Purbaya Tegaskan APBN Bukan Cuma Bangun Infrastruktur, tapi Harus Bikin Rakyat Sejahtera

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak boleh hanya menghasilkan proyek fisik atau pembangunan infrastruktur. Pemerintah, kata dia, ingin setiap belanja negara benar-benar kembali untuk menyejahterakan rakyat.

Dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025), Purbaya menyampaikan bahwa seluruh arah kebijakan fiskal dibangun melalui sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tujuan akhirnya jelas: pertumbuhan ekonomi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Pada dasarnya sama, seluruh APBN, seluruh kegiatan pemerintah, DPR, DPD, tujuannya sama untuk membuat masyarakat kita semua jadi kaya,” ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan ekonomi tidak boleh hanya diukur dari munculnya orang kaya baru, gedung besar, atau proyek raksasa. Jika sebagian besar rakyat masih tertinggal, maka pembangunan dianggap tidak berhasil.

“Kalau saya sendiri ya sudah kaya, tapi kan sebagian besar masyarakat kita nggak begitu. Itu bukan keberhasilan kalau yang kaya cuma sedikit,” tegasnya.

Sebagai sumber utama APBN, penerimaan pajak tetap menjadi fondasi belanja negara. Karena itu, setiap kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah diarahkan untuk mempersempit kesenjangan, meningkatkan layanan publik, serta menciptakan lapangan kerja di berbagai daerah.

Purbaya juga mengingatkan bahwa tujuan menyejahterakan rakyat sebenarnya sudah menjadi cita-cita sejak awal kemerdekaan. Namun, sepanjang perjalanan bangsa, arah itu tidak selalu berjalan optimal.

“Tujuan besar ini sudah ada sejak kemerdekaan. Tapi lama-lama tujuan itu tertutupi,” kata dia.

Ia mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo memberi mandat agar ekonomi dibenahi secara menyeluruh. Sebelum reformasi dilakukan, Indonesia pernah berada dalam kondisi yang berpotensi membahayakan perekonomian.

“Saya ditugaskan oleh Presiden untuk membawa ekonomi ke arah yang lebih baik. Karena sebelumnya, tanpa disadari, kita sempat mengalami keadaan yang amat membahayakan negara,” terangnya.

Menurut Purbaya, infrastruktur tetap penting, namun hasil akhirnya harus mengangkat kesejahteraan rakyat.

“Saya selalu bilang, mari kita kaya bersama. Itu tujuan kita,” tutupnya. (alf)

DJP Siapkan Skema “Cooperative Compliance”, Awasi Pajak Perusahaan Besar Lewat Sistem Otomatis

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyiapkan terobosan baru dalam strategi pengawasan wajib pajak besar. Mulai tahun depan, otoritas pajak akan menerapkan pendekatan cooperative compliance, sebuah konsep kemitraan berbasis kepercayaan dan transparansi antara DJP dan perusahaan besar untuk membangun sistem kepatuhan pajak yang lebih modern dan efisien.

Melalui skema ini, perusahaan akan diajak berkolaborasi membangun mekanisme pengendalian internal perpajakan sejak tahap awal transaksi hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan demikian, potensi kesalahan atau ketidakpatuhan dapat diminimalkan jauh sebelum proses audit dilakukan.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi, menjelaskan bahwa konsep ini akan mengadopsi Tax Control Framework (TCF) yang terintegrasi dengan sistem teknologi informasi DJP. Melalui integrasi ini, setiap proses perpajakan perusahaan dapat diawasi secara otomatis, real-time, dan transparan.

“Kalau dulu kontrol itu hanya ada di ujung, seperti audit yang dilakukan setelah semuanya selesai. Dengan cooperative compliance, kontrol terjadi di setiap proses,” ujar Iwan dalam acara Kupas Tuntas Perpajakan Ekonomi Digital, Selasa (4/11/2025).

Iwan menuturkan, pada tahap awal, pendekatan ini akan difokuskan pada perusahaan-perusahaan besar. Langkah ini diharapkan membuat pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) di DJP menjadi lebih efektif, karena petugas pajak dapat difokuskan pada sektor atau wajib pajak yang membutuhkan pengawasan lebih mendalam.

