Penundaan Cukai Popok dan Tisu Dinilai Tepat, Indef Ingatkan Risiko Hilangnya Momentum Fiskal

IKPI, Jakarta: Kebijakan pemerintah menunda rencana pengenaan cukai terhadap popok dan tisu basah mendapat apresiasi sekaligus peringatan dari kalangan ekonom. Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef, M Rizal Taufikurahman, menilai keputusan tersebut tepat secara waktu, namun berisiko menghilangkan momentum perluasan penerimaan negara jika tidak dibarengi peta jalan yang jelas.

“Penundaan ini pada dasarnya tepat dari sisi timing karena daya beli masyarakat dan pemulihan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya solid,” ujarnya, Minggu (16/11/2025).

Menurut Rizal, target pertumbuhan ekonomi 6 persen dapat dijadikan ambang batas kebijakan sebelum pemerintah memberlakukan cukai baru agar tidak menimbulkan demand shock, terutama bagi keluarga muda dan pelaku UMKM yang tengah menanggung tekanan biaya hidup. Meski demikian, ia menegaskan ada konsekuensi fiskal yang tak bisa diabaikan.

“Risikonya adalah hilangnya momentum untuk memperluas basis penerimaan negara serta mendorong perubahan perilaku konsumsi,” katanya.

Rizal juga mengingatkan perlunya fase transisi yang nyata, mulai dari sosialisasi, insentif terhadap produk ramah lingkungan, hingga dukungan bagi UMKM produsen barang substitusi. Tanpa itu, penundaan dikhawatirkan menjadi pembatalan permanen dan gagal memberikan dorongan reformasi fiskal.

Ia menuturkan bahwa jika kelak cukai diberlakukan tanpa mitigasi, beban terbesar akan dirasakan keluarga muda dan kelompok berpenghasilan rendah karena popok dan tisu basah merupakan kebutuhan rumah tangga esensial. Desain tarif yang tidak hati-hati berpotensi menekan konsumsi kelompok menengah bawah dan memicu pergeseran ke produk murah yang tidak memenuhi standar.

Dari sisi industri, kebijakan cukai berpotensi menggerus margin produsen serta memicu peredaran barang substitusi yang tidak terjamin kualitasnya. Dari aspek keadilan fiskal, Rizal menilai kebijakan ini cenderung regresif lantaran beban paling besar ditanggung kelompok berpendapatan rendah.

Wacana ekstensifikasi cukai ini sebelumnya tercantum dalam PMK 70/2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, yang membuka ruang penambahan Barang Kena Cukai (BKC) baru seperti popok sekali pakai, alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah. Pemerintah juga mengkaji potensi cukai untuk produk plastik dan pangan olahan bernatrium sebagai strategi menambah penerimaan tanpa langsung menaikkan pajak utama.

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa cukai popok dan tisu belum akan diterapkan dalam waktu dekat. Ia menyebut pemerintah tetap memegang prinsip untuk tidak menambah beban pajak sebelum ekonomi benar-benar stabil.

“Sebelum ekonominya stabil, saya tidak akan menambah pajak tambahan dulu. Ketika ekonominya tumbuh 6 persen atau lebih, baru kita pikirkan pajak-pajak tambahan,” ujar Purbaya di Jakarta, Jumat (14/11/2025). (alf)

Analis Global Ingatkan Risiko Fiskal di Balik Percepatan Mandatori Biodiesel B50

IKPI, Jakarta: Percepatan rencana pemerintah untuk menerapkan mandatori biodiesel B50 menjadi sorotan para analis global. Di tengah ambisi memperkuat kemandirian energi, langkah menuju B50 dinilai dapat menimbulkan tekanan besar terhadap stabilitas fiskal, ekspor, dan industri sawit sebagai komoditas utama Indonesia.

Managing Director Glenauk Economics, Julian Conway McGill, dalam wawancara eksklusif di sela Indonesia Palm Oil Conference (POC) 2025 di BICC The Westin, Nusa Dua, menyebut transisi cepat dari B30 ke B40 dan kini menuju B50 telah menciptakan ekspektasi pasar yang tidak proporsional.

“Program biodiesel Indonesia terlalu berhasil,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).

