformasi digital dan pengembangan IKPI sebagai center of knowledge perpajakan Indonesia.

Dalam kegiatan bertajuk “IKPI Menuju Center of Knowledge Perpajakan Indonesia” yang digelar Sabtu (3/5/2025) pagi, Vaudy menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menyebarkan edukasi perpajakan melalui media sosial.

Ia menilai karakter Millennial dan Gen Z yang interaktif, adaptif terhadap teknologi, dan terbiasa dengan gaya komunikasi yang lugas merupakan kekuatan besar untuk memperluas pengaruh IKPI.

“Millennial dan Gen Z ini tidak bisa dipisahkan dari internet. Mereka terbiasa hidup dengan media sosial, dan ini yang ingin kami manfaatkan untuk menggaungkan nama IKPI,” ungkap Vaudy dalam sambutannya.

Vaudy menginginkan semua anggota IKPI tampil, tidak hanya segelintir orang, tetapi semuanya dan IKPI membuka ruang seluas luasnya untuk anggota melakukan hal tersebut.

Lebih dari itu, Vaudy juga mengajak para anggota muda untuk aktif menulis di website resmi IKPI, menyederhanakan materi perpajakan agar lebih mudah dipahami publik, serta mengambil bagian dalam edukasi digital.

Ia mencontohkan keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memaksimalkan media sosial sebagai sarana edukasi dan komunikasi publik.
“Kami melihat banyak perubahan di web IKPI, terutama dari sisi pemberitaan. Tapi sayangnya, konten dari generasi muda masih minim. Ini yang ingin kami ubah,” tambahnya.

Lebih dari sekadar ajakan, kegiatan ini menjadi langkah awal rencana strategis organisasi dalam mempersiapkan ekosistem perpajakan yang relevan dengan zaman. Ia berharap semangat muda yang dibawa Millennial dan Gen Z bisa menjadi penggerak utama dalam misi menjadikan IKPI sebagai pusat pengetahuan pajak nasional yang terbuka, inklusif, dan inovatif. (bl)

PMK 15/2025: Buka Peluang Wajib Pajak Gugat Koreksi Lewat Jalur Resmi

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 membuka ruang dialog resmi antara Wajib Pajak dan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Kebijakan ini tertuang dalam Pasal 19 PMK tersebut dan menjadi angin segar bagi Wajib Pajak yang merasa ada ketidaksesuaian hasil pemeriksaan.

Melalui ketentuan ini, Wajib Pajak yang tidak menyetujui seluruh atau sebagian hasil pemeriksaan pajak dapat mengajukan pembahasan ulang dengan Tim Quality Assurance.

Syaratnya, antara lain, Wajib Pajak telah menyatakan ketidaksetujuan secara tertulis dan telah melalui tahapan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Pajak bertugas menyelesaikan perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak, khususnya terkait dasar hukum koreksi. Hasil dari pembahasan ini akan dituangkan dalam risalah resmi dan bersifat mengikat, menjadi dasar untuk menyusun berita acara akhir pemeriksaan.

Menariknya, ketentuan ini juga menetapkan tenggat waktu yang ketat yakni maksimal tiga hari kerja sejak risalah pembahasan ditandatangani untuk mengajukan permohonan pembahasan ke Tim Quality Assurance.

Namun, bila Wajib Pajak absen dalam pembahasan yang dijadwalkan, proses tetap berlanjut dan Tim akan membuat berita acara ketidakhadiran. (alf)

 

 

 

 

Penerimaan Pajak Papua Capai Rp620 Miliar Hingga Maret 2025

IKPI, Jakarta: Hingga akhir Maret 2025, total penerimaan pajak di wilayah Papua mencatat angka Rp620,42 miliar, atau sekitar 10,41 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini. Demikian disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Papua, Papua Barat, dan Maluku, Dudi Efendi Karnawidjaya, dalam keterangan resmi, Jumat (2/5/2025).

Meski angka tersebut terlihat signifikan, realisasi bulan Maret justru menunjukkan penurunan. Tercatat, pemasukan pajak di bulan ketiga tahun ini berada di angka Rp218,84 miliar—mengalami penurunan sebesar 13,79 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dudi menjelaskan, penurunan ini terutama disebabkan oleh kontraksi pada dua jenis pajak utama. Pajak Penghasilan (PPh) menurun hingga 19,34 persen dan hanya menyumbang 44,53 persen dari total penerimaan.

Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercatat turun tajam sebesar 31,62 persen, meski masih menyumbang sekitar 40,47 persen dari total penerimaan pajak.

