Rencana Pengenaan Pajak Digital Picu Perdebatan di Pemerintahan Jerman

IKPI, Jakarta: Rencana pengenaan pajak digital terhadap raksasa teknologi global seperti Google dan Facebook kembali memicu perdebatan di dalam tubuh pemerintahan Jerman. Kali ini, pernyataan kontroversial datang dari Menteri Negara Urusan Kebudayaan, Wolfram Weimer, yang mengusulkan penerapan pungutan sebesar 10% bagi perusahaan digital asing. Namun, belum jelas apakah tarif itu akan dikenakan atas pendapatan kotor atau laba bersih perusahaan.

Proposal Weimer segera memantik respons tegas dari Kementerian Digital Jerman. Melalui juru bicaranya, kementerian tersebut menolak segala bentuk pajak yang diterapkan secara sepihak tanpa koordinasi internasional.

“Pajak digital harus dirancang dengan cermat, tidak bertentangan dengan regulasi Uni Eropa, serta tidak membebani konsumen akhir,” ujar juru bicara.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga Jerman sebagai pusat inovasi digital Eropa. Ketegangan ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan mendasar dalam kabinet. Di satu sisi, ada dorongan untuk mengambil langkah agresif menghadapi dominasi perusahaan teknologi global.

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa tindakan gegabah justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional dan menimbulkan efek domino terhadap harga layanan digital di kalangan masyarakat.

Perlu dicatat, gagasan Weimer saat ini belum menjadi bagian dari agenda prioritas pemerintah dan belum mengantongi dukungan resmi dari Kanselir Friedrich Merz. Meski demikian, wacana ini mencuat di tengah spekulasi rencana kunjungan Merz ke Amerika Serikat untuk bertemu Presiden Donald Trump, yang dikenal vokal menentang pajak digital Eropa terhadap perusahaan teknologi asal AS.

Dengan demikian, polemik ini tidak hanya menyangkut kebijakan fiskal, tetapi juga menyentuh dimensi geopolitik dan masa depan hubungan transatlantik di era ekonomi digital.

Dari sisi industri, Asosiasi Teknologi dan Digital Jerman Bitkom mengingatkan agar pemerintah tidak gegabah.

Presiden Bitkom, Ralf Wintergerst, mengatakan bahwa pungutan ini justru bisa berdampak buruk pada masyarakat dan sektor bisnis.

“Kalau pajak digital ini diterapkan, pasti akan ada kenaikan harga layanan digital. Ini jelas memperlambat digitalisasi layanan publik dan dunia usaha,” ujarnya, dikutip dari Reuters.

“Yang dibutuhkan saat ini bukan pajak tambahan, tapi justru pengurangan beban finansial pada sektor digital.”

Dengan tekanan dari berbagai arah, masa depan pajak digital di Jerman masih abu-abu. Yang jelas, jika kebijakan ini tak dihitung dengan matang, Jerman bukan cuma merusak iklim inovasi, tapi juga memukul kantong konsumennya sendiri. (alf)

 

 

Peserta Meningkat, Pelatihan Brevet Perpajakan IKPI Cabang Jambi Diminati Wajib Pajak

IKPI, Jambi: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jambi kembali menggelar Pelatihan Brevet Perpajakan A & B secara offline, yang digelar di KKP Nurlena, Charles, & Rekan dimulai hari Sabtu tanggal 17 Mei 2025. Pelatihan ini berlangsung setiap hari Sabtu (weekend) sekitar 3 bulan yang terdiri dari 30 sesi pertemuan. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan dari pengurus IKPI Cabang Jambi.

Tahun ini, jumlah peserta tercatat meningkat menjadi 20 orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menandakan tingginya minat masyarakat Jambi terhadap edukasi perpajakan.

Ketua IKPI Cabang Jambi, Edi Kurniawan menyampaikan bahwa pelatihan ini dirancang untuk menjawab kebutuhan dunia usaha dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan regulasi perpajakan terbaru, terutama pasca-implementasi sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 1 Januari 2025.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jambi)

“Peserta tahun ini berasal dari sektor-sektor strategis seperti pertambangan batu bara, rumah sakit, perdagangan, jasa, pelayaran, hingga koperasi. Ini menunjukkan bahwa kesadaran terhadap pentingnya pemahaman pajak semakin meluas di kalangan pelaku usaha,” ujar Edi, Senin (2/6/2025).

