AOTCA akan Berstatus Badan Hukum, Perluas Keanggotaan dan Soroti Isu Perpajakan Global

Pendahuluan

Transformasi penting terjadi dalam Asia Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA).  General Meeting yang diadakan pada tanggal 19 November 2025 di hotel The Soaltee, Kathmandu dan dihadiri oleh seluruh anggota General Council serta perwakilan dari masing-masing asosiasi anggota AOTCA resmi menyetujui anggaran dasar (Article of Incorporation) AOTCA. 

Pada tahun lalu di AOTCA 2024 Hangzhou telah disetujui dalam General Meeting bahwa AOTCA akan menjadi General Incorporated Association (asosiasi berbadan hukum) yang semula merupakan Voluntary Association (non-incorporated association). Perubahan menjadi badan hukum inididasari oleh kebutuhan asosiasi agar lebih meningkatkan tata kelola dan lebih leluasa dalam menjalin kolaborasi dengan lembaga atau asosiasi internasional lain yang umumnya juga berbadan hukum. 

Selain itu, AOTCA akan lebih aktif menjaring anggota baru dengan membentuk Komite Khusus yang akan bertugas mengajak asosiasi profesi konsultan pajak di Asia Oceania lainnya untuk bergabung. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) hadir dalam AOTCA Annual Meeting & International Tax Conference 2025 yang digelar pada 18–21 November 2025 dan memainkan peran strategis, mengingat Presiden AOTCA periode 2025–2027 adalah Dr. Ruston Tambunan juga pernah menjabat Ketua Umum IKPI periode 2022-2024.

(Foto: DOK. Pribadi)

Rangkaian Agenda Meeting dan International Tax Conference

Pertemuan hari pertama pada 18 November 2025 dimulai dengan serangkaian rapat internal, yaitu: Auditors Meeting, Technical Committee Meeting dan General Council Meeting. Ketiga rapat tersebut membahas konsolidasi tata kelola organisasi, laporan keuangan dan kegiatan, evaluasi program, serta langkah-langkah penguatan kontribusi AOTCA dalam isu perpajakan internasional. 

Pada Technical Committee Meeting, disepakati perlunya reformasi keanggotaan yakni seleksi asosiasi yang benar-benar aktif mengembangkan kajian, mengikuti forum diskusi internasional, serta mampu memberikan masukan substantif kepada OECD, PBB, IMF, World Bank, maupun melalui platform global Global Tax Advisers Platform (GTAP).

Hari pertama ditutup dengan Welcome Reception yang diselenggarakan oleh Nepal Chamber of Tax Consultants (NCTC) sebagai tuan rumah AOTCA 2025 tahun ini. Para delegasi dari negara anggota AOTCA hadir dan menikmati sesi penyambutan yang menandai dimulainya rangkaian kegiatanAOTCA 2025.

(Foto: DOK. Pribadi)

Puncak agenda hari berikutnya terjadi pada 19 November, dengan diselenggarakannya AOTCA General Meeting. Rapat umum ini dihadiri oleh seluruh General Council Members, para Honorary Advisors, serta Presiden atau perwakilan asosiasi anggota. Dalam rapat tersebut, AOTCA secara bulat menyepakati beberapa keputusan strategis:

1. Pengesahan Article of Incorporation

AOTCA menyetujui Draft Article of Incorporation, yang menandai perubahan besar dalam struktur organisasi. Dengan pengesahan ini, AOTCA akan berstatus asosiasi berbadan hukum dan berkedudukan di Jepang efektif mulai 15 Januari 2026. Langkah ini dipandang penting untuk memperkuat legitimasi organisasi, meningkatkan kapasitas kolaborasi internasional, serta memastikan keberlanjutan tata kelola AOTCA ke depan

2. Penunjukan Chartered Institute of Malaysia (CTIM) sebagai Tuan Rumah AOTCA 2027

AOTCA juga memutuskan bahwa CTIM akan menjadi tuan rumah AOTCA Meeting & International Tax Conference 2027.

