Ketum IKPI Dorong Pengda dan Pengcab Inisiasi Lahirnya Cabang Baru

IKPI, Kabupaten Tangerang: Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld mendorong seluruh Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang untuk aktif menginisiasi pembentukan cabang-cabang baru di wilayah masing-masing. Ajakan tersebut disampaikan dalam forum Seminar PPL IKPI Cabang Kabupaten Tangerang, Sabtu (13/12/2025).

Vaudy menilai, pemekaran cabang merupakan strategi penting untuk memperkuat jaringan organisasi secara nasional. Dengan struktur yang semakin menyebar, IKPI diyakini mampu menjangkau lebih banyak anggota dan masyarakat di berbagai daerah.

Menurutnya, organisasi profesi tidak boleh terpusat hanya di kota-kota besar. Kehadiran cabang baru akan menjadi pintu masuk bagi konsultan pajak di daerah untuk terlibat aktif dalam kegiatan organisasi.

“Cabang baru memberi ruang lebih luas bagi anggota untuk berperan, baik sebagai pengurus maupun panitia kegiatan. Ini penting untuk regenerasi kepemimpinan,” ujarnya.

Vaudy juga menekankan bahwa keterlibatan aktif anggota akan berdampak langsung pada kualitas organisasi. Semakin banyak anggota terlibat, semakin kuat pula soliditas dan daya tahan IKPI menghadapi dinamika kebijakan perpajakan.

Selain aspek internal, ia menyoroti manfaat eksternal dari pembentukan cabang baru. Menurutnya, cabang yang lebih dekat dengan wilayah kerja akan mempermudah kolaborasi dengan pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta.

Kolaborasi tersebut dinilai penting untuk memperluas kegiatan edukatif, sosial, dan profesional yang membawa nama IKPI semakin dikenal masyarakat luas.

“Semakin banyak cabang lahir, semakin banyak pula pihak yang memahami peran vital konsultan pajak dalam mendukung kepatuhan dan transparansi perpajakan,” tegas Vaudy.

Hadir Pengurus Pusat IKPI: 

1. Ketua Umum – Vaudy Starworld

2. ⁠Wakil Ketua Umum – Nuryadi Rahman

3. ⁠Ketua Departemen KAP2SKPK – Iva Kanel

4. ⁠Anggota Bidang Olahraga: Gunawan Paulus Tjia

(bl)

Ketum IKPI Beberkan Manfaat Strategis Pembentukan dan Pemekaran Cabang

IKPI, Kabupaten Tangerang: Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld memaparkan secara komprehensif manfaat strategis pembentukan dan pemekaran cabang dalam penguatan organisasi. Pemaparan tersebut disampaikan di hadapan peserta Seminar PPL IKPI Cabang Kabupaten Tangerang, Sabtu (13/12/2025).

Vaudy menjelaskan, cabang baru merupakan sarana efektif untuk pengkaderan pengurus. Dengan semakin banyak struktur di daerah, proses regenerasi kepemimpinan dapat berjalan lebih sistematis dan berkelanjutan.

Ia menilai, kaderisasi yang kuat akan menjamin kesinambungan organisasi sekaligus menjaga kualitas kepemimpinan IKPI ke depan.

Selain itu, pemekaran cabang dinilai mampu memperpendek rantai koordinasi organisasi. Dengan struktur yang lebih dekat, pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat dan responsif terhadap kebutuhan anggota.

Vaudy juga menyoroti dampaknya terhadap peningkatan kualitas pendidikan profesional berkelanjutan atau continuing professional development. Menurutnya, cabang baru akan lebih mudah menyelenggarakan kegiatan PPL yang relevan dengan kebutuhan lokal.

Tak kalah penting, pembentukan cabang dinilai memperkuat penegakan etika profesi. Pengawasan dan pembinaan anggota akan lebih efektif ketika dilakukan oleh struktur yang dekat dengan wilayah kerja anggota.

Ia menambahkan, keberadaan cabang baru akan meningkatkan respons organisasi terhadap berbagai persoalan anggota, baik yang bersifat profesional maupun etik.