Lebih jauh, Iwan menegaskan bahwa manfaat cooperative compliance tidak hanya dirasakan oleh otoritas pajak, tetapi juga oleh dunia usaha. Dengan penerapan TCF, direksi dan manajemen perusahaan dapat memantau kepatuhan pajak internal mereka secara langsung, sehingga risiko pelanggaran atau kesalahan pelaporan bisa ditekan sejak dini.

“Cost of compliance akan semakin rendah, tapi tingkat kepatuhan justru meningkat,” ujarnya.

Untuk memastikan penerapan sistem ini berjalan optimal, DJP akan menggandeng berbagai pemangku kepentingan, termasuk perguruan tinggi dan konsultan pajak, dalam mengembangkan platform TCF sepanjang tahun depan.

Langkah ini menandai babak baru dalam modernisasi sistem perpajakan nasional dari pendekatan berbasis pengawasan menjadi kemitraan yang mendorong kepatuhan sukarela dan transparansi jangka panjang. (alf)

Pemerintah Siapkan Sistem Canggih SPPTDLN, Era Baru Pajak Digital Lintas Negara Dimulai!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bersiap membuka babak baru dalam pemungutan pajak di era digital. Melalui Sistem Pemungutan Pajak Transaksi Digital Luar Negeri (SPPTDLN), pemerintah ingin memastikan setiap transaksi digital lintas negara turut berkontribusi bagi penerimaan negara.

Langkah ini menandai pergeseran besar dari pendekatan manual ke sistem yang sepenuhnya otomatis dan berbasis data. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi, menegaskan bahwa pola lama pemungutan pajak tak lagi relevan menghadapi ledakan ekonomi digital.

“Kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan manual. Kepatuhan pajak di era digital harus berbasis otomasi dan integrasi data,” ujar Iwan dalam acara Kupas Tuntas Perpajakan Ekonomi Digital, Selasa (4/11/2025).

Setiap hari, jutaan transaksi bernilai kecil terjadi di berbagai platform e-commerce, aplikasi hiburan, dan layanan digital global. Karena itu, DJP tengah merancang mekanisme yang memungkinkan pemungutan pajak dilakukan langsung di sumbernya, tanpa menunggu pelaporan wajib pajak.

Melalui SPPTDLN, pemerintah akan beralih dari sistem self-assessment menuju pemungutan otomatis oleh platform digital utama, seperti e-commerce, agregator, dan payment gateway.

“Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sudah memberi kewenangan bagi Dirjen Pajak untuk menunjuk pemungut pajak. Nah, kini ekosistem digital akan kita uji dengan sistem baru ini,” tambah Iwan.

Namun, penunjukan pemungut pajak selama ini masih menemui kendala teknis—mulai dari proses klarifikasi data hingga belum meratanya perlakuan di antara pelaku usaha digital.

Untuk memperkuat implementasi, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2025 yang menunjuk PT Jalin Pembayaran Nusantara, anak usaha BUMN, sebagai pelaksana utama SPPTDLN.

PT Jalin akan bertugas menjalankan sandboxing atau uji coba sistem, memastikan keamanan data, melakukan pemungutan, serta memberikan dukungan teknis dan pemeliharaan sistem. Perusahaan ini juga diberi kewenangan menggandeng mitra dari dalam maupun luar negeri, asalkan memenuhi standar teknologi dan jangkauan operasional global.

Mitra pelaksana akan melalui tahapan seleksi ketat, termasuk uji teknis dan verifikasi administratif. Sebagai imbalan, PT Jalin akan menerima kompensasi berupa imbal jasa yang besarannya akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah melalui rekomendasi tim koordinasi.

Kehadiran SPPTDLN diharapkan menjadi tonggak penting dalam menutup celah pajak ekonomi digital lintas negara serta memastikan pemerataan kewajiban pajak antara pelaku lokal dan global.

Meski begitu, pejabat DJP Melani menekankan bahwa sistem ini masih dalam tahap persiapan dan akan diimplementasikan secara bertahap.

“Kebijakan ini akan melalui tahapan panjang, mulai dari pengujian sistem, integrasi data, hingga penyesuaian regulasi. Tapi arah kita sudah jelas: digitalisasi pajak tak bisa ditunda lagi,” tegasnya.

