Mulai 2027 Pembinaan Pengadilan Pajak Resmi Beralih ke Mahkamah Agung

IKPI, Jakarta: Indonesia akan memasuki fase penting dalam reformasi sistem peradilan pajak. Mulai 1 Januari 2027, pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung. Perubahan besar ini merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang menegaskan bahwa pembinaan Pengadilan Pajak harus berada di bawah kekuasaan kehakiman agar tetap sejalan dengan prinsip independensi lembaga peradilan  .

Dikutip dari data yang dikeluarkan Tim Transisi Sekretariat Pengadilan Pajak, Kementerian Keuangan pada, Jumat (28/11/2025), Pengalihan ini menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya sejak berdirinya Pengadilan Pajak pada tahun 2002, struktur pembinaannya tidak lagi berada pada otoritas eksekutif. Dalam rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang sedang disiapkan, mekanisme alih kelola ini dijelaskan secara rinci, termasuk tahapan persiapan dan pelaksanaan yang terbagi menjadi dua fase besar.

Tahap persiapan berlangsung hingga 31 Desember 2026. Pada fase ini, pemerintah mengidentifikasi kebutuhan organisasi, memastikan sinkronisasi regulasi, serta menyiapkan perangkat dan sistem yang akan digunakan setelah Pengadilan Pajak resmi masuk ke lingkungan Mahkamah Agung. Proses ini juga melibatkan koordinasi lintas lembaga untuk menghindari gangguan pada layanan peradilan pajak selama masa transisi.

Memasuki tahap pelaksanaan pada awal 2027, sejumlah perubahan signifikan mulai diterapkan. Hakim Pengadilan Pajak dialihkan menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dengan hak dan kedudukan setara hakim di lingkungan peradilan TUN. Dalam paparan disebutkan bahwa jumlah hakim aktif saat ini adalah 68 orang, dengan mayoritas berada pada kelompok usia 50–59 tahun menandakan perlunya strategi regenerasi jangka panjang.

Sementara itu, pegawai non-hakim akan dipindahkan melalui mekanisme penugasan untuk jangka waktu maksimal lima tahun. Mereka akan menjalankan kewajiban manajemen SDM Kemenkeu, tetapi bekerja di bawah struktur Mahkamah Agung. Selama masa penugasan ini, pegawai tetap membawa hak-hak keuangan sesuai ketentuan Kementerian Keuangan, ditambah kemungkinan menerima uang makan dan lembur dari MA  .

Aspek aset negara juga menjadi bagian penting dalam pengalihan. Seluruh BMN, baik yang berwujud maupun yang berupa aplikasi dan sistem TI, akan dialihkan melalui transfer antarkementerian. Beberapa aplikasi inti seperti e-Tax Court dan 17 aplikasi turunannya tetap akan digunakan oleh Pengadilan Pajak di bawah MA. Domain aplikasi pun akan berubah dari kemenkeu.go.id menjadi mahkamahagung.go.id, menandai masuknya sistem Peradilan Pajak dalam ekosistem digital MA.

Perubahan besar ini juga membawa harapan baru. Dengan berada di bawah Mahkamah Agung, independensi peradilan pajak diharapkan semakin kuat, sementara penyelesaian sengketa nonyuridis tetap akan ditangani di ranah administratif oleh Kementerian Keuangan. Koordinasi lintas lembaga tetap dipertahankan agar layanan penanganan sengketa tetap cepat, sederhana, dan mudah diakses.

Pengalihan ini bukan sekadar perpindahan administrasi, melainkan sebuah langkah reformasi struktural untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pajak. Dengan persiapan matang dan transisi yang terencana, 2027 akan menjadi titik penting bagi masa depan penyelenggaraan keadilan di bidang perpajakan Indonesia. (bl)

Transformasi Pengadilan Pajak Picu Penurunan Tunggakan dan Lonjakan Kinerja Putusan

IKPI, Jakarta: Transformasi menyeluruh yang dijalankan Pengadilan Pajak sejak tahun 2020 kini mulai menunjukkan hasil yang semakin nyata. Lembaga yang menangani sengketa perpajakan nasional ini terus melakukan berbagai pembaruan, bukan hanya dari sisi teknologi, tetapi juga dari aspek tata kelola, budaya kerja, hingga transparansi proses persidangan. Hasilnya, indikator kinerja penyelesaian sengketa mulai bergerak ke arah yang jauh lebih positif.