Menurut McGill, keberhasilan itu membuat pasar mengasumsikan permintaan biodiesel akan terus melesat sehingga harga CPO bertahan tinggi, bahkan sebelum kebijakan benar-benar diterapkan. Padahal, kondisi ini terjadi saat harga solar global tengah rendah sehingga memperlebar spread CPO–solar, yang merupakan komponen biaya terbesar dalam produksi biodiesel.

Ia menilai pembiayaan B40 saja sudah berat—apalagi B50. Kenaikan levy ekspor dinilai hampir tak terhindarkan, namun kebijakan itu dapat menggerus daya saing ekspor serta menahan minat investor, terutama ketika produktivitas sawit Indonesia tidak menunjukkan peningkatan signifikan. Kompleksitas legalitas lahan dan tingginya pungutan disebut membuat investor enggan melakukan ekspansi.

“Tidak ada sektor pertanian bisa meningkatkan produktivitas jika harga terus ditekan oleh pajak,” tegasnya.

McGill juga mengingatkan potensi siklus risiko: produksi stagnan, konsumsi biodiesel meningkat, ekspor melemah, penerimaan levy menurun, dan pada akhirnya pungutan kembali naik. Siklus ini, katanya, sangat membebani negara pengimpor besar seperti India dan Pakistan. Sementara itu, Tiongkok dan Eropa menghadapi kelebihan pasokan kedelai serta regulasi yang makin ketat, membuat posisi sawit kian tertekan di pasar global.

Dari perspektif industri, McGill menilai kapasitas produksi biodiesel nasional belum sepenuhnya siap untuk memenuhi kebutuhan B50 sehingga investasi tambahan tetap diperlukan. Ia mengakui kemampuan teknis Indonesia sudah terbukti kuat—B10 yang dulu dianggap mustahil kini meningkat hingga B40. Namun, percepatan menuju B50 bukanlah keputusan yang tepat tanpa pertimbangan mendalam.

“Pertanyaannya bukan apakah Indonesia bisa, tetapi apakah ini saat yang tepat,” ujarnya.

Sebagai solusi, McGill mendorong penerapan mandatori fleksibel ala Brasil, di mana serapan biodiesel disesuaikan dengan fluktuasi harga CPO dan solar. Mekanisme ini dinilai dapat mengoptimalkan anggaran dan menjaga stabilitas industri.

“Dengan timing yang tepat, Indonesia bisa memperoleh empat kali lebih banyak biodiesel dengan biaya yang sama,” jelasnya. (alf)

Ekonomi 2026 Diprediksi Melesat, Menkeu Purbaya Tegaskan Kebijakan Fiskal Tetap Aman

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan optimisme kuat terhadap prospek ekonomi Indonesia pada 2026. Ia meyakini pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan bisa menembus kisaran 6%, ditopang kebijakan pemerintah yang dinilai konsisten menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi.

Keyakinan itu disampaikan Purbaya di sela acara Run for Good Journalism, Minggu (16/11/2025). Menurutnya, dengan langkah fiskal yang terukur dan keberlanjutan kebijakan pemerintah, Indonesia tengah berada pada jalur yang benar.

“Saya perkirakan akan tumbuh lebih cepat lagi, mungkin di kisaran 6%. Kalau kebijakan yang sekarang dijalankan terus dengan baik, kita berada di arah yang benar,” ujarnya.

Tren Pertumbuhan Menguat Menjelang Akhir 2025

Untuk kuartal IV 2025, Purbaya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,6–5,7%, meningkat dari realisasi kuartal III sebesar 5,04%. Ia menilai momentum pertumbuhan mulai kembali menguat setelah sebelumnya dikhawatirkan melambat.

“Tadinya akan turun ke bawah, tetapi kita sudah balik ke arah yang lebih cepat lagi,” katanya.

Menurut Purbaya, penguatan permintaan domestik dan stabilitas harga menjadi faktor penting yang membuat ekonomi kembali bergerak lebih lincah.

Di tengah proyeksi pertumbuhan yang menggembirakan, Purbaya menegaskan bahwa fondasi fiskal Indonesia tetap dijaga ketat. Pemerintah memastikan defisit APBN tetap berada di bawah batas 3% sesuai amanat undang-undang.

