Shadow Economy Global Masih Rata-Rata sekitar 16%, Rianto Abimail Ingatkan Indonesia Jangan Abai

IKPI, Jakarta: Fenomena shadow economy atau ekonomi bayangan kembali menjadi sorotan dalam diskusi panel bertajuk “Tepatkah Menargetkan Shadow Economy sebagai Cara Meningkatkan Penerimaan Pajak?” yang digelar secara hybrid di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, serta melalui Zoom Meeting, Jumat (26/9/2025).

Dalam forum tersebut, Rianto Abimail, Pengurus Pusat IKPI sekaligus panelis, memaparkan hasil penelitian global yang menunjukkan bahwa aktivitas shadow economy masih mendominasi perekonomian di berbagai negara, meskipun tren jangka panjangnya menurun.

“Menurut riset Prof. Patrick Schneider dan Dr. Alban Aslan, rata-rata shadow economy di 31 negara Eropa pada 2022 masih berada di angka 17% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini memang turun dibandingkan dekade sebelumnya, tapi tetap mengkhawatirkan,” ungkap Rianto.

Ia menambahkan, perbandingan antarnegara menunjukkan jurang yang cukup lebar. Swiss tercatat sebagai negara dengan shadow economy terendah yakni 5,6%, sementara Bulgaria berada di posisi tertinggi dengan 30%. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan fiskal dan kualitas kelembagaan berperan besar dalam mengendalikan aktivitas ekonomi bayangan.

Tak hanya Eropa, data global juga menegaskan bahwa shadow economy pada tahun 2023 masih bertahan di kisaran 11,8% hingga 19,3% dari PDB, tergantung pada metode pengukuran. Meski lebih rendah dibandingkan awal tahun 2000-an yang bisa menembus 26%, level ini dianggap masih rawan terhadap keberlanjutan fiskal.

“Shadow economy ibarat sisi gelap perekonomian yang selalu ada. Ia tidak bisa dihapus total, hanya bisa ditekan seminimal mungkin,” jelas Rianto dalam pemaparannya.

Menurutnya, kondisi ini harus menjadi alarm bagi Indonesia. Pasalnya, berbagai faktor yang memicu maraknya shadow economy juga masih terlihat jelas di dalam negeri, mulai dari tingginya tarif pajak, lemahnya efektivitas pemerintahan, lemahnya penegakan hukum, praktik korupsi, hingga tingginya tingkat pengangguran.

“Kalau tren global saja masih sekitar 16%, Indonesia tentu tidak boleh menutup mata. Kita berisiko mengalami kebocoran penerimaan pajak yang lebih besar jika shadow economy dibiarkan tanpa strategi pengawasan yang serius,” tegasnya.

Lebih jauh, Rianto menekankan bahwa penerimaan pajak Indonesia sangat bergantung pada kepatuhan wajib pajak yang terlihat fisik, namun perlu digali dari kepatuhan non fisik seperti kegiatan ekonomi melalui daring. Jika shadow economy tidak dikendalikan, beban fiskal akan semakin berat karena negara terpaksa menutup celah tersebut dengan utang.

Sebagai solusi, ia mendorong pemerintah untuk:

1. Menyederhanakan aturan perpajakan agar tidak mendorong wajib pajak “kabur” ke sektor informal.

2. Mengoptimalkan teknologi digital dalam mendeteksi transaksi yang tidak tercatat.

3. Menguatkan koordinasi antar-lembaga, terutama dalam memerangi praktik ilegal seperti judi online dan narkoba yang menjadi bagian dari shadow economy.

“Pajak adalah tulang punggung APBN. Jika shadow economy tetap besar, maka kita akan kehilangan potensi penerimaan yang bisa membiayai pendidikan, kesehatan, dan pembangunan. Inilah kenapa Indonesia harus belajar dari pengalaman global,” tutup Rianto.(bl)

Pemberlakuan Pajak E-Commerce Tunggu Ekonomi Pulih dan UMKM Siap

IKPI, Jakarta: Rencana pemerintah untuk mengenakan pajak kepada pedagang online lewat e-commerce resmi ditunda. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, kebijakan tersebut belum akan dijalankan sampai situasi perekonomian nasional benar-benar stabil.