Dkkatakannya, materi pelatihan mencakup berbagai aspek penting dalam sistem perpajakan Indonesia, seperti Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan, PPh Potput (Pasal 4 ayat 2, Pasal 15, 22, 23/unifikasi), PPN, PPh Pasal 21/26, hingga pajak atas properti seperti PBB-P3, BPHTB, dan Bea Materai.

Pelatihan ini didukung oleh para pengajar berpengalaman yang mayoritas merupakan Konsultan Pajak berizin dari Kementerian Keuangan dan anggota resmi IKPI. Dengan pendekatan praktis dan berbasis regulasi terbaru, kegiatan ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan pajak yang lebih tinggi di kalangan wajib pajak.

“Harapan kami, kegiatan ini menjadi wadah edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di Kota Jambi, agar semakin memahami hak dan kewajiban perpajakan dengan benar,” ujarnya. (bl)

BI Sebut Modal Asing Masuk Rp 1,5 Triliun ke RI di Akhir Mei 2025

IKPI, Jakarta: Aliran modal asing kembali membanjiri pasar keuangan Indonesia menjelang akhir Mei 2025. Bank Indonesia (BI) mencatat adanya capital inflow sebesar Rp 1,50 triliun sepanjang periode 26–27 Mei 2025, mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor global terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Dalam pernyataan resmi pada Jumat (30/5/2025), Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengungkapkan bahwa dana asing tersebut mengalir ke dua instrumen utama: pasar saham dan surat berharga negara (SBN). “Investor nonresiden mencatatkan beli neto Rp 0,11 triliun di pasar saham dan Rp 2,02 triliun di pasar SBN,” jelasnya.

Meski begitu, pergerakan modal asing tidak sepenuhnya satu arah. Di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), tercatat adanya arus keluar atau jual neto sebesar Rp 0,63 triliun.

Di tengah fluktuasi ini, indikator risiko investasi Indonesia justru menunjukkan perbaikan. Premi credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun per 27 Mei 2025 tercatat turun menjadi 79,33 basis poin, dibandingkan posisi 82,56 basis poin pada 23 Mei 2025. Penurunan CDS ini menandakan persepsi risiko terhadap Indonesia yang kian membaik di mata investor global.

Secara akumulatif sejak awal tahun hingga 27 Mei 2025, investor asing mencatatkan beli neto Rp 47,10 triliun di pasar SBN. Namun, di sisi lain, tercatat jual neto sebesar Rp 45,34 triliun di pasar saham dan Rp 7,22 triliun di SRBI.

BI menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah dinamika global. “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” tegas Denny. (alf)

 

 

 

 

 

 

DJP: Realisasi Pajak April 2025 di Sulsel Terkoreksi 10%

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbarta) mencatat capaian penerimaan pajak di Sulawesi Selatan hingga April 2025 sebesar Rp2,85 triliun. Jumlah tersebut baru mencapai 21,50% dari target tahunan yang ditetapkan sebesar Rp13,27 triliun.

Kepala Kanwil DJP Sulselbarta, Heri Kuswanto, menyebutkan bahwa meskipun penerimaan sudah mencapai triliunan rupiah, secara tahunan atau year-on-year (yoy), terjadi penurunan kinerja sebesar 10,03% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan Rp4,02 triliun.

“Kontraksi ini sebagian dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi belanja di awal tahun serta belum terdistribusinya sejumlah deposit pajak ke jenis-jenis pajak tertentu,” ungkap Heri dikutip, Minggu (1/6/2025).

Lebih lanjut, Heri memaparkan kontribusi masing-masing jenis pajak terhadap total penerimaan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri masih menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 24,25% atau senilai Rp931,8 miliar. Namun, jenis pajak ini mengalami penurunan tajam 29,6% dari periode sebelumnya sebesar Rp1,32 triliun.

Sementara itu, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan mencatat kontribusi sebesar 15,13% atau Rp581,1 miliar dan tumbuh positif sebesar 3,3%. PPh Pasal 21 tercatat sebesar Rp328,7 miliar, menyumbang 8,56% dari total, namun mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 38,5%.

Jenis pajak lainnya, seperti PPh Final tercatat sebesar Rp227,5 miliar (5,92%), PPN Impor sebesar Rp189,9 miliar (4,94%) dengan pertumbuhan 18,9%, dan PPh Pasal 23 sebesar Rp72,3 miliar (1,88%). PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi menyumbang Rp147,6 miliar (3,84%), sedangkan PPh Pasal 22 Impor mencatat Rp45,3 miliar (1,18%).

