Penertiban Kawasan Hutan Dongkrak Setoran Pajak, Pemerintah Raup Rp 1,75 Triliun

IKPI, Jakarta: Upaya pemerintah menertibkan aktivitas pemanfaatan kawasan hutan mulai menunjukkan hasil konkret. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa operasi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berhasil meningkatkan kepatuhan wajib pajak di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Dampaknya, negara mengantongi tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 1,75 triliun hingga 21 November 2025.

“Penertiban kawasan hutan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pembayaran pajak. Tambahan penerimaan yang kita catat naik sekitar 20,22% dibandingkan tahun lalu,” ujar Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Empat Sumber Utama Tambahan Penerimaan

Bimo menjelaskan, kinerja Satgas PKH berkontribusi melalui empat pos penerimaan:

• Pendaftaran PBB-P5L (Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan, dan Lainnya);

• Pemeriksaan PBB-P5L, tercatat menghasilkan sekitar Rp 180 juta;

• Kegiatan pengawasan pajak, menyumbang Rp 138,39 miliar;

• Percepatan pelunasan utang pajak, menjadi penyumbang terbesar yaitu Rp 1,61 triliun.

“Kontributor dominan adalah pelunasan utang pajak sehingga total dampaknya sampai pertengahan November mencapai Rp 1,75 triliun di luar kegiatan rutin,” jelasnya.

Selain penerimaan tambahan tersebut, Bimo menuturkan bahwa pembayaran pajak di luar kewajiban bulanan juga mengalami lonjakan. Sebelumnya tercatat Rp 25,86 triliun, kini meningkat menjadi Rp 31,08 triliun. Kenaikan ini menjadi bukti bahwa penertiban kawasan hutan mendorong kedisiplinan perpajakan pelaku usaha.

Sinergi Antarunit Kemenkeu Jadi Kunci

Satgas PKH merupakan kolaborasi DJP, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Dalam struktur tersebut, DJP bertugas memastikan optimalisasi penerimaan perpajakan sekaligus pembenahan tata kelola.

“Kami ingin optimalisasi penerimaan pajak, optimalisasi PNBP, sekaligus memperkuat koordinasi antarkementerian dan lembaga,” tegas Bimo.

Sejalan dengan capaian ini, pemerintah menilai bahwa penertiban kawasan hutan bukan hanya menyangkut aspek tata kelola lahan, namun juga berpengaruh besar terhadap penerimaan negara. Kinerja Satgas PKH akan terus diperkuat untuk menjaga keberlanjutan kepatuhan para pelaku industri yang beroperasi di kawasan hutan. (alf)

MPR Dukung Fatwa MUI, Minta Pemda Tak Bebani PBB Pesantren

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyatakan dukungannya terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Pajak Berkeadilan dan meminta pemerintah daerah (Pemda), segera menghentikan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap pesantren dan lembaga nirlaba keagamaan lainnya.

Fatwa yang dikeluarkan pada Munas XI MUI pada 23 November menyebut dua poin penting: zakat dapat dijadikan pengurang pajak dan bumi serta bangunan yang ditempati tidak layak dikenakan pajak berulang. Menurut HNW, ketentuan itu relevan mengingat banyak pesantren masih menerima tagihan PBB meskipun berstatus lembaga pendidikan dan sosial keagamaan yang tidak berorientasi keuntungan.

“Dengan adanya fatwa MUI itu semoga semakin menyegerakan koreksi oleh Pemerintah atas perpajakan terhadap pesantren,” ujar HNW dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025).

HNW mengatakan dirinya telah menyampaikan aspirasi pembebasan pajak bagi pesantren secara langsung kepada Menteri Agama dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI pada 11 November. Ia meminta Menag berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak agar fatwa tersebut segera ditindaklanjuti dan dipastikan berlaku pada tingkat pemerintah daerah sebagai pemungut PBB.

Secara regulasi, lanjutnya, landasan pengecualian PBB sebenarnya telah diatur. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah menyebutkan fasilitas keagamaan dan pendidikan yang melayani kepentingan umum termasuk kategori objek yang dikecualikan dari PBB. Dengan demikian, pesantren sejatinya tidak layak dikenakan pungutan itu.