Dikutip dari data yang dikeluarkan Tim Transisi Sekretariat Pengadilan Pajak, Kementerian Keuangan pada, Jumat (28/11/2025),  salah satu pilar terpenting dari transformasi ini adalah pengembangan e-Tax Court, sistem persidangan elektronik yang memungkinkan berbagai proses berjalan secara digital. Bukan hanya pendaftaran perkara, tetapi juga pengiriman dokumen, pemanggilan, hingga persidangan dapat dilakukan tanpa harus bertatap muka. Implementasi ini menjadi krusial terutama untuk menghadapi peningkatan kompleksitas sengketa yang terjadi setiap tahun. Data menunjukkan bahwa progres pemanfaatan e-Filing dan pengiriman berkas melalui e-Tax Court terus meningkat secara konsisten sejak 2019  .

Inovasi lain yang tak kalah penting adalah percepatan penerbitan izin kuasa hukum, yang kini dapat selesai dalam waktu rata-rata hanya 2,8 hari turun drastis dari sebelumnya yang bisa mencapai tujuh hari. Percepatan ini berdampak langsung terhadap kelancaran proses persidangan, karena kesiapan kuasa hukum merupakan faktor utama yang menentukan cepat atau lambatnya penanganan sengketa.

Pengadilan Pajak juga memperkuat transparansi dengan mempublikasikan salinan putusan secara daring. Hingga Oktober 2025, jumlah unggahan salinan putusan telah melampaui 87.000 dokumen, menandai peningkatan signifikan dalam keterbukaan informasi. Langkah ini turut mendukung kepercayaan publik dan memperluas akses bagi praktisi hukum, akademisi, maupun wajib pajak untuk memahami pola dan kualitas putusan Pengadilan Pajak.

Dari sisi statistik, hasil transformasi mulai terlihat jelas pada tren penyelesaian sengketa. Produksi putusan meningkat, sementara jumlah berkas yang masuk dan saldo tunggakan justru menunjukkan penurunan. Dalam paparan, grafik menunjukkan pergerakan yang stabil menuju efisiensi jumlah penyelesaian perkara selalu bergerak lebih cepat dibandingkan penumpukan perkara, menghasilkan saldo akhir sengketa yang terus menyusut setiap tahun.

Penguatan tata kelola juga dilakukan melalui penerapan manajemen kinerja, termasuk performance agreement bagi hakim. Mekanisme ini menghadirkan pengukuran yang lebih terstruktur, sekaligus mendorong terciptanya budaya profesionalisme dalam penanganan perkara. Selain itu, integrasi data dengan DJP, DJBC, serta interoperabilitas sistem semakin mempercepat analisis dan pemeriksaan berkas perkara.

Secara eksternal, Pengadilan Pajak memperluas akses publik melalui penyelenggaraan live streaming persidangan sejak 2024. Kehadiran siaran langsung ini tidak hanya memperkuat transparansi, tetapi juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat mengenai proses peradilan pajak yang selama ini dianggap rumit dan kurang familiar.

Dengan berbagai langkah transformasi yang terus berjalan, Pengadilan Pajak kini memasuki fase baru sebagai lembaga peradilan modern yang mengedepankan efektivitas, transparansi, dan kemudahan layanan. Seluruh perubahan ini menjadi fondasi kuat untuk menghadapi alih pembinaan ke Mahkamah Agung pada 2027 dan memastikan layanan kepada pencari keadilan tetap optimal. (bl)

Apresiasi Kehadiran Kepala Kanwil DJP Nusra, Ketum IKPI Sebut Sinergi Asosiasi dan Pemerintah Semakin Kuat

IKPI, Mataram: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, memberikan apresiasi atas kehadiran Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara (Kanwil DJP Nusra) Samon Jaya, dalam Seminar Perpajakan IKPI Cabang Mataram yang digelar di Hotel Aston INN, Rabu (26/11/2025).

Dalam kegiatan bertema “Strategi Mitigasi Risiko Penyusunan SPT Tahunan 2025 dengan Coretax System dan Tax Update PPh Pasal 21 DTP Sektor Pariwisata”, Kepala Kanwil DJP Nusra hadir sebagai keynote speech, didampingi jajaran pejabat eselon III, para kepala bidang, dan beberapa kepala KPP di wilayah Nusa Tenggara.