Adapun faktor penyebabnya tak hanya berasal dari aktivitas ekonomi, tetapi juga kebijakan administratif serta dinamika sektoral.

Tiga sektor utama yang paling mempengaruhi adalah sektor pemerintahan dan jaminan sosial, yang tumbuh karena adanya pergeseran anggaran dari tahun 2024 ke 2025; sektor perdagangan, yang melemah karena turunnya setoran dari pelaku usaha makanan dan minuman; serta sektor keuangan dan asuransi, yang ikut melemah seiring penurunan kinerja perbankan di Papua. (alf)

 

 

 

 

Bahas Center of Knowledge, Ketum Vaudy Starworld Kumpulkan Ratusan Akademisi Anggota IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mengumpulkan ratusan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang juga merupakan anggota IKPI, Jumat (2/5/2025). Kegiatan yang digelar secara daring ini bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional dan menjadi tonggak awal dalam upaya menjadikan IKPI sebagai Center of Knowledge di bidang perpajakan nasional.

“Ini adalah langkah pertama. Kita ingin IKPI menjadi pusat pengetahuan perpajakan, dan itu perlu proses. Hari ini kita kumpulkan dosen, pengajar, atau akademisi yang juga anggota IKPI,” ujar Vaudy dalam sambutannya.

Lebih dari 100 peserta hadir dalam forum ini, yang menjadi wadah awal bagi para akademisi untuk berkolaborasi aktif dalam pengembangan kajian dan diskursus perpajakan. Vaudy menyebutkan bahwa kegiatan ini dilakukan karena momen yang tepat setelah masa pelaporan SPT Tahunan dan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.

Dalam diskusi, Vaudy mengajak para akademisi untuk berkontribusi dalam tiga hal penting:

• Membahas dan mengkritisi peraturan perpajakan serta penerapannya di lapangan, dengan tujuan memberikan masukan kepada pemerintah.
• Menyusun kajian ilmiah dan analisis terhadap regulasi yang berpotensi tidak sesuai kondisi nyata.
• Mempublikasikan ulang tulisan akademik yang pernah dimuat di jurnal kampus ke platform IKPI.

“Para dosen ini sudah terbiasa menulis artikel dan jurnal. Kita ingin tulisan mereka bisa dipublikasikan ulang, dan bahkan ke depan dibuat kajian-kajian baru yang ditujukan untuk IKPI,” jelas Vaudy.

Saat ini pengurus pusat khususnya Departemen IT tengah mempersiapkan peluncuran tampilan baru website IKPI yang rencanannya dilakukan pada Agustus mendatang. Tampilan website tersebut nantinya akan memuat ruang diskusi dan kelompok tematik yang memungkinkan anggota membahas berbagai isu perpajakan secara lebih fokus dan produktif.

Peserta kegiatan menunjukkan antusiasme tinggi terhadap inisiatif ini serta memberikan masukan-masukan untuk rencana ini. Menurut Vaudy, mereka merasa dihargai dan diberi ruang oleh organisasi untuk berkontribusi secara nyata.

“IKPI kini memberikan panggung bagi para akademisi. Kalau ada kajian penting, kita akan buat forum diskusi lanjutan hingga bisa disampaikan ke otoritas pajak,” ungkapnya.

Di akhir pertemuan, ia mengajak seluruh anggota IKPI yang berprofesi sebagai dosen atau akademisi untuk bergabung dalam gerakan kolaboratif ini. “Ayo, siapa pun dosen yang tergabung di IKPI, mari ikut serta. Ini panggilan untuk membangun perpajakan Indonesia yang lebih kuat dan berbasis pengetahuan,” katanya. (bl)

Pemerintah Siapkan Perpanjangan Insentif PPh Final 0,5% untuk UMKM hingga Akhir 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah menyusun regulasi teknis guna memperpanjang masa berlaku insentif tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga akhir tahun ini. Insentif ini semula dijadwalkan berakhir pada 2025 sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 yang terakhir diubah lewat PP 55 Tahun 2022.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, memastikan bahwa meskipun aturan perpanjangan masih digodok, pelaku UMKM tetap diperbolehkan menggunakan tarif PPh final 0,5% sepanjang tahun 2025.

“PP-nya sedang dalam proses, tetapi selama penyusunan itu berlangsung, pelaku UMKM tetap bisa menikmati tarif 0,5%,” ujar Febrio dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kemenkeu, Jumat (2/5/2025).