Dengan SPPTDLN, Indonesia tak hanya menyesuaikan diri dengan era digital, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai salah satu negara pionir dalam pemungutan pajak digital lintas yurisdiksi di kawasan Asia. (alf)

Gelapkan Pajak, Direktur Perusahaan di Kalteng Dihukum Penjara dan Denda

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) kembali menegaskan komitmennya menindak tegas pelanggaran perpajakan. Seorang direktur perusahaan berinisial AS, yang memimpin PT SB, divonis 9 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Palangka Raya karena terbukti melakukan penggelapan pajak.

Selain pidana kurungan, majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp1,61 miliar kepada terdakwa. Jika denda tidak dibayar dalam waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda AS akan disita dan dilelang oleh jaksa penuntut umum. Apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka pidana tersebut akan diganti dengan tiga bulan penjara tambahan.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng Syamsinar menyambut baik putusan tersebut.

“Kami mengapresiasi langkah majelis hakim yang telah memberikan putusan adil atas perkara ini. Penegakan hukum terhadap pelaku penggelapan pajak menjadi bukti keseriusan kami dalam menjaga kepatuhan wajib pajak,” ujar Syamsinar, Selasa (4/11/2025).

Kasus ini bermula dari hasil penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP Kalselteng, yang menemukan bahwa AS dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, serta tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut pada periode Januari 2018 hingga Desember 2019.

Perbuatan tersebut dinilai melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Akibat tindakan tersebut, negara mengalami kerugian sedikitnya Rp538 juta.

Syamsinar menegaskan, kasus ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi wajib pajak lainnya agar tidak main-main dengan kewajiban perpajakan.

“Penegakan hukum seperti ini bukan semata-mata untuk menghukum, tetapi juga untuk memberikan efek jera dan membangun budaya patuh pajak di masyarakat,” tegasnya.

Langkah tegas Kanwil DJP Kalselteng ini menegaskan bahwa setiap bentuk penggelapan pajak akan ditindak tanpa pandang bulu, demi menjaga keadilan dan memastikan penerimaan negara tetap optimal untuk membiayai pembangunan. (alf)

USKP Mengulang Tingkat B Resmi Dibuka! Ayo Daftarkan Diri Sekarang!

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi para konsultan pajak yang bersiap mengulang ujian! Komite Pelaksana Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) Kementerian Keuangan secara resmi membuka pendaftaran Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) Tingkat B mulai hari ini, 3 November 2025.

Namun perlu dicatat, kali ini ujian hanya diperuntukkan bagi peserta yang mengulang. Jadi, jangan sampai terlewat!

“Periode pendaftaran USKP 3 November 2025 pada pukul 08.00 WIB hingga 5 November 2025 pukul 12.00 WIB. Hanya dilaksanakan selama tiga hari,” tulis KP3SKP Kemenkeu dalam pengumumannya.

Syarat dan Ketentuan Pendaftaran

Peserta wajib memenuhi syarat utama berikut:

• Memiliki ijazah minimal S-1 atau D-IV dari perguruan tinggi terakreditasi;

• Sudah memegang Sertifikat Konsultan Pajak Tingkat A;

• Melampirkan scan ijazah, KTP, pas foto formal 4×6 berlatar merah, serta Surat Pernyataan Peserta Ujian bermeterai Rp10.000;

• Jika memiliki sertifikat e-learning Open Access (OA) Tingkat B, unggah bersamaan pada halaman kedua surat pernyataan.

Langkah Pendaftaran Online

Proses pendaftaran dilakukan secara daring melalui laman https://bppk.kemenkeu.go.id/uskp/.

1. Peserta baru wajib registrasi akun dengan data sesuai KTP.

2. Peserta lama bisa gunakan fitur “Gunakan Data Sebelumnya”, dengan memastikan seluruh data terbaru sudah benar.

3. Unggah dokumen lengkap dan pastikan memilih lokasi ujian serta kuota yang tersedia.

4. Setelah semua benar, tekan submit untuk menyelesaikan pendaftaran.

Format surat pernyataan dan contoh sertifikat OA bisa diunduh di: https://klc2.kemenkeu.go.id/sertifikasi/uskp/announcement/9590/

USKP Tingkat B merupakan jenjang penting untuk memperluas kompetensi dan kewenangan sebagai konsultan pajak profesional. Waktu pendaftaran yang hanya tiga hari membuat kecepatan menjadi kunci utama.