Vaudy menegaskan bahwa kehadiran pimpinan Kanwil DJP Nusra beserta jajaran memiliki arti penting bagi penguatan ekosistem perpajakan, terutama di tengah persiapan menuju implementasi penuh Coretax System pada pelaporan SPT Tahunan tahun depan.

“Kami sangat mengapresiasi komitmen Kanwil DJP Nusra. Kehadiran beliau sebagai keynote speech dan didampingi jajaran eselon III serta kepala KPP menunjukkan bahwa sinergi antara pemerintah dan asosiasi profesi semakin kokoh,” ujar Vaudy.

Menurutnya, transisi menuju Coretax System tidak hanya membutuhkan kesiapan teknologi, tetapi juga kolaborasi yang erat antara otoritas pajak dan para konsultan pajak agar wajib pajak mendapatkan bimbingan yang tepat, terutama dalam mitigasi risiko penyusunan SPT.

Vaudy menambahkan bahwa dukungan otoritas pajak di tingkat wilayah memperkuat pesan bahwa reformasi administrasi perpajakan merupakan agenda bersama.

“Kolaborasi seperti ini penting untuk memastikan bahwa implementasi regulasi maupun pemutakhiran kebijakan termasuk PPh Pasal 21 DTP sektor pariwisata dapat berjalan lebih efektif,” tambahnya.

Seminar yang diselenggarakan IKPI Cabang Mataram ini juga menjadi bagian dari program pengembangan profesional berkelanjutan (PPL) untuk meningkatkan kapasitas para konsultan pajak khususnya anggota IKPI dalam menghadapi dinamika peraturan serta perubahan sistem administrasi perpajakan.

Dengan sinergi yang semakin kuat antara IKPI dan DJP, Vaudy berharap upaya edukasi serta asistensi perpajakan di daerah terus berkembang dan memberi dampak positif bagi kepatuhan wajib pajak di Nusa Tenggara. (bl)

Pajak Menyatukan Negara-negara

”Berapa banyak uang yang kau simpan di Bank di Swiss?” tanya Didik pada Toni. ”Ya lumayan banyak sih, yang penting aman lah dari pajak.” jawab Toni. Obrolan itu mungkin berlaku 10 atau 20 tahun yang lalu. Sekarang bagaimana?

Menjaga kerahasiaan data nasabah menjadi hal yang urgen dan menjadi daya tarik perbankan untuk menarik masyarakat yang berpenghasilan lebih. Seluruh informasi pribadi nasabah dan beserta data keuangannya yang tercatat di bank, wajib dirahasiakan dan tidak boleh diberikan kepada pihak lain. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah menyangkut keuangan dan data pribadinya.

Satu kasus menarik terjadi pada tahun 2013, Bank tertua Swiss ditutup karena kasus membantu warga Amerika Serikat, ”www..com/ekonomi/90603/bank-tertua-di-swiss-ditutup-karena-bantu-nasabah-hindari-pajak”. Pihak bank mengaku membantu warga Amerika Serikat menghindari pajak sedikitnya 1,2 miliar dollar atau kurang lebih Rp11,5 triliun selama 2002 sampai 2010. Pihak bank membantu dengan beritasatu mengisi laporan pajak palsu untuk otoritas pajak Amerika Serikat (IRS). Padahal bank lainnya di Swiss sudah menolak warga AS untuk membuka rekening.

Pentingnya keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan menjadi topik di pertemuan pemimpin negara anggota G20 di London, Inggris, pada April 2009. Namun pertukaran informasi antara negara masih berdasarkan permintaan. Mulai 2018, G20 dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersepakat menerapkan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Ada ratusan negara yang menjadi berpartisipasi dalam AeoI ini.

Sebagai anggota G20, Indonesia memenuhi persyaratan implementasi pertukaran informasi perpajakan AEoI. Kerja sama bidang perpajakan internasional ini mennjadi solusi bersama dalam mengatasi penghindaran pajak penting untuk mengatasi penghindaran pajak, salah satunya terkait Base Erotion and Profit Shifting.

