Rayakan HUT ke-58, IKPI Surabaya, Sidoarjo dan Semarang Gelar Fun Walk Serempak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya, Sidoarjo, dan Semarang, mengerahkan ratusan anggotanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan Fun Walk pada 27 Agustus 2023 Adapun titik kumpul peserta ada di Taman Surya Surabaya (Cabang Surabaya dan Sidoarjo) serta Masjid Agung Simpang Lima (Cabang Semarang).

Gelaran ini merupakan rangkaian acara untuk memeriahkan HUT IKPI ke-58 yang puncaknya akan dilaksanakan di Hotel Rich Carlton, Jakarta pada 31 Agustus 2023.

Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina mengaungkapkan, untuk IKPI Surabaya dan Sidoarjo sedikitnya 200 peserta dari kedua cabang itu menyatakan siap berpartisipasi.

Zeti menegaskan, meskipun kegiatan tersebut bersifat hiburan namun panitia telah menetapkan beberapa aturan yang wajib dilakukan oleh setiap peserta Fun walk.

Beberapa aturan itu diantaranya: Pertama, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 memakai Kaos IKPI dengan gambar “SAYA KOMPETEN” yang disediakan panitia, celana olahraga, sepatu olahraga. Kedua peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 wajib dalam keadaan sehat dan tidak memaksakan diri untuk melakukan kegiatan Fun Walk apabila merasa kurang sehat.

Ketiga, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 tidak diperkenankan memakai pakaian beratribut partai politik dan atribut kampanye

Capres/Cawapres/Caleg. Keempat, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 Wajib menghormati sesama pengguna jalan.

Kelima, peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 wajib menjaga ketertiban dan

keamanan serta kebersihan lingkungan, serta dilarang merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain.

Dalam poin selanjutnya di aturan tersebut, panitia juga menegaskan bahwa kegiatan Fun Walk HUT IKPI ke 58 bukan merupakan kegiatan kampanye, sehingga Peserta Fun Walk HUT IKPI ke 58 dilarang membawa MMT/poster/spanduk yg berisi kampanye dukungan terhadap Capres/Cawapres/Caleg/partai tertentu.

“Jadi, kami membuat aturan dengan beberapa poin penting dan itu wajib dipatuhi peserta,” kata Zeti dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/8/2023).

Fun Walk Semarang

Sementara itu, dari Semarang, Jawa Tengah dilaporkan bahwa ditanggal yang sama cabang IKPI di kota ini juga akan mengadakan kegiatan serupa (Fun Walk).

Ketua IKPI Cabang Semarang Jan Prihadi mengungkapkan, bahwa mereka juga akan ambil bagian untuk turut memeriahkan HUT ke-58 IKPI.

Menurut Jan, sedikitnya 70 anggotanya akan ikut berpartisipasi dalam Fun Walk tahun ini.

“Fun Walk akan kami laksanakan pada Minggu 27 Agustus 2023 dengan titik kumpul di Masjid Agung Semarang (Simpang Lima). Adapun rute Fun Walk adalah Simpang Lima – Tugu Muda (Lawang Sewu) dan kembali ke Simpang Lima,” kata Jan melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (19/8/2023).

Jan juga menyampaikan permohonan maaf kepada anggotanya, dikarenakan mereka tidak menyiapkan acara hiburan selain Fun Walk.

“Karena keterbatasan waktu, kami tidak sempat menyiapkan kegiatan hiburan lain,” ujarnya.

Diungkapkannya, kegiatan ini juga hanya diperuntukan terbatas yakni anggota dan keluarga IKPI Semarang. Harapannya, Fun Walk ini bisa meningkatkan keakraban sesama anggota sambil berbaur dengan masyarakat,” katanya.

Jan menyatakan kalau Fun Walk ini merupakan kegiatan pertama yang dilakukan IKPI Semarang. Tetapi, dia berjanji pada kesempatan berikutnya IKPI Semarang akan mengadakan acara serupa dengan menggandeng Kanwil DJP Jateng I. (bl)

 

 

IKPI Berharap DJP Bisa Sederhanakan Peraturan Perpajakan

IKPI, Suarabaya: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) berharap pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menyederhanakan peraturan perpajakan. Fungsinya, agar masyarakat luas dapat memahami aturan tersebut sehingga menjadi wajib pajak yang patuh.