“Pada akhirnya, pemekaran cabang bukan hanya soal jumlah, tetapi tentang bagaimana IKPI menjadi organisasi yang adaptif, kuat, dan benar-benar hadir untuk anggotanya,” pungkas Vaudy. (bl)

DJP Buka Keran Keterbukaan Data untuk Awasi Minerba dan Sawit, Bimo: Ini Upaya Perbaiki Tata Kelola

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengambil langkah baru untuk memperkuat pengawasan di sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) serta industri kelapa sawit. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan, otoritas pajak kini menerapkan kebijakan keterbukaan data lintas kementerian dan lembaga demi memastikan tata kelola sektor ekstraktif semakin transparan.

Berbicara dalam acara Pusdiklat Pajak, Kamis (11/12/2025), Bimo mengungkapkan bahwa selama ini pengawasan kerap terhambat oleh fragmentasi data antarinstansi. Setiap lembaga memiliki basis data masing-masing, bekerja secara silo, dan jarang berbagi informasi, sehingga analisis kebijakan kerap tidak komprehensif.

“Dulu mungkin DJP cuma minta-minta data doang, nggak mau ngasih data,” ujarnya mengakui kondisi lama yang kerap menimbulkan persepsi negatif terhadap DJP.

Kini, DJP justru bersiap membuka akses data sesuai batasan regulasi. Bimo menegaskan pihaknya tidak hanya ingin menerima data dari kementerian teknis atau lembaga lain, tetapi juga memberikan umpan balik berupa data yang telah dianonimkan untuk mendukung analisis kinerja sektor minerba maupun sawit.

“Sekarang gini, ini terus terang saja, saya buka data untuk Bapak/Ibu sesuai aturannya. Kalau memang membutuhkan data untuk menganalisis sektor Anda, saya kasih—tentu tanpa identifikasi. Itu halal, nggak usah dipersulit,” tegasnya.

Menurut Bimo, keterbukaan data adalah fondasi membangun kepercayaan antarinstansi serta memastikan penerimaan negara tidak lagi mengalami kebocoran, terutama dari sektor-sektor yang selama ini dikenal rawan manipulasi. Ia menyoroti masih banyaknya temuan ketidaksesuaian data, mulai dari selisih laporan produksi hingga anomali perdagangan internasional, misalnya volume ekspor yang tercatat di negara tujuan jauh lebih besar dibanding angka yang dilaporkan Indonesia.

Dengan data yang lebih selaras, kata Bimo, DJP dan kementerian teknis dapat bersama-sama memastikan bahwa dasar pengenaan PNBP dan pajak benar-benar sesuai kondisi lapangan.

“Karena dengan begitu ada trust. Dari Minerba juga akan ngasih kita. Sama-sama kita awasi apakah dasar pengenaan PNBP dengan dasar pengenaan pajak itu bisa sinkron. Ini sebuah upaya untuk memperbaiki tata kelola,” pungkasnya. (alf)

Lonjakan Kasus SPT Tidak Benar pada 2024: Peringatan Serius bagi Sistem Pajak dan Pelaku Usaha

Sepanjang 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dengan data yang tidak akurat menjadi modus pelanggaran perpajakan yang paling banyak ditemukan, mengungguli berbagai tindak kejahatan pajak lain yang sebelumnya lebih dominan (DJP, Laporan Tahunan 2024). 

Tren ini menunjukkan adanya perubahan pola ketidakpatuhan dan menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan serta kesiapan pelaku usaha dalam menjaga integritas pelaporan.

Mengapa Penyampaian SPT Tidak Benar Meningkat?

Beberapa faktor utama menjadi pendorong tingginya kasus manipulasi SPT pada 2024.

1. Persepsi Risiko yang Rendah

Studi kepatuhan pajak menunjukkan bahwa Wajib Pajak cenderung lebih berani melakukan manipulasi ketika mereka menilai risiko tertangkap rendah atau tidak signifikan (OECD, Tax Administration Series 2023). Manipulasi laporan keuangan internal dipandang sebagai tindakan sulit dideteksi, sehingga mendorong perilaku untuk melakukan pelaporan tidak benar.

2. Kompleksitas Regulasi sebagai Ruang Abu-Abu

Regulasi perpajakan yang kompleks sering dimanfaatkan untuk melakukan penafsiran yang merugikan fiskus. BPK dan Kemenkeu beberapa kali menyoroti bahwa kerumitan aturan menjadi celah regulasi yang potensial bagi terjadinya salah saji yang disengaja (BPK, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sektor Perpajakan).