Penghindaran pajak ini membahayakan ekonomi secara global, semua negara. Baik negara maju apalagi negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini yang menyebabkan meningkatkan ketimpangan fiskal. Dimana perusahaan-perusahaan atau pribadi yang berpenghasilan besar membayar lebih sedikit atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Ketidakadilan jelas terjadi dalam situasi ini. Siapa yang menang?

 Indonesia menerapkan AEoI sejak September 2018 dan semakin banyak negara-negara yang turut bergabung. Pada tahun 2022 Indonesia menerima 91 dan mengirimkan 74, pada 2023 Indonesia menerima 95, dan mengirim 80 informasi keuangan dari dan ke negara atau yuridiksi luar negeri.

Pemanfaatan Data AEoI

Otoritas pajak di seluruh dunia sudah dapat mengakses data keuangan nasabah perbankan baik dalam maupun luar negeri. Tujuan utama untuk menegakkan ketaatan pajak dapat terealisasi dengan melihat langsung rekam jejak transaksi perbankan nasabah. Otoritas pajak termasuk di Indonesia secara otomatis untuk memperoleh data dari industri dan disampaikan Otoritas Jasa Keuangan.

Di Indonesia, pemanfaatan data AEOI sudah diimplementasikan unit kerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tidak terkecuali di wilayah Nusa Tenggara yang ternyata dalam perkembangannya cukup memberi hasil yang menggembirakan. Di Kanwil DJP Nusa Tenggara, Data AEoI sudah bisa dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kanwil DJP Nusa Tenggara dari tahun 2020 sampai 2023 telah memanfaatkan sebanyak 12.351 data dengan nilai 7,5 triliun rupiah.

Banyak wajib pajak setelah dihimbau dan dengan kesadaran sendiri melakukan pembetulan laporan pajak tahunan dan melakukan pembayaran tambahan yang cukup signifikan. Disatu sisi terdapat pihak bank yang merasa dituduh nasabah tidak menjaga rahasia nasabah dan mengancam menarik seluruh dananya. Setelah diinformasikan, bahwa seluruh bank di dunia yang negaranya terikat dengan AEoI harus melakukan hal yang sama.

Disinilah kita lihat bahwa ”Pajak telah menyatukan negara-negara di dunia”.

Selain AEoI, dalam hal apalagi pajak menyatukan negara-negara di dunia?

Penulis adalah Pengamat Perpajakan 

Nomas

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

IKPI Sidoarjo–Kanwil DJP Jatim II Gelar Pelatihan Coretax SPT Tahunan, Dorong Wajib Pajak Makin Melek Digital

IKPI, Sidoarjo: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur II menggelar Sosialisasi Coretax Pengisian SPT Tahunan Badan dan Orang Pribadi, Rabu (27/11/2025). Kegiatan berlangsung di Aula Lantai 4 Kanwil DJP Jatim II sejak pukul 08.00 hingga 17.00 WIB.

Sebanyak 39 peserta, dan masing-masing peserta didampingi oleh satu pendamping, mengikuti sesi pelatihan yang dirancang untuk memperkuat pemahaman mengenai pengisian SPT Tahunan melalui sistem Coretax, platform baru DJP yang dirancang lebih akurat, cepat, dan terintegrasi.

Ketua Panitia, Haryoko, menyampaikan bahwa pihaknya bekerja maksimal agar kegiatan ini berjalan lancar dan memberikan manfaat nyata bagi para konsultan pajak maupun wajib pajak di lapangan.

(Foto: DOK. iKPI Cabang Sidoarjo)

Ketua IKPI Cabang Sidoarjo Budi Tjiptono menegaskan pentingnya kolaborasi dengan otoritas pajak di tengah transformasi digital perpajakan yang sedang digencarkan pemerintah.

“Kami menyambut baik kerja sama ini. Pelatihan seperti ini sangat dibutuhkan agar para konsultan dapat memberikan edukasi yang tepat kepada wajib pajak, khususnya terkait pengisian SPT di Modul Coretax,” ujar Budi Tjiptono.

Sementara itu, Kepala Seksi Penyuluhan Kanwil DJP Jatim II, Agus Saptono, menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif IKPI Sidoarjo yang secara aktif menjalin kemitraan untuk memperluas literasi perpajakan.

Kedua belah pihak sepakat bahwa sinergi ini penting untuk terus dijaga. Melalui pelatihan Coretax, mereka berharap konsultan pajak dapat menjadi garda terdepan dalam membantu wajib pajak memahami prosedur pelaporan yang benar.