Ia juga menyinggung ketentuan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengecualikan harta hibah yang diterima badan keagamaan atau pendidikan dari kewajiban pajak penghasilan — termasuk pesantren.

HNW berharap pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren segera terealisasi agar ada advokasi struktural dari pemerintah dalam menangani hambatan administratif dan finansial yang dialami pesantren.

“Fatwa MUI yang mengedepankan keadilan ini penting segera dilaksanakan secara progresif dan komprehensif, agar pesantren dapat fokus mendidik generasi Z menuju Indonesia Emas 2045 tanpa terbebani pungutan pajak,” tegasnya. (alf)

DJP Ungkap 463 Wajib Pajak Terindikasi Gunakan Modus Penghindaran

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali menguak temuan besar terkait dugaan penghindaran pajak oleh ratusan wajib pajak. Setelah penelusuran lanjutan, jumlah entitas yang dicurigai terlibat melonjak menjadi 463 wajib pajak.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyebutkan bahwa temuan terbaru ini memperluas identifikasi terhadap wajib pajak yang diduga melakukan rekayasa transaksi untuk mengurangi kewajiban perpajakan mereka.

“Awalnya 282 wajib pajak yang terdeteksi. Setelah pendalaman, dugaan meningkat menjadi 463 wajib pajak. Ini masih dugaan, tetap kita menjunjung presumption of innocence,” ujar Bimo dalam Media Gathering di Bali, dikutip Selasa (25/11/2025).

Modus-Modus Penghindaran 

DJP mengidentifikasi sejumlah skema yang diduga digunakan oleh para wajib pajak, di antaranya:

• penghindaran pungutan ekspor,

• pengabaian kewajiban domestic market obligation (DMO),

• penundaan atau pengelakan pajak dalam negeri,

• indikasi praktik dividen terselubung.

Temuan ini memperluas laporan sebelumnya, ketika DJP mengidentifikasi 282 wajib pajak yang diduga memanipulasi nilai ekspor, terdiri atas:

• 257 wajib pajak dengan modus POME (periode 2021–2024) dengan nilai PEB Rp 45,9 triliun, serta

• 25 wajib pajak dengan modus Fatty Matter sepanjang 2025 dengan nilai PEB Rp 2,08 triliun.

Akibat praktik underinvoicing Fatty Matter, DJP menghitung potensi kerugian negara pada 2025 mencapai Rp 140 miliar. Anomali ini awalnya terdeteksi dari lonjakan ekspor Fatty Matter ke Tiongkok yang tidak sebanding dengan nilai pelaporan.

Empat perusahaan mulai diperiksa

Sebagai langkah pendalaman, DJP kini melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap:

• PT MMS,

• PT LPMS,

• PT LPMT, dan

• PT SUNN.

Pemeriksaan berlangsung untuk memastikan kebenaran nilai transaksi dan kepatuhan perpajakan perusahaan-perusahaan tersebut. Hasilnya akan menjadi dasar untuk menentukan apakah kasus akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Penegakan hukum multi-lembaga

Bimo menegaskan bahwa DJP menerapkan pendekatan multi-door dalam penanganan kasus, dengan menggandeng:

• Satgassus OPN Polri,

• Kejaksaan Agung, dan

• Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tujuan akhirnya bukan hanya pemulihan kerugian negara, tetapi juga memastikan adanya efek jera agar praktik ini tidak berulang,” tegas Bimo. (alf)

Dirjen Pajak Sebut 104 Pengemplang Sudah Cicil Utang, Pemerintah Aktif Lakukan Penagihan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai memetik hasil dari langkah penagihan aktif terhadap para pengemplang pajak. Hingga 19 November 2025, sebanyak 104 penunggak pajak telah melakukan pembayaran cicilan utang dengan total mencapai Rp 11,48 triliun, menambah kekuatan penerimaan negara di penghujung tahun.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa proses penagihan tidak berhenti hanya pada penyetoran awal. Pemerintah akan terus mengawal sisa kewajiban para penunggak hingga lunas, termasuk membeberkan usia tunggakan masing-masing wajib pajak kepada DPR.

“Kami akan sampaikan secara detail, termasuk usia utangnya,” ujar Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin, 24 November 2025.