3. Uzbekistan Resmi Bergabung sebagai Anggota Baru

AOTCA menerima aplikasi Chamber of Tax Advisors of Uzbekistan sebagai anggota baru, efektif mulai 15 Januari 2026. Masuknya Uzbekistan dianggap memperluas cakupan kawasan Asia–Oceania dan memperkuat jaringan profesional pajak regional.

Soroti Pajak Digital dan Global Mobility sebagai Agenda Prioritas

Masih pada hari yang sama, AOTCA menggelar pertemuan Global Tax Advisers Platform (GTAP) Pertemuan inimenghasilkan kesepakatan bahwa GTAP akan memperdalam kajian mengenai Digital Service Tax (DST), dan Global Mobility, termasuk implikasi pajak lintas yurisdiksi. GTAP kemudian menandatangani sebuah deklarasi berisi empatprioritas global, yaitu:

1. Digitalisation and Technology in International Tax

2. Taxation and Sustainable Development: Supporting Global South Priorities

3. Towards a More Inclusive Global Tax Governance Framework

4. Integrity and Transparency: Economic Crime and the Role of Tax Professionals

Deklarasi ini menjadi bentuk kontribusi resmi GTAP kepada berbagai lembaga internasional yang memproses isu perpajakan global, termasuk OECD dan PBB.

Diskusi Mendalam tentang Evolusi Pajak dan Tantangan Global

Dalam sambutannya pada pembukaan International Tax Conference 2025 pada siang hari tanggal 19 November 2025 yang dihadiri oleh Finance Secretary dan beberapa pejabat pemerintah Nepal, President AOTCA, Dr. Ruston Tambunan menekankan pentingnya memahami evolusi sistem perpajakandi negara-negara berkembang, konteks transformasi digital yang semakin cepat, serta perlunya pendekatan yang lebih inklusif dalam kebijakan pajak global.


Ia menegaskan bahwa profesi konsultan pajak memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan antara pemerintah dan wajib pajak, sembari membantu menciptakan sistem perpajakan yang adil dan transparan. Selain itu Konsultan Pajak wajib menjaga profesionalitas dan intergritas dalam menjalankan profesinya.

Ia juga mendorong asosiasi anggota AOTCA termasuk IKPI, untuk lebih aktif berpartisipasi dalam forum internasional, menulis artikel teknis, dan berkontribusi sebagai panelis atau pembicara dalam seminar di tingkat regional maupun global.

(Foto: DOK. Pribadi)

Serah Terima Tuan Rumah 2026 dan Gala Dinner Yang Meriah

Menjelang penutupan konferensi sore hari tanggal 20 November 2025, dilakukan serah terima resmi dari tuan rumah 2025, Nepal Chamber of Tax Consultants (NCTC), kepada Taxation Institute of Hong Kong (TIHK) yang akan menyelenggarakan AOTCA 2026.

Pada malam harinya, Gala Dinner berlangsung meriah menampilkan budaya Nepal dan penampilan pertunjukan dari masing-masing negara anggota AOTCA, termasuk IKPI dari Indonesia. 

Menyusuri Situs Bersejarah Kathmandu

Sebagai bagian dari program, kegiatan resmi AOTCA 2025 ditutup pada 21 November dengan Half-Day Cultural Tour, mengunjungi beberapa bangunan dan situs bersejarah di sekitar Kathmandu. Tur budaya ini menjadi momen bagi para delegasi untuk mengenal lebih dekat warisan budaya Nepal setelah mengikuti serangkaian rapat dan konferensi intensif.

Penutup

Dengan selesainya AOTCA Nepal 2025, organisasi ini telah meneguhkan posisinya sebagai wadah kolaborasi profesional pajak di kawasan Asia–Oceania yang siap menjalankan peran lebih besar dalam dialog perpajakan global. Perubahan status menjadi badan hukum, perluasan keanggotaan, dan penguatan agenda riset internasional menandai arah baru AOTCA untuk beberapa tahun ke depan. AOTCA Meeting & International Tax Conference berikutnya akan dilaksanakan di Hong Kong pada minggu kedua November 2026 dan tahun 2027 di Kuala Lumpur, Malaysia (2027).