Heri juga menambahkan bahwa implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 turut memengaruhi pola penyetoran pajak. “Aturan ini menyebabkan beberapa setoran dari non-instansi pemerintah, seperti BUMN, tercatat atas nama pemungut, bukan wajib pajak akhir,” jelasnya.

Meski demikian, DJP Sulselbarta tetap optimistis mampu menggenjot kinerja hingga akhir tahun melalui berbagai strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. (alf)

 

 

Pemkot Semarang Revisi Aturan Pajak dan Retribusi, Siapkan Transformasi Digital

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota Semarang mulai membahas revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai langkah adaptif terhadap dinamika kebijakan fiskal nasional. Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin mengungkapkan, pembahasan tingkat I perubahan Perda Nomor 10 Tahun 2023 sudah bergulir di DPRD Kota Semarang.

“Revisi ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Tujuannya agar regulasi kita tetap sinkron dengan kebijakan fiskal nasional dan tidak ketinggalan zaman,” ujar Iswar, dikutip  Minggu (1/6/2025).

Ia menekankan bahwa Perda tentang pajak dan retribusi memiliki posisi strategis dalam struktur keuangan daerah. “Ini bukan sekadar aturan, tapi juga wujud partisipasi masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik,” jelasnya.

Dalam pembahasan tersebut, sejumlah fraksi DPRD turut memberikan catatan kritis. Mulai dari penguatan pengawasan, peningkatan kualitas layanan, kemudahan akses bagi wajib pajak, hingga langkah tegas terhadap praktik pungutan liar.

Iswar menyambut baik masukan tersebut dan memastikan bahwa pihak eksekutif akan menindaklanjutinya secara konkret. “Kami berkomitmen untuk menyesuaikan arah kebijakan dan pelayanan, demi menciptakan sistem yang lebih adil, efisien, dan akuntabel,” tambahnya.

Sebagai bagian dari transformasi, Pemkot Semarang juga tengah mempercepat digitalisasi layanan perpajakan daerah. Proses ini mencakup penyediaan infrastruktur teknologi dan penguatan kapasitas sumber daya manusia.

“Kami ingin pengelolaan pajak tidak hanya transparan, tetapi juga mudah diakses masyarakat. Ini bagian dari upaya reformasi birokrasi di tingkat daerah,” tegas Iswar.

Langkah revisi dan digitalisasi ini diharapkan mampu memperkuat kemandirian fiskal Kota Semarang sekaligus memberikan pengalaman layanan publik yang lebih baik bagi warga. (alf)

 

 

 

Ini Negara-Negara dengan Tarif Pajak Tertinggi di Dunia dan Digunakan Untuk Apa Uangnya?

IKPI, Jakarta: Tak semua negara menerapkan tarif pajak yang ramah dompet. Beberapa justru mengenakan pajak penghasilan (PPh) sangat tinggi kepada individu maupun perusahaan. Namun, tarif tinggi ini biasanya dibarengi dengan pelayanan publik yang mumpuni dari pendidikan gratis hingga jaminan kesehatan universal.

Dikutip dari The Economic Times, berikut negara-negara yang memberlakukan tarif pajak penghasilan tertinggi di dunia per 2024–2025:

1. Pantai Gading – 60%

Pantai Gading menduduki posisi teratas dengan tarif pajak penghasilan tertinggi di dunia, yakni 60%. Meski mencengangkan, pungutan ini digunakan untuk membiayai berbagai layanan publik yang langsung dirasakan masyarakat.

2. Finlandia – 56,95%

Negeri di utara Eropa ini dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem jaminan sosial terbaik. Pada 2024, tarif PPh mencapai 56,95%. Warga Finlandia mendapat akses gratis ke layanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas sosial lainnya.

3. Jepang – 55,95%

Sebagai negara berteknologi tinggi dengan populasi lansia yang besar, Jepang mengenakan tarif pajak tinggi untuk mendanai program pensiun dan layanan kesehatan. PPh individu mencapai 55,95%, sementara PPh badan 30,62%, serta PPN 10%.

4. Denmark – 55,9%

Denmark menyeimbangkan pajak tinggi dengan kualitas hidup yang tinggi. Warganya mendapat akses merata ke pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Tarif PPh individu pada 2024 mencapai 55,9%, PPh badan 22%, dan PPN 25%.