3. Lemahnya Pengawasan Internal Wajib Pajak

Banyak perusahaan belum memiliki kontrol internal yang memadai terhadap proses pelaporan pajak. Kompas dan Bisnis Indonesia pada 2024 mencatat bahwa kasus pelaporan tidak akurat sering terjadi karena pengambil keputusan menyerahkan proses sepenuhnya kepada staf tanpa verifikasi memadai (Kompas, 2024).

Dampak Serius bagi Negara dan Pelaku Usaha

1. Kerugian Fiskal Negara

Manipulasi SPT berkontribusi pada hilangnya potensi penerimaan negara yang seharusnya menopang belanja publik (Kemenkeu, APBN Kita 2024). Penegakan hukum atas kasus ini juga menyerap biaya signifikan.

2. Risiko Hukum bagi Wajib Pajak

Dengan sistem CoreTax yang semakin terintegrasi menggunakan data perbankan, kepabeanan, dan pertanahan, peluang lolos dari deteksi makin kecil. Ketika penyimpangan terbukti, Wajib Pajak menghadapi sanksi administratif berat, ancaman pidana sesuai UU KUP Pasal 38 dan 39, serta potensi penyitaan aset.

3. Ancaman Etis dan Profesional bagi Konsultan Pajak

DJP secara konsisten menindak konsultan yang terlibat dalam penyusunan laporan tidak benar, termasuk pencabutan izin praktik pada kasus tertentu (DJP, Pengawasan Profesi 2024). Hal ini menegaskan bahwa peran konsultan bukan hanya teknis, tetapi juga etis dan kepatuhan.

Langkah Perbaikan yang Perlu Diperkuat

1. Optimalisasi Sistem CoreTax

World Bank menilai bahwa integrasi data lintas lembaga merupakan langkah fundamental untuk meningkatkan efektivitas administrasi perpajakan (World Bank, Indonesia Economic Prospects 2024). DJP perlu memastikan CoreTax mampu melakukan pencocokan data secara otomatis dan real time.

2. Edukasi Publik yang Lebih Komprehensif

Sosialisasi perpajakan perlu difokuskan tidak hanya pada teknis pelaporan, tetapi juga pada konsekuensi hukum dan manfaat kepatuhan bagi keberlangsungan bisnis.

3. Penguatan Tata Kelola Internal Perusahaan

Audit internal dan reviu direksi atas SPT menjadi keharusan. Banyak studi menunjukkan bahwa keterlibatan manajemen puncak meningkatkan kualitas pelaporan dan menekan risiko manipulasi.

4. Etika Profesi Konsultan Pajak

OECD menekankan bahwa konsultan pajak memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong kepatuhan, bukan memfasilitasi penghindaran yang bersifat agresif (OECD, Principles for Tax Intermediaries).

Penutup

Lonjakan kasus SPT tidak benar pada 2024 menjadi sinyal kuat bahwa perbaikan sistem pengawasan perlu diakselerasi, diikuti peningkatan integritas pelaporan dari pelaku usaha. Dalam lingkungan perpajakan yang semakin transparan dan berbasis data, pelaporan tidak akurat bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi risiko bisnis yang serius.

Kepatuhan adalah investasi jangka panjang. Di era integrasi data nasional, setiap penyimpangan pada akhirnya akan terdeteksi.

Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo

Muhammad Ikmal

Email: ikmal.patarai@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Menkeu Purbaya Tolak Usulan Salurkan Balpres Ilegal ke Korban Bencana Sumatera

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan membuka peluang penggunaan barang garmen ilegal sitaan sering disebut balpres sebagai bantuan bagi para korban bencana di Sumatera. Saat ditemui di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/12/2025), Purbaya menekankan bahwa seluruh barang ilegal harus dikelola secara ketat sesuai aturan agar tidak menimbulkan celah penyalahgunaan.

“Jangan sampai nanti gara-gara itu, banyak lagi balpres masuk dengan alasan kan bagus buat bencana,” ujarnya.

Menurut Purbaya, bila pemerintah ingin menyalurkan bantuan, mekanisme yang tepat adalah menyiapkan anggaran baru untuk membeli barang yang layak pakai. Bantuan tersebut nantinya akan diprioritaskan untuk produk UMKM dalam negeri agar sekaligus menggerakkan ekonomi lokal.