Purbaya menjelaskan, pemerintah masih berhati-hati agar kebijakan pajak tidak justru membebani pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belakangan ramai menyuarakan penolakannya.

“Saya lihat begini, ini kan baru ribut-ribut kemarin (soal keberatan dari UMKM), ya kita tunggu dulu deh,” kata Purbaya dalam media briefing di kantornya, Jumat (26/9/2025).

Kebijakan yang semula dirancang untuk memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari transaksi penjualan merchant di marketplace itu masih dalam tahap kajian. Pemerintah pun belum menentukan platform e-commerce mana saja yang nantinya bakal ditunjuk sebagai pemungut pajak.

Menurut Purbaya, pemerintah ingin memastikan arah kebijakan fiskal tetap sejalan dengan tujuan besar mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia menegaskan, kebijakan pajak tidak boleh justru menjadi rem bagi geliat ekonomi digital yang sedang tumbuh pesat.

“Kalau kebijakan mendorong perekonomian itu sudah kelihatan dampaknya, baru kita akan pikirkan nanti,” ujarnya.

Keputusan ini menandakan sikap kompromi pemerintah di tengah tarik menarik kepentingan antara optimalisasi penerimaan negara dan keberlangsungan usaha para pedagang online. Sembari menunggu waktu yang tepat, pemerintah akan terus memantau perkembangan ekonomi dan menyerap masukan dari pelaku usaha. (alf)

 

Purbaya Klaim Sudah Kumpulkan Rp5,1 Triliun dari 84 Penunggak Pajak Jumbo

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengklaim upaya pemerintah menagih pajak macet dari para pengusaha besar mulai berbuah hasil. Hingga September 2025, sebanyak 84 wajib pajak jumbo tercatat telah membayar atau mencicil kewajiban mereka dengan total nilai Rp5,1 triliun.

“Per September ini, terdapat 84 wajib pajak yang sudah melakukan pembayaran atau angsuran dengan total Rp5,1 triliun,” ujar Purbaya dalam taklimat media di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Ia menegaskan pemerintah akan terus mengejar para penunggak pajak jumbo yang jumlahnya mencapai 200 wajib pajak. Dari daftar itu, mayoritas merupakan perusahaan besar, sementara sisanya wajib pajak perorangan.

Target Rp60 Triliun Akhir Tahun

Purbaya menargetkan seluruh tunggakan yang nilainya diperkirakan Rp50–60 triliun bisa tuntas pada akhir 2025. “Kami kejar terus, sampai akhir tahun selesai. Mereka tidak bisa lari lagi,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025, ia sudah menyatakan bahwa pemerintah memiliki daftar 200 wajib pajak besar yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Tagihan dari kelompok ini dipandang bisa menjadi mesin tambahan penerimaan negara di tengah kebutuhan belanja yang kian besar.

Meski gebrakan Purbaya menuai apresiasi, sejumlah ekonom mengingatkan agar langkah penagihan dilakukan dengan hati-hati. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai tidak semua pengusaha dalam daftar memiliki likuiditas cukup untuk langsung melunasi kewajiban.

“Jika tak mampu membayar, jalan keluarnya bisa jadi penyitaan aset. Tapi banyak aset sudah diagunkan ke bank. Pemerintah bisa menghadapi sengketa hukum, bahkan memicu gelombang kebangkrutan dan PHK,” jelas Wijayanto.

Menurutnya, bila kondisi itu terjadi, dampaknya bisa merusak persepsi investor terhadap iklim usaha Indonesia. Karena itu, strategi penagihan tidak bisa seragam. “Harus adil, transparan, dan jangan tebang pilih. Kalau tidak, kredibilitas kebijakan akan dipertaruhkan,” tegasnya.

Dengan Rp5,1 triliun yang sudah masuk ke kas negara, pemerintah masih punya pekerjaan besar untuk mengejar sisa puluhan triliun dari para penunggak pajak jumbo. Purbaya kini tinggal membuktikan bahwa klaim keberhasilan awal itu dapat berlanjut menjadi tuntasnya seluruh tagihan hingga akhir tahun.(alf)

 

 

Pemerintah Tunjuk Samsung Jadi Pemungut Pajak Digital, Kontribusi Tembus Rp 41 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi menunjuk Samsung Electronics Co., Ltd. sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia. Penunjukan ini berlaku mulai Agustus 2025, menegaskan peran perusahaan teknologi global dalam memperkuat penerimaan negara dari sektor digital.