5. Austria – 55%

Austria menerapkan sistem pajak progresif. Semakin besar penghasilan, semakin besar pula pungutan. Tahun 2024, tarif tertinggi PPh individu mencapai 55%. Sementara itu, tarif PPh badan dan PPN masing-masing sebesar 24% dan 20%.

6. Belgia – 53,7%

Di Belgia, tarif pajak tinggi dialihkan menjadi layanan publik unggulan seperti transportasi umum, jaminan kesehatan, dan perlindungan sosial. PPh di negara ini sebesar 53,7%.

7. Swedia – 52%

Swedia pernah menetapkan PPh individu tertinggi hampir menyentuh 62% pada 1996. Kini, tarifnya berada di angka 52%. Sistem pajaknya membiayai layanan pendidikan dan kesehatan gratis, serta tunjangan keluarga.

8. Belanda – 49%

Negara Kincir Angin ini mengenakan PPh individu sebesar 49%. Hasilnya digunakan untuk membiayai infrastruktur publik seperti transportasi, layanan kesehatan, dan pendidikan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia menganut sistem pajak progresif dengan tarif PPh pribadi berkisar antara 5% hingga 30%, tergantung pada jumlah penghasilan. Tarif ini tergolong lebih rendah dibanding negara-negara Eropa dan Asia Timur.

Per April 2025, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak sebesar Rp 557,1 triliun. Meski menunjukkan tren positif, angka tersebut masih lebih rendah 10,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sebagai langkah strategis untuk mendorong kinerja perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru pada 23 Mei 2025.

Pemerintah berharap perubahan ini bisa mengoptimalkan penerimaan negara di tengah tantangan ekonomi global.

Pajak Tinggi, Layanan Publik Unggul

Tarif pajak yang tinggi memang kerap menjadi sorotan. Namun, pengalaman dari negara-negara dengan PPh besar menunjukkan bahwa pungutan tersebut bisa berbuah manis jika dikelola dengan baik memberikan layanan publik unggul, menekan ketimpangan, dan menciptakan jaring pengaman sosial yang kuat. (alf)

 

 

IKPI Surabaya Gaungkan “AKSI” sebagai Simbol Kebersamaan

IKPI, Surabaya: Suasana hangat dan penuh energi malam itu terasa berbeda di lingkungan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya. Dalam balutan semangat kekeluargaan, pada Jumat (23/5/2025) sebanyak 15 anggota IKPI berkumpul mengikuti kegiatan bertajuk “AKSI” (Ayo Kita Sehat bareng IKPI), sebuah program baru yang digagas untuk menyatukan semangat hidup sehat dengan kebersamaan antaranggota.

Ketua IKPI Cabang Surabaya, Enggan Nursanti, menyebut AKSI sebagai lebih dari sekadar kegiatan olahraga. “Ini bukan hanya soal gerak badan. AKSI adalah ruang temu yang menyenangkan, tempat kita merawat kesehatan sambil mempererat silaturahmi,” kata Enggan Minggu (1/6/2025).

Kegiatan yang diprakarsai oleh Seksi Kepemudaan dan Olahraga dalam kepengurusan periode 2024–2029 ini mencerminkan upaya nyata organisasi dalam membangun relasi personal antaranggota di luar ruang formal.

Acara dimulai dengan Pemanasan dan dilanjutkan dengan permainan kelompok. Setiap agenda dirancang untuk memantik interaksi dan memperkuat solidaritas di antara para konsultan pajak yang tergabung di IKPI.

Diungkapkan Enggan, antusiasme peserta terlihat sejak awal. Salah satu peserta, Utomo, bahkan menyatakan harapannya agar kegiatan seperti ini bisa menjadi agenda rutin.

“Senang sekali bisa berkumpul seperti ini, rasanya lebih dari sekadar olahraga. Ada rasa dekat yang tumbuh,” katanya.

Tidak hanya sukses secara pelaksanaan, AKSI juga dinilai sebagai cikal bakal program kolaboratif lintas cabang.

Enggan mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menjajaki kemungkinan membawa AKSI ke tingkat regional bahkan nasional. “Kalau kita bisa sehat dan kompak bersama di Surabaya, kenapa tidak kita sebarkan semangat ini ke seluruh Indonesia?” katanya optimistis.