“Lebih baik kita beli barang-barang dalam negeri, produk UMKM, dikirim ke bencana yang (barang) baru. Saya lebih baik mengeluarkan uang ke situ kalau terpaksa, dibanding pakai barang-barang balpres itu,” imbuhnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menyatakan terbuka terhadap opsi menghibahkan pakaian ilegal sitaan untuk kebutuhan darurat para korban bencana di Sumatera. Wacana itu muncul setelah adanya penindakan terhadap sejumlah kontainer dan truk bermuatan garmen ilegal.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa barang sitaan otomatis berstatus sebagai barang milik negara, dan penanganannya tidak terbatas pada pemusnahan.

“Dihancurkan itu salah satu opsi. Kalau barang melanggar, tentu akan menjadi barang milik negara. Itu bisa dimusnahkan atau untuk tujuan lain,” katanya, Kamis (11/12/2025).

Nirwala memaparkan bahwa ada tiga opsi penanganan barang ilegal: dimusnahkan, dihibahkan, atau dilelang. Melihat masih berlangsungnya proses pemulihan bencana di Sumatera, DJBC mempertimbangkan opsi hibah agar barang tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat yang membutuhkan.

“Siapa tahu saudara-saudara kita bisa memanfaatkan dan menggunakan. Sementara yang di Aceh membutuhkan,” ujarnya. (alf)

Menkeu Purbaya Ungkap Uji Coba TradeAI Tambah Penerimaan Negara Rp1,2 Miliar

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan capaian awal teknologi TradeAI, sistem kecerdasan artifisial yang dikembangkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), telah menunjukkan hasil konkret bagi penerimaan negara. Dari uji coba terbatas terhadap 145 Pemberitahuan Impor Barang (PIB), sistem tersebut berhasil mengidentifikasi potensi kekurangan bayar yang menghasilkan tambahan pemasukan sebesar Rp1,2 miliar.

“Dicek di lapangan, kita dapat Rp1,2 miliar tambahan. Lumayan, meski masih kecil. Yang penting pada putaran pertama saja sudah bisa menghasilkan penerimaan seperti itu. Ke depan, proyek ini akan sangat membantu,” ujar Purbaya saat konferensi pers di Tanjung Priok, Jakarta, Jumat, (12/12/2025).

Pengembangan Awal Tanpa Investasi Baru

Menurut Purbaya, pengembangan TradeAI sejauh ini hanya memanfaatkan kemampuan sumber daya internal—baik perangkat keras, perangkat lunak, maupun sumber daya manusia. Artinya, hingga tahap uji coba ini pemerintah belum menggelontorkan anggaran baru.

Namun, untuk membawa TradeAI ke tahap yang lebih matang dan presisi lebih tinggi, ia memperkirakan diperlukan investasi sekitar Rp45 miliar.

“Sampai sekarang kami pakai sumber daya yang ada. Tapi untuk mengembangkan lebih dalam lagi, kami perlu investasi sekitar Rp45 miliar,” jelasnya.

Belum Sempurna, Tapi Terus Belajar

Purbaya menilai wajar apabila teknologi AI belum bisa memberi akurasi penuh. Namun ia menegaskan bahwa TradeAI akan terus belajar dari pola historis data perdagangan yang dimasukkan ke dalam sistem.

“Perkiraan awalnya akan terlihat. Jika nanti realisasinya berbeda terlalu jauh, saya bisa langsung cek verifikator—dia bekerja benar atau justru AI yang salah. Ke depannya itu yang akan kita kawal,” ujarnya.

Ia bahkan optimistis tingkat akurasi TradeAI dapat mendekati 100 persen pada tahun depan seiring penyempurnaan algoritma dan perluasan basis data.

Senjata Baru Bea Cukai Perangi Praktik Manipulasi Impor

TradeAI dirancang untuk meningkatkan ketepatan analisis terhadap transaksi impor sekaligus memperkuat pengawasan terhadap praktik:

• Under-invoicing

• Over-invoicing

• Trade-based money laundering (TBML)

Ketiga aktivitas tersebut selama ini kerap menggerus potensi penerimaan negara.