Selain Samsung, tiga perusahaan lain juga bergabung sebagai pemungut PPN PMSE, yakni Blackmagic Design Asia Pte Ltd, PIA Private Internet Access, Inc., dan Neon Commerce Inc. Dengan tambahan tersebut, jumlah total pemungut PPN PMSE hingga Agustus 2025 mencapai 236 perusahaan. Namun, pemerintah juga mencabut satu penunjukan, yaitu TP Global Operations Limited.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa dari total pemungut yang ditunjuk, 201 perusahaan telah aktif memungut dan menyetorkan PPN PMSE.

“Dengan realisasi sebesar Rp 41,09 triliun, pajak digital kian menegaskan perannya sebagai penggerak utama penerimaan negara di era digital ini,” tegas Rosmauli, Jumat (26/9/2025).

Sejak diberlakukan pada 2020, PPN digital menunjukkan tren pertumbuhan pesat. Penerimaan tercatat Rp 731,4 miliar pada 2020, melonjak ke Rp 3,90 triliun pada 2021, Rp 5,51 triliun pada 2022, Rp 6,76 triliun pada 2023, serta Rp 8,44 triliun pada 2024. Hingga Agustus 2025 saja, setoran sudah mencapai Rp 6,51 triliun.

Jika digabung dengan sektor pajak digital lain seperti fintech, kripto, dan Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP), total kontribusi pajak digital menembus Rp 41,09 triliun per 31 Agustus 2025.

Pemerintah optimistis tren positif ini akan terus berlanjut seiring meluasnya basis pemungutan PPN PMSE, berkembangnya ekosistem digital, serta semakin matangnya sistem perpajakan berbasis teknologi. (alf)

 

 

Harga Mobil Bisa Turun, Pemerintah Kaji Diskon hingga 100% BBNKB

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi masyarakat yang berencana membeli kendaraan. Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan pemberian diskon besar untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), bahkan sampai opsi penghapusan 100 persen. Langkah ini digadang-gadang sebagai strategi baru untuk meringankan beban masyarakat sekaligus mendongkrak penjualan kendaraan di tengah daya beli yang melemah.

Asisten Deputi Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, menyebutkan bahwa BBNKB bisa menjadi kunci agar harga kendaraan lebih terjangkau. “Kita minta potongan 50 persen untuk balik nama. Kalau dimungkinkan bebas 100 persen, 50 persen, atau bahkan lima persen, ini bisa jadi jurus baru agar harga jual kendaraan bisa turun,” ujarnya, Sabtu (27/9/2025).

Atong menegaskan bahwa saat ini beban pajak kendaraan cukup berat, mencapai hampir 40 persen dari harga jual. Angka itu merupakan gabungan dari BBNKB, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hingga tarif lainnya. “Karena itu, fokus paling realistis adalah BBNKB. Kalau PPN atau PPnBM harus lewat undang-undang, butuh waktu panjang. Sementara BBNKB lebih fleksibel untuk segera disesuaikan,” katanya.

Pemerintah menilai langkah ini bisa mengikuti jejak kebijakan untuk kendaraan listrik, yang sudah lebih dulu mendapat pengecualian pajak. Dalam UU Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah (HKPD) serta Permendagri 7/2025, mobil listrik murni dikecualikan dari objek PKB dan BBNKB. “Kalau kendaraan berbasis energi terbarukan bisa digratiskan, tentu ada peluang untuk memberi keringanan pada kendaraan lain agar pasar kembali bergairah,” tambah Atong.

Meski begitu, ia menegaskan kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan lembaga. Pemerintah harus mencari formula paling tepat agar daya beli masyarakat pulih, industri otomotif tetap tumbuh, sekaligus tidak mengganggu penerimaan pajak daerah.