Menurutnya, dengan landasan semangat kebersamaan dan gaya hidup sehat, AKSI kini bukan hanya jadi program olahraga, tetapi telah menjelma sebagai simbol kekuatan komunitas profesi yang hidup dan saling mendukung.

IKPI Surabaya pun berkomitmen untuk menjadikan AKSI sebagai tradisi baru, tradisi sehat, akrab, dan penuh makna. (bl)

Pecahkan Rekor Kehadiran, IKPI Cabang Manado Sukses Gelar Seminar PPL Perdana dengan Mayoritas Peserta Umum

IKPI, Manado: Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) bertajuk “Bukti Pemotongan Pemungutan PPh, Faktur Pajak dan SPT PPN di Coretax Sistem” yang diselenggarakan oleh IKPI Cabang Manado sukses besar dan mencetak sejarah baru dalam pelaksanaan PPL di wilayah tersebut. Kegiatan ini digelar secara hybrid (online dan offline) pada Sabtu, (31/5/2025), di Luwansa Hotel & Convention Center, kawasan Teling, Kota Manado.

Ketua Panitia Roy Wantah menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas dukungan penuh dari Ketua Umum IKPI yang menjadi motivasi utama dalam terselenggaranya seminar ini. “PPL kali ini sungguh luar biasa. Kami mencatat kehadiran 108 peserta secara langsung di lokasi dan 7 peserta online dari luar daerah seperti Ternate dan Tobelo. Ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pelaksanaan PPL di cabang Manado, yang sebelumnya belum pernah melampaui angka 50 peserta,” ujarnya, Minggu (1/6/2025).

(Foto: Istimewa)

Yang lebih membanggakan juga, lanjut Roy, dari total peserta tersebut, 10 orang merupakan anggota IKPI Cabang Manado, sedangkan 105 sisanya adalah peserta umum dari berbagai latar belakang usaha, termasuk badan usaha milik daerah.

Antusiasme peserta begitu tinggi hingga panitia harus menutup pendaftaran lebih awal karena keterbatasan waktu dalam mencetak modul dan menyiapkan perlengkapan seminar. Yang menarik, peserta tidak hanya berasal dari kalangan anggota IKPI, tetapi juga dari berbagai bidang usaha, termasuk perwakilan badan usaha milik daerah.

“Dukungan ketua cabang Pak Tenie Londah dan kerja sama antar sesama pengurus cabang juga menjadi motor utama keberhasilan acara ini,” ujarnya.

(Foto: Istimewa)

Seminar ini menghadirkan narasumber nasional, Lukman Nul Hakim, dengan moderator Oktofianus Franszeblum Kotta, SE., MSA., BKP. Materi yang disampaikan sangat relevan dan aktual, seiring dengan baru dirilisnya sistem Coretax per 11/2025, yang menjadi perbincangan hangat di kalangan profesional pajak.

Diskusi yang intens membuat seminar berlangsung hingga pukul 18.00 WITA, melampaui jadwal yang direncanakan.

“Ini bukti nyata bahwa sinergi antara pengurus, panitia, narasumber, dan dukungan dari pengurus pusat dapat menghasilkan kegiatan yang bermakna dan berdampak langsung bagi para praktisi perpajakan di daerah,” kata Roy.

Seminar ini sekaligus menjadi penanda awal yang kuat bagi masa kepengurusan IKPI Cabang Manado periode 2024–2029 dalam mendorong profesionalisme dan pembaruan pengetahuan anggotanya. (bl)

Format Baru NSFP Era Coretax Kini 17 Digit dan Diberikan Otomatis

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menegaskan perubahan besar dalam format kode dan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) di era sistem administrasi perpajakan Coretax. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025, khususnya pada Pasal 37.

Dalam ketentuan terbaru, struktur NSFP mengalami perubahan signifikan, dari yang sebelumnya terdiri atas 16 digit menjadi 17 digit. Format baru ini terdiri atas tiga bagian: 2 digit kode transaksi, 2 digit kode status, dan 13 digit nomor seri faktur pajak.

“Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri atas 17 digit, yaitu: a. 2 digit kode transaksi; b. 2 digit kode status; dan c. 13 digit nomor seri faktur pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak,” bunyi Pasal 37 ayat (1).