Saat ini sudah era keterbukaan informasi. Data pihak ketiga sudah banyak yang tersambung dengan sistem di DJP, Ketua IKPI Cabang Surabaya Zeti Arina berharap seperti adanya Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang dikirimkan DJP kepada wajib pajak.

Seharusnya kata Zeti, surat itu merupakan konfirmasi data valid misalnya adanya data pembelian yang belum dilaporkan karena ada faktur pajak yang diterbitkan oleh pihak ketiga, adanya data investasi yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dan bukan hanya sekadar imbauan pembetulan SPT karena  laba di SPT tahunan wajib pajak lebih rendah dibandingkan data benchmark CTTOR misalnya. Karena, keuntungan wajib pajak lebih rendah dari benchmarking bukan indikasi ketidakpatuhan wajib pajak.

“Begitu pula kebijakan yang dikeluarkan sebaiknya harus lebih mudah dimengerti oleh wajib pajak, dan tidak menimbulkan banyak persepsi sehingga aturannya malah menjadi multi tafsir,” kata Zeti kepada IKPI.or.id, Rabu (12/04/2023).

Menurutnya, peraturan yang sederhana dan mudah dipahami masyarakat juga dapat meningkatkan angka kepatuhan wajib pajak. “Kalau masyarakat paham dengan aturan (kewajiban dan sanksi), kami yakin tingkat kepatuhan akan semakin tinggi,” ujarnya.

Namun demikian, Zeti menegaskan bahwa IKPI selalu mendukung setiap kebijakan yang dikeluarkan DJP. Hal itu dibuktikan dengan Seluruh Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang (Pengda-Pengcab) IKPI se-Indonesia, berkomitmen untuk melakukan sosialisasi pada setiap kebijakan yang dikeluarkan DJP.

“Pada April 2023 ini, seluruh Pengda dan Pengcab melakukan bimbingan teknis (Bimtek) untuk melakukan pendampingan kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), untuk melakukan pengisian SPT Tahunan Badan (UMKM). Ini contoh kecil yang kami lakukan untuk membantu pemerintah dalam menciptakan wajib pajak badan yang patuh,” ujarnya.

Diceritakan Zeti, keharmonisan IKPI dengan DJP khususnya di Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya sering melakukan kolaborasi sosialisasi peraturan perpajakan. Selain itu, IKPI juga sering dimintakan pendapatnya untuk perpajakan.

“Pekan lalu juga kami di undang oleh Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I Sigit Danang Joyo, untuk berdiskusi dan temu kenal. Karena beliau baru menjabat, kami kemudian menjelaskan apa saja kerja sama yang sudah berjalan antara DJP Jatim I dan IKPI,” kata Zeti.

Dalam kesempatan itu, Zeti menjelaskan bahwa kerja sama yang telah dilakukan adalah sosialisasi melalui TV, radio, zoom ke masyarakat maupun bersama berbagai asosiasi.

Dalam kesempatan itu lanjut Zeti, Kepala Kanwil juga menjelaskan tentang perbaikan yang sedang mereka lakukan khususnya untuk menjawab tantangan yang terjadi di masyarakat saat ini.

“Kami di IKPI terus mendukung langkah yang diambil DJP. Dukungan nyata ini kami berikan dengan mendaftarkan 12 relawan pajak untuk disertakan dalam kegiatan sosilaisasi DJP,” katanya.

Terakhir kata Zeti, Kepala Kanwil DJP juga berpesan agar kerja sama yang sudah terjalin baik dengan IKPI agar bisa dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam meningkatkan angka kepatuhan wajib pajak di Indonesia.(bl)

 

Banyak Masyarakat yang Belum Paham, IKPI Surabaya Gelar Sosialisasi SPT OP

IKPI, Surabaya: Masih banyak pemahaman keliru dari masyarakat awam terkait kewajiban melaporkan SPT Tahunan orang pribadi (OP). Masih banyak yang berpendapat penghasilan mereka yang sudah dipotong pajak oleh perusahaan tempatnya bekerja, seharusnya tidak perlu dilaporkan kembali.

Berdasarkan kejadian itu, sebagai asosiasi pajak terbesar dan tertua di Indonesia, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Surabaya, terus menunjukan komitmennya dalam membantu pemerintah melakukan edukasi kepada masyarakat agar memahami masalah perpajakan beserta cara melaporkannya.