Menurut Bimo, 104 wajib pajak tersebut merupakan bagian dari 201 penunggak terbesar di Indonesia. Pemerintah menempuh berbagai langkah persuasif maupun represif melalui penagihan aktif, penyitaan aset, pemblokiran rekening, hingga pembekuan izin usaha jika diperlukan.

Upaya tersebut dilakukan tidak hanya oleh DJP, melainkan melalui sinergi antara jajaran eselon I Kemenkeu, lembaga jasa keuangan, dan aparat penegak hukum. Untuk kasus yang tersangkut perkara hukum, DJP berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, termasuk Jamdatun dan Badan Pemulihan Aset, guna memastikan proses hukum dan pemulihan kerugian negara berjalan bersamaan.

Pemerintah menargetkan Rp 50–60 triliun dari sekitar 200 pengemplang pajak. Untuk tahun 2025, realisasi yang diincar berada di kisaran Rp 20 triliun, sehingga penagihan akan terus digencarkan hingga akhir tahun.

Bimo juga menegaskan bahwa pelaksanaan penegakan hukum tidak hanya menyasar wajib pajak yang masih tercatat aktif, agar tidak memunculkan anggapan “berburu di kebun binatang.” DJP dipastikan memperluas basis pajak melalui penguatan data, digitalisasi platform perpajakan, dan pelacakan transaksi elektronik.

Ia menambahkan, pendekatan multi-doors akan diterapkan untuk kasus berat, menggabungkan pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana pencucian uang guna memberikan efek jera yang lebih kuat. (alf)

Ketua IKPI Depok: AI Bukan Pengganti Konsultan Pajak, tetapi Tools untuk Memperkuat Keahlian Konsultan Pajak 

IKPI, Bogor: Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik, menegaskan bahwa perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) justru akan membuka babak baru kemudahan layanan perpajakan, baik bagi konsultan pajak maupun wajib pajak. Hal tersebut ia sampaikan di hadapan puluhan peserta seminar PPL & Outing IKPI Cabang Depok yang digelar di Citra Cikopo, Bogor, pada Minggu (23/11/2025).

Kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) sekaligus outing yang berlangsung selama tiga hari, 21–23 November 2025, menjadi agenda tahunan IKPI Cabang Depok. Tidak hanya sebagai ruang peningkatan kompetensi, agenda ini juga dirancang untuk memperluas wawasan, bertukar pikiran, mempererat silaturahmi, hingga menjadi wadah relaksasi bagi para peserta.

“Di hari pertama kami mengadakan rapat anggota untuk mendengarkan masukan dan kritik sebagai evaluasi dan rencana satu tahun ke depan,” ujar Hendra.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Hari kedua dilanjutkan dengan PPL yang mengangkat tema besar digitalisasi administrasi perpajakan. Materi utama dibawakan oleh Agustina Mappadang bertajuk “Transformasi Layanan SPT Tahunan melalui Coretax: Strategi Menuju Pelaporan yang Lebih Akurat dan Terintegrasi”. Hendra menyebut tema tersebut sangat relevan karena Coretax kini menjadi fondasi baru administrasi DJP.

“Coretax akan sangat memengaruhi cara kita membantu wajib pajak melaporkan SPT. Anggota harus paham bagaimana sistem ini bekerja dan risikonya, karena mekanisme pelaporan ke depan semakin menuntut keakuratan,” jelas Hendra.

AI untuk Membantu, Bukan Menggantikan

Di sela rangkaian kegiatan, Hendra memperkenalkan sebuah terobosan baru dari IKPI Cabang Depok: AI Assistant Hallo Tax Indonesia, sebuah platform berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan untuk membantu konsultan pajak dan wajib pajak memahami regulasi perpajakan secara lebih cepat, akurat, dan efisien.

Menurutnya, sejumlah tantangan menjadi dasar dibangunnya platform tersebut, mulai dari kompleksitas regulasi yang terus berubah, tingginya jumlah wajib pajak, keterbatasan layanan, hingga tingkat kepatuhan UMKM yang masih rendah.

“Hallo Tax menawarkan kombinasi teknologi AI, data resmi, dan edukasi pajak Indonesia. Dan ini adalah layanan yang belum tersedia pada platform lain saat ini,” ujar Hendra.

Namun, ia menekankan bahwa kehadiran AI ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran konsultan pajak.