“Tujuan akhirnya sederhana: harga kendaraan lebih murah, pembeli berani belanja, dan industri bisa bergerak lagi,” pungkas Atong. (alf)

 

 

 

 

Ini Pesan Menkeu Purbaya Kepada Crazy Rich di Indonesia

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan pesan tegas sekaligus sindiran halus kepada para konglomerat Indonesia yang kerap disebut crazy rich. Ia meminta kelompok masyarakat berpendapatan tinggi itu untuk lebih patuh membayar pajak, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan tarif tertinggi 35%.

Menurut Purbaya, kepatuhan para wajib pajak berpenghasilan di atas Rp 5 miliar masih jauh dari harapan. Padahal, kontribusi mereka sangat menentukan keadilan sistem perpajakan sekaligus memperkuat kas negara.

“Yang penting mereka comply dulu sama aturan. Jangan kabur-kabur. Kalau mereka taat, kita pastikan tarif enggak dinaikkan lagi,” ujar Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Purbaya menegaskan, pemerintah akan memberikan banyak keuntungan bila para orang kaya ini menjalankan kewajibannya. Mulai dari kepastian tarif yang stabil, peningkatan kualitas layanan perpajakan, hingga perlindungan dari intervensi aparat pajak.

“Kalau sudah bayar sesuai aturan, enggak akan diganggu lagi oleh aparat pajak. Itu janji saya,” tegasnya.

Ia juga menambahkan, Kementerian Keuangan akan membuka kanal khusus pengaduan langsung ke dirinya. Kanal ini bertujuan melindungi wajib pajak dari tindakan tidak profesional oknum petugas pajak.

“Nanti saya buka pengaduan langsung ke Menteri Keuangan. Tentu bukan saya sendiri yang baca, ada tim khusus yang memantau. Kalau ada aparat yang nakal, bisa segera saya tindak,” jelasnya.

Setoran Crazy Rich Masih Mini

Data Kemenkeu mencatat, setoran PPh 21 yang mayoritas berasal dari karyawan mencapai Rp 223,42 triliun per November 2024, setara dengan 13,2% penerimaan pajak nasional. Sebaliknya, kontribusi PPh Orang Pribadi, termasuk dari para crazy rich, hanya Rp 13,38 triliun atau 0,8% dari total penerimaan.

“Angka ini jelas menunjukkan jurang kepatuhan. Mereka yang penghasilannya besar justru setoran pajaknya sangat minim,” kata Purbaya.

Purbaya berikan peringatan keras, bahwa pemerintah tidak akan segan menindak pengemplang pajak, tetapi tetap siap memberikan kenyamanan bagi mereka yang taat.

“Pilihannya sederhana, bayar pajak sesuai aturan dan nikmati insentif, atau tetap main-main dan berhadapan dengan risiko hukum,” pungkasnya. (alf)

 

Ketum Vaudy Bubarkan Panitia HUT ke-60 dengan Penuh Apresiasi dan Berharap Regenerasi di Kegiatan Mendatang

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, secara resmi membubarkan Panitia HUT ke-60 IKPI dalam acara yang digelar di Jakarta Selatan, Sabtu (27/9/2025). Namun, pembubaran ini bukanlah akhir, melainkan bentuk penghargaan sekaligus momentum refleksi atas keberhasilan besar yang diraih panitia dalam menyelenggarakan perayaan ulang tahun emas keenam dekade IKPI.

Dalam sambutannya, Vaudy menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh panitia yang terdiri dari pengurus pusat, cabang, hingga anggota muda IKPI yang bekerja tanpa kenal lelah selama tiga bulan terakhir. “Saya tidak menyangka antusiasme peserta dalam setiap rangkaian kegiatan HUT ke-60 ini begitu luar biasa. Kerja keras panitia benar-benar berbuah manis dan membanggakan seluruh keluarga besar IKPI,” ujar Vaudy.

Serangkaian kegiatan HUT ke-60 IKPI memang berlangsung meriah dan sarat makna. Mulai dari lomba cerdas cermat perpajakan yang menguji kemampuan generasi muda konsultan pajak, turnamen golf yang mempererat jejaring antarprofesional, sepeda santai yang menyehatkan sekaligus memupuk kebersamaan, hingga kegiatan donor darah yang mencetak sejarah baru.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dari program donor darah, IKPI berhasil meraih Rekor MURI dengan menghadirkan lebih dari 6.000 pendonor dari target semula 5.000. Capaian ini tak hanya menjadi kebanggaan organisasi, tetapi juga bukti nyata kontribusi IKPI bagi masyarakat luas.