Dalam kegiatan yang diikuti 258 peserta secara online (Zoom) ini pada Kamis 16 Maret 2023, IKPI Surabaya mengambil tema “Pemadanan NIK dan NPWP serta Update Pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi”.

Ketua IKPI Surabaya Zeti Arina mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka sosialisasi ke masyarakat. “Acara ini dikaksanakan atas kerjasama antara Kanwil DJP Jatim 1 dan IKPI Cabang Surabaya serta didukung 10 asosiasi lainnya seperti KADIN Surabaya, IWAPI Surabaya, JCI East Java, INKINDO Jawa Timur, Lions Club Surabaya Srikandi, Lions Club Surabaya Nirwana, Rotary Club Surabaya Metropolitan, INSA Surabaya, DPD REI Jatim, dan PERPADI Jatim,” kata Zeti kepada IKPI.or.id, Selasa (21/3/2023).

Dengan mengikuti kegiatan ini kata Zeti, masyarakat diharapkan bisa memahami pentingnya membayar pajak bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan negara.

“Jadi kalau ada seruan-seruan boikot pajak, masyarakat bisa menyaringnya. Apakah seruan itu mendatangkan manfaat atau malah sebaliknya,” katanya.

Zeti juga mengungkapkan, dalam kegiatan Kakanwil DJP Jatim I John L Hutagaol juga mengingatkan kepada peserta Zoom bahwa batas akhir penyampaian SPT Orang Pribadi sampai dengan tanggal 31 Maret. Dia juga mengatakan bahwa, cara lapornya sangat mudah karena bisa dilakukan dengan berbagai saluran melalui online atau secara fisik (datang langsung ke kantor pelayanan pajak).

“Bagi yang ikut PPS untuk melaporkan harta bersih dan utang PPS di tahun 2022. Selanjutnya ke depan NPWP = NIK mohon segera dilakukan pemadanan,” kata Zeti seraya menyampaikan apa yang diucapkan Jhon di dalam kegiatan tersebut. (bl)

PERSOALAN-PERSOALAN HUKUM DALAM PENGENAAN PPN ATAS PEMAKAIAN SENDIRI

3x4 (2)

Berita Cabang Surabaya

Bambang Pratiknyo, NRA: 3244

A. Pendahuluan

Pemakaian sendiri atau private use pada umumnya diklasifikasikan sebagai penyerahan yang dikenakan PPN dalam mekanisme pemungutan PPN. Alan Tait juga mendefinisikan penyerahan yang salah satunya adalah pemakaian sendiri. Diklasifikasikannya pemakaian sendiri sebagai penyerahan sesungguhnya suatu hal yang logis dalam rangka memelihara tercapainya tujuan PPN sebagai pemajakan atas konsumsi yang menggunakan mekanisme kredit pajak. Dengan diperkenankannya PPN yang dibayar kepada Pemasok sebagai kredit pajak atau Pajak Masukan (selanjutnya disingkat dengan PM), maka pemakaian sendiri mau tidak mau harus dikenakan PPN. Jika tidak dikenakan PPN, terjadilah konsumsi barang/jasa tanpa membayar PPN yang mana hal tersebut diakibatkan oleh terjadinya PM-nya sudah dikreditkan (atau bahkan sudah direstitusi) namun tidak ada Pajak Keluarannya.

Meskipun pencegahan konsumsi (berupa pemakaian sendiri) tanpa membayar PPN dapat juga ditempuh dengan cara tidak boleh dikredirkannya PM terkait dengan pemakaian sendiri, namun dalam prakteknya alternatif memilah PM yang terkait dan yang tidak terkait dengan pemakaian sendiri lebih sulit ketimbang alternatif mengenakan PPN atas pemakaian sendiri.. Demikianlah, negara-negara yang menerapkan PPN sebagai Pajak Konsumsinya pada umumnya menjadikan pemakaian sendiri sebagai salah satu obyek PPN, seperti juga Indonesia. Sejak awal (sejak UU No. 8 Tahun 1983) sampai dengan UU terbaru (UU No. 11 Tahun 2020) pemakaian sendiri merupakan salah satu hal yang dianggap sebagai penyerahan, sehingga pemakaian sendiri atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan (merupakan obyek) PPN.