“AI berfungsi sebagai asisten riset, mempercepat pemahaman aturan, menjawab pertanyaan dasar, dan membantu edukasi. Tapi analisis mendalam, penyusunan strategi pajak, pendampingan pemeriksaan, dan advisory tetap memerlukan tenaga profesional. AI = efisiensi, konsultan = kepakaran. 

Jadi Hallo Tax memperkuat, bukan menggantikan, karena prinsipnya kreativitas milik Manusia, bukan AI.,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan bahwa Hallo Tax dijadwalkan melakukan peluncuran resmi pada awal tahun 2026, sebagai bagian dari komitmen IKPI Cabang Depok untuk menghadirkan inovasi yang dapat memperkuat ekosistem profesi konsultan pajak di era digital.

Hallo Tax dijadwalkan akan melakukan peluncuran resmi pada awal tahun 2026, sebagai bagian dari komitmen IKPI Cabang Depok untuk menghadirkan inovasi yang dapat memperkuat ekosistem profesi konsultan pajak di era digital.

Hendra berharap para anggota IKPI Depok dapat memanfaatkan Hallo Tax untuk meningkatkan kualitas layanan, mengoptimalkan waktu kerja, dan meminimalkan upaya manual dalam mencari referensi regulasi yang sering kali membutuhkan energi tambahan.

Belajar, Santai, dan Membangun Keakraban

Selain memperkaya wawasan perpajakan, suasana outing dibuat hangat dan santai melalui berbagai kegiatan penyegar pikiran. Setelah penyampaian materi PPL, peserta menikmati gala dinner, BBQ kambing guling, hingga hiburan organ tunggal.

“Alhamdulillah peserta senang bisa relaksasi sejenak, BBQ-an, nyanyi santai bareng. Kalau peserta senang, kami panitia ikut senang,” ungkap Hendra.

Di hari ketiga sebelum kembali ke sesi seminar, seluruh peserta diajak mengikuti fun games bertema golf: Nearest To The Pin, Nearest To The Line, dan One Chip One Putt, yang disambut meriah peserta.

Materi terakhir PPL dibawakan oleh Nurhidayat dengan topik “Mitigasi Risiko atas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak”, yang menurut Hendra sangat dibutuhkan karena risiko pemeriksaan kini meningkat seiring integrasi data DJP.

Penutupan kegiatan berlangsung penuh keakraban, dan Hendra menyampaikan alasan pemilihan lokasi pelatihan.

“Citra Cikopo memberikan suasana yang nyaman dan kondusif untuk belajar sekaligus membangun keakraban. Semangat kebersamaan ini yang ingin kita jaga,” ujarnya. (bl)

Kanwil DJP Jakarta Barat Gelar Lelang Eksekusi, Belasan Barang Sitaan Pajak Siap Ditawarkan ke Publik

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat bersiap melaksanakan “Lelang Eksekusi” atas belasan aset sitaan milik penunggak pajak. Agenda ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 26 November 2025 dan seluruh proses dilakukan secara daring melalui situs resmi lelang.go.id, sehingga bisa diikuti masyarakat dari berbagai daerah tanpa harus hadir secara fisik.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar, menegaskan bahwa pelaksanaan lelang merupakan tindak lanjut dari penelusuran dan penyitaan aset atas wajib pajak yang menunggak kewajiban. Barang-barang yang akan dilelang berasal dari hasil penagihan aktif di tujuh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah koordinasi wilayah Jakarta Barat.

“Lelang ini menjadi bentuk penegakan hukum pajak yang tegas, efektif, dan terukur. Aset yang telah disita akan ditawarkan kepada publik melalui mekanisme lelang resmi negara,” jelas Farid. Menurutnya, langkah itu menunjukkan konsistensi pemerintah dalam memastikan keadilan fiskal serta meningkatkan kedisiplinan wajib pajak.

Lelang Eksekusi Serentak, Transparan, dan Terbuka untuk Umum

Kegiatan ini diselenggarakan bersamaan di seluruh Kanwil DJP se-Jakarta, di bawah koordinasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) DKI Jakarta. Kanwil DJP Jakarta Barat akan melelang 17 objek barang bergerak, seluruhnya dijual dalam kondisi “apa adanya”, sehingga peserta bisa menilai barang secara transparan dan objektif.