Ia menekankan bahwa kelonggaran ini diberikan agar operasional UMKM tidak terganggu dan dapat tetap berjalan stabil di tengah tantangan ekonomi. “Kita ingin UMKM tetap bisa beraktivitas tanpa terhambat beban perpajakan yang berat,” lanjutnya.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, juga mengonfirmasi adanya kesepahaman awal dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kelanjutan insentif pajak tersebut. “Pembicaraan teknis sudah berlangsung dan kami punya semangat yang sama untuk membantu UMKM,” ujar Maman.

Menurutnya, keberlanjutan insentif fiskal ini menjadi salah satu strategi pemerintah dalam menopang daya tahan UMKM yang saat ini masih menghadapi tekanan ekonomi. Meski begitu, ia menyebutkan bahwa detail kebijakan belum dapat diumumkan karena belum ada pertemuan resmi lanjutan dengan Kemenkeu.

Dengan diperpanjangnya masa berlaku tarif PPh final 0,5%, pelaku UMKM dapat sedikit bernafas lega di tengah ketidakpastian ekonomi global. Pemerintah pun berkomitmen untuk terus menghadirkan kebijakan yang berpihak pada sektor usaha kecil yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. (alf)

 

Prabowo Janjikan Reformasi Pajak Berkeadilan: “Yang Gajinya Besar, Pajaknya Besar”

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk mewujudkan sistem perpajakan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Buruh Internasional di kawasan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025), Prabowo menyatakan bahwa penegakan hukum perpajakan akan menjadi fokus utama pemerintahannya.

“Saya akan pelajari kembali sistem perpajakan kita. Kita harus pastikan undang-undang berjalan dengan benar,” kata Prabowo di hadapan ribuan buruh yang hadir.

Ia menekankan bahwa beban pajak harus disesuaikan dengan tingkat penghasilan. Menurutnya, masyarakat dengan penghasilan rendah tidak seharusnya terbebani pajak yang berat. Sebaliknya, mereka yang berpenghasilan tinggi harus menunaikan kewajiban pajak secara proporsional.

“Yang penghasilannya besar, ya bayar pajak besar. Kalau penghasilan kecil, jangan dipaksa. Kalau pun ada, cukup ringan, dibayar sedikit demi sedikit,” tegas Prabowo, yang disambut riuh peserta aksi.

Lebih lanjut, Presiden juga mengumumkan rencana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Lembaga ini akan bertugas mengkaji kondisi para pekerja serta memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait regulasi yang perlu diperbaiki demi perlindungan buruh.

“Kalau ada undang-undang atau aturan yang merugikan pekerja, dewan ini akan bantu saya meninjaunya dan kita akan perbaiki,” ujarnya.

Langkah ini dinilai sebagai bagian dari upaya membangun sistem fiskal yang tidak hanya kuat secara ekonomi, tetapi juga berpihak pada keadilan sosial. (alf)

 

Pendapatan Pajak Ekonomi Digital Tembus Rp 34,91 Triliun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat lonjakan signifikan dalam penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital yang mencapai Rp 34,91 triliun hingga akhir Maret 2025. Angka ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki sektor digital dalam menyumbang pemasukan negara.

Penerimaan ini berasal dari beberapa sumber, dengan kontribusi terbesar datang dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mencapai Rp 27,48 triliun. Pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN, dan sebanyak 190 di antaranya telah aktif menyetor pajak sejak 2020.

“Langkah ini diambil untuk menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha digital dan konvensional,” ujar Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/5/2025).

DJP juga mencatat penerimaan dari pajak kripto sebesar Rp 1,2 triliun, dengan dominasi PPN dalam negeri dan PPh 22 dari transaksi di platform penukaran aset kripto. Sementara itu, sektor financial technology (fintech) melalui skema peer-to-peer lending menyumbang Rp 3,28 triliun. Pendapatan ini mencakup pemotongan atas bunga pinjaman, baik dari entitas dalam maupun luar negeri.

Tak ketinggalan, pajak yang dihimpun melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) ikut berkontribusi sebesar Rp 2,94 triliun. Pajak SIPP terdiri dari kombinasi antara PPh dan PPN atas transaksi pengadaan barang dan jasa.

DJP menegaskan komitmennya untuk terus menggali potensi pajak dari aktivitas digital lainnya, seiring semakin berkembangnya teknologi dan pola konsumsi masyarakat. Pemerintah juga berencana memperluas cakupan penunjukan pelaku usaha digital luar negeri sebagai pemungut PPN. (alf)

 

en_US