Nigeria–Prancis Teken MoU Pajak Digital, AI Jadi Tulang Punggung Reformasi

IKPI, Jakarta: Nigeria resmi memperdalam kerja sama perpajakan dengan Prancis melalui penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang menempatkan transformasi digital sebagai poros utama reformasi. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Federal Inland Revenue Service (FIRS) dan Direction Générale des Finances Publiques (DGFIP) Prancis, dengan ruang lingkup mulai dari penguatan kepatuhan hingga pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam administrasi pajak.

Ketua FIRS Zacch Adedeji menegaskan, kolaborasi ini dirancang untuk mempercepat modernisasi sistem perpajakan Nigeria. Fokus utamanya mencakup penerapan kepatuhan otomatis, pemeriksaan berbasis data, serta pengembangan platform layanan Wajib Pajak yang lebih canggih dan terintegrasi.

“MoU ini membuka babak baru dalam kolaborasi kami dengan Prancis. Ini bukan sekadar kerja sama teknis, tetapi langkah strategis untuk memperdalam modernisasi administrasi pajak Nigeria sekaligus mengadopsi praktik terbaik global,” ujar Adedeji dalam keterangan resmi, Minggu (14/12/2025).

Menurutnya, kemitraan tersebut merupakan respons atas perubahan besar dalam pengelolaan keuangan publik yang kini semakin dipengaruhi teknologi digital, AI, dan perdagangan lintas negara. Nigeria, kata Adedeji, akan memperoleh nilai strategis dari kematangan teknologi perpajakan Prancis, sementara Prancis dapat memetik pelajaran dari laju ekspansi digital Nigeria yang relatif cepat.

Adedeji menilai pertukaran keahlian dua arah menjadi krusial di tengah tantangan baru, seperti penerapan AI dalam pengawasan pajak, risiko keamanan siber, hingga kompleksitas perpajakan lintas batas. “Pertukaran dua arah ini penting ketika kita sama-sama beradaptasi dengan tantangan baru, mulai dari kecerdasan buatan hingga isu pajak global,” ujarnya.

MoU tersebut juga memperluas kolaborasi ke area inti perpajakan internasional, termasuk pertukaran informasi, pengawasan transfer pricing, serta penanganan praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Keselarasan kebijakan ini dipandang krusial untuk memperkuat transparansi dan menekan praktik pengalihan laba oleh perusahaan multinasional.

Selain aspek teknologi, kerja sama ini juga mencakup penguatan kapasitas sumber daya manusia. Nigeria berencana meningkatkan kualitas tenaga perpajakan melalui pelatihan standar profesional, pembelajaran berkelanjutan, serta sistem manajemen SDM yang lebih terstruktur. Di sisi lain, Prancis diharapkan mendapat manfaat dari pengalaman Nigeria dalam mengelola digitalisasi di pasar besar dengan populasi muda yang melek teknologi.

“Bersama, kami ingin membangun model yang memperkuat budaya institusional, meningkatkan kompetensi global, dan mempersiapkan otoritas pajak menghadapi masa depan administrasi keuangan publik,” kata Adedeji.

Meski disambut positif sebagai akselerator reformasi, kesepakatan ini juga memunculkan perhatian terkait isu kedaulatan data. MoU membuka ruang pertukaran informasi agregat dan anonim mengenai aktivitas ekonomi dan perusahaan multinasional. Menanggapi hal itu, Pemerintah Nigeria menegaskan tidak ada data mentah atau data sensitif Wajib Pajak yang akan dibagikan ke luar negeri.

Kerja sama ini menjadi semakin strategis karena berlangsung menjelang transisi FIRS menuju Nigeria Revenue Service (NRS) pada Januari 2026. Adedeji optimistis, kemitraan dengan Prancis akan menjadi fondasi penting dalam membangun otoritas penerimaan yang modern, tepercaya, dan berorientasi teknologi.

Sebagai catatan, Nigeria selama satu dekade terakhir terus berupaya meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih berada di kisaran 6–10 persen, jauh di bawah rata-rata Afrika sekitar 15 persen. Pemerintah mengandalkan digitalisasi administrasi, integrasi sistem, serta kerja sama internasional untuk mendongkrak penerimaan tanpa menambah jenis pajak baru.

Sementara itu, Prancis dikenal sebagai salah satu negara terdepan dalam reformasi pajak digital melalui penerapan e-filing canggih, algoritma kepatuhan, dan analitik data real time. Bagi Nigeria, kemajuan tersebut diharapkan menjadi pijakan kuat dalam membangun NRS yang lebih transparan, terhubung secara global, dan mampu menjawab tantangan perpajakan di era ekonomi digital. (alf)

Hari Terakhir Pemutihan Pajak Kendaraan di Riau, Pemprov Tegaskan Tak Ada Perpanjangan

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Riau resmi memasuki hari terakhir pada Senin (15/12/2025). Pemerintah Provinsi Riau menegaskan tidak akan membuka opsi perpanjangan dalam bentuk apa pun dan meminta masyarakat segera memanfaatkan kesempatan terakhir ini.