Sistem open bidding online diterapkan untuk memberikan keadilan dan keterbukaan dalam menentukan pemenang lelang. Peserta cukup melakukan registrasi dan mengikuti penawaran secara real time di platform lelang.go.id, tanpa harus datang ke kantor pemerintah.

Langkah digitalisasi lelang ini diharapkan bukan hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat, tetapi juga memperkuat integritas dan akuntabilitas proses penyelesaian piutang pajak.

Lelang menjadi salah satu instrumen penting dalam rangkaian penagihan aktif utang pajak. Farid menegaskan bahwa penegakan hukum seperti ini penting untuk memastikan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana wajib pajak patuh tidak terbebani akibat ulah mereka yang tidak memenuhi kewajiban.

Selain berdampak pada peningkatan kepatuhan pajak, hasil lelang nantinya langsung masuk ke kas negara sebagai kontribusi terhadap pembiayaan pembangunan dan program pemerintah.

“Kami berharap tindakan ini mampu memberikan efek jera kepada penunggak pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melaksanakan kewajiban perpajakan,” kata Farid.

Dengan berbagai upaya penegakan hukum, edukasi, dan pemanfaatan teknologi, DJP menargetkan terciptanya ekosistem perpajakan yang lebih sehat, transparan, dan berkeadilan. (alf)

Kartu Anggota IKPI Beri Manfaat Nyata: Paulus Gunawan Dapat Potongan Harga di Hotel Swiss-Bel

IKPI, Makassar: Manfaat kartu anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali terbukti bukan sekadar identitas profesi. Pengurus Pusat IKPI Tjhia Paulus Gunawan membagikan pengalaman menariknya saat memanfaatkan kartu anggota IKPI untuk mendapatkan harga spesial di Hotel Swiss-Bel, Makassar.

Paulus menceritakan, sepulang kegiatan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Makassar pada Senin (24/11/2025), ia memutuskan menginap di Hotel Swiss-Bel. Saat melakukan reservasi, ia hanya menunjukkan kartu anggota IKPI di resepsionis—dan langsung mendapat corporate rate Rp 770.000, jauh lebih rendah dari harga publik Rp 1.150.000.

“Cukup tunjukkan kartu anggota IKPI, tanpa syarat tambahan. Langsung diberikan corporate rate. Ini bukti nyata manfaat keanggotaan IKPI,” ujar Paulus.

Paulus menegaskan bahwa keuntungan seperti ini sangat membantu konsultan pajak yang sering bepergian ke luar kota untuk urusan pekerjaan maupun pembinaan wajib pajak. Menurutnya, kerja sama IKPI dengan berbagai mitra sudah menjadi nilai tambah yang terasa langsung bagi para anggota.

“Kita sering diskusi manfaat organisasi secara teori. Tapi ketika manfaatnya bisa langsung dirasakan, seperti potongan harga hotel ini, rasa bangganya luar biasa. Jadi anggota IKPI memang memberikan privilege,” tambahnya.

Paulus berharap makin banyak anggota IKPI memanfaatkan fasilitas dan kerja sama yang sudah dibangun organisasi dengan berbagai pihak — mulai dari perhotelan, pendidikan, kesehatan, hingga layanan profesional lain.

Ke depannya, IKPI terus berupaya menambah daftar mitra yang memberikan benefit bagi anggota. Pengalaman Paulus ini kembali menegaskan bahwa kartu anggota IKPI bukan sekadar simbol keanggotaan, melainkan akses nyata untuk kemudahan dan kenyamanan profesi. (bl)

Vaudy Starworld Apresiasi Presiden AOTCA Ruston Tambunan dan Ajak Anggota Ramaikan AOTCA 2026 di Hong Kong

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menyampaikan ucapan selamat dan apresiasi kepada Presiden Asia-Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA) Ruston Tambunan atas suksesnya penyelenggaraan AOTCA 2025 di Nepal. Ia menyebut Ruston berhasil menghadirkan konferensi yang tidak hanya terorganisasi dengan baik, tetapi juga memberikan wadah diskusi yang konstruktif bagi para profesional pajak dari berbagai negara.

“Atas nama IKPI, kami mengucapkan selamat kepada Presiden AOTCA, Pak Ruston, atas terselenggaranya AOTCA di Nepal berjalan sukses dari awal hingga akhir,” ujar Vaudy.