Penulis adalah  President Asia Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA)

Dr. Ruston Tambunan, Ak., CA., S.H., M.Si., M.Int.Tax

Email: ruston@citasco.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Kontribusi Pajak Sektor Pertambangan Turun ke 11,4%, DJP Soroti Tekanan di Subsektor Migas

IKPI, Jakarta: Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan perpajakan nasional mengalami penurunan pada Oktober 2025. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menyebutkan bahwa meski koreksinya tipis, pelemahan di sektor tersebut tetap menjadi perhatian pemerintah.

Bimo memaparkan bahwa penerimaan pajak dari sektor pertambangan per Oktober 2025 mencapai Rp205,7 triliun, turun 0,7% dibandingkan Rp207,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan itu membuat kontribusi sektor pertambangan melemah menjadi 11,4% terhadap total penerimaan pajak nasional.

“Kontribusi sektor pertambangan masih terbilang besar, namun memang mengalami penurunan ke angka 11,4%,” ujar Bimo, Senin (24/11/2025).

Migas Jadi Penyebab Terbesar

Penurunan ini terutama disebabkan oleh melemahnya subsektor minyak dan gas (migas). Kontribusi pajak subsektor tersebut terkoreksi 0,5% pada Oktober 2025. Dampaknya dipicu oleh penurunan harga minyak mentah dunia, di mana harga minyak jenis Brent turun sekitar 4%, sehingga memengaruhi kinerja perusahaan migas dan penerimaan pajaknya.

Selain itu, subsektor jasa penunjang pertambangan, nikel, dan batu bara juga mengalami perlambatan, meski tidak sedalam sektor migas. Di sisi lain, subsektor pertambangan nonmigas masih mampu tumbuh 2,2%, sehingga turut meredam penurunan secara keseluruhan.

Meski pertambangan melemah, kontribusi dari sektor ekonomi lainnya justru menunjukkan tren positif. Sektor pengolahan, yang menjadi penyumbang pajak terbesar secara nasional, tumbuh 2,3% hingga mencatatkan penerimaan Rp502,3 triliun per Oktober 2025. Sementara sektor aktivitas keuangan berhasil mencatatkan pertumbuhan 5,1% dengan nilai penerimaan mencapai Rp207,5 triliun.

Kenaikan dua sektor tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas penerimaan pajak di tengah perlambatan sektor pertambangan. (alf)

Dirjen Pajak Respons Fatwa MUI Soal PBB: Kebijakan Ada di Pemerintah Daerah

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, angkat bicara terkait fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa pemungutan pajak atas bumi dan bangunan yang dihuni tidak layak dilakukan secara berulang. Menurutnya, kewenangan pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saat ini sudah berada sepenuhnya pada pemerintah daerah.

“PBB itu secara undang-undang sudah diserahkan ke daerah. Jadi soal kebijakan, tarif, kenaikan dasar, maupun pengenaan semuanya menjadi kewenangan daerah,” ujar Bimo saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Meski PBB berada di ranah pemda, Bimo memastikan pihaknya tidak menutup dialog dengan MUI. Ia menjelaskan, apa yang disoroti MUI lebih dekat dengan skema PBB-P2 atau PBB Perdesaan dan Perkotaan, bukan PBB sektor lainnya yang masih ditangani Direktorat Jenderal Pajak.

“Kami sebenarnya sudah berdiskusi sebelumnya dengan MUI. Nanti kita akan tabayun lagi karena yang dimaksud itu PBB-P2 — perdesaan, perkotaan, pemukiman — itu di daerah. Di DJP hanya PBB terkait kelautan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan,” paparnya.

Fatwa MUI Soal Keadilan Pajak

Sebelumnya, Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menyampaikan fatwa bertajuk Pajak Berkeadilan. Fatwa tersebut menegaskan bahwa bumi dan bangunan yang menjadi tempat tinggal tidak layak dikenai pajak berulang, terutama dalam konteks kenaikan PBB yang dinilai tidak proporsional hingga membuat masyarakat resah.