Segera lengkapi berkas dan daftarkan diri Anda sekarang juga! Informasi selengkapnya dapat diakses di https://klc2.kemenkeu.go.id/sertifikasi/uskp/announcement/9591/. (bl)

DJP Kunci Akses e-Faktur untuk PKP Bandel, Aturan Baru Siap Berlaku!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengetatkan pengawasan terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang lalai menjalankan kewajiban perpajakan. Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2025, otoritas pajak kini bisa menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak (e-Faktur) bagi PKP yang tidak patuh—bahkan bagi yang kedapatan menyalahgunakan fasilitas perpajakan.

Langkah tegas ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 65 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024), yang memberi kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk melakukan penonaktifan akses e-Faktur terhadap PKP yang tidak menjalankan kewajibannya. Wewenang ini juga didelegasikan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai dengan wilayah pendaftaran wajib pajak.

PKP yang Bisa Kehilangan Akses e-Faktur

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PER 19/2025, ada sejumlah kriteria yang membuat PKP terancam kehilangan akses e-Faktur, antara lain:

• Tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak selama tiga bulan berturut-turut;

• Tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh;

• Tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama tiga bulan berturut-turut atau enam masa pajak dalam setahun;

• Tidak melaporkan bukti potong atau pungut selama tiga bulan berturut-turut;

• Memiliki tunggakan pajak minimal Rp250 juta (untuk wajib pajak KPP Pratama) atau Rp1 miliar (untuk KPP selain Pratama), yang sudah mendapat surat teguran namun belum dilunasi, dan tidak memiliki perjanjian pengangsuran atau penundaan pembayaran yang masih berlaku.

DJP menegaskan, aturan ini bukan sekadar ancaman di atas kertas. “Penonaktifan akses e-Faktur menjadi salah satu instrumen penegakan kepatuhan yang lebih konkret. PKP yang tidak menjalankan kewajiban, tidak bisa lagi bertransaksi secara normal,” demikian penegasan dari sumber DJP.

Meski begitu, DJP tetap memberi ruang bagi PKP untuk melakukan klarifikasi. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PER 19/2025, wajib pajak yang aksesnya dinonaktifkan dapat mengajukan klarifikasi tertulis kepada kepala KPP tempatnya terdaftar.

Surat klarifikasi harus memuat nomor dan tanggal dokumen, tujuan klarifikasi, identitas wajib pajak, penjelasan, serta dokumen pendukung seperti bukti potong/pungut, tanda terima SPT, atau bukti pelunasan tunggakan.

Kepala KPP wajib memproses klarifikasi tersebut dalam waktu lima hari kerja sejak diterima. Jika wajib pajak terbukti sudah memenuhi kewajiban perpajakannya, maka akses e-Faktur akan diaktifkan kembali.

Menariknya, apabila KPP belum memberikan keputusan setelah lima hari kerja, sistem akan secara otomatis mengaktifkan kembali akses e-Faktur. Namun, bila setelah diaktifkan ternyata wajib pajak masih belum patuh, KPP berhak menonaktifkannya lagi.

Melalui kebijakan ini, DJP menegaskan komitmennya dalam menjaga kepatuhan dan kredibilitas sistem PPN nasional. Akses e-Faktur adalah fasilitas negara yang hanya pantas diberikan kepada wajib pajak yang patuh.

Langkah ini diharapkan mampu menekan praktik penyalahgunaan faktur pajak, sekaligus mendorong wajib pajak agar lebih disiplin dalam melaporkan dan menyetor pajak sesuai ketentuan. (alf)

Membangun Fondasi Perpajakan Unggul: Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Kepatuhan Pajak di Indonesia

Pendahuluan

Kepatuhan pajak merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan penerimaan negara dan membiayai pembangunan nasional. Namun, tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), rasio pajak di Indonesia masih sekitar 10,3% dari PDB pada tahun 2022, jauh di bawah target yang ditetapkan oleh pemerintah (DJP, 2022). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak, salah satunya melalui pendidikan perpajakan.