Isu PPN atas pemakaian sendiri meliputi definisi pemakaian sendiri, Dasar Pengenaan Pajaknya (DPP) dan tentang Faktur Pajaknya . Isu-isu tersebut akan diuraikan dalam tulisan di bawah ini dengan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan PPN di Indonesia. Di samping itu tentu akan diuraikan persoalan-persoalan yang terkandung pada isu-isu tersebut. Penulis berharap sedikitnya tulisan ini akan memperkaya  pengetahuan Pembaca tentang perlakuan PPN atas pemakaian sendiri dan persoalan-persoalannya.

B. Isi

Definisi pemakaian sendiri menurut UU PPN yang pertama dan kedua (UU No. 8 Tahun 1983 dan UU No. 11 Tahun 1994) adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan. Selanjutnya menurut UU PPN ketiga sampai UU kelima (UU No. 11 Tahun 2020) definisi pemakaian sendiri menjadi pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Kedua definisi tersebut pada hakekatnya tidak berbeda, yang mana yang terakhir hanya lebih mempertegas bahwa walaupun bukan hasil produk sendiri, ,tetap atas pemakaian sendirinya merupakan obyek PPN. Pemakaian sendiri pada kegiatan usaha yang berbentuk perdagangan barang akan mudah

menjustifikasi telah terjadinya konsumsi barang. Sebaliknya, pada kegiatan usaha berbentuk produksi yang terdiri lebih dari satu tahapan akan dijumpai kemungkinan terjadinya pemakaian sendiri atas hasil dari kegiatan pada suatu tahap untuk kegiatan tahap berikutnya. Atas pemakaian sendiri seperti ini memunculkan pertanyaan, apakah sudah harus dikenakan PPN atau belum?

Pada awal berlakunya UU PPN pernah diterbitkan SE-09/1985 yang menegaskan bahwa pemakaian sendiri terutang PPN dengan DPP Harga Jual, namun diperkenankan untuk mengurangkan bagian labanya. Selain itu, atas pemakaian sendiri tidak perlu dibuat Faktur Pajak dan sebagai gantinya cukup dibuatkan catatan “pemakaian sendiri” pada Buku Penjualannya. Selanjutnya pada tahun 1990 diterbitkan SE-12/1990 yang menegaskan bahwa pemakaian sendiri untuk keperluan tahapan produksi berikutnya tidak perlu dipungut PPN. Akhirnya pada tahun 1991 diterbitkanlah SE-01/1991 yang secara tegas membuat pembedaan pemakaian sendiri menjadi pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif (contoh: Pabrikan Minuman menggunakan minuman hasil produksinya untuk karyawannya) dan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (contoh: Pabrikan Truck menggunakan Truck hasil produksinya untuk mengangkut spare part dari suatu tempat ke pabriknya atau ke tempat pembeli).  Atas pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif dikenakan PPN (dibayar Pajak keluaran) namun tidak dapat dikreditkan. Sebaliknya, atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif dibayar Pajak Keluaran, namun sekaligus dapat dikreditkan.

Pada era UU PPN yang kedua (UU PPN Tahun 1994) dan ketiga (UU PPN Tahun 2000) diterbitkan Kep. Dirjen. No.87/2002 yang diedarkan dengan SE-04/2002 yang mempertegas definisi pemakaian sendiri untuk tujuan produktif, DPP-nya serta tentang Faktur Pajaknya. Menurut Kep. Dirjen. tersebut, definisi pemakaian sendiri untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan. Atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan sehingga tidak terutang PPN. DPP-nya adalah Harga Jual/Nilai Penggantian dikurangi Laba Kotor. Faktur Pajaknya tetap harus dibuat, tanpa membedakan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif atau bukan.


 1. Alan A. Tait, Value Added Tax: International Practice and Problems (Washington DC: International Monetary Fund, 1988), 87.

 2. OECD Report, Taxing Consumption (Paris: OECD, 1988), 170

 3. Definisi Pemakaian Sendiri dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 1A pada semua UU PPN

Pada era UU PPN yang keempat (UU PPN tahun 2009) ketentuan tentang PPN atas pemakaian sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Merujuk kepada Pasal 19 UU PPN tahun 2009, hal ini nampaknya lebih tertib hukum dibanding sebelumnya yang langsung diatur oleh Kep. Dirjen Pajak atau Surat Edaran Dirjen Pajak. Ketentuannya diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 Pasal 5 ayat (1), (2), (3) dan (4) dan Pasal 19 ayat (2) beserta penjelasannya. Aturannya dinyatakan serta diberikan contoh secara jelas, dan kusus untuk pemakaian sendiri untuk tujuan produktif lebih dirinci perlakuannya sebagai berikut:

Contoh Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan:

1)

Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan usaha mengangkut suku cadang.