“Fatwa ini diharapkan menjadi solusi untuk perbaikan regulasi,” ujar Prof Ni’am melalui situs resmi MUI.

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta itu menambahkan, dalam perspektif hukum Islam, objek pajak seharusnya dikenakan terhadap harta yang produktif dan tidak tergolong kebutuhan pokok. Karena itu, pungutan terhadap sembako, rumah tinggal, serta tanah tempat dihuni dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan tujuan pajak.

Pemerintah dan MUI kini berada pada jalur dialog. DJP menegaskan dukungannya terhadap diskusi yang bertujuan menciptakan sistem pajak yang berkeadilan, seraya menekankan bahwa perubahan mekanisme dan tarif PBB membutuhkan keterlibatan pemerintah daerah sebagai pemegang kewenangan.

Dengan meningkatnya sensitivitas publik terhadap kenaikan PBB, komunikasi regulatif antara pusat, daerah, dan lembaga keagamaan diperkirakan menjadi faktor penting untuk memastikan kebijakan perpajakan dapat diterima masyarakat tanpa menghilangkan fungsi penerimaan negara. (alf)

GMT Berlaku Penuh 2026, DJP Pastikan Pajak Minimum Global Ubah Peta Insentif Investasi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan implementasi kebijakan Pajak Minimum Global atau Global Minimum Tax (GMT) akan berlaku penuh di Indonesia mulai 2026. Kepastian ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Penerapan GMT mengacu pada PMK Nomor 136 Tahun 2024, yang telah mengatur kerangka dasar kebijakan. Namun, aturan teknis mengenai administrasi dan tata cara pelaporan GMT masih difinalisasi DJP dan ditargetkan rampung tahun ini.

Indonesia akan menerapkan top up tax terhadap perusahaan multinasional (PMN/MNE) dengan peredaran bruto konsolidasi minimal 750 juta euro yang membayar pajak di yurisdiksi tempat beroperasi kurang dari tarif minimum 15%.

“Untuk tahun pajak 2025, pembayaran top up tax dilakukan paling lambat 31 Desember 2026,” ujar Bimo.

Skema pemajakan GMT akan dijalankan melalui tiga instrumen utama:

Income Inclusion Rules (IIR) Membebankan pajak tambahan di level induk grup jika entitas anak membayar pajak di bawah 15%

Qualified Domestic Minimum Top Up Tax (QDMTT) Memastikan pajak minimum 15% dibayarkan di negara tempat entitas beroperasi

Undertaxed Payment Rules (UTPR) Dikenakan jika negara induk tidak menerapkan IIR, pajak tambahan dialokasikan ke yurisdiksi lain

Tahapan Implementasi GMT

Bimo merinci peta jalan implementasi GMT di Indonesia:

Tahun Agenda

2025 Perhitungan IIR & QDMTT mulai berlaku, sosialisasi ke wajib pajak & fiskus, penyiapan infrastruktur IT, finalisasi aturan teknis, persiapan exchange of information (EOI)

2026 UTPR mulai berlaku dan pembayaran pajak minimum global untuk tahun pajak 2025 dimulai

2027 Pengiriman GloBE Information Return (GIR), notifikasi entitas konstituen, penyampaian SPT GloBE, implementasi EOI

2028 Risk assessment serta pertukaran GIR dan notifikasi antarnegara yang mengadopsi GMT

Bimo mengakui pemberlakuan GMT akan memengaruhi efektivitas insentif pajak, khususnya bagi perusahaan yang masuk cakupan GloBE. Namun, perusahaan multinasional di luar cakupan GMT tidak akan terdampak.

GMT juga diprediksi mengubah pola kompetisi negara dalam menarik investasi. Jika sebelumnya negara berlomba menawarkan tax holiday atau tax allowance, ke depan persaingan lebih condong menjadi refund­able tax credit.

Bimo memberi contoh, bila perusahaan penerima tax holiday di Indonesia menikmati tarif pajak efektif 5%, negara induk dapat mengenakan pajak tambahan 10% sehingga total tetap mencapai 15% sesuai standar GMT.