“Defisitnya masih aman, kita jaga di bawah 3%. Jadi enggak usah takut saya melanggar prinsip kehati-hatian pengelolaan fiskal,” tegasnya.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas, memastikan likuiditas, dan mendorong aktivitas ekonomi tanpa mengorbankan kesehatan APBN.

Luruskan Persepsi Soal Dana Rp200 Triliun di Perbankan

Purbaya juga menepis persepsi publik bahwa kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di perbankan sama dengan pencetakan uang baru. Ia memastikan dana tersebut bukan tambahan likuiditas yang bersumber dari pencetakan uang, melainkan penempatan sementara yang tetap sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.

“Saya keluarin Rp200 triliun ke perbankan, itu enggak ada uang baru sebetulnya. Itu uangnya cuma dipinjam saja ke bank, masih punya saya. Jadi aman, masih kaya,” ujarnya berseloroh.

Purbaya menekankan bahwa optimisme pemerintah terhadap ekonomi 2026 bukan tanpa dasar. Deretan indikator pertumbuhan, stabilitas fiskal, hingga ruang kebijakan yang tetap terjaga menjadi alasan kuat untuk melihat masa depan ekonomi dengan percaya diri.

Namun, ia menegaskan bahwa seluruh kebijakan tetap dibingkai dalam prinsip kehati-hatian agar ruang fiskal Indonesia tetap sehat di tengah dinamika global. (alf)

Purbaya Tanggapi Permintaan Relaksasi Pajak untuk Media: “Pers Harus Kembali Tajam Mengkritik”

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara menanggapi usulan Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) yang mendorong adanya relaksasi pajak bagi industri media melalui inisiatif “No Tax for Knowledge”. Usulan itu disampaikan Ketua Forum Pemred Retno Pinasti seusai acara Run for Good Journalism 2025 di Jakarta, Minggu (16/11/2025).

Purbaya mengatakan dirinya memahami kesulitan bisnis yang kini dialami media. Menurutnya, pemerintah mendengarkan aspirasi tersebut dan terbuka terhadap pembahasan lanjutan. Namun, ia menyelipkan pesan keras mengenai peran kritis pers dalam menjaga kehidupan ekonomi dan publik.

“Para pemred mengeluh bisnis jurnalisme lagi turun. Saya bilang, itu karena Anda kemarin-kemarin kurang banyak protes. Ketika ekonomi jatuh, Anda diam saja,” ujar Purbaya.

Ia menegaskan bahwa media tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pengawas kebijakan pemerintah. Karena itu, kritik yang konstruktif diperlukan agar ekonomi tidak kembali terperosok akibat kebijakan yang salah arah.

“Ke depan mesti kritik, kasih masukan, supaya ekonomi kita tidak jatuh lagi,” tegasnya.

Sebelumnya, Retno menjelaskan bahwa inisiatif “No Tax for Knowledge” didorong agar lembaga jurnalistik berkualitas bisa tetap bertahan di tengah tekanan finansial. Menurutnya, pengurangan beban pajak akan membantu media menjaga kualitas informasi dan edukasi bagi masyarakat.

Purbaya memastikan bahwa pemerintah mendengar aspirasi tersebut. Namun ia menegaskan bahwa keberpihakan terhadap industri media harus dibarengi dengan komitmen kuat pers untuk menjalankan fungsi kontrol sosial. (alf)

Forum Pemred Usulkan Insentif Pajak untuk Media Lewat Gagasan “No Tax for Knowledge”

IKPI, Jakarta: Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) mendorong pemerintah untuk mulai membuka ruang insentif pajak bagi perusahaan media sebagai langkah strategis menjaga keberlanjutan jurnalisme berkualitas. Usulan tersebut dibawa melalui gagasan “No Tax for Knowledge”, yang disampaikan Ketua Forum Pemred, Retno Pinasti, kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat keduanya mengikuti ajang lari “Run for Good Journalism 2025” di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (16/11/2025).