Pada tahap lanjutan, sistem ini akan diperkaya dengan analisis nilai pabean, klasifikasi barang, dan verifikasi dokumen, serta akan terintegrasi dengan CEISA 4.0, platform layanan kepabeanan generasi terbaru. (alf)

Aturan Baru AS Buka Jalan Raksasa Teknologi Nikmati Lagi Potongan Pajak R&D

IKPI, Jakarta: Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) tengah merampungkan pedoman pajak baru yang berpotensi menghidupkan kembali akses penuh perusahaan besar terhadap potongan penelitian dan pengembangan (research and development/R&D). Kebijakan ini menjadi sinyal positif bagi raksasa teknologi seperti Salesforce dan Qualcomm, serta perusahaan berbasis inovasi lainnya, yang selama ini terhambat oleh penerapan pajak minimum 15% era Presiden Joe Biden.

Sumber Bloomberg yang mengetahui proses penyusunannya menyebutkan pedoman tersebut dapat dipublikasikan paling cepat pekan depan. Jika dirilis, aturan ini akan menghapus hambatan yang membuat pelaku usaha tidak dapat memaksimalkan insentif R&D dalam paket pajak “One Big Beautiful” yang digagas Presiden Donald Trump. Selama berbulan-bulan, korporasi dan pelobi bisnis di Washington mengeluhkan bahwa insentif R&D justru memicu kewajiban pajak minimum, sehingga mengurangi manfaat yang seharusnya mereka terima.

Penerapan pajak minimum 15% sejak 2022 menargetkan perusahaan berpendapatan lebih dari US$1 miliar. Namun dalam praktiknya, skema tersebut membuat potongan R&D dalam jumlah besar memicu perhitungan pajak minimum, bahkan menghalangi klaim kredit pajak dari tahun-tahun sebelumnya. Pedoman baru disebutkan akan mencabut hambatan tersebut dan memungkinkan perusahaan tetap memanfaatkan potongan secara penuh tanpa terkena konsekuensi pajak tambahan.

UU pajak Trump sebelumnya memberi ruang bagi perusahaan untuk mengklaim potongan R&D secara retroaktif dengan nilai yang diperkirakan mencapai US$67 miliar. Namun besarnya insentif itu membuat sejumlah perusahaan seperti Airbnb, Broadcom, dan Applied Materials melaporkan potensi kewajiban pajak minimum yang menggerus manfaat R&D mereka. Pedoman baru yang tengah diselesaikan diperkirakan akan memperluas keuntungan yang telah diterima korporasi melalui UU pajak Trump yang disahkan pada Juli lalu, termasuk pemulihan potongan penuh atas investasi R&D yang kedaluwarsa pada 2022, serta permanenisasi insentif pajak lain seperti pengurangan bunga pinjaman, perluasan penghapusan biaya peralatan, dan peningkatan batas potongan pajak negara bagian dan lokal (SALT deduction).

Pedoman yang akan diterbitkan ini disebut menjadi rangkaian pelonggaran terbaru Treasury terhadap aturan pajak minimum. Selama tahun ini, pemerintah AS telah memberikan sejumlah pengecualian, termasuk untuk perusahaan asuransi, pelayaran, utilitas, serta mengecualikan keuntungan kripto yang belum direalisasi dari perhitungan pajak minimum. Para pakar menilai langkah tersebut dimungkinkan karena undang-undang pajak minimum memberikan keleluasaan luas bagi Treasury dalam menetapkan aturan teknis.

Meski demikian, masih ada ketidakpastian soal satu isu besar yang juga dikeluhkan korporasi: interaksi insentif R&D dengan aturan pajak internasional era Trump yang bertujuan membatasi pengalihan keuntungan ke negara bertarif rendah. Belum jelas apakah pedoman baru dapat menjangkau persoalan tersebut atau apakah Departemen Keuangan memiliki dasar hukum untuk menanganinya.

Rencana penerbitan pedoman ini diprediksi memicu perlawanan dari kubu Demokrat progresif. Senator Elizabeth Warren diperkirakan menjadi salah satu tokoh yang paling keras menentang langkah ini, mengingat upaya mempersempit cakupan pajak minimum dianggap melemahkan kebijakan yang dirancang untuk memastikan perusahaan besar membayar pajak secara lebih adil. (alf)

Menkeu Buka Peluang Kenaikan PTKP, Pemerintah Mulai Hitung Dampaknya ke Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi sinyal bahwa batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk wajib pajak orang pribadi kemungkinan akan dinaikkan. Meski begitu, ia menegaskan bahwa wacana tersebut masih berada pada tahap pembahasan internal pemerintah.