2)

Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sebagai pengeras jalan di lingkungan pabrik.

3)

Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya untuk kegiatan operasional perusahaan dalam berkomunikasi dengan mitra bisnisnya.

Contoh Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya:

1)

Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sebagai bahan pembakaran boiler dalam proses pabrikasi.

2)

Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa kayu lapis (plywood) untuk membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan agar tidak rusak.

3)

Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya untuk melakukan penyerahan jasa provider internet kepada konsumennya.

Contoh Pemakaiaan sendiri untuk tujuan produktif namun untuk penyerahan yang tidak terutang PPN adalah Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri untuk kendaraan angkutan umumnya atau untuk kendaraan ambulance klinik di perusahaan.

Ketentuan tentang tidak diperlukannya pembuatan Faktur Pajak atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang diperuntukan pada kegiatan terutang PPN diatur dalam Pasal 19 ayat (2). Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa maksud ketentuan tersebut adalah untuk memberikan kemudahan administrasi Pengusaha yang bersangkutan, mengingat sekiranya dipungut PPN,  tetap saja menjadi Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan. Secara teori dan administrasi pemungutan pajak, ketentuan tersebut patut diapresiasi, karena teori pengkreditan PPN tetap dilaksanakan dengan benar dan ketentuan administrasinya memenuhi asas kesederhanaan yang memberikan kenyamanan Pengusaha (convenience dan ease administration).

Sungguhpun demikian, ditinjau dari segi tertib hukum, ternyata ketentuan pemakaian sendiri sebagaimana diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 (yang pada dasarnya hanya merupakan penegasan dan perincian dari ketentuan Kep. Dirjen No. 87/2002 yang “bibit”-nya adalah SE-12/1990) mengandung persoalan-persoalan.

Persoalan hukum dari perlakuan PPN atas pemakaian sendiri sebagaimana diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 adalah sebagaimana diuraikan dalam Uji Materiil oleh KADIN kepada Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2013 yang dikabulkan oleh MA dengan Putusan Nomor 64 P/HUM/2013. Secara ringkas Uji Materiil KADIN dapat diuraikan bahwa persoalan hukum yang pertama adalah bahwa pembedaan pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif dan produktif tidak diatur dalam Pasal 1A UU PPN. Pembedaan tersebut dianggap menyimpang dari materi yang diatur dalam UU PPN, sehingga tidak sesuai dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 dan karenanya ketentuan PPN atas pemakaian sendiri dalam PP No. 1 Tahun 2012 cacat hukum. Persoalan Hukum yang kedua adalah bahwa alasan tidak dipungutnya PPN atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang terkait dengan kegiatan proses produksi atau kegiatan produksi selanjutnya tidak sesuai dengan ketentuan fasilitas PPN yang diatur dalam Pasal 16B UU PPN. Dinyatakan oleh KADIN bahwa alasan kemudahan administrasi Pengusaha pada ketentuan tersebut tidak disebutkan dalam Pasal 16B UU PPN. Persoalan hukum yang ketiga adalah tidak diharuskannya membuat Faktur Pajak atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang terkait dengan kegiatan proses produksi atau kegiatan produksi selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) PP No. 1 Tahun 2012. Menurut KADIN ketentuan ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 UU PPN yang mengharuskan atas setiap penyerahan BKP/JKP dibuatkan Faktur Pajak. Putusan MA atas Uji Materiil oleh KADIN tentang persoalan-persoalan tersebut dikabulkan dengan pernyataan bahwa ketentuan PPN atas pemakaian sendiri yang diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 tidak berlaku umum.

Dengan adanya Putusan MA tersebut seharusnya ketentuan PPN atas pemakaian sendiri yang diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 menjadi tidak berlaku. Biasanya apabila ada Putusan MA yang membatalkan Peraturan yang diterbitkan Pemerintah, Pemerintah menerbitkan aturan yang menyesuaikan dengan Putusan tersebut. Faktanya sampai saat ini aturan PPN atas pemakaian sendiri yang diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 tetap belum diubah, bahkan dengan terbitnya PP No. 9 Tahun 2021 (yang sebagian mengubah PP No. 1 Tahun 2012) ada satu hal yang menarik, yaitu ketentuan Pasal 19 ayat (2) PP No. 1 Tahun 2012 dihapuskan. Dengan dihapuskannya ketentuan tersebut (tentang tidak perlu dibuatnya faktur pajak atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang terkait dengan kegiatan proses produksi atau kegiatan produksi selanjutnya), berarti walaupun tidak dipungut PPN, PKP yang melakukan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang terkait dengan kegiatan proses produksi atau kegiatan produksi selanjutnya tetap harus buat Faktur Pajak. Akibatnya kemudahan administrasi yang sebelumnya dituju, menjadi tidak tercapai.