Analisis

Pendidikan perpajakan memiliki peran penting dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Dengan pendidikan perpajakan yang baik, masyarakat dapat memahami pentingnya pajak dan bagaimana cara membayar pajak yang benar. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pendidikan perpajakan dapat meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak (OECD, 2019).

Data statistik menunjukkan bahwa pendidikan perpajakan dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang pajak lebih cenderung untuk membayar pajak secara tepat waktu. Pada tahun 2022, sebanyak 73,4% responden yang memiliki pengetahuan tentang pajak membayar pajak secara tepat waktu, sedangkan hanya 44,1% responden yang tidak memiliki pengetahuan tentang pajak yang membayar pajak secara tepat waktu (BPS, 2022).

Di Indonesia, pendidikan perpajakan masih belum mendapatkan perhatian yang cukup. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jurusan perpajakan masih belum banyak diminati oleh siswa (Kemendikbud, 2020). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan minat siswa terhadap jurusan perpajakan.

Beberapa negara telah berhasil meningkatkan kepatuhan pajak melalui pendidikan perpajakan. Contohnya:

– Singapura: Pemerintah Singapura telah meluncurkan program pendidikan perpajakan yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak (IRAS, 2020). Program ini mencakup pendidikan perpajakan di sekolah-sekolah dan pelatihan bagi pegawai pajak.

– Jepang: Pemerintah Jepang telah memasukkan pendidikan perpajakan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah (MEXT, 2019). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak sejak dini.

– Australia: Pemerintah Australia telah meluncurkan program pendidikan perpajakan yang interaktif dan menyenangkan untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak di kalangan siswa sekolah (ATO, 2020).

– Swedia: Pemerintah Swedia telah memasukkan pendidikan perpajakan ke dalam kurikulum sekolah dan menyediakan pelatihan bagi guru untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak (Skatteverket, 2020).

– Korea Selatan: Pemerintah Korea Selatan telah meluncurkan program pendidikan perpajakan yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak (NTS, 2020). Program ini mencakup pendidikan perpajakan di sekolah-sekolah dan pelatihan bagi pegawai pajak.

Kesimpulan dan Usulan

Pendidikan perpajakan memiliki peran penting dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan minat siswa terhadap jurusan perpajakan. Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama untuk mengembangkan program pendidikan perpajakan yang komprehensif dan efektif.

Usulan:

1. Pengembangan kurikulum pendidikan perpajakan: Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama untuk mengembangkan kurikulum pendidikan perpajakan yang komprehensif dan efektif.

2. Pelatihan bagi guru: Pemerintah perlu menyediakan pelatihan bagi guru untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak di kalangan siswa.

3. Program pendidikan perpajakan di sekolah: Pemerintah perlu meluncurkan program pendidikan perpajakan di sekolah-sekolah untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak sejak dini.

4. Kerja sama dengan stakeholder: Pemerintah perlu bekerja sama dengan stakeholder, seperti organisasi profesi dan masyarakat sipil, untuk meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan pajak.

Dengan demikian, diharapkan kepatuhan pajak di Indonesia dapat meningkat dan penerimaan negara dapat meningkat.

Referensi:

– DJP (2022). Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak 2022.

– OECD (2019). Tax Education and Awareness.

– Kemendikbud (2020). Data Pendidikan Indonesia 2020.

– IRAS (2020). Tax Education Programme.

– MEXT (2019). Curriculum Guidelines for Elementary and Secondary Education.

– ATO (2020). Tax Education Resources for Schools.

– Skatteverket (2020). Tax Education for Schools.

– NTS (2020). Tax Education Programme.

– BPS (2022). Survei Kepatuhan Pajak 2022.

Penulis adalah Ketua Departemen Humas IKPI, Dosen, dan Praktisi Perpajakan

Jemmi Sutiono

Email:   jemmi.sutiono@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan dan pendapat pribadi penulis

DJP Sumut I Amankan Rp119 Miliar dari Ratusan Rekening Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I bergerak tegas dalam menegakkan kepatuhan perpajakan. Sebanyak 310 rekening milik penunggak pajak resmi diblokir dengan total utang mencapai Rp119 miliar.

Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I, Arridel Mindra, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi penagihan aktif oleh jurusita pajak negara untuk mengamankan penerimaan negara.