Retno menyampaikan apresiasinya kepada Menkeu atas perhatian terhadap dunia pers sekaligus menegaskan bahwa inisiatif No Tax for Knowledge akan menjadi agenda utama Forum Pemred ke depan. “Terima kasih banyak tadi atas support-nya Pak Purbaya. Karena salah satu inisiatif yang akan mulai kita dorong adalah ‘No Tax for Knowledge’,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa gagasan tersebut bukan sekadar keringanan pajak, tetapi bentuk dukungan negara untuk menjamin ekosistem media yang sehat dan profesional. Dalam usulan itu, relaksasi pajak hanya diberikan kepada perusahaan media yang telah tersertifikasi serta memenuhi standar ketat dalam praktik jurnalistik.

“Untuk lembaga-lembaga jurnalistik yang bagus, terverifikasi, yang memberikan edukasi dan informasi yang benar, kalau bisa dikurangi pajaknya,” ujar Retno.

Menurutnya, media yang bekerja secara profesional memiliki peran penting dalam menjaga kualitas demokrasi dan literasi publik. Dengan adanya insentif pajak, perusahaan media yang kredibel dapat lebih leluasa mengembangkan jurnalisme investigatif, meningkatkan kapasitas redaksi, serta memperluas akses informasi bagi masyarakat.

Retno menegaskan bahwa No Tax for Knowledge juga menjadi ajakan bagi pemerintah untuk melihat sektor media sebagai pilar pengetahuan publik yang perlu difasilitasi, bukan sekadar entitas bisnis. Ia berharap gagasan ini dapat dibahas lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan bersama pemangku kepentingan lain sehingga kebijakan teknisnya bisa dirumuskan secara komprehensif.

Ia menambahkan, insentif pajak bagi media tersertifikasi akan memperkuat kemampuan perusahaan pers dalam memberikan edukasi dan informasi yang berkualitas bagi masyarakat dan generasi mendatang. “Kita ingin media tetap kuat, tetap independen, dan tetap mampu menjalankan fungsi edukatifnya,” katanya. (alf)

Bahas Tuntas SPT Tahunan Badan Era Coretax, IKPI Jakarta Pusat Gelar Seminar Eksklusif di Atas Kereta

IKPI, Surabaya: Transformasi besar pelaporan SPT Tahunan PPh Badan memasuki fase baru pada 2025. Dengan diberlakukannya Coretax sebagai satu-satunya sistem pelaporan dan terbitnya PER-11/PJ/2025, para konsultan pajak dan wajib pajak badan kini dihadapkan pada perubahan mendasar dalam struktur formulir, lampiran, hingga mekanisme validasi. Kompleksitas itulah yang mendorong IKPI Jakarta Pusat menggelar seminar eksklusif bertajuk “Overview SPT Tahunan PPh Badan Terbaru Era Coretax”, disajikan dalam format unik di atas rangkaian kereta.

Acara yang berlangsung Minggu, 16 November 2025 ini tidak hanya menyajikan materi teknis, tetapi juga menghadirkan pengalaman belajar yang berbeda. Peserta mengikuti pemaparan sembari menikmati perjalanan, membuat suasana diskusi lebih hidup dan interaktif. 

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI)

Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat, Suryani menyebut ini sebagai seminar yang dirancang agar anggota IKPI Jakarta Pusat dapat memahami perubahan SPT 2025 secara mendalam namun tetap nyaman mengikuti jalannya materi.

Narasumber kegiatan, Daniel Belianto dari Tax Partner Ortax, menegaskan bahwa transisi ke Coretax bersifat fundamental. Menurutnya, perubahan bukan sekadar format formulir, tetapi perubahan cara berpikir dalam menyusun SPT.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI)

“Coretax adalah perubahan paradigma. Banyak proses manual kini otomatis, validasi sistem lebih ketat, dan setiap jawaban harus konsisten antar-lampiran. Pengisian SPT 2025 tidak bisa lagi hanya menyalin angka dari laporan komersial,” jelas Daniel.

Selama perjalanan, Daniel mengajak peserta menyusuri seluruh proses penyusunan SPT, termasuk persiapan data, manajemen akses Drafter–Signer, penggunaan Simulator Coretax, hingga simulasi lengkap pengisian Form Induk, Rekonsiliasi Fiskal. Peserta juga diperlihatkan bagaimana sistem menolak input yang tidak wajar dan bagaimana memperbaikinya.