Menurutnya, keberhasilan penyelenggaraan tersebut mencerminkan kemampuan Ruston dalam memimpin AOTCA serta memperkuat kolaborasi antarnegara di bidang perpajakan.

Konferensi internasional yang berlangsung selama tiga hari tersebut mendapat partisipasi luas dari delegasi berbagai organisasi konsultan pajak di Asia dan Oseania. 

Topik-topik strategis seperti transaksi lintas negara, digitalisasi ekonomi, transparansi sistem perpajakan, dan peningkatan kepatuhan menjadi pembahasan penting dalam forum tersebut. Vaudy menilai kehadiran AOTCA sangat relevan karena dunia kini menghadapi lanskap perpajakan global yang semakin dinamis, menuntut kolaborasi lintas yurisdiksi.

Selain memberi apresiasi atas penyelenggaraan AOTCA di Nepal, Vaudy juga mengajak seluruh anggota IKPI untuk kembali berpartisipasi pada AOTCA 2026 yang dijadwalkan diselenggarakan pada minggu kedua November di Hong Kong. Ia menilai konferensi tersebut menjadi peluang yang sangat berharga bagi konsultan pajak Indonesia untuk memperluas wawasan, kompetensi, serta jaringan profesional antarnegara.

“Ini kesempatan penting, bukan hanya untuk menghadiri konferensi, tetapi juga untuk menjalin lebih banyak relasi internasional. Kami mendorong anggota IKPI untuk hadir, sekaligus memanfaatkan momentum untuk berwisata,” ujarnya.

Vaudy menegaskan bahwa partisipasi IKPI dalam agenda internasional akan terus ditingkatkan, sejalan dengan visi organisasi untuk menyiapkan konsultan pajak Indonesia yang semakin kompeten dan mampu bersaing secara global.

Menurutnya, semakin banyak anggota yang aktif mengikuti forum internasional, semakin besar pula manfaat yang bisa dibawa pulang untuk pengembangan profesi di dalam negeri.

“Kami berharap antusiasme untuk AOTCA 2026 semakin tinggi. Mari bersama-sama menunjukkan bahwa konsultan pajak Indonesia siap berperan dalam ekosistem perpajakan internasional,” tegas Vaudy. (bl)

AOTCA akan Berstatus Badan Hukum, Perluas Keanggotaan dan Soroti Isu Perpajakan Global

Pendahuluan

Transformasi penting terjadi dalam Asia Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA).  General Meeting yang diadakan pada tanggal 19 November 2025 di hotel The Soaltee, Kathmandu dan dihadiri oleh seluruh anggota General Council serta perwakilan dari masing-masing asosiasi anggota AOTCA resmi menyetujui anggaran dasar (Article of Incorporation) AOTCA. 

Pada tahun lalu di AOTCA 2024 Hangzhou telah disetujui dalam General Meeting bahwa AOTCA akan menjadi General Incorporated Association (asosiasi berbadan hukum) yang semula merupakan Voluntary Association (non-incorporated association). Perubahan menjadi badan hukum inididasari oleh kebutuhan asosiasi agar lebih meningkatkan tata kelola dan lebih leluasa dalam menjalin kolaborasi dengan lembaga atau asosiasi internasional lain yang umumnya juga berbadan hukum. 

Selain itu, AOTCA akan lebih aktif menjaring anggota baru dengan membentuk Komite Khusus yang akan bertugas mengajak asosiasi profesi konsultan pajak di Asia Oceania lainnya untuk bergabung. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) hadir dalam AOTCA Annual Meeting & International Tax Conference 2025 yang digelar pada 18–21 November 2025 dan memainkan peran strategis, mengingat Presiden AOTCA periode 2025–2027 adalah Dr. Ruston Tambunan juga pernah menjabat Ketua Umum IKPI periode 2022-2024.

(Foto: DOK. Pribadi)

Rangkaian Agenda Meeting dan International Tax Conference

Pertemuan hari pertama pada 18 November 2025 dimulai dengan serangkaian rapat internal, yaitu: Auditors Meeting, Technical Committee Meeting dan General Council Meeting. Ketiga rapat tersebut membahas konsolidasi tata kelola organisasi, laporan keuangan dan kegiatan, evaluasi program, serta langkah-langkah penguatan kontribusi AOTCA dalam isu perpajakan internasional. 