“Pemblokiran ini adalah bentuk penegakan hukum agar wajib pajak segera memenuhi kewajiban. Kami berharap langkah ini menjadi pengingat bagi semua pihak untuk patuh tanpa harus sampai pada tindakan tegas seperti ini,” ujar Arridel, Senin (4/11/2025).

Menurutnya, pelaksanaan pemblokiran rekening secara serentak membuat proses penagihan lebih efisien dan terkoordinasi. Dengan cara ini, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tidak perlu berulang kali berkomunikasi dengan pihak bank, sehingga tindakan penagihan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.

Langkah DJP tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang tata cara penagihan pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Dalam Pasal 29 dan 30 disebutkan, permintaan pemblokiran dilakukan secara tertulis oleh DJP, dan pihak bank wajib melakukan pemblokiran rekening sebesar jumlah utang pajak dan biaya penagihan.

Arridel juga menyampaikan apresiasi terhadap kerja sama erat antara DJP dan perbankan. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor tersebut penting untuk memperkuat sistem pengamanan penerimaan negara, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di bidang perpajakan.

“Sinergi yang baik antara DJP dan perbankan menjadi fondasi kuat bagi optimalisasi penerimaan negara yang pada akhirnya digunakan untuk kepentingan pembangunan nasional,” ujarnya.

Melalui langkah tegas ini, DJP Sumatera Utara I menegaskan komitmennya untuk menjaga kepatuhan dan keadilan pajak, sekaligus memastikan setiap rupiah penerimaan negara dapat dikelola secara optimal demi kesejahteraan masyarakat.

Konsultan Pajak Harus Melek AI! Yuk, Gali Pengetahuan di Seminar IKPI Jatim

IKPI, Surabaya: Dunia perpajakan nasional tengah bergerak menuju era digital yang sepenuhnya terintegrasi. Menyambut perubahan besar itu, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Jawa Timur akan menggelar seminar nasional bertema “AI & Coretax: Otomatisasi Cerdas SPT Tahunan”, pada Sabtu, 6 Desember 2025 di Hotel Shangri-La Surabaya dan dapat diikuti secara hybrid (luring dan daring).

Ketua IKPI Pengda Jawa Timur Zeti Arina menjelaskan, tema ini diangkat sebagai respons atas implementasi penuh Coretax System untuk pelaporan SPT Tahun Pajak 2025, yang akan menjadi tonggak baru transformasi administrasi perpajakan nasional.

“Kita semua berada di ambang transformasi besar dalam administrasi perpajakan nasional, yaitu implementasi penuh Coretax System. Ini bukan sekadar pembaruan sistem, melainkan perubahan fundamental menuju ekosistem perpajakan yang sepenuhnya digital dan terintegrasi,” ujar Zeti, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, kehadiran Artificial Intelligence (AI) akan menjadi bagian penting dari sistem perpajakan modern. AI diyakini dapat membantu konsultan pajak menyusun SPT tahunan dengan lebih cepat, efisien, dan akurat.

Zeti menegaskan, peran AI akan sangat signifikan dalam menghadapi Coretax. Volume data yang harus diolah, mulai dari data transaksi, e-faktur, hingga bukti potong, akan meningkat pesat dan menuntut ketelitian tinggi.

“AI bisa mengambil alih proses validasi data, rekonsiliasi antar-database, dan klasifikasi transaksi secara otomatis. Tugas yang biasanya butuh waktu seminggu bisa diselesaikan dalam hitungan menit,” jelasnya.

Selain efisiensi, AI juga membantu konsultan mendeteksi anomali dan potensi kesalahan pelaporan sebelum SPT dikirimkan ke DJP, serta memberikan analisis prediktif untuk mendukung nasihat strategis bagi klien.

Siapkan Anggota Hadapi Era Coretax

Seminar ini menjadi langkah nyata IKPI Jawa Timur dalam mempersiapkan para anggotanya menghadapi perubahan sistem pelaporan pajak berbasis digital.

“Sebagai organisasi profesi, kami wajib memastikan anggota kami kompeten dan relevan dengan perkembangan zaman. Kami tidak ingin anggota tertinggal, justru harus menjadi yang terdepan dalam memanfaatkan teknologi,” tegas Zeti.