Pelaksana Tugas Kepala Bapenda Riau, Muhammad Sayoga, memastikan Program Bermarwah yang memberikan berbagai keringanan pajak kendaraan akan ditutup sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

“Besok hari terakhir. Tidak ada perpanjangan lagi. Kami mengimbau masyarakat untuk tidak menunda dan segera datang ke Samsat agar kesempatan pemutihan pajak ini tidak terlewatkan,” ujar Sayoga, Minggu (14/12/2025).

Menurutnya, program pemutihan ini terbukti memberi manfaat besar bagi masyarakat, terutama wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak kendaraan bermotor. Selama program berlangsung, masyarakat mendapatkan keringanan signifikan berupa penghapusan sanksi administrasi dan denda pajak.

Sayoga menegaskan, setelah program berakhir, seluruh ketentuan normal akan kembali diberlakukan. Artinya, setiap keterlambatan pembayaran pajak kendaraan bermotor akan kembali dikenai sanksi administrasi dan denda sesuai peraturan yang berlaku.

“Jangan sampai menyesal setelah program ditutup. Mumpung masih ada waktu, manfaatkan hari terakhir ini,” tegasnya.

Untuk mengantisipasi lonjakan wajib pajak di hari penutupan, seluruh kantor Samsat Provinsi Riau memperpanjang jam pelayanan hingga pukul 16.00 WIB. Kebijakan ini diterapkan guna mengakomodasi masyarakat yang terkendala jam kerja.

Pemprov Riau berharap program pemutihan pajak kendaraan ini tidak hanya dimanfaatkan untuk menyelesaikan tunggakan, tetapi juga menjadi momentum meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajak daerah.

Pemerintah menilai kepatuhan pajak kendaraan bermotor memiliki peran penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik di Provinsi Riau. (alf)

Isu Ijon Pajak Mengemuka di Tengah Tekanan Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Tekanan terhadap kinerja penerimaan negara kembali menjadi sorotan menjelang penutupan tahun anggaran 2025. Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan disebut-sebut berpotensi mengambil langkah tidak lazim berupa ijon pajak guna mengamankan setoran penerimaan.

Istilah ijon pajak merujuk pada praktik meminta wajib pajak menyetor kewajiban pajak lebih awal, yakni di tahun berjalan, meskipun pajak tersebut sejatinya baru terutang pada tahun berikutnya. Opsi ini mengemuka seiring realisasi penerimaan pajak yang hingga akhir Oktober 2025 masih tertahan di angka 70,2% dari target outlook.

Berdasarkan data resmi Kemenkeu, penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2025 tercatat sebesar Rp1.459 triliun. Angka tersebut baru mencapai 70,2% dari outlook laporan semester (Lapsem) I/2025 sebesar Rp2.076,9 triliun. Pada laporan yang sama, pemerintah juga merevisi proyeksi defisit APBN dari target Undang-Undang sebesar 2,53% menjadi 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kondisi tersebut meningkatkan risiko shortfall penerimaan pajak hingga akhir tahun. Meski demikian, ia memperkirakan defisit APBN masih akan dijaga di bawah ambang batas 3% dari PDB.

“Shortfall penerimaan pajak akan relatif besar, tetapi defisit akan tetap di bawah 3% PDB, meskipun posisinya sangat dekat dengan level tersebut,” ujar Wijayanto dikutip dari Bisnis, Minggu (14/12/2025).

Menurut Wijayanto, tekanan penerimaan terjadi di tengah lambatnya realisasi belanja negara. Hingga Oktober 2025, belanja pemerintah pusat baru mencapai Rp1.879,6 triliun atau sekitar 70,6% dari outlook Rp2.663,4 triliun. Perlambatan ini turut memengaruhi perputaran ekonomi dan basis pemajakan.

Sementara itu, kinerja transfer ke daerah (TKD) relatif lebih baik. Penyaluran TKD tercatat telah mencapai Rp713,4 triliun atau 82,6% dari outlook sebesar Rp864,1 triliun, menunjukkan belanja di daerah bergerak lebih cepat dibandingkan belanja pemerintah pusat.

Dengan kombinasi penerimaan yang belum optimal dan tekanan defisit menjelang akhir tahun, Wijayanto menilai opsi ijon pajak berpeluang ditempuh pemerintah, setidaknya sebagai langkah jangka pendek untuk menjaga stabilitas fiskal.

“Ada kemungkinan pemerintah melakukan ijon pajak. Paling tidak, informasi ini beredar di kalangan pelaku usaha,” ujarnya. (alf)

DJP Jemput Bola Aktivasi Akun Coretax, Libatkan Himbara dan BSI Jelang SPT 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus mematangkan persiapan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2025 yang akan dilakukan melalui sistem Coretax DJP mulai 1 Januari 2026. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah menggelar kampanye jemput bola untuk mendorong pendaftaran dan aktivasi akun wajib pajak, sekaligus pembuatan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik (KO/SE).

Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan sosialisasi daring yang digelar pada Jumat (12/12/2025), dengan mengundang perwakilan anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) serta Bank Syariah Indonesia. Langkah ini diharapkan mempercepat pemahaman dan kesiapan sektor perbankan dalam mendukung implementasi sistem baru administrasi perpajakan.

Himbara sendiri beranggotakan bank-bank pelat merah, yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, dan Bank Tabungan Negara. Keterlibatan perbankan dinilai penting karena beririsan langsung dengan aktivitas pembayaran dan layanan perpajakan nasabah.

Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Kemitraan DJP, Chandra Budi, menjelaskan bahwa Coretax DJP merupakan sistem inti baru yang mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan, termasuk pengelolaan data internal dan eksternal. Integrasi ini ditujukan untuk menyederhanakan proses pembayaran pajak dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya.

“Melalui Coretax, wajib pajak diharapkan tidak lagi merasa rumit dalam mengurus kewajiban perpajakannya. Semua layanan terhubung dalam satu sistem,” ujar Chandra dalam keterangannya.

Ia menambahkan, sosialisasi kepada Himbara dan BSI dilakukan agar para peserta semakin familier dengan Coretax sejak dini. Dengan begitu, proses penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2025 ke depan dapat berjalan lebih lancar dan minim kendala.

Ketentuan penggunaan Coretax ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Aturan tersebut mensyaratkan wajib pajak untuk melakukan pendaftaran akun, aktivasi akun, serta pembuatan KO/SE sebelum dapat menyampaikan SPT Tahunan melalui Coretax.

Chandra menjelaskan, KO/SE berfungsi sebagai tanda tangan elektronik yang sah untuk menandatangani dokumen perpajakan secara digital. Dengan mekanisme ini, proses administrasi diharapkan menjadi lebih aman, cepat, dan akuntabel.

Dalam kesempatan yang sama, Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat P2Humas DJP, Adi Wiyono, memandu peserta secara langsung dalam praktik pendaftaran dan aktivasi akun Coretax, termasuk tahapan pembuatan KO/SE.

Adi juga mengingatkan seluruh peserta agar waspada terhadap berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan asistensi atau instalasi aplikasi Coretax. Ia menegaskan bahwa Coretax tidak memerlukan instalasi aplikasi apa pun.

“Jika ada pihak yang menawarkan instalasi aplikasi atau mengirimkan tautan dengan domain selain pajak.go.id, itu bisa dipastikan penipuan. Coretax hanya diakses melalui situs resmi,” tegas Adi.

Melalui rangkaian sosialisasi ini, DJP berharap ekosistem pengguna Coretax, khususnya dari sektor perbankan, semakin siap mendukung transformasi digital perpajakan nasional sekaligus meningkatkan kepatuhan wajib pajak menjelang era baru pelaporan SPT Tahunan. (alf)

ITMC Resmi Terbentuk, Ini Arahan Waketum IKPI untuk Pengurus Komunitas

IKPI, Jakarta: IKPI Tenis Meja Club (ITMC) resmi terbentuk sebagai salah satu komunitas olahraga di bawah naungan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Wakil Ketua Umum IKPI Nuryadin Rahman memberikan sejumlah arahan strategis kepada pengurus komunitas agar ITMC mampu berkembang secara berkelanjutan dan memberi manfaat luas bagi organisasi.

Nuryadin menekankan bahwa pembentukan ITMC tidak boleh berhenti pada aktivitas internal semata. Menurutnya, komunitas ini harus dibangun secara terbuka dengan melibatkan pihak di luar IKPI agar roda kegiatan terus bergerak dan komunitas tidak bersifat eksklusif.

“Setelah pengurus terbentuk, tantangannya adalah bagaimana komunitas ini bisa hidup. Caranya dengan membuka diri, menjalin relasi, dan mengajak komunitas lain di luar IKPI untuk terlibat,” ujarnya di sela peresmian ITMC di GOR Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Minggu (14/12/2025).

Ia secara khusus mendorong pengurus ITMC untuk merangkul komunitas tenis meja dari kalangan wajib pajak maupun instansi pemerintah, terutama di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kolaborasi lintas institusi tersebut dinilai dapat menciptakan ruang interaksi yang lebih cair dan konstruktif.

“Olahraga itu media yang sangat efektif untuk membangun komunikasi. Kalau sudah sering bertemu di lapangan, dialog akan lebih mudah terbangun, termasuk dalam konteks profesional,” kata Nuryadin.

Menurutnya, keterlibatan komunitas tenis meja dari kantor-kantor pemerintah dan masyarakat umum juga akan memperluas jejaring ITMC sekaligus memperkuat posisi IKPI sebagai organisasi profesi yang inklusif dan adaptif.

Selain itu, Nuryadin meminta pengurus ITMC menyusun agenda kegiatan yang jelas dan berkelanjutan, mulai dari latihan rutin hingga pertandingan persahabatan lintas komunitas. Konsistensi kegiatan dinilai menjadi kunci agar ITMC tidak hanya ramai di awal pembentukan.