Pada Technical Committee Meeting, disepakati perlunya reformasi keanggotaan yakni seleksi asosiasi yang benar-benar aktif mengembangkan kajian, mengikuti forum diskusi internasional, serta mampu memberikan masukan substantif kepada OECD, PBB, IMF, World Bank, maupun melalui platform global Global Tax Advisers Platform (GTAP).

Hari pertama ditutup dengan Welcome Reception yang diselenggarakan oleh Nepal Chamber of Tax Consultants (NCTC) sebagai tuan rumah AOTCA 2025 tahun ini. Para delegasi dari negara anggota AOTCA hadir dan menikmati sesi penyambutan yang menandai dimulainya rangkaian kegiatanAOTCA 2025.

(Foto: DOK. Pribadi)

Puncak agenda hari berikutnya terjadi pada 19 November, dengan diselenggarakannya AOTCA General Meeting. Rapat umum ini dihadiri oleh seluruh General Council Members, para Honorary Advisors, serta Presiden atau perwakilan asosiasi anggota. Dalam rapat tersebut, AOTCA secara bulat menyepakati beberapa keputusan strategis:

1. Pengesahan Article of Incorporation

AOTCA menyetujui Draft Article of Incorporation, yang menandai perubahan besar dalam struktur organisasi. Dengan pengesahan ini, AOTCA akan berstatus asosiasi berbadan hukum dan berkedudukan di Jepang efektif mulai 15 Januari 2026. Langkah ini dipandang penting untuk memperkuat legitimasi organisasi, meningkatkan kapasitas kolaborasi internasional, serta memastikan keberlanjutan tata kelola AOTCA ke depan

2. Penunjukan Chartered Institute of Malaysia (CTIM) sebagai Tuan Rumah AOTCA 2027

AOTCA juga memutuskan bahwa CTIM akan menjadi tuan rumah AOTCA Meeting & International Tax Conference 2027.

3. Uzbekistan Resmi Bergabung sebagai Anggota Baru

AOTCA menerima aplikasi Chamber of Tax Advisors of Uzbekistan sebagai anggota baru, efektif mulai 15 Januari 2026. Masuknya Uzbekistan dianggap memperluas cakupan kawasan Asia–Oceania dan memperkuat jaringan profesional pajak regional.

Soroti Pajak Digital dan Global Mobility sebagai Agenda Prioritas

Masih pada hari yang sama, AOTCA menggelar pertemuan Global Tax Advisers Platform (GTAP) Pertemuan inimenghasilkan kesepakatan bahwa GTAP akan memperdalam kajian mengenai Digital Service Tax (DST), dan Global Mobility, termasuk implikasi pajak lintas yurisdiksi. GTAP kemudian menandatangani sebuah deklarasi berisi empatprioritas global, yaitu:

1. Digitalisation and Technology in International Tax

2. Taxation and Sustainable Development: Supporting Global South Priorities

3. Towards a More Inclusive Global Tax Governance Framework

4. Integrity and Transparency: Economic Crime and the Role of Tax Professionals

Deklarasi ini menjadi bentuk kontribusi resmi GTAP kepada berbagai lembaga internasional yang memproses isu perpajakan global, termasuk OECD dan PBB.

Diskusi Mendalam tentang Evolusi Pajak dan Tantangan Global

Dalam sambutannya pada pembukaan International Tax Conference 2025 pada siang hari tanggal 19 November 2025 yang dihadiri oleh Finance Secretary dan beberapa pejabat pemerintah Nepal, President AOTCA, Dr. Ruston Tambunan menekankan pentingnya memahami evolusi sistem perpajakandi negara-negara berkembang, konteks transformasi digital yang semakin cepat, serta perlunya pendekatan yang lebih inklusif dalam kebijakan pajak global.


Ia menegaskan bahwa profesi konsultan pajak memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan antara pemerintah dan wajib pajak, sembari membantu menciptakan sistem perpajakan yang adil dan transparan. Selain itu Konsultan Pajak wajib menjaga profesionalitas dan intergritas dalam menjalankan profesinya.