“Harapannya, peserta hari ini nantinya bisa menjadi agen edukasi yang membantu wajib pajak semakin mengenal dan memahami pengisian SPT Tahunan via Coretax,” kata Budi.

Lebih lanjut Budi menyatakan, kegiatan berlangsung interaktif dengan sesi tanya jawab, studi kasus, hingga praktik langsung menggunakan modul Coretax. Ia menegaskan siap menggelar kegiatan serupa secara berkala demi mendukung kelancaran implementasi sistem perpajakan modern di Indonesia. (bl)

Dicecar DPR, Purbaya Jelaskan Kenapa Pajak Merosot!

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendapat sorotan tajam dari anggota Komisi XI DPR RI terkait kinerja penerimaan pajak yang merosot pada 2025. Dalam rapat kerja yang berlangsung Kamis (27/11/2025), Purbaya berulang kali dicecar mengenai anjloknya realisasi pajak hingga Oktober tahun ini.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.459 triliun, atau 70,2% dari target Rp 2.076,9 triliun. Dengan sisa waktu satu bulan, capaian tersebut dianggap jauh dari memadai untuk mengejar kekurangan yang mencapai ratusan triliun rupiah.

Menjawab deretan pertanyaan anggota dewan, Purbaya menjelaskan bahwa pelemahan ekonomi pada awal tahun menjadi penyebab utama merosotnya penerimaan negara. Kondisi tersebut membuat banyak perusahaan bergerak lebih hati-hati, bahkan tidak sedikit yang mengalami kerugian.

“Waktu itu lagi susah. Kalau businessman lagi susah, dipajaki ribut pasti. Uangnya juga nggak ada, orang lagi rugi,” tegas Purbaya saat merespons tekanan anggota Komisi XI, Kamis (27/11/2025).

Menurutnya, situasi tersebut membuat pemerintah tidak bisa memaksakan pemungutan pajak secara agresif karena justru akan memperburuk keadaan pelaku usaha.

Enggan Tekan Wajib Pajak 

Purbaya mengakui bahwa realisasi penerimaan negara masih tertinggal dari target. Namun ia menolak mengambil langkah-langkah yang bisa menambah beban masyarakat maupun pengusaha.

“Ekonominya masih susah, apa mau kita tekan masyarakat kita? Pengusaha kita? Kita pasti hancur,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa menjaga daya tahan ekonomi lebih penting daripada memaksakan penambahan pajak di tengah situasi yang belum stabil.

Di tengah rapat, Purbaya sempat melontarkan candaan soal kemungkinan menaikkan pajak bagi anggota DPR sebagai cara cepat menambah penerimaan.

“Kalau bisa kita hajar (penerimaan), terutama anggota DPR pajaknya kita naikin ya? Hahaha… saya digebuk nanti,” ucapnya.

Menurut Purbaya, langkah-langkah ekstrem seperti itu tidak tepat diterapkan sekarang karena kondisi ekonomi belum mendukung.

Purbaya menegaskan pemerintah memilih fokus pada pemulihan ekonomi nasional. Jika pertumbuhan ekonomi kembali menguat ke kisaran 6%, barulah pemerintah akan mempertimbangkan kembali pajak-pajak yang selama ini ditunda.

“Kalau sudah 6%, nanti baru kita kenakan pajak-pajak tadi. Kalau orang lebih gampang cari kerja dan agak makmur, dipajaki juga tidak akan marah-marah lagi seperti kemarin ketika ekonomi jatuh,” tutupnya. (alf)

Compliance Gap Pajak RI Tembus Rp 548 Triliun, DJP Siapkan Strategi Pembenahan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa tingkat kesenjangan kepatuhan (compliance gap) pajak di Indonesia masih berada pada level yang mengkhawatirkan. Mengacu pada kalkulasi Bank Dunia, rata-rata potensi penerimaan pajak yang tidak tergali pada periode 2016–2021 mencapai Rp 548 triliun, setara 3,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyatakan bahwa angka tersebut mencerminkan besarnya potensi ketidakpatuhan yang terjadi, mulai dari penghindaran pajak, ketidakpatuhan administratif, hingga praktik penggelapan.