Seminar ini menjadi kesempatan bagi peserta untuk memahami cara kerja baru Coretax, terutama terkait rekonsiliasi fiskal yang kini harus dilakukan langsung. Tidak ada lagi ruang bagi kertas kerja terpisah; semua penyesuaian fiskal wajib diinput dengan kode FPO atau FNE sesuai kerangka Coretax.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI)

Suasana seminar on train membuat diskusi lebih cair. Peserta bebas bertanya, berdialog, bahkan berpindah kursi untuk bertukar pandangan dengan anggota lainnya. Selain memperkuat kompetensi teknis, kegiatan ini sekaligus mempererat jejaring antarprofesional.

Melalui kegiatan ini, IKPI Jakarta Pusat berharap anggotanya dapat menghadapi pelaporan SPT Badan Tahun Pajak 2025 secara matang, akurat, dan percaya diri. Seminar di atas kereta ini pun menjadi momentum yang menandai komitmen IKPI untuk terus menyediakan pembelajaran yang relevan dan inovatif bagi para konsultan pajak.(bl)

Rombongan IKPI Tiba di Nepal, Nuryadin Rahman Pastikan Situasi Aman Menjelang AOTCA Conference 2025

IKPI, Kathmandu: Rombongan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang berjumlah hampir 30 peserta tiba di Kathmandu, Nepal, pada Sabtu (15/11/2025) dini hari waktu setempat. Kedatangan delegasi Indonesia ini disambut dengan suasana aman dan kondusif, meski Nepal sempat mengalami kerusuhan beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua Umum IKPI, Nuryadin Rahman, yang memimpin langsung rombongan mewakil Ketua Umum Vaudy Starworld yang berhalangan hadir, memastikan bahwa kondisi Nepal kini terkendali sepenuhnya. Ia menegaskan bahwa perjalanan delegasi berjalan lancar dan seluruh peserta dalam keadaan baik.

(Foto: Istimewa)

“Kami tiba dengan selamat, dan situasi di Nepal sudah sangat aman. Aktivitas masyarakat kembali normal, sehingga pelaksanaan konferensi dipastikan berjalan tanpa hambatan,” ujar Nuryadi sesaat setelah mendarat.

Rombongan IKPI berangkat untuk menghadiri AOTCA Conference 2025 in Kathmandu, Nepal, sebuah konferensi internasional bergengsi yang mempertemukan para ahli perpajakan dari Asia dan Oceania. Tahun ini, konferensi mengangkat tema: “The Evolution of Tax Laws in Developing Countries and the Role of Tax Professionals.”

Konferensi dijadwalkan berlangsung pada 19–20 November 2025, dimulai pada pukul 14.00 WIB pada hari pertama dan berakhir pada 20.15 WIB di hari kedua. Ajang tahunan ini menjadi ruang diskusi penting terkait perkembangan regulasi perpajakan di negara-negara berkembang, sekaligus mempertegas peran strategis profesional pajak dalam dinamika ekonomi global.

(Foto: Istimewa)

Selain Nuryadin Rahman, sejumlah anggota dan pengurus IKPI turut hadir dalam rombongan IKPI, di antaranya, Ruston Tambunan, Presiden OTCA 2024–2025 dan Ketua Umum IKPI 2022–2024, dan David Tjhai, Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI

Kehadiran delegasi Indonesia dalam forum internasional ini diharapkan dapat memperkuat kontribusi IKPI di kancah global, sekaligus membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dalam menghadapi tantangan perpajakan modern.

Dengan kondisi Nepal yang kembali stabil, para peserta kini bersiap mengikuti rangkaian konferensi yang diprediksi akan menghadirkan pemikiran-pemikiran strategis untuk masa depan perpajakan di kawasan Asia-Oceania. (bl)

IKPI Teken MoU dengan STIE Petra Bitung & Universitas Khairun: IKPI Manado Dorong Regenerasi Konsultan Pajak Lewat Kolaborasi Kampus

IKPI, Bitung: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan STIE Petra Bitung dan Universitas Khairun Ternate dalam sebuah acara yang berlangsung meriah di Auditorium STIE Petra Bitung, Jumat (14/11/2025). Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat hubungan antara profesi konsultan pajak dan dunia pendidikan tinggi, terutama di kawasan Indonesia Timur.