Ia juga mendorong asosiasi anggota AOTCA termasuk IKPI, untuk lebih aktif berpartisipasi dalam forum internasional, menulis artikel teknis, dan berkontribusi sebagai panelis atau pembicara dalam seminar di tingkat regional maupun global.

(Foto: DOK. Pribadi)

Serah Terima Tuan Rumah 2026 dan Gala Dinner Yang Meriah

Menjelang penutupan konferensi sore hari tanggal 20 November 2025, dilakukan serah terima resmi dari tuan rumah 2025, Nepal Chamber of Tax Consultants (NCTC), kepada Taxation Institute of Hong Kong (TIHK) yang akan menyelenggarakan AOTCA 2026.

Pada malam harinya, Gala Dinner berlangsung meriah menampilkan budaya Nepal dan penampilan pertunjukan dari masing-masing negara anggota AOTCA, termasuk IKPI dari Indonesia. 

Menyusuri Situs Bersejarah Kathmandu

Sebagai bagian dari program, kegiatan resmi AOTCA 2025 ditutup pada 21 November dengan Half-Day Cultural Tour, mengunjungi beberapa bangunan dan situs bersejarah di sekitar Kathmandu. Tur budaya ini menjadi momen bagi para delegasi untuk mengenal lebih dekat warisan budaya Nepal setelah mengikuti serangkaian rapat dan konferensi intensif.

Penutup

Dengan selesainya AOTCA Nepal 2025, organisasi ini telah meneguhkan posisinya sebagai wadah kolaborasi profesional pajak di kawasan Asia–Oceania yang siap menjalankan peran lebih besar dalam dialog perpajakan global. Perubahan status menjadi badan hukum, perluasan keanggotaan, dan penguatan agenda riset internasional menandai arah baru AOTCA untuk beberapa tahun ke depan. AOTCA Meeting & International Tax Conference berikutnya akan dilaksanakan di Hong Kong pada minggu kedua November 2026 dan tahun 2027 di Kuala Lumpur, Malaysia (2027).

Penulis adalah  President Asia Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA)

Dr. Ruston Tambunan, Ak., CA., S.H., M.Si., M.Int.Tax

Email: ruston@citasco.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Kontribusi Pajak Sektor Pertambangan Turun ke 11,4%, DJP Soroti Tekanan di Subsektor Migas

IKPI, Jakarta: Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan perpajakan nasional mengalami penurunan pada Oktober 2025. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menyebutkan bahwa meski koreksinya tipis, pelemahan di sektor tersebut tetap menjadi perhatian pemerintah.

Bimo memaparkan bahwa penerimaan pajak dari sektor pertambangan per Oktober 2025 mencapai Rp205,7 triliun, turun 0,7% dibandingkan Rp207,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan itu membuat kontribusi sektor pertambangan melemah menjadi 11,4% terhadap total penerimaan pajak nasional.

“Kontribusi sektor pertambangan masih terbilang besar, namun memang mengalami penurunan ke angka 11,4%,” ujar Bimo, Senin (24/11/2025).

Migas Jadi Penyebab Terbesar

Penurunan ini terutama disebabkan oleh melemahnya subsektor minyak dan gas (migas). Kontribusi pajak subsektor tersebut terkoreksi 0,5% pada Oktober 2025. Dampaknya dipicu oleh penurunan harga minyak mentah dunia, di mana harga minyak jenis Brent turun sekitar 4%, sehingga memengaruhi kinerja perusahaan migas dan penerimaan pajaknya.

Selain itu, subsektor jasa penunjang pertambangan, nikel, dan batu bara juga mengalami perlambatan, meski tidak sedalam sektor migas. Di sisi lain, subsektor pertambangan nonmigas masih mampu tumbuh 2,2%, sehingga turut meredam penurunan secara keseluruhan.

Meski pertambangan melemah, kontribusi dari sektor ekonomi lainnya justru menunjukkan tren positif. Sektor pengolahan, yang menjadi penyumbang pajak terbesar secara nasional, tumbuh 2,3% hingga mencatatkan penerimaan Rp502,3 triliun per Oktober 2025. Sementara sektor aktivitas keuangan berhasil mencatatkan pertumbuhan 5,1% dengan nilai penerimaan mencapai Rp207,5 triliun.

Kenaikan dua sektor tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas penerimaan pajak di tengah perlambatan sektor pertambangan. (alf)

en_US