Tak berhenti di situ, IKPI juga berhasil mencatatkan diri sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota aktif lebih dari 7.000 orang, atau sekitar 85 persen dari total konsultan pajak yang ada di Indonesia menurut data P2PK Kementerian Keuangan. Pengakuan ini semakin menegaskan posisi IKPI sebagai kekuatan utama profesi konsultan pajak di Tanah Air.

Meski bangga dengan pencapaian tersebut, Vaudy tidak ingin terlena. Ia menegaskan pentingnya regenerasi dalam tubuh organisasi, khususnya di kepanitiaan kegiatan besar. Menurutnya, pengalaman mengelola acara berskala nasional seperti seminar nasional maupun HUT harus dirasakan oleh banyak anggota agar terjadi kaderisasi dan penguatan kapasitas di semua lini.

“Ke depan, kepanitiaan tidak boleh hanya diisi oleh orang-orang yang sama. Kami ingin setiap anggota, baik dari pusat maupun cabang, merasakan pengalaman memimpin dan mengelola acara besar. Regenerasi ini penting agar IKPI semakin solid dan siap menghadapi tantangan di masa mendatang,” tegas Vaudy.

Vaudy juga menekankan bahwa IKPI tidak akan bergantung pada event organizer dalam pelaksanaan kegiatan apa pun. Sebaliknya, organisasi akan terus memberdayakan anggota dan tim sekretariat untuk menyukseskan setiap program.

“Kita harus percaya pada kekuatan internal. Kekompakan dan kerja keras sendiri sudah terbukti mampu menghasilkan kegiatan sebesar ini tanpa campur tangan pihak luar,” tambahnya.

Dengan semangat regenerasi dan pemberdayaan internal tersebut, IKPI di usianya yang ke-60 tidak hanya merayakan capaian, tetapi juga menatap masa depan dengan optimisme. Bagi Vaudy, perayaan kali ini adalah bukti bahwa kebersamaan dan komitmen anggota bisa melahirkan sejarah baru, sekaligus pondasi kuat untuk melangkah ke dekade berikutnya.(bl)

Ekonom UI Kritik Threshold UMKM, Celah Penghindaran Pajak yang Dibiarkan 17 Tahun

IKPI, Jakarta: Ambang batas omzet UMKM Rp4,8 miliar per tahun yang dikenai tarif pajak final 1% mendapat kritik tajam dari peneliti LPEM FEB UI, Vid Adrison. Menurutnya, aturan tersebut telah menjadi ladang subur praktik penghindaran (tax avoidance) hingga penggelapan (tax evasion) pajak.

“Threshold Rp4,8 miliar itu kelewat tinggi. Sejak ditetapkan tahun 2008 hingga sekarang, banyak pelaku usaha sengaja menahan omzet agar tidak lewat batas. Kalau pun lewat, mereka akali dengan menaikkan cost agar laba terlihat kecil. Itu jelas permainan pembukuan,” kata Vid.

Ia mengutip penelitian yang menunjukkan perbedaan mencolok antara rasio biaya terhadap penjualan (cost over sales) pelaku usaha di bawah dan di atas Rp4,8 miliar. “Begitu omzet melewati threshold, rasio biaya langsung melonjak drastis. Artinya ada over-claim cost untuk menekan laba kena pajak. Ini bukti nyata bahwa aturan justru membuka ruang manipulasi,” tegasnya.

Fenomena itu, lanjut Vid, membuat sistem perpajakan Indonesia kehilangan banyak potensi penerimaan. Padahal, tujuan awal pemberian tarif final UMKM adalah untuk memudahkan pelaporan dan mendorong kepatuhan.

“Ironisnya, justru yang terjadi adalah kompetisi tidak sehat. Pelaku usaha yang taat aturan kalah bersaing dengan mereka yang sengaja main di bawah radar,” ungkapnya.