“Compliance gap ini sebesar 3,7% atau Rp 548 triliun. Hal ini mencerminkan potensi ketidakpatuhan, penghindaran pajak, dan juga penggelapan pajak,” ujar Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (26/11/2025).

Jumlah tersebut tercatat lebih tinggi daripada policy gap, yakni potensi penerimaan yang hilang akibat kebijakan fiskal seperti insentif, tarif khusus, atau pengecualian pajak. Nilainya mencapai Rp 396 triliun, atau sekitar 2,7% dari PDB. Menurut Bimo, policy gap merupakan konsekuensi dari pilihan kebijakan pemerintah yang diarahkan untuk mendukung sektor tertentu, tetapi tetap menimbulkan implikasi terhadap ruang penerimaan negara.

Untuk meminimalkan compliance gap, DJP telah menyiapkan pendekatan komprehensif yang mencakup penegakan hukum tertarget dan penguatan manajemen risiko kepatuhan (compliance risk management). Dengan cara ini, wajib pajak berisiko tinggi bisa diprioritaskan, sementara wajib pajak patuh tidak perlu dibebani pemeriksaan yang tidak relevan.

Di sisi lain, DJP juga memperluas strategi edukasi dan soft engagement untuk mengurangi ketidakpatuhan yang bersumber dari kurangnya pemahaman. Upaya digitalisasi turut dipercepat melalui e-Faktur, e-Bukti Potong, e-Filing, implementasi sistem Coretax, pemadanan NIK–NPWP, pembentukan single profile, serta pemanfaatan data internasional lewat Automatic Exchange of Information (AEOI).

Bimo menegaskan bahwa peningkatan kepatuhan merupakan kunci memperkuat basis perpajakan nasional dan memastikan keberlanjutan pembiayaan negara di masa mendatang. (alf)

Mendag Tegas Tolak Kuota Impor Pakaian Bekas: Pemerintah Tak Mau Buka Celah Pajak untuk Barang Ilegal

IKPI, Jakarta: Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan pemerintah tidak akan membuka skema kuota maupun legalisasi terbatas untuk impor pakaian bekas (thrifting). Selain karena statusnya yang jelas-jelas ilegal, pemerintah menilai pemberian kuota akan menciptakan distorsi besar, termasuk dalam aspek perpajakan dan penerimaan negara.

“Ya namanya ilegal, ya ilegal,” tegas Budi di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025). Ia menambahkan, barang bekas impor tidak dapat diubah statusnya menjadi legal hanya karena alasan tingginya permintaan pasar.

Pernyataan itu disampaikan setelah Kemendag merampungkan pemusnahan 19.391 bal pakaian bekas impor ilegal di Bandung. Operasi pemusnahan dilakukan bertahap hingga akhir November sebagai bagian dari penegakan hukum serta menjaga ekosistem industri tekstil dan penerimaan perpajakan dari sektor pakaian baru.

Di balik larangan impor pakaian bekas, pemerintah juga mempertimbangkan risiko hilangnya potensi penerimaan pajak. Industri tekstil dan garmen dalam negeri, yang menyumbang pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh) badan, hingga bea masuk dari bahan baku, dinilai bisa tergerus jika pasar dibanjiri barang preloved impor ilegal berharga murah.

Barang thrifting sendiri masuk tanpa mekanisme fiskal apa pun, mulai dari bea masuk, PPN impor, hingga pungutan lainnya. Budi menilai, membuka kuota impor untuk barang bekas akan membuat pengawasan perpajakan sulit dilakukan dan berpotensi menurunkan kepatuhan di sektor perdagangan.

“Kalau dibuka kuota, bagaimana memastikan kepatuhan fiskalnya? Barang bekas itu tidak pernah punya standar nilai pabean yang jelas,” ujar seorang pejabat Kemendag yang mendampingi Budi.

Pedagang Thrifting Klaim Siap Taat Aturan Pajak 

Sementara itu, pedagang pakaian bekas Pasar Senen tetap berharap ruang kompromi. Perwakilan pedagang, Rifai Silalahi, menyebut ekosistem thrifting telah melibatkan sekitar 7,5 juta orang di berbagai daerah. Ia menilai legalisasi akan membuka peluang penerimaan pajak baru bila pemerintah mau mengatur alur impornya.