Satu persoalan hukum lainnya terkait dengan PPN atas pemakaian sendiri adalah ketentuan belum dianggapnya pemakaian sendiri sebagai penyerahan oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 18 Tahun 2021 mengenai ketentuan PKP yang belum melakukan penyerahan dalam hubungannya dengan kewajiban membayar Kembali PPN yang telah dikreditkan/dikembalikan.  Ketentuan ini menimbulkan persoalan, karena pemakaian sendiri menurut UU PPN terutang PPN sehingga harus dibayar Pajak Keluarannya (kecuali atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang terkait dengan kegiatan proses produksi atau kegiatan produksi selanjutnya sebagaimana diatur dalam PP No. 1 Tahun 2012 jo PP No. 9 Tahun 2021). Dengan belum dianggapnya sebagai penyerahan, maka dalam hal terjadi pemakaian sendiri dan PKP tersebut tidak melakukan penyerahan sampai batas waktu yang ditentukan, maka terjadilah konsumsi yang dibayar PPN-nya dua kali, yaitu pertama dari Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, dan kedua dari Pajak Keluaran yang harus diperhitungkan/dibayar.

C. Simpulan dan Saran

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan PPN memberlakukan PPN atas pemakaian sendiri secara hati-hati dan terukur, meskipun pada awalnya belum terpola.  Hal ini ditunjukan dengan adaanya pembedaan perlakuan atas pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif dan produktif, bahkan untuk yang bertujuan produktifpun dibedakan lagi dari sifat penyerahannya (terutang PPN atau tidak). Walaupun demikian perlakuan PPN atas kegiatan pemakaian sendiri ternyata masih menyisakan persoalan-persoalan hukum sebagaimana dikemukakan oleh KADIN dan Uji Materiil ke MA.

Untuk itu dengan ini disarankan Pemerintah dan DPR segera membuat aturan baru yang lebih memenuhi kaidah hukum tanpa terlepas dari pemenuhan teori PPN yang tepat, serta pemenuhan asas kemudahan administrasi. Sesungguhnya saat ini ada satu kesempatan terbuka luas untuk melakukan hal tersebut yaitu pada saat pembentukan UU KUP baru dalam waktu dekat nanti. Caranya adalah memindahkan ketentuan PPN atas pemakaian sendiri sesuai dengan ketentuan PP No. 1 Tahun 2012 ke Undang-Undang. Dengan cara itulah maka persoalan-persoalan hukum seperti yang diuraikan di atas menjadi sirna.

Khusus tentang ketentuan belum diakuinya pemakaian sendiri sebagai penyerahan pada kasus PKP belum melakukan penyerahan yang diatur dalam PMK No.18 Tahun 2021, kiranya dapat diubah PMK-nya dengan tidak diwajibkannya membayar kembali Pajak Masukan terkait dengan pemakaian sendiri.


 

3x4 (2)

Nama                                    :    Bambang Pratiknyo

NRA                                    :   003244

Anggota IKPI Cabang         :    Bekasi

Sekilas tentang Penulis       :    Tax Manager DSH Tax Consulting

 

Bagikan Berita Ini

Kanwil DJP Jawa Timur II Gelar Diskusi Bersama IKPI

Kanwil DJP Jawa Timur II Gelar Diskusi Bersama IKPI

28 November 2014, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur II menyelenggarakan Diskusi Perpajakan dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya. Acara yang berlangsung di aula Kanwil DJP Jawa Timur II dibuka oleh Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Rida Handanu.

Dalam sambutannya Kakanwil DJP Jawa Timur II menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan IKPI adalah mitra sehingga diharapkan fiskus dan konsultan dapat bersama-sama menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar.

Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Surabaya M. Zeti Arina memastikan bahwa para konsultan yang bernaung di bawah IKPI Cabang Surabaya melaksanakan tugasnya dengan profesional yaitu selalu menyarankan kliennya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Arina menambahkan bahwa acara seperti inilah yang ditunggu-tunggu sehingga para konsultan dapat menyampaikan saran, kritik dan pertanyaan mengenai perpajakan. Para konsultan menginginkan agar diundang pada saat dilaksanakan sosialisasi perpajakan kepada wajib pajak sehingga tercipta persamaan persepsi antara fiskus, konsultan dan wajib pajak.

Sesi selanjutnya adalah pemaparan materi Surat Kuasa Khusus Wajib Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 22/PMK.03/2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Materi disampaikan oleh Kepala Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jawa Timur II, Junaidi Eko Widodo. Dalam materi tersebut disampaikan mengenai dasar hukum, definisi, persyaratan kuasa, hak dan kewajiban seorang kuasa. Yang dimaksud dengan seorang kuasa adalah seseorang yang memenuhi persyaratan tertentu untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak yang memberikan kuasa. Persyaratan bagi seorang kuasa antara lain:

  1. Memiliki NPWP;
  2. Telah menyampaikan SPT PPh Tahun Pajak terakhir;
  3. Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; dan
  4. Memiliki Surat Kuasa Khusus dari WP yang memberi kuasa dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran l PMK No. 22/PMK.03/2008.
  5. Dalam hal seorang kuasa bukan konsultan pajak maka harus dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh Perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III yang dibuktikan dengan menyerahkan fotokopi sertifikat brevet atau ijazah.
  6. Dalam hal seorang kuasa konsultan pajak maka harus dibuktikan dengan kepemilikan Surat Izin Praktek Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dan menyerahkan fotokopi Surat Izin Praktek Konsultan Pajak yang dilengkapi dengan Surat Pernyataan Sebagai Konsultan Pajak dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan No. 22/PMK.03/2008.

Seseorang yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang memberikan kuasa dan setiap pegawai dilarang menindaklanjuti pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak yang memberikan kuasa kepada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai kuasa Wajib Pajak.

Pada sesi diskusi, peserta menyampaikan berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan antara lain adanya klien wajib pajak yang meminta untuk memperkecil jumlah pajak yang seharusnya terutang. Ada pula yang menyampaikan bahwa banyak fiskus yang enggan berurusan dengan wajib pajak yang menggunakan jasa konsultan pajak. Banyak permasalahan yang dihadapi fiskus dan konsultan pajak yang dibicarakan pada acara tersebut dan dicari solusinya bersama-sama.

Para konsultan prihatin mendengar realisasi penerimaan negara dari sektor pajak masih dalam posisi 75% sehingga para konsultan pajak berkomitmen untuk mengamankan penerimaan negara melalui pajak yaitu dengan cara mengingatkan klien-klien mereka untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

Apresiasi yang luar biasa untuk para konsultan pajak atas kerja sama yang baik dalam mengamankan penerimaan negara. Selayaknya jiwa nasionalisme tersebut dimiliki oleh seluruh warga negara Indonesia, karena ketika penerimaan negara melalui pajak tercapai maka pembangunan di Indonesia tidak akan terbengkalai.

“Sebab, bisa jadi WP masih takut kalau mau tanya ke DJP langsung. Tapi, kalau tanya ke konsultannya, WP mungkin lebih nyaman. Sebagai konsultan, kami tentu berharap klien yang khilaf menjadi insaf,” ungkapnya. (rin/jos/jpnn)

Source : http://www.pajak.go.id/node/12159?lang=en
Image : pajak.go.id

Peminat Tax Amnesty Banjiri Kantor Pajak

Peminat Tax Amnesty Banjiri Kantor Pajak

SURABAYA –Direktorat Jenderal Pajak menyediakan petugas dan layanan khusus yang menerima konsultasi tax amnesty sejak Senin (18/7). Petugas-petugas tersebut ditempatkan di setiap kantor pelayanan pajak “Pengunjung sudah banyak. Tapi, rata-rata masih sebatas konsultasi ke help desk. Mereka bertanya secara detail,” kata Kepala Kanwil DJP Jatim I Estu Budiarto kemarin (20/7).

Jumlah WP badan yang wajib lapor surat pemberitahuan (SPT) di DJP Jatim I tahun ini mencapai 43.512. Sedangkan WP orang pribadi (OP) 345.205. WP sebenarnya telah mendapat informasi dari berbagai sumber mengenai tax amnesty.