Saat ini, PTKP ditetapkan sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Angka tersebut sudah bertahun-tahun tidak berubah dan kini kembali menjadi sorotan setelah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, meminta pemerintah menaikkan batasannya menjadi Rp 7,5 juta per bulan.

Purbaya tidak memerinci titik diskusi ataupun simulasi yang sedang dibahas, namun memastikan bahwa opsi itu ada di meja kebijakan. “Kita diskusikan,” ujarnya dalam Dialog Interaktif Pemerintah Pusat dan Daerah: DPRD Kuat, Daerah Berdaya, Kamis (11/12/2025).

Sebelumnya, pada 10 September 2025, Purbaya mengaku belum menerima laporan lengkap terkait usulan kenaikan PTKP. Namun ia tidak menutup kemungkinan bahwa penyesuaian dapat dilakukan apabila analisis kementerian menunjukkan dampak yang positif. “Kami belum bicarakan masalah itu. Kalau ada masukan ke tim kami di Kemenkeu mungkin bisa didiskusikan. Cuma karena saya baru, belum semua laporan masuk ke saya,” ungkapnya kala ditemui di Istana Negara.

Menurut berbagai kajian, kenaikan PTKP dapat berfungsi sebagai bantalan bagi masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi—faktor penting dalam memperkuat pemulihan ekonomi. Namun, pemerintah perlu berhati-hati karena ruang fiskal sedang terbatas. Setiap kenaikan PTKP berpotensi mengurangi penerimaan pajak, sementara kebutuhan belanja negara masih tinggi. (alf)

Pengusaha Penunggak Rp 21 Miliar Disandera, DJP Tegaskan Penegakan Hukum Tegas dan Profesional

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat II mengambil langkah tegas terhadap seorang pengusaha asal Jakarta Utara berinisial MW, yang tercatat memiliki tunggakan pajak hingga Rp 21,15 miliar. Tindakan penyanderaan atau gijzeling dilakukan oleh KPP Pratama Cikarang Selatan sebagai upaya terakhir setelah seluruh proses penagihan ditempuh namun tidak juga membuahkan hasil.

MW, yang diketahui merupakan komisaris sekaligus pemegang saham PT SI, dijemput petugas pajak langsung di kediamannya di kawasan Ancol, Jakarta Utara, pada Kamis (11/12/2025). Ia kemudian menjalani rangkaian proses penyanderaan sesuai prosedur, termasuk pemeriksaan kesehatan dan serah terima dengan lembaga pemasyarakatan.

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II, Dasto Ledyanto, menegaskan bahwa penyanderaan dilakukan secara hati-hati, profesional, dan sepenuhnya berlandaskan ketentuan hukum yang berlaku.

“Gijzeling selalu menjadi langkah terakhir setelah seluruh proses penagihan ditempuh. Kami menjunjung tinggi kepastian hukum, kehati-hatian, dan profesionalisme dalam setiap tindakan penegakan hukum,” ujar Dasto, dalam keterangannya dikutip, Jumat (12/12/2025).

Sebelum langkah ekstrem ini diterapkan, petugas KPP Pratama Cikarang Selatan telah menjalankan seluruh mekanisme penagihan mulai dari Surat Teguran, imbauan, pemanggilan, hingga Surat Paksa. Berbagai tindakan penagihan aktif juga telah dilakukan, seperti pemblokiran dan penyitaan rekening, pemindahbukuan saldo, serta pencegahan ke luar negeri sejak 2023–2024.

Data administrasi DJP menunjukkan bahwa tunggakan MW telah muncul sejak 2021, lalu bertambah seiring terbitnya surat ketetapan pajak untuk tahun 2022 dan 2023. Dengan total kewajiban yang tidak dilunasi mencapai Rp 21.158.307.240, MW dinilai tidak beriktikad baik dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Tindakan gijzeling dilakukan setelah Juru Sita Pajak menerima izin resmi dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, serta berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan Kanwil Pemasyarakatan DKI Jakarta.

Dalam prosesnya, MW dijemput di rumahnya, dibacakan Surat Perintah Penyanderaan, kemudian dibawa ke RS Harum Sisma Medika untuk memastikan kondisi kesehatannya layak menjalani masa penyanderaan. Setelah dinyatakan sehat, MW dipindahkan ke Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu.