“Kalau legalisasi tidak memungkinkan, kami hanya berharap ada skema lartas dengan kuota. Pelaku usaha siap ikut aturan dan kewajiban fiskal,” kata Rifai dalam audiensi dengan BAM DPR RI, Rabu (19/11/2025).

Menurut Rifai, pengenaan pajak atas impor pakaian bekas justru berpotensi menjadi sumber penerimaan tambahan apabila pemerintah menyediakan kerangka hukum yang pasti.

Namun bagi Kemendag, risiko terhadap industri nasional dan potensi penyalahgunaan lebih besar dibanding potensi pajaknya. Pemerintah menilai legalisasi atau kuota justru akan menciptakan loophole bagi masuknya barang-barang ilegal dalam volume lebih besar.

“Kalau dibuka sedikit saja, nanti semua masuk lewat pintu itu,” kata Budi menegaskan.

Dengan sikap ini, pemerintah memastikan larangan impor pakaian bekas tetap berlaku tanpa pengecualian. Polemik antara potensi pajak yang bisa dipungut dan kewajiban melindungi industri tekstil dalam negeri pun diperkirakan masih menjadi perdebatan panjang di tengah terus berkembangnya pasar thrifting di Indonesia. (alf)

Kanwil DJP Jawa Timur II Gelar FKP 2025, Fokus Penyerapan Aspirasi dan Penguatan Layanan Publik

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur II menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) 2025 di Aula Mojopahit, Gedung Kanwil DJP Jawa Timur II, Rabu (26/11/2025). Forum ini kembali menjadi wadah dialog terbuka antara otoritas pajak dan pemangku kepentingan dari berbagai sektor demi meningkatkan kualitas layanan perpajakan di wilayah Jatim II.

Acara dipimpin oleh Plt. Kepala Kanwil DJP Jatim II, Kindy Rinaldy Syahrir, didampingi para Kepala Bidang dan Kepala Bagian. Turut hadir Kepala KPP Pratama Madya Sidoarjo, Heru Pamungkas, serta jajaran KPP Madya Gresik yang dipimpin langsung Agung Sumaryawan. Secara keseluruhan, forum melibatkan 20 instansi, mulai dari penyelenggara layanan publik, pelaku usaha, perguruan tinggi, asosiasi profesi, pemerintah daerah, hingga media massa.

Dalam sambutannya, Kindy menegaskan bahwa FKP bukan sekadar agenda rutin, melainkan instrumen penting untuk menjaga kualitas pelayanan DJP agar tetap selaras dengan dinamika kebutuhan masyarakat.

“Kami ingin mendengar langsung suara para pengguna layanan. Masukan dari masyarakat adalah dasar bagi DJP dalam membangun layanan yang lebih baik dan responsif,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip, Kamis (27/11/2025).

Pada kesempatan tersebut, peserta menyampaikan berbagai masukan, termasuk soal kemudahan aktivasi akun, penyederhanaan ketentuan administrasi perpajakan, dan kebutuhan informasi detail terkait fitur-fitur pada sistem layanan terbaru.

Pejabat Kanwil DJP Jatim II menanggapi seluruh masukan secara langsung. Usulan strategis yang muncul akan diteruskan kepada Kantor Pusat sebagai bahan perbaikan kebijakan maupun pengembangan layanan.

Salah satu agenda penting dalam forum adalah penandatanganan Berita Acara Pelaksanaan FKP oleh perwakilan peserta dan jajaran Kanwil DJP Jatim II sebagai bentuk komitmen bersama meningkatkan kualitas layanan perpajakan.

FKP 2025 kembali menegaskan bahwa peningkatan kualitas layanan pajak hanya dapat tercapai melalui kolaborasi kuat antara pemerintah dan masyarakat. Tingginya antusiasme peserta menunjukkan bahwa wadah seperti ini berperan besar dalam memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik terhadap administrasi perpajakan. (alf)

Waketum IKPI Tegaskan Pemekaran Cabang Adalah Amanat AD/ART dan Kebutuhan Organisasi dalam Menghadapi Dinamika Perpajakan Nasional

IKPI, Kabupaten Bekasi: Wakil Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, menegaskan bahwa pemekaran dan pembentukan cabang baru merupakan amanat langsung Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), sekaligus kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan perpajakan nasional yang semakin berkembang. Pernyataan tersebut disampaikan dalam Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Cabang Kabupaten Bekasi yang dihadiri puluhan peserta, Kamis (27/11/2025).