Vid menyarankan pemerintah melakukan reformasi serius terhadap kebijakan UMKM. Ada dua opsi: menurunkan threshold agar lebih realistis, atau menaikkan tarif final agar tidak terlalu menguntungkan dibanding tarif normal. “Kalau tidak diperbaiki, ini akan jadi penyakit kronis yang terus menggerus penerimaan negara,” tandasnya. (bl)

 

Rianto Abimail Ungkap 67% Orang Kaya Pilih Masuk Shadow Economy

IKPI, Jakarta: Fakta mengejutkan disampaikan Rianto Abimail, Pengurus Pusat IKPI, saat menjadi panelis dalam Diskusi Panel bertema “Tepatkah Menargetkan Shadow Economy sebagai Cara Meningkatkan Penerimaan Pajak?” di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (26/9/2025).

Mengutip hasil EY Shadow Economic Expose 2025, Rianto mengungkap bahwa kelompok wajib pajak berpenghasilan tinggi (high income) justru menjadi penyumbang terbesar aktivitas shadow economy.

“Angkanya fantastis, 67,1% wajib pajak kaya lebih memilih bersembunyi di shadow economy ketimbang patuh membayar pajak,” ungkap Rianto.

Menurutnya, semakin besar penghasilan seseorang, semakin tinggi pula kecenderungan untuk melakukan praktik ekonomi bayangan. Setelah kelompok high income, disusul oleh upper middle income, lower middle income, dan terakhir low income.

Fenomena ini, kata Rianto, menandakan bahwa kebijakan pajak yang terlalu menekan kelompok berpenghasilan tinggi bisa menjadi bumerang. Alih-alih meningkatkan penerimaan negara, justru mendorong orang kaya mencari jalan pintas di luar radar pajak.

“Pemerintah jangan hanya fokus mengejar kelompok high income. Kebijakan pajak harus adil, sederhana, dan merata. Kalau tidak, kebocoran penerimaan akibat shadow economy akan makin lebar,” ujarnya.

Rianto menekankan bahwa kepatuhan pajak tidak bisa dipaksakan hanya dengan instrumen pemeriksaan, melainkan harus dibangun lewat kepercayaan, kesederhanaan aturan, dan kepastian hukum. (bl)

IKPI Depok Dorong Anggota Kuasai Coretax Lewat Seminar PPL Perpajakan

IKPI, Depok: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok, Hendra Damanik, menegaskan bahwa penguasaan sistem administrasi perpajakan berbasis digital Coretax merupakan hal mutlak bagi konsultan pajak maupun wajib pajak. Penegasan ini disampaikannya di Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) bertema “Implementasi Pembaharuan Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian SPT Masa dan Tahunan Sesuai PER-11/PJ/2025 pada Coretax” di Hotel Santika, Depok, Sabtu (27/9/2025).

Diungkapkan Hendra, acara ini diikuti oleh 92 peserta anggota IKPI dan 15 peserta umum, menandakan tingginya antusiasme terhadap topik implementasi regulasi terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Seminar menghadirkan Anwar Hidayat (narasumber), serta turut dihadiri Wakil Ketua Umum IKPI, Nuryadin Rahman.

Dalam pernyataannya, Hendra menekankan bahwa Chat of Account (CoA) yang digunakan wajib pajak harus sesuai dengan standar yang tersedia di sistem Coretax. Jika terjadi ketidaksesuaian, maka akan muncul kendala serius dalam pelaporan pajak, yang pada akhirnya dapat merugikan wajib pajak sendiri.

“CoA wajib pajak tidak bisa dibuat sembarangan. Harus mengikuti standar yang sudah disediakan DJP di Coretax. Kalau tidak sesuai, bukan hanya menghambat proses administrasi, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah kepatuhan,” jelas Hendra dengan nada tegas.

Menurutnya, hal ini menjadi alasan mengapa seminar PPL sangat penting, yakni untuk memastikan anggota IKPI Depok memahami detail teknis sekaligus siap mendampingi klien mereka dalam menghadapi perubahan sistem administrasi pajak.

Peran IKPI dalam Sosialisasi Pajak

Lebih jauh, Hendra menegaskan bahwa kegiatan PPL ini bukan sekadar forum akademis, tetapi juga bentuk kontribusi nyata IKPI terhadap peningkatan kepatuhan perpajakan di