Ia berharap ITMC dapat menjadi contoh komunitas IKPI yang mampu menggabungkan unsur olahraga, silaturahmi, dan perluasan jejaring profesional secara seimbang.

“Kalau komunitas ini aktif, terbuka, dan konsisten, manfaatnya bukan hanya dirasakan anggota, tetapi juga organisasi secara keseluruhan,” pungkasnya.

Nuryadin juga mengimbau, untuk anggota IKPI di seluruh Indonesia agar bisa membentuk komunitas serupa yang nanti keberadaannya di bawah koordinasi ITMC. (bl)

Ketum Vaudy Starworld Resmikan Pembentukan IKPI Tenis Meja Club

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld meresmikan pembentukan IKPI Tenis Meja Club (ITMC). Peresmian berlangsung di GOR Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur, Minggu (14/12/2025).

Terbentuknya ITMC ini menjadi penanda komitmen IKPI dalam memperluas aktivitas organisasi tidak hanya di bidang keilmuan perpajakan, tetapi juga pengembangan jejaring dan kebugaran anggota melalui olahraga.

(Foto: departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dalam sambutannya, Vaudy menegaskan bahwa pembentukan ITMC merupakan bagian dari strategi besar organisasi dalam membangun komunitas yang berkelanjutan. Menurutnya, IKPI saat ini aktif membentuk berbagai komunitas minat dan olahraga agar anggota memiliki ruang interaksi yang lebih luas dan cair, di luar forum-forum formal profesi.

“Selama ini kita kuat di sisi pendidikan, keilmuan, dan hard skill perpajakan. Ke depan, kami ingin menyeimbangkannya dengan aktivitas olahraga dan komunitas, agar jejaring antaranggota semakin kuat dan hidup,” ujarnya di hadapan peserta yang hadir.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ia menyebutkan, komunitas olahraga telah lebih dulu tumbuh di IKPI, salah satunya komunitas lari yang pada hari yang sama juga menggelar kegiatan dengan partisipasi belasan anggota. Kehadiran ITMC diharapkan melengkapi ekosistem komunitas tersebut dan mampu berjalan secara konsisten.

Peresmian ITMC juga mendapat dukungan luas dari jajaran Pengurus Pusat IKPI. Hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua Umum Nuryadin Rahman, Ketua Departemen KSSO Rusmadi, Ketua Departemen Pendidikan Sundara Ichsan, Ketua Bidang Olahraga Wisnu Sambhoro, serta Direktur Eksekutif Asih Arianto. Kehadiran para pengurus pusat ini menjadi sinyal kuat bahwa ITMC bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan komunitas yang akan dikembangkan secara serius.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Tidak hanya dari internal IKPI, acara launching ITMC juga dihadiri tamu undangan dari luar organisasi. Ketua PTMSI Jakarta Timur Agus Salim turut hadir bersama dua pemain nasional tenis meja, Habibie dan Lucky. Kehadiran atlet nasional tersebut dinilai sebagai momentum penting untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik komunitas tenis meja IKPI.

Vaudy menekankan bahwa komunitas seperti ITMC memiliki nilai strategis karena mampu membuka jejaring lintas cabang dan lintas profesi. Ia berharap anggota IKPI dari berbagai wilayah Jabodetabek dapat saling mengenal, mempererat silaturahmi, bahkan membangun kerja sama yang lebih luas.

“Ekosistem kita bukan hanya di internal IKPI. Justru di luar sana adalah ekosistem yang lebih besar, termasuk calon klien dan mitra profesional. Lewat komunitas olahraga, relasi itu bisa terbangun secara alami,” katanya.

Selain tenis meja, IKPI juga tengah menyiapkan berbagai kerja sama olahraga lainnya, seperti golf dan komunitas penggemar sepeda motor untuk kegiatan touring. Langkah ini diyakini akan memperkuat citra IKPI sebagai organisasi profesi yang modern, inklusif, dan adaptif terhadap kebutuhan anggotanya.

Dalam kesempatan tersebut, Vaudy juga mendorong agar kepengurusan ITMC segera aktif. Diharapkan keberadaan kepengurusan yang jelas menjadi kunci agar kegiatan ITMC dapat berjalan rutin dan berkesinambungan.

Acara peresmian ITMC ditutup dengan apresiasi kepada panitia pelaksana yang terdiri dari Sony, Djunaidi, Eko, Felix, Sundara Ichsan, dan Adam.

Dengan diluncurkannya ITMC, IKPI berharap komunitas ini dapat menjadi wadah kebersamaan, kesehatan, sekaligus perluasan jejaring profesional bagi seluruh anggota. (bl)

Lunasi Tunggakan Rp2,1 Miliar, Kanwil DJP Nusra Hentikan Penyidikan Direktur Perusahaan di Mataram

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara (Kanwil DJP Nusra) menghentikan proses penyidikan tindak pidana perpajakan terhadap Direktur PT P di Mataram setelah yang bersangkutan melunasi seluruh kewajiban perpajakannya ke kas negara.

Total pembayaran yang disetorkan mencapai Rp2.134.595.340. Pelunasan tersebut menjadi dasar dihentikannya proses hukum yang sebelumnya berjalan, sekaligus menandai pemulihan kerugian negara secara penuh.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Nusra, I Gede Wirawiweka, menegaskan bahwa penghentian penyidikan ini bukan bentuk kelonggaran hukum, melainkan bagian dari mekanisme penegakan hukum perpajakan yang berorientasi pada kepatuhan.

“Kami ingin menunjukkan bahwa kewajiban perpajakan harus dipenuhi secara jujur dan tepat waktu. Penegakan hukum tetap tegas, namun memberikan ruang pemulihan bagi wajib pajak yang kooperatif,” ujar Wirawiweka, Kamis (11/12/2025).

Kasus ini bermula dari dugaan tindak pidana perpajakan yang terjadi pada tahun pajak 2020. Direktur PT P diduga secara sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut dari lawan transaksi selama masa pajak Maret hingga Desember 2020.

Sebagai syarat penghentian penyidikan, yang bersangkutan melunasi seluruh kerugian negara. Rinciannya, PPN kurang bayar sebesar Rp533.648.835 dan sanksi administrasi berupa denda yang mencapai Rp1.600.946.505.

Seluruh pembayaran dengan total lebih dari Rp2,1 miliar tersebut telah tercatat dalam sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) milik Direktorat Jenderal Pajak, memastikan bahwa penerimaan negara telah dipulihkan sepenuhnya.

Wirawiweka menjelaskan, proses penghentian penyidikan diawali dengan permohonan informasi besaran kerugian negara dari pihak yang bersangkutan. Setelah DJP menetapkan nilai kurang bayar dan denda, tersangka segera melunasi kewajiban tersebut.

Selanjutnya, permohonan penghentian penyidikan diajukan kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

“Keputusan ini mencerminkan prinsip bahwa penegakan hukum pidana perpajakan merupakan upaya terakhir. Yang kami dorong adalah pemulihan kerugian negara melalui pembayaran dan peningkatan kepatuhan wajib pajak,” kata Wirawiweka. (alf)

IKPI Runner Community Hidupkan CFD Jakarta Lewat Lari 5K dan Silaturahmi Sehat

IKPI, Jakarta: Semangat hidup sehat dan kebersamaan mewarnai kegiatan CFD Desember Jakarta 5K yang digelar IKPI Runner Community (IRC) di Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (14/12/2025). Kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus olahraga bersama bagi anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia dari berbagai wilayah Jabodetabek.

Koordinator IRC, Taslim Syaputra menyampaikan bahwa lari sejauh 5 kilometer ini dimulai dan diakhiri di Basecamp Gudda Coffee, dengan rute mengelilingi Jembatan Semanggi dan Bundaran Patung Senayan. Rute tersebut dipilih untuk memberikan pengalaman berlari yang ikonik sekaligus menikmati suasana Car Free Day Jakarta.

(Foto: DOK. IRC)

Sebanyak 15 peserta ambil bagian dalam kegiatan ini, terdiri dari anggota IKPI yang berasal dari Depok, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Kota Bekasi, Tangerang Selatan, hingga peserta umum. Meski jumlah peserta masih terbatas, antusiasme dan kekompakan terasa kuat sejak start hingga garis finis.

“Kegiatan ini bukan sekadar lari, tetapi juga momentum untuk saling mengenal dan mempererat silaturahmi antaranggota IKPI dalam suasana yang lebih santai dan sehat,” ujar Taslim.

(Foto: DOK. IRC)

Usai berlari, para peserta melanjutkan kebersamaan dengan menikmati kuliner di sekitar kawasan GBK. Selain sebagai ajang relaksasi, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan di sekitar lokasi CFD.

Menurut Taslim, konsep olahraga yang dikombinasikan dengan kebersamaan dan dukungan terhadap UMKM diharapkan menjadi ciri khas kegiatan IRC ke depan. Ia berharap, semakin banyak anggota IKPI yang tergerak untuk bergabung dalam kegiatan lari bersama ini.

(Foto: DOK. IRC)

Tak berhenti sampai di situ, IRC juga telah menyiapkan agenda lanjutan pada awal 2026. Pada Januari mendatang, komunitas pelari IKPI ini berencana menggelar Trail Run di Sentul, dengan konsep menikmati alam sekaligus menantang diri di jalur lintas alam.

“Harapannya, hobi lari ini bisa terus berkembang di kalangan anggota IKPI. Bukan hanya menjaga kebugaran, tapi juga menjadi sarana menikmati alam dan membangun kebersamaan yang lebih erat,” kata Taslim.

Para peserta yang ambil bagian dalam kegiatan lari sejauh 5 kilometer ini antara lain Taslim Syaputra, Novia Artini, Ratna S. Lie, Feri Yunita, Muhammad Fadhil, Ujang Kusnadi, Kartini, Aru Sapta, H. Jalidin Koderi, Agustina Indriani, dan Rizky Darma. (bl)

Perencanaan Pajak adalah Seni

Prinsip Pajak di Indonesia: Self Assessment

Sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, yaitu negara memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fiskus tidak lagi menentukan besarnya pajak, melainkan melakukan pengawasan dan penegakan hukum atas apa yang telah dilaporkan Wajib Pajak. Konsekuensinya, Wajib Pajak dituntut untuk memahami ketentuan perpajakan, mengelola pembukuan secara tertib, dan memastikan bahwa perhitungan pajak yang dilakukan sudah benar.

Di satu sisi, sistem ini memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk mengelola kewajiban pajaknya secara efisien; di sisi lain, ada risiko sanksi jika perhitungan dilakukan secara keliru, apalagi jika terbukti sengaja mengurangi pajak. Di sinilah Perencanaan Pajak (tax planning) menjadi relevan: membantu Wajib Pajak menjalankan self assessment dengan cara yang efisien namun tetap patuh hukum.

Definisi dan Jenis Perencanaan Pajak

Secara sederhana, Perencanaan Pajak adalah proses mengatur kegiatan usaha dan transaksi keuangan sedemikian rupa sehingga beban pajak berada pada tingkat serendah mungkin, tetapi tetap dalam koridor peraturan perundang-undangan.

Perencanaan Pajak bukan sekadar mencari tarif pajak terendah, melainkan mengoptimalkan struktur bisnis, alur transaksi, dan pemanfaatan fasilitas perpajakan yang tersedia.

Bila dilihat dari pendekatannya, Perencanaan Pajak dapat dibagi menjadi:

Tax Minimization

yaitu memanfaatkan pilihan-pilihan yang sah (misalnya memilih skema penyusutan, memanfaatkan fasilitas insentif, mengelola biaya yang dapat dikurangkan);

Tax Avoidance

dalam arti sempit yang masih legal, yaitu pengaturan transaksi untuk menghindari objek atau menggeser saat pengenaan pajak selama sesuai ketentuan; dan

Tax Evasion, yaitu penghindaran pajak secara ilegal yang dilakukan dengan menyembunyikan penghasilan, memalsukan dokumen, atau melakukan manipulasi lainnya.

Dua yang pertama dapat menjadi bagian dari perencanaan pajak yang benar, sedangkan tax evasion murni pelanggaran yang berpotensi pidana.

Legalitas Perencanaan Pajak di Indonesia

Pada prinsipnya, Perencanaan Pajak yang memanfaatkan ruang yang secara eksplisit maupun implisit disediakan oleh undang-undang adalah sah dan legal. Undang-undang Perpajakan di Indonesia memberi beberapa pilihan perlakuan, misalnya metode penyusutan, pengkreditan pajak, pengakuan biaya dan penghasilan, insentif bagi sektor tertentu, hingga ketentuan khusus UMKM.

Hak Wajib Pajak untuk memilih opsi yang paling menguntungkan bagi dirinya adalah bagian dari hak konstitusional untuk mengatur kegiatan ekonominya.

Perencanaan Pajak menjadi tidak legal ketika dilakukan dengan cara menyelundupkan transaksi, membuat dokumen fiktif, memecah usaha secara semu, memindahkan penghasilan ke pihak terkait hanya di atas kertas, atau praktik lain yang bertentangan dengan substansi transaksi sebenarnya.

Di tingkat regulasi, otoritas pajak juga diberi kewenangan untuk menerapkan doktrin substance over form dan ketentuan anti-penghindaran (anti-avoidance) terhadap skema yang tampak formalnya sah, tetapi secara substansi hanya dibuat untuk mengurangi pajak secara tidak wajar. Jadi, garis pembatasnya bukan pada istilah perencanaan, melainkan pada niat dan cara pelaksanaannya: apakah memanfaatkan hak secara wajar atau menyalahgunakan celah hukum.

Membayar Pajak yang Seharusnya versus Sebenarnya

Dalam konteks self-assessment, sering muncul perbedaan antara pajak yang seharusnya dibayar secara hukum dengan pajak yang sebenarnya dibayar oleh Wajib Pajak.

Pajak yang seharusnya adalah pajak terutang yang dihitung berdasarkan ketentuan undang-undang secara benar dan lengkap, dengan asumsi pencatatan dan pelaporan dilakukan apa adanya. Sedangkan pajak yang sebenarnya dibayar sering dipengaruhi oleh kualitas pembukuan, pemahaman aturan, pilihan skema perpajakan, hingga sikap kehati-hatian Wajib Pajak. Perencanaan pajak yang sehat justru bertujuan memperkecil kesenjangan antara yang seharusnya dan yang sebenarnya: membantu Wajib Pajak memahami hak dan kewajibannya sehingga ia tidak membayar lebih besar dari yang diwajibkan, tetapi juga tidak membayar lebih kecil yang berujung sengketa dan sanksi.

Dalam praktik, penghematan pajak yang legal akan mengubah komposisi pembayaran: bukan menghilangkan pajak terutang, melainkan menghindari pembayaran pajak yang secara hukum tidak wajib (misalnya karena dapat dikreditkan, dikurangkan, ditunda, atau sebenarnya bukan objek pajak).

Penghematan Pajak Dimulai dari Menentukan Bentuk Badan Usaha

Salah satu keputusan awal yang sangat menentukan profil pajak adalah pemilihan bentuk badan usaha. Apakah usaha dijalankan sebagai orang pribadi, CV, firma, koperasi, yayasan, atau perseroan terbatas (PT) akan berpengaruh pada objek pajak, tarif, serta pengenaan pajak di tingkat pemilik. Misalnya, usaha orang pribadi akan dikenai pajak langsung pada tingkat pemilik dengan tarif progresif, sementara PT dikenai pajak di tingkat badan, kemudian pembagian laba (dividen) ke pemegang saham memiliki konsekuensi pajak tersendiri.

Untuk UMKM, pilihan skema tertentu dapat memberi beban pajak yang lebih ringan dibanding skema umum sepanjang memenuhi syarat. Di sisi lain, badan usaha tertentu mungkin lebih mudah mengakses fasilitas insentif pajak, seperti pengurangan tarif, super deduction, atau fasilitas di kawasan tertentu.

Perencanaan pajak yang bijak tidak hanya melihat tarif paling rendah saat ini, tetapi juga mencermati arah ekspansi usaha, potensi investor, kebutuhan pembiayaan, dan profil risiko. Keputusan bentuk badan usaha yang tepat sejak awal dapat menciptakan struktur pajak yang efisien untuk jangka panjang, bukan sekadar menghemat pajak sesaat.

Bagaimana Perencanaan Pajak yang Legal

Perencanaan Pajak yang legal harus berangkat dari dokumentasi yang benar, transaksi yang riil, dan interpretasi undang-undang yang wajar.

Langkah-langkahnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, memastikan pembukuan dan dokumentasi transaksi tertib, lengkap, dan mencerminkan keadaan sebenarnya. Tanpa data yang andal, perencanaan pajak akan berubah menjadi spekulasi dan mudah terpeleset ke pelanggaran.

Kedua, memetakan seluruh kewajiban pajak—PPh, PPN, dan pajak lainnya—beserta dasar pengenaan, tarif, dan jadwal pembayarannya.

Ketiga, mengidentifikasi pilihan perlakuan yang disediakan undang-undang: misalnya pengelompokan biaya, metode penyusutan, pemanfaatan kerugian fiskal, atau insentif sektoral.

Keempat, mengevaluasi setiap skema dari aspek legal, komersial, dan kepatuhan: apakah transaksi memiliki business purpose selain penghematan pajak, apakah ada risiko koreksi atau sengketa, dan apakah dokumentasi pendukung memadai.

Kelima, menuangkan hasil perencanaan dalam kebijakan internal perusahaan, misalnya kebijakan akuntansi, SOP pajak, atau struktur kontrak, sehingga pelaksanaannya konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika setiap langkah dilakukan dengan transparan dan didukung alasan bisnis yang masuk akal, maka perencanaan pajak tersebut berada dalam koridor legal.

Menentukan Perencanaan Pajak yang Aplikatif

Tantangan di lapangan bukan hanya merancang Perencanaan Pajak yang pintar, tetapi yang benar-benar aplikatif untuk kondisi usaha. Perencanaan Pajak yang terlalu rumit, banyak bergantung pada skema teknis, atau menuntut administrasi yang berat, sering justru tidak terlaksana dengan disiplin oleh pelaku UMKM maupun korporasi skala menengah. Oleh karena itu, titik tolaknya adalah profil usaha: skala transaksi, struktur organisasi, kemampuan administrasi, dan tingkat pemahaman tim keuangan.

Bagi UMKM, perencanaan pajak aplikatif bisa sesederhana memisahkan rekening pribadi dan usaha, menertibkan bukti transaksi, memilih skema pajak yang paling praktis, serta mengatur pola penarikan laba pemilik.

Untuk badan usaha yang lebih besar, perencanaan aplikatif mencakup peninjauan rutin kontrak, review PPh pemotongan/pemungutan, manajemen PPN masukan-keluaran, dan pemanfaatan insentif secara sistematis.

Kuncinya, setiap skema harus bisa dijalankan oleh orang dan sistem yang ada, bukan hanya indah di atas kertas konsultan.

Pandangan Fiskus tentang Perencanaan Pajak

Dari sudut pandang fiskus, Perencanaan Pajak pada dasarnya tidak dilarang sejauh dilakukan dalam kerangka hukum dan tidak menyelundupkan substansi transaksi. Fiskus memahami bahwa Wajib Pajak berhak mengelola beban pajaknya secara efisien, sama seperti mengelola biaya lain dalam bisnis. Namun, fiskus berkewajiban menjaga agar perencanaan pajak tidak menjelma menjadi skema penghindaran agresif yang menggerus penerimaan negara secara tidak wajar. Di sinilah pengawasan, pemeriksaan, serta penggunaan data pihak ketiga dilakukan untuk menilai kewajaran skema yang dipakai Wajib Pajak.

Dalam pendekatan Cooperative Compliance, fiskus justru mendorong dialog terbuka: Wajib Pajak yang transparan, tertib administrasi, dan mau berkonsultasi, cenderung memiliki hubungan yang lebih konstruktif dibanding yang menyusun skema tertutup dan berisiko tinggi.

Dengan kata lain, fiskus bukan anti terhadap perencanaan pajak, tetapi menolak segala bentuk penyalahgunaan celah hukum yang hanya berorientasi pada penghindaran pajak tanpa alasan bisnis yang sehat.

Perencanaan Pajak adalah Seni

Perencanaan Pajak yang praktis dan legal adalah keniscayaan dalam sistem self assessment yang memberi kepercayaan besar kepada Wajib Pajak. Di satu sisi, Wajib Pajak wajib membayar pajak sesuai ketentuan; di sisi lain, ia berhak mengatur kegiatan usaha dan transaksi keuangannya agar beban pajak berada pada tingkat yang wajar dan efisien.

Kunci utamanya terletak pada pemahaman atas prinsip perpajakan, pemilihan bentuk badan usaha yang tepat, penataan transaksi yang memiliki alasan bisnis jelas, serta pemanfaatan fasilitas yang memang disediakan oleh undang-undang.

Perencanaan Pajak bukan seni menghindar dari pajak, melainkan seni menata usaha agar pajak yang dibayar benar-benar yang seharusnya—tidak lebih, tidak kurang.

Dalam kerangka hubungan yang kooperatif antara fiskus dan Wajib Pajak, Perencanaan Pajak yang baik justru mendorong kepastian hukum, mengurangi sengketa, dan pada akhirnya mendukung iklim usaha yang sehat sekaligus tetap menjamin penerimaan negara.

Penulis adalah Anggota Departemen Humas PP-IKPI

Donny Danardono

Email: donnydanardono@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

RAT 2025 IKPI Sidoarjo Dihadiri 57% Anggota, Budi Tjiptono: Ini Bukti Kuatnya Soliditas

IKPI, Jakarta: Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2025 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo berlangsung sukses, meriah, dan penuh antusiasme. Kegiatan yang digelar pada Sabtu, (13/12/2025) ini dihadiri 79 dari total 138 anggota tetap atau sekitar 57 persen, yang datang dari berbagai wilayah di Jawa Timur hingga Madura.

Ketua IKPI Cabang Sidoarjo, Budi Tjiptono, menegaskan bahwa tingkat kehadiran tersebut menjadi bukti kuat soliditas organisasi. Menurutnya, tingginya partisipasi anggota menunjukkan komitmen bersama untuk terus menjaga kekompakan dan peran aktif dalam organisasi profesi.

“Persentase kehadiran ini bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan rasa memiliki dan soliditas anggota IKPI Sidoarjo yang tetap terjaga meskipun wilayah anggota tersebar luas,” ujar Budi.

RAT 2025 mengusung tema “Full Colour of Rainbow on IKPI Sidoarjo” dan diselenggarakan di Hotel Aston Sidoarjo City Hotel & Conference Center. Acara berlangsung sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB dengan rangkaian agenda organisasi, evaluasi kinerja pengurus, serta penyampaian aspirasi anggota.

Ketua Panitia RAT 2025, Mustika Nurhayati, menyampaikan bahwa RAT tahun ini tidak hanya menjadi forum pertanggungjawaban pengurus, tetapi juga sarana memperkuat pemahaman anggota terhadap perkembangan standar akuntansi serta mempererat kebersamaan antaranggota.

“Melalui RAT 2025 ini, kami berharap seluruh anggota IKPI Sidoarjo semakin memahami aturan SAK Entitas Publik, semakin mengenal sesama anggota dan pengurus, serta berani menyampaikan aspirasi demi kemajuan IKPI Sidoarjo ke depan. Meski usia IKPI Sidoarjo baru enam tahun, semangat kebersamaan dan partisipasi anggotanya sangat luar biasa,” ujar Mustika.

Ia juga menekankan bahwa keberhasilan pelaksanaan RAT 2025 tidak lepas dari dukungan sponsor, donatur, panitia, serta kontribusi sukarela sejumlah anggota, sehingga kegiatan ini dapat diikuti secara gratis oleh seluruh anggota.

Dalam RAT 2025, peserta mendapatkan penguatan kompetensi melalui paparan dua narasumber, yakni Lilik Hartatik dan Budi Tjiptono, yang membahas topik SAK Entitas Publik sebagai pengganti SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.

Selain itu, kegiatan ini juga diwarnai aksi solidaritas sosial. Dana bantuan untuk korban bencana di Sumatra berhasil dihimpun sebesar Rp10.001.600, yang berasal dari donasi anggota dan kontribusi organisasi.

RAT 2025 IKPI Sidoarjo juga berlangsung semarak dengan pembagian souvenir serta doorprize menarik, mulai dari perlengkapan rumah tangga hingga hadiah utama berupa sepeda lipat dan kulkas. Acara ini diharapkan menjadi momentum penguatan soliditas, profesionalisme, dan kepedulian sosial IKPI Sidoarjo ke depan. (bl)

en_US