Nuryadin menjelaskan bahwa pemekaran bukan merupakan gagasan spontan atau kemauan Pengurus Pusat, melainkan mandat struktural yang telah ditetapkan secara eksplisit dalam AD/ART IKPI, baik periode 2019–2024 maupun 2024–2029.

“Pemekaran dan pembentukan cabang tidak bisa dianggap sebagai isu sensitif. Ini kewajiban organisasi, amanah AD/ART, dan harus dijalankan demi menjawab perkembangan kebutuhan anggota serta masyarakat.” ujar Nuryadin.

Ketentuan AD/ART 

Berdasarkan AD/ART IKPI, aturan mengenai pembentukan dan pemekaran cabang tercantum dalam Pasal 17 (Periode 2024–2029), antara lain:

1. Pembentukan Cabang Baru (Pasal 17 Ayat 1)

• Diusulkan minimal 5 anggota tetap di wilayah cabang yang akan dibentuk.

• Cabang baru harus berkedudukan di tingkat kota/kabupaten.

• Usulan diajukan tertulis kepada Pengurus Pusat dan diproses setelah memperoleh masukan dari pengurus cabang serta pengurus daerah terkait.

2. Pemekaran Cabang (Pasal 17 Ayat 3)

• Cabang existing yang akan dimekarkan harus memiliki minimal 200 anggota tetap.

• Pemekaran dapat diusulkan oleh lima anggota tetap atau dilakukan atas inisiatif Pengurus Pusat.

• Pemekaran harus mendapat persetujuan rapat pleno Pengurus Pusat.

• Cabang hasil pemekaran tetap berada dalam kota/kabupaten yang sama.

“AD/ART telah memberikan kerangka baku. Pengurus Pusat hanya menjalankan apa yang sudah menjadi mandat organisasi.” tegas Nuryadin.

Menurut Nuryadin, perkembangan regulasi perpajakan yang semakin dinamis menuntut IKPI untuk menghadirkan layanan edukasi lebih dekat kepada masyarakat. Dalam sistem self-assessment, wajib pajak wajib memahami perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak secara mandiri.

“Oleh karena itu, kehadiran cabang-cabang baru akan memperluas jangkauan edukasi perpajakan, memastikan masyarakat mendapatkan akses yang lebih mudah terhadap informasi terkini,” jelasnya.

Tercatat bahwa terdapat cabang dan pengurus daerah yang wilayah kerjanya terlalu luas. Misalnya:

• Pengda Sulamapua memiliki cakupan 12 provinsi,

• Pengda Sumbagsel dan Kalimantan masing-masing mencakup 5 provinsi,

• Beberapa pengcab seperti Medan, Makassar, Mataram, Bitung, dan Bandar Lampung membawahi wilayah lintas provinsi.

“Dengan kondisi demikian, pemekaran dan pembentukan cabang baru adalah kebutuhan agar pembinaan anggota dapat dilakukan secara optimal,” ujarnya.

Banyak Cabang Tak Mampu Jangkau Anggota

Dalam pemaparannya, Nuryadin mengungkapkan adanya beberapa cabang dengan jumlah anggota yang sangat besar, mencapai lebih dari 400 anggota. Berdasarkan data resmi, terdapat 14 cabang dengan anggota di atas 200 orang.

“Dalam kondisi seperti itu, mencapai 50 persen anggota saja sudah sulit. Ini alasan utama mengapa pemekaran penting agar pelayanan organisasi berjalan efektif,” katanya.

Nuryadin menekankan bahwa setiap pemekaran dilakukan melalui tahapan berlapis:

1. Usulan anggota atau usulan dari Pengurus Pusat,

2. Permintaan masukan dari cabang/pengda existing,

3. Pertimbangan dari pengurus daerah,

4. Keputusan final melalui rapat pleno.

“Semua proses dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi dan evaluasi menyeluruh,” tegasnya.

Ia menegaskan pentingnya ekspansi struktural IKPI secara nasional. “Daerah yang tidak kita isi akan terisi oleh organisasi lain. Ketua Umum, Pak Vaudy Starworld, sudah menginstruksikan agar proses pemekaran terus berjalan dari Sabang sampai Merauke. Ini tanggung jawab bersama,” ujarnya. (bl)

en_US