MoU tersebut diinisiasi oleh IKPI Cabang Manado, yang melihat kebutuhan mendesak untuk memperluas akses pendidikan perpajakan sekaligus mempercepat regenerasi konsultan pajak di daerah. Selain jajaran pimpinan kampus, acara ini turut dihadiri pengurus IKPI Pusat, yakni Ketua Umum Vaudy Starworld, Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Lilisen, serta Wakil Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, Agustina Mapadang. Hadir juga Ketua IKPi Cabang Bitung Denny Makisanti.

Wakil Ketua IKPI Cabang Manado, Oktovianus Franszeblum, menyatakan MoU ini bukan hanya sebuah dokumen kerja sama, melainkan pondasi penting bagi masa depan pendidikan perpajakan di Sulawesi Utara dan Maluku Utara.

“Inisiatif ini lahir dari keinginan IKPI Cabang Manado untuk mendekatkan profesi dengan kampus. Kami ingin mahasiswa diberi kesempatan belajar langsung dari praktisi, memahami dinamika profesi, dan melihat bahwa konsultan pajak adalah karier yang strategis untuk masa depan,” ujar Oktovianus.

Ia menjelaskan bahwa melalui MoU ini, IKPI akan berperan dalam pengembangan kurikulum perpajakan, penyediaan pengajar dari kalangan praktisi, serta penyelenggaraan program brevet A&B terpadu. Lebih dari itu, mahasiswa dari STIE Petra Bitung dan Universitas Khairun akan mendapatkan kesempatan magang di kantor konsultan pajak anggota IKPI di seluruh Indonesia.

“Magang ini bukan formalitas. Mahasiswa akan terjun menghadapi kasus nyata, klien nyata, dan pekerjaan perpajakan yang sesungguhnya. Pengalaman lapangan itu tak bisa digantikan teori,” tambahnya.

Oktovianus juga menuturkan harapan filosofis yang disampaikannya dalam acara tersebut—sebuah pesan yang menyentuh para peserta.

“Kerja sama ini kita mulai dengan niat yang baik, sehingga hasilnya pun kita harapkan baik. Siapa yang menabur yang baik, akan menuai yang baik. Bahkan kadang ada yang menuai tanpa menabur, tetapi jika manfaatnya besar dan dirasakan banyak orang, itu adalah berkah yang patut disyukuri,” ujarnya.

Usai penandatanganan MoU, kegiatan dilanjutkan dengan kuliah umum bertema “Peranan Generasi Muda dalam Ekosistem Perpajakan Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045.” Para pembicara dari IKPI Pusat menekankan pentingnya penguatan SDM muda di bidang perpajakan, sebagai bagian dari persiapan menuju tata kelola ekonomi yang lebih modern dan kredibel.

Oktovianus menjelaskan bahwa Indonesia memerlukan generasi baru konsultan pajak yang cakap teknologi, memahami regulasi yang terus berkembang, dan siap membantu pemerintah meningkatkan kepatuhan perpajakan.

“Kalau kita bicara Indonesia Emas 2045, kita bicara kualitas SDM. Regenerasi konsultan pajak harus dimulai hari ini, dari kampus-kampus. IKPI Cabang Manado mengambil peran itu, dan kami bangga bisa menjadi inisiator MoU ini,” tegasnya.

Dengan berlakunya MoU bernomor PK-XX/PP.IKPI/XI/2025 dan 057/STIEPETRA/MOU/XI/2025 selama lima tahun ke depan, kolaborasi ini diharapkan membuka jalan lahirnya tenaga profesional pajak yang kompeten, berintegritas, dan siap berkontribusi dalam peningkatan kepatuhan serta penerimaan negara. (bl)

Harta Naik, Pajak Jalan di Tempat: DJP Ungkap Pola Aneh di Kalangan Orang Kaya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali menyoroti fenomena klasik namun kian menonjol: kekayaan segelintir orang melonjak tajam setiap tahun, sementara kontribusi pajaknya nyaris tak bergerak. Temuan lapangan menunjukkan jurang yang makin lebar antara pertumbuhan aset dan setoran pajak, sebuah pola yang oleh otoritas dianggap sebagai alarm serius.