Lebih rinci, 13 digit terakhir terbagi menjadi dua bagian, yakni 2 digit pertama menunjukkan tahun pembuatan e-Faktur, dan 11 digit berikutnya merupakan nomor urut yang ditentukan oleh sistem DJP. Tidak seperti sistem sebelumnya, kini NSFP diberikan secara otomatis saat e-Faktur diunggah melalui sistem Coretax dan mendapat persetujuan dari DJP.

Panduan Penggunaan Kode Transaksi Faktur Pajak

PER-11/PJ/2025 juga merinci penggunaan kode transaksi faktur pajak yang berlaku dalam sistem Coretax. Berikut adalah daftar dan fungsi masing-masing kode:

• Kode 01: Untuk transaksi biasa di mana PPN atau PPnBM dipungut langsung oleh PKP.

• Kode 02: Penyerahan kepada instansi pemerintah yang bertindak sebagai pemungut PPN.

• Kode 03: Untuk transaksi kepada pemungut PPN selain instansi pemerintah atau pihak ketiga yang ditunjuk DJP.

• Kode 04: Transaksi dengan dasar pengenaan pajak nilai lain, sesuai Pasal 8A UU PPN.

• Kode 05: Penyerahan dengan PPN besaran tertentu atau pemberian cuma-cuma, termasuk yang nilai pajaknya bisa Rp0,00.

• Kode 06: Penjualan kepada turis asing lewat toko retail peserta skema VAT refund.

• Kode 07: Untuk penyerahan dengan fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah (misalnya proyek hibah luar negeri, kawasan berikat, migas, dll.).

• Kode 08: Transaksi yang dibebaskan dari pengenaan PPN/PPnBM, seperti jasa bandara untuk luar negeri atau perwakilan asing.

• Kode 09: Penyerahan aktiva tetap yang awalnya tidak diperuntukkan untuk dijual.

• Kode 10: Kode baru untuk transaksi khusus yang tidak masuk kategori kode 01–09, termasuk penyerahan dengan tarif PPN berbeda dari tarif umum 12%.

Langkah Strategis Transformasi Digital Pajak

Dengan diberlakukannya aturan ini, DJP semakin memperkuat transformasi digital melalui sistem Coretax. Format NSFP yang lebih panjang dan pemberian otomatis bertujuan untuk meningkatkan akurasi, transparansi, dan efisiensi dalam penerbitan faktur pajak.

Aturan ini juga mendorong wajib pajak, khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP), untuk beradaptasi dengan sistem digitalisasi perpajakan yang lebih ketat namun juga memberikan kepastian hukum yang lebih jelas. (alf)

 

 

Ketua Umum IKPI Dorong PPL Sebagai Strategi Baru Kenalkan Organisasi dan Jaringan Klien

IKPI, Depok: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mendorong agar kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) tidak hanya menjadi sarana peningkatan kompetensi anggota, tetapi juga dimanfaatkan sebagai strategi memperkenalkan IKPI ke masyarakat luas dan membuka peluang jejaring klien baru.

Hal ini disampaikan Vaudy saat memberikan sambutan pada acara PPL yang diselenggarakan oleh IKPI Cabang Depok pada Sabtu (31/5/2025). Kegiatan tersebut diikuti oleh 75 peserta, di mana sekitar 40 persen berasal dari kalangan umum.

“PPL jangan hanya menjadi ruang internal. Ketika dibuka untuk umum bahkan berbayar ini justru membuka pintu bagi masyarakat mengenal IKPI dan berpotensi menjadi klien anggota,” ujarnya di hadapan peserta.

Menurut Vaudy, partisipasi peserta umum dalam jumlah signifikan menjadi sinyal positif bahwa edukasi perpajakan memiliki daya tarik tinggi di luar lingkup konsultan pajak. Ia mendorong pengurus daerah (Pengda) dan pengurus cabang (Pengcab) di seluruh Indonesia untuk menjadikan model ini sebagai pola baru dalam penyelenggaraan PPL.

Acara yang menghadirkan narasumber Nur Hidayat ini mengangkat topik baru yang sangat relevan dengan kebutuhan Wajib Pajak. Antusiasme peserta terlihat tinggi karena materi yang dibawakan merupakan “ketemuan baru” yang belum banyak dibahas dalam forum-forum sebelumnya.

Dengan pendekatan ini, IKPI tidak hanya memperkuat peran strategisnya dalam peningkatan kualitas profesi, tetapi juga tampil lebih terbuka, adaptif, dan dekat dengan masyarakat. (bl)

id_ID