Serah terima dengan pihak lapas dilakukan tertib pada pukul 02.00 WIB. Sesuai PP No. 137 Tahun 2000, masa penyanderaan dapat berlangsung maksimal enam bulan dan dapat diperpanjang enam bulan lagi bila utang belum diselesaikan.

DJP menegaskan bahwa tujuan gijzeling bukan semata-mata memberikan efek jera, tetapi juga memastikan bahwa utang pajak yang sangat besar tersebut dapat segera dilunasi.

Harapannya, melalui tindakan penegakan hukum ini, kewajiban MW sebesar Rp 21,15 miliar beserta biaya penagihan dapat segera dipenuhi sehingga penerimaan negara dapat kembali optimal. (alf)

Gilman Pradana Klaim IPO Perkuat Transparansi Fiskal dan Kepatuhan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam webinar kolaborasi IKPI–AEI yang dihadiri ratusan peserta, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia, Gilman Pradana Nugraha, menyampaikan klaim kuat bahwa langkah perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) bukan hanya memperluas akses pendanaan, tetapi juga mendorong transparansi fiskal dan memperketat kepatuhan pajak secara signifikan.

Gilman menegaskan bahwa menjadi perusahaan terbuka mengharuskan entitas usaha membangun tata kelola yang jauh lebih disiplin dibandingkan saat masih tertutup. Audit laporan keuangan, pengawasan publik, pengaturan free float, hingga kewajiban pengungkapan informasi berkala membuat perusahaan tidak memiliki ruang untuk mengelola pajak secara longgar. “Begitu perusahaan menjadi Tbk, setiap angka harus bisa dipertanggungjawabkan. Laporan keuangan dan laporan pajak harus selaras,” tegasnya.

Menurut Gilman, salah satu dampak terbesar IPO adalah munculnya transparansi fiskal yang tidak hanya melindungi investor, namun juga memperkuat basis pemajakan nasional. Perusahaan terbuka harus menyajikan laporan keuangan yang audited, mematuhi PSAK, menjalani review ketat dari auditor, OJK, dan Bursa, hingga memastikan rekonsiliasi fiskal tidak menimbulkan potensi sengketa di masa depan. “IPO memaksa perusahaan membangun budaya kepatuhan. Pajak adalah bagian paling fundamental dari itu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam proses pra-IPO, konsultan pajak memainkan peran sentral. Mulai dari tax diagnostic, pemeriksaan kepatuhan historis, analisis risiko pajak, hingga pembersihan potensi eksposur yang dapat menggagalkan pendaftaran emiten. “Tidak ada investor yang mau membeli saham perusahaan dengan masalah pajak yang belum diselesaikan. Perpajakan menjadi parameter awal due diligence,” kata Gilman.

Menurutnya, perusahaan yang lolos IPO adalah perusahaan yang memenuhi standar tertinggi dari sisi governance dan fiskal. Hal ini pada akhirnya menciptakan dampak sistemik: meningkatnya penerimaan negara dari PPh transaksi saham, PPh dividen, dan PPh Badan perusahaan Tbk yang tata kelolanya semakin baik. “Pasar modal yang kuat memperkuat fiskal negara. IPO memperbaiki perilaku pajak perusahaan,” ucapnya.

Gilman menilai bahwa kenaikan jumlah investor dari 1,2 juta menjadi 19 juta dalam satu dekade terakhir membawa perubahan besar pada ekosistem fiskal Indonesia. Aktivitas pasar modal menjadi jalur baru bagi penerimaan pajak yang sebelumnya tidak tersedia ketika perusahaan masih tertutup. Transparansi yang semakin luas menciptakan disiplin fiskal tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada investor.

Meski tahun 2025 disebut sebagai tahun penuh ketidakpastian akibat perubahan kebijakan dan transisi pemerintahan, Gilman tetap optimistis bahwa tahun 2026 akan menjadi momentum percepatan IPO yang lebih berkualitas—lebih transparan, lebih patuh pajak, dan lebih siap bersaing dalam pasar global. “IPO bukan hanya mekanisme pendanaan. IPO adalah mekanisme penegakan disiplin fiskal perusahaan,” tegasnya. (bl)

en_US