Di antaranya, media massa atau penjelasan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat bersosialisasi di Surabaya pada Jumat (15/7). Sebanyak 2.700 pengusaha hadir dalam sosialisasi itu.

Meski telah mendapat informasi, masih banyak WP yang membutuhkan informasi tentang teknis pelaksanaan. Jadi, mereka mendatangi kantor pajak. Sejauh ini, banyak WP badan atau WP pribadi yang menyatakan berminat mengikuti program tax amnesty.

“Mereka bertanya cara menghitungnya. Misalnya, WP yang punya KPR (kredit pemilikan rumah, Red) sudah jalan tiga tahun. Ada juga yang punya toko baju muslim yang bertanya cara melaporkan dan menghitung pajak,” katanya.

Seluruh KPP siap melayani kebutuhan informasi WP soal tax amnesty. Jika ada KPP yang tidak menyediakan help desk khusus tax amnesty, Estu siap menerima komplain masyarakat.

Bukan hanya kepada petugas pajak, pertanyaan seputar teknis pemberlakuan UU Pengampunan Pajak juga dilayangkan WP kepada konsultan pajak. Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya Zeti Arina menuturkan, antusiasme WP di Surabaya terhadap program tax amnesty cukup tinggi.

“Sebab, bisa jadi WP masih takut kalau mau tanya ke DJP langsung. Tapi, kalau tanya ke konsultannya, WP mungkin lebih nyaman. Sebagai konsultan, kami tentu berharap klien yang khilaf menjadi insaf,” ungkapnya. (rin/jos/jpnn)

Source : http://www.jpnn.com/news/peminat-tax-amnesty-banjiri-kantor-pajak
Image : JPNN

UISI Kampanyekan Program Tax Amnesty

UISI Kampanyekan Program Tax Amnesty

KOTA – Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) ikut mengkampanyekan program tax amnesty. Melalui seminar bertajuk Living In Peace With Tax Amnesty UISI mencoba menfasilitasi masyarakat Gresik agar memahami tax amnesty. Pada seminar yang diselenggarakan di Gedung Prodi Akuntansi ini dihadiri Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya M. Zeti Arina dan Tax Partner – Foresight Consulting Jakarta Zeyd Hasan.

Iswahyudi, perwakilan dari KPP Pratama Gresik Utara mengatakan tax amnesty menjadi trending topic. Sebab itu, melalui seminar dan diskusi seperti ini kami bisa mendengarkan kritik dan saran untuk memperbaiki layanan dan belajar mengenal karakteristik masyarakat.

Di tempat yang sama, Zeyd Hasan dari Tax Partner – Foresight Consulting Jakarta mengatakan tujuan dari tax amnesty adalah untuk perluasan basis data perpajakan, penerimaan negara dan peningkatan investasi. Selain itu, tax amnesty ini sendiri guna mendukung pembangunan negara yang berkelanjutan dan inklusif. “Kesimpulannya, sebagai warga Negara yang baik harusnya berpartisipasi dalam program agar memperlancar tujuan tax amnesty,” papar dia.

Selanjutnya, Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya M. Zeti Arina mengatakan, perlu diketahui masyarakat bahwasanya yang melatarbelakangi tax amnesty sendiri adalah kebutuhan pemasukan untuk negara. Para wajib pajak yang terlanjur tidak lapor, bisa memulai dengan lembaran baru. “Sebenarnya tax amnesty itu tidak ribet, asal tahu betul langkahnya agar bisa efektif,” paparnya.

Dia menyebutkan, baiknya WP mengetahui apa saja dokumen pendukung. Sebab itu, fasilitas Help Desk di KPP yang ada. “Jangan sampai ‘Help Desk’ menjadi ‘Hell Desk’ yang membuat bingung masyarakat,” lanjutnya.

Sementara itu, Marisya Mahdia, Dosen Akuntansi UISI mengatakan dari kegiatan ini diharapkan bisa mendekatkan tax amnesty ke masyarakat Gresik. Khususnya, membuat mereka merasakan manfaat dan mengalihkan stigma merepotkan dari tax amnesty. “Sebab itu harus paham betul alurnya,” tutupnya. (est/rof)

Source : http://radarsurabaya.jawapos.com/read/2016/09/07/3330/uisi-kampanyekan-program-tax-amnesty
Image : ESTI/ RADAR GRESIK

en_US