Pemeriksa Pajak Madya KPP Madya Karawang, Joko Ismuhadi, mengungkapkan bahwa situasi ini bukan kasus satu-dua kali, melainkan berulang. “Aset para wajib pajak terus bertambah, tetapi laporan pajaknya tidak mengikuti,” ujarnya dalam kegiatan yang diselenggarakan Pusdiklat Pajak, Kamis (13/11/2025).

Menurutnya, semakin banyak wajib pajak yang menikmati lonjakan kekayaan tanpa kontribusi berarti terhadap penerimaan negara. “Banyak wajib pajak tidak punya kontribusi signifikan untuk membayar pajak, namun kekayaannya tumbuh,” tegas Joko.

Ia menjelaskan, anomali ini berkaitan erat dengan shadow economy aktivitas ekonomi, legal maupun ilegal, yang tidak tercatat utuh dalam sistem perpajakan. Praktik semacam ini membuat pertumbuhan kekayaan tidak tercermin dalam SPT, sehingga celah penghindaran bahkan penggelapan pajak makin terbuka lebar.

Untuk menelusuri kejanggalan tersebut, Joko mengembangkan pendekatan matematika yang ia sebut mathematical accounting equation. Metodenya sederhana namun tegas: apabila aset meningkat, seharusnya laba dan pajak juga naik. Bila tidak, ada sesuatu yang patut dicurigai.

“Jadi, harusnya kalau perusahaan itu tumbuh, paling tidak profit and loss-nya juga tumbuh,” jelasnya.

Pendekatan ini diharapkan mampu membantu otoritas pajak membaca pola ketidakwajaran sejak dini dan pada akhirnya memastikan bahwa lonjakan aset yang terjadi di masyarakat kaya tidak lagi dibiarkan mengalir tanpa kontribusi kepada negara. (alf)

DJP Bisa Blokir Rekening Penunggak Pajak, Ini Dasar Hukumnya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa pemblokiran rekening bagi penunggak pajak bukan tindakan sewenang-wenang, melainkan langkah hukum yang memiliki dasar kuat. Otoritas pajak berwenang melakukan pemblokiran untuk mengamankan penerimaan negara, terutama terhadap wajib pajak yang terus mengabaikan kewajibannya meski telah diberikan serangkaian surat teguran.

Kewenangan tersebut diberikan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. UU ini mengatur bahwa DJP dapat melakukan tindakan penagihan aktif, termasuk penyitaan, pencegahan, hingga pemblokiran rekening, jika wajib pajak tidak melunasi pajaknya setelah diterbitkan surat paksa.

Dasar teknis pemblokiran semakin dipertegas melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Melalui Pasal 29 dan Pasal 30, bank diwajibkan menahan dana sebesar jumlah pajak terutang ditambah biaya penagihan, begitu menerima surat permintaan pemblokiran dari DJP. Artinya, lembaga perbankan memiliki kewajiban hukum untuk membantu penagihan negara.

Langkah tegas itu kembali terlihat di Sumatera Utara. Kanwil DJP Sumatera Utara I pada Kamis (30/10/2025) melakukan pemblokiran rekening secara serentak terhadap 310 wajib pajak dengan total tunggakan mencapai Rp119 miliar. Operasi ini melibatkan sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan dilakukan melalui dua bank di Kota Medan.

“Pemblokiran dilakukan terhadap Wajib Pajak yang belum melunasi kewajibannya meskipun telah menerima surat teguran dan surat paksa,” ungkap DJP dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (15/11/2025).

Dengan landasan hukum yang jelas, DJP menegaskan bahwa tindakan pemblokiran akan terus dilakukan sebagai bagian dari penegakan kepatuhan. Otoritas pajak berharap langkah ini menjadi peringatan keras bagi wajib pajak agar segera memenuhi kewajibannya sebelum tindakan lebih lanjut dijatuhkan. (alf)

en_US