Kegiatan ini menghadirkan dua pembicara ahli lintas bidang, yaitu Lili Supriyadi, mantan IT DJP dan Founder Praxtax.id & TaxHero.id, serta Aulia Harvy, Founder Surya Microsystem Teknologi.

“Pak Lili memahami seluk-beluk Coretax dan bahkan memiliki dummy sistem untuk latihan. Sementara Pak Aulia akan mengajarkan bagaimana ‘memerintah’ AI dengan benar tanpa harus paham IT. Bahkan orang awam pun bisa belajar memanfaatkan AI untuk tugas-tugas perpajakan,” terang Zeti.

Zeti menepis anggapan bahwa penggunaan AI hanya bisa dilakukan oleh orang yang mahir teknologi.

“Itu anggapan yang salah. Kami tidak akan membahas algoritma rumit. Seminar ini fokus dari sudut pandang pengguna, bagaimana AI membantu rekonsiliasi ribuan data e-faktur dalam waktu 5 menit, dan bagaimana itu bisa menghemat waktu serta mengurangi risiko denda,” katanya.

Selain itu, ia juga mengajak seluruh konsultan pajak dan masyarakat luas untuk ikut serta dalam seminar ini, baik secara langsung maupun daring.

“Era Coretax dan AI bukan ancaman bagi profesi konsultan pajak, melainkan peluang emas. Pekerjaan administratif mungkin akan berkurang karena otomatisasi, tapi peran kita sebagai strategic advisor justru makin dibutuhkan,” tutupnya. (bl)

IKPI Balikpapan Kenalkan Profesi Konsultan Pajak ke Ujung Utara Kalimantan

IKPI, Balikpapan: IKPI Cabang Balikpapan memperluas jangkauan pengenalan profesi konsultan pajak hingga ke ujung utara Pulau Kalimantan dengan berpartisipasi dalam Forum Komunikasi Publik Profesi Keuangan yang diselenggarakan oleh PPPK bekerja sama dengan Universitas Borneo Tarakan.

Acara yang mengusung tema “Profesi Keuangan: Kerja Asik Sambil Membangun Negeri” ini menjadi wadah bagi berbagai profesi keuangan untuk berbagi wawasan dan inspirasi kepada generasi muda.

Dalam kesempatan tersebut, IKPI Cabang Balikpapan diwakili oleh, Belawa Tukan Yohanes, yang memberikan paparan mengenai seluk-beluk profesi konsultan pajak. Ia menjelaskan bagaimana memulai karier di bidang ini, termasuk proses menjalani berbagai ujian sertifikasi sebagai pintu untuk menilai kompetensi konsultan pajak dalam membantu wajib pajak memahami dan mematuhi kewajiban perpajakan.

Belawa juga memaparkan tantangan yang dihadapi konsultan pajak dalam praktiknya sebagai pihak yang berperan sebagai mediator antara wajib pajak dan fiskus. Selain itu, ia memperkenalkan IKPI sebagai organisasi profesi konsultan pajak tertua dan memiliki anggota terbesar di Indonesia.

Sebagai Koordinator Seksi Hubungan Masyarakat Pengurus Daerah Kalimantan, Belawa menegaskan bahwa IKPI selalu siap menampung dan membantu mahasiswa maupun pihak-pihak yang berminat menjadi konsultan pajak. “IKPI hadir untuk membantu, mewadahi, dan menjaga integritas serta kompetensi para anggotanya,” kata Belawa, Senin (3/11/2025).

Dalam paparannya, Belawa juga menekankan pentingnya Undang-Undang Konsultan Pajak sebagai landasan hukum untuk melindungi tidak hanya profesi konsultan pajak, tetapi juga wajib pajak di Indonesia.

Kegiatan ini menjadi aktivitas perdana IKPI Cabang Balikpapan di wilayah Kalimantan Utara dan mendapat sambutan antusias dari civitas akademika Universitas Borneo Tarakan. Acara yang digelar di Ruang Serba Guna, Gedung Rektorat Universitas Borneo Tarakan tersebut dihadiri sekitar 200 peserta, terdiri atas dosen dan mahasiswa Universitas Borneo Tarakan. (bl)

en_US