“Perusahaan tetap membayar 15% pajak secara total. Akibatnya, tax holiday menjadi tidak lagi menarik bagi MNE sebagai strategi penarikan investasi,” tegasnya.

Dengan begitu, strategi insentif pajak global akan bergerak ke arah kompensasi fiskal yang bersifat refundable, bukan lagi pengurangan tarif yang mengurangi efektivitas pemungutan pajak. (alf)

Vaudy Starworld Ucapkan Selamat kepada Delegasi IKPI di AOTCA Nepal: Dua Pengurus Pusat Jadi Narasumber Internasional

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menyampaikan apresiasi sekaligus ucapan selamat kepada seluruh delegasi IKPI yang telah berpartisipasi dalam ajang Asia-Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA) 2025 di Nepal. Delegasi tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Umum IKPI, Nuryadin Rahman bersama jajaran anggota serta pengurus pusat, pengurus daerah, hingga pengurus cabang.

Vaudy menegaskan bahwa perjalanan IKPI ke Nepal bukan sekadar menghadiri pertemuan tahunan organisasi konsultan pajak Asia–Oseania, tetapi membawa misi diplomasi perpajakan Indonesia di tingkat internasional. Kehadiran IKPI disebutnya sebagai bukti kontribusi profesi konsultan pajak nasional dalam percakapan global mengenai arah kebijakan perpajakan.

Kebanggaan IKPI semakin lengkap setelah dua pengurus pusat dipercaya sebagai narasumber internasional dalam sesi utama konferensi.

Pada forum tersebut, Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI David Tjhai memaparkan materi berjudul “Challenges and Opportunities of International Tax Cooperation in the Digital Economy”, sementara Wakil Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI Ichwan Sukardi membawakan tema “Strengthening Tax Compliance Through Global Transparency and Information Exchange”.

Kedua pemaparan tersebut mendapatkan apresiasi dari peserta konferensi karena dinilai relevan dengan dinamika global, terutama terkait digitalisasi ekonomi dan pertukaran informasi perpajakan lintas negara.

“Kami bangga karena delegasi IKPI bukan hanya hadir sebagai peserta, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam kapasitas keilmuan. Ini menegaskan posisi IKPI dalam ekosistem perpajakan internasional,” ujar Vaudy, Senin (24/11/2025).

Ia berharap partisipasi aktif IKPI di AOTCA dapat terus diperkuat untuk membuka peluang kolaborasi internasional dan meningkatkan kompetensi konsultan pajak Indonesia agar mampu menjawab tantangan global. (bl)

MUI Desak Evaluasi Pajak Progresif PKB dan PBB: Keadilan Wajib Pajak Harus Jadi Prioritas Negara

IKPI, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa sistem perpajakan nasional harus diarahkan kembali pada prinsip keadilan dan kemampuan wajib pajak. Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan beban pajak progresif yang semakin tinggi telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan dapat menjauhkan sistem perpajakan dari tujuan kesejahteraan.

“MUI merekomendasikan agar beban perpajakan dikaji ulang, khususnya pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar,” ujar Asrorun dalam Munas XI MUI di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, pemerintah sering melakukan penyesuaian pajak tanpa analisis mendalam mengenai dampaknya terhadap masyarakat. Ia menyoroti beberapa jenis pajak yang dinilai berpotensi menimbulkan ketimpangan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

“Kemendagri dan pemerintah daerah harus mengevaluasi aturan berbagai pajak yang sering kali dinaikkan hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan,” tegasnya.

Asrorun mengingatkan bahwa pajak merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat kepada negara, sehingga pemerintah harus memastikan bahwa wajib pajak tidak diperlakukan sebagai objek semata, melainkan sebagai mitra dalam pembangunan.

Ia menambahkan, keadilan pajak bukan hanya soal tarif, tetapi juga penggunaan anggaran. Pemerintah diminta memperkuat pengelolaan kekayaan negara, dan memastikan penerimaan perpajakan kembali kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik yang nyata.

“Pemerintah harus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak mafia pajak demi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

MUI menekankan bahwa reformasi perpajakan bukan sekadar teknis fiskal, tetapi termasuk dimensi etika pengelolaan negara. Ketika kepercayaan publik terbangun melalui penggunaan anggaran yang transparan dan tepat sasaran, kepatuhan pajak akan meningkat secara alami. (alf)

Pajak Daerah: MUI Tegaskan PBB dan Pajak Hunian Tak Boleh Bebani Kebutuhan Pokok

IKPI, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pajak berkeadilan dalam Munas XI untuk menegaskan batasan moral dan etis dalam memungut pajak, terutama setelah banyak masyarakat mengeluhkan lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan tagihan pajak hunian. Fatwa ini menjadi sinyal kuat agar kebijakan fiskal nasional tidak membebani kebutuhan pokok rakyat.

Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa pengenaan pajak tidak boleh dikenakan kepada sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Hal itu termasuk sembako, rumah tinggal, serta tanah yang digunakan untuk tempat tinggal keluarga.

“Pungutan pajak terhadap sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah serta bumi yang kita huni, tidak mencerminkan keadilan dan tujuan pajak,” kata Asrorun, pada Munas XI MUI di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, dalam perspektif syariat Islam, pajak hanya dipungut dari pihak yang memiliki kemampuan finansial. Ia menambahkan bahwa kemampuan ini dapat dianalogikan dengan ketentuan nisab zakat, yakni kepemilikan kekayaan setara dengan 85 gram emas. Standar tersebut dinilai dapat menjadi rujukan filosofis ketika pemerintah menentukan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau kriteria objek pajak.

Ia menegaskan bahwa fatwa tersebut bukan dimaksudkan untuk mendorong penolakan pembayaran pajak, melainkan mengharapkan penyempurnaan tata kelola perpajakan agar tidak bertentangan dengan prinsip kesejahteraan masyarakat dan konstitusi.

“Masyarakat tetap wajib menaati pembayaran pajak bila digunakan untuk kemaslahatan umum,” ujarnya.

Melalui fatwa ini, MUI mendesak pemerintah dan DPR melakukan evaluasi terhadap ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berpotensi tidak berkeadilan. Ia menyebut perlunya penyelarasan antara regulasi fiskal dan nilai kemaslahatan, termasuk mekanisme perlindungan bagi masyarakat menengah ke bawah dari potensi beban pajak yang berlebihan.

Selain fatwa pajak berkeadilan, Munas XI juga menghasilkan beberapa fatwa lain, di antaranya ketentuan mengenai rekening bank dormant, status saldo pada kartu elektronik yang hilang atau rusak, pedoman pengelolaan sampah di perairan untuk kemaslahatan publik, serta fatwa mengenai manfaat asuransi kematian dalam Asuransi Jiwa Syariah.

Kelima fatwa tersebut memperlihatkan komitmen MUI untuk merespons isu-isu sosial kontemporer melalui perspektif syariat dan kemaslahatan publik. (alf)

Di Podcast IKPI, Juara LCC Perpajakan Ungkap Keinginan Buka Kantor Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Bermimpi memiliki kantor konsultan pajak sendiri suatu hari nanti, mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Rio Fernando Alexander justru memulai langkah besar lebih cepat dari yang dibayangkannya. Ia dan timnya berhasil menjuarai Lomba Cerdas Cermat (LCC) Perpajakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) 2025, mengalahkan 382 tim dari 136 kampus ternama se-Indonesia. Kemenangan tersebut menjadi awal dari tekadnya menapaki profesi konsultan pajak secara profesional.

“Visi aku jelas, suatu hari ingin punya kantor konsultan pajak dengan nama sendiri, membantu wajib pajak, dan memberi dampak besar. Menang lomba ini terasa seperti langkah pertama menuju mimpi itu,” ujar Rio pada Podcast IKPI yang dipandu Dewi Sukowati (Anggota Departemen Hukum Pengurus Pusat dan Rian Sumarta (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara), baru-baru ini.

Kemenangan tak hanya membawa kebanggaan, tetapi juga mengubah cara teman-teman kampus memandangnya. “Ekspektasi orang jadi tinggi. Kalau ada tugas pajak, langsung larinya ke kami. Senang bisa bantu, tapi ada rasa takut juga kalau sampai salah menyampaikan informasi,” katanya.

Meski demikian, ia menilai tekanan bukan sesuatu yang harus dihindari. Justru dari kompetisi, seseorang mendapatkan pengalaman yang tak bisa diperoleh di kelas. “Hadiah uang memang membantu anak kos. Tapi portofolio dan pengakuan jauh lebih penting. Aku selalu percaya, tidak ada kata kalah — either you win or you learn,” tegasnya.

Rio juga membagikan kisah soal awal karier akademiknya. Jurusan Ilmu Administrasi Fiskal sebenarnya bukan pilihan utama — awalnya ia ingin masuk ITB dan Ilmu Ekonomi. Namun keputusan “cadangan” itu justru menjadi titik balik. “Dulu sempat kecewa. Sekarang malah bersyukur. Ternyata Tuhan arahkan ke tempat yang tepat.”

Ke depan, Rio berencana memperkaya pengalaman dengan bekerja di perusahaan multinasional sebelum membuka kantor konsultan pajaknya sendiri dan bergabung dengan IKPI. Baginya, profesi konsultan pajak bukan hanya urusan hitungan pajak, tetapi bisnis kepercayaan dan pelayanan.

“Tidak ternilai rasanya kalau suatu hari klien bilang mereka sangat terbantu dengan kita. Itu kepuasan yang tidak bisa dibayar.” (bl)

IKPI Runner Community Gelar Sunset Run 5K di GBK, Perkuat Kebugaran & Keakraban Anggota

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsuktan Pajak Indonesia Runner Community (IRC) kembali menggelar kegiatan lari bersama untuk menjaga kebugaran fisik sekaligus mempererat ikatan sesama anggota. Pada Minggu (23/11/2025), sebanyak 12 pelari yang seluruhnya merupakan anggota IKPI dari wilayah Jabodetabek ambil bagian dalam lari sejauh 5 kilometer dengan rute memutari area Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Selatan.

Kegiatan dimulai dari Gudda Coffee sebagai titik kumpul dan titik start, sebelum para pelari menyusuri kawasan jogging track GBK yang menjadi ikon olahraga ibu kota. Suasana pagi yang sejuk menjadikan kegiatan berlangsung penuh energi dan tawa, tanpa kesan kompetitif semua fokus pada kebugaran dan kebersamaan.

Koordinator IRC, Taslim Syaputra, menyampaikan bahwa kegiatan lari ini menjadi ajang konsolidasi internal komunitas sekaligus menjaga pola hidup aktif di kalangan konsultan pajak.

(Foto: Istimewa)

“Seluruh peserta adalah anggota IKPI Runner Community. Ini kegiatan internal kami untuk membangun solidaritas, tetap bugar, dan menyeimbangkan rutinitas kerja lewat olahraga,” ujar Taslim.

Selain menumbuhkan semangat sehat, kegiatan ini juga disebut menjadi ruang refreshing setelah padatnya pekerjaan akhir tahun yang biasanya diwarnai deadline pelaporan perpajakan.

Salah satu anggota, Rizky Darma, mengaku antusias mengikuti ajang lari ini dan menilai kegiatan tersebut memberi dampak positif baik secara fisik maupun emosional.

“Lari bareng ini bikin badan segar dan pikiran ringan. Biasanya kita ketemu dalam urusan pekerjaan atau seminar pajak, tapi kali ini kita ketemu sebagai teman olahraga. Rasanya menyenangkan dan bikin makin kompak,” tutur Rizky.

Ia menambahkan, kegiatan semacam ini menumbuhkan rasa saling mendukung dalam komunitas, terutama ketika ada anggota yang baru mulai kembali berolahraga setelah lama vakum.

Setelah menyelesaikan rute, para pelari kembali ke Gudda Coffee untuk sarapan bersama. Suasana hangat dan informal menjadi ruang ngobrol santai soal pekerjaan, keluarga hingga rencana kegiatan olahraga berikutnya semua tanpa sekat jabatan maupun senioritas.

Taslim menuturkan bahwa IKPI Runner Community berkomitmen menjadikan olahraga sebagai bagian dari kultur organisasi.

“IKPI Runner Community akan terus mendorong gaya hidup aktif. Kami ingin kegiatan ini berjalan rutin dan menjadi identitas bahwa konsultan pajak tidak hanya cerdas, tetapi juga tangguh dan sehat,” tegasnya.

Kegiatan lari 5K ini sekaligus menjadi pembuka rencana agenda lari bulanan di lokasi yang berbeda-beda, dengan format non-kompetitif dan terbuka untuk seluruh anggota IKPI serta umum yang ingin menjaga kesehatan melalui aktivitas fisik. (bl)

Perkuat Sinergi, IKPI Cabang Jakarta Barat dengan KPP Madya Dua dan KPP Pratama Kebon Jeruk Dua, Bahas Coretax hingga SP2DK.

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat (Jakbar) menggelar kunjungan silaturahmi ke KPP Madya 2 Jakarta Barat dan KPP Pratama Kebon Jeruk 2 pada Jumat, 21 November 2025. Pertemuan terpusat di kantor KPP Madya 2 Jakarta Barat dan menjadi ruang dialog terbuka antara konsultan pajak dengan otoritas pajak untuk memperkuat kolaborasi di tengah dinamika perpajakan nasional.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Barat, Teo Takismen, menegaskan bahwa langkah proaktif ini dilakukan agar komunikasi antara konsultan dan fiskus semakin harmonis, terlebih menjelang penerapan penuh pelaporan SPT Orang Pribadi dan Badan berbasis sistem Coretax untuk tahun pajak 2025 yang mulai dilaporkan pada 2026.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

“Sinergi konsultan pajak dan KPP sangat penting saat memasuki era Coretax. IKPI Jakarta Barat siap berkolaborasi, termasuk mendukung sosialisasi agar para wajib pajak mendapatkan informasi yang jelas, akurat, dan tidak menimbulkan kebingungan,” ujar Teo.

Pertemuan membicarakan sejumlah isu penting dan aktual dan dibahas secara terbuka, di antaranya:

• Tantangan teknis dan nonteknis dalam penggunaan aplikasi Coretax,

• Pencapaian target penerimaan negara,

• Pelayanan KPP terhadap wajib pajak,

• Hingga polemik pemanggilan wajib pajak dalam surat SP2DK dan cara berkomunikasi para Account Representative (AR) di lapangan.

Dialog dua arah yang hangat dan santai ini mendapat apresiasi dari para peserta, karena dapat menjadi jembatan untuk menyamakan persepsi antara fiskus dan konsultan pajak sebagai mitra DJP

Hadir dari IKPI Cabang Jakarta Barat:

1. Ketua Cabang Teo Takismen, didampingi:

2. Irawaty — Bendahara,

3. Carolline — Wakil Sekretaris,

4. Devi Arista — Koordinator Bidang Sosial dan Keagamaan,

5. Suly — Anggota Bidang Sosial dan Keagamaan,

6. Wiwiek Budiarti — Anggota Bidang PPL dan Pendidikan.

Hadir juga pada pertemuan tersebut, dari Pengurus Daerah (Pengda) DKJ, anggota bidang Humas dan Kerja Sama, Daniel Mulia.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

Lebih lanjut Teo mengungkapkan, IKPI maupun KPP sama-sama menyampaikan terbuka untuk melakukan kegiatan lanjutan, terutama sosialisasi pelaporan SPT berbasis Coretax bagi wajib pajak di wilayah Jakarta Barat. Harapannya, kolaborasi ini dapat mendorong peningkatan kepatuhan sukarela dan menciptakan iklim perpajakan yang lebih kondusif.

“Kami percaya bahwa kerja sama adalah kunci untuk membangun sistem perpajakan yang lebih baik,” kata Teo.

Ia berharap, pertemuan ini semakin memperkuat sinergi konsultan pajak  dan fiskus sehingga pelayanan, edukasi dan pendampingan kepada masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan berkesinambungan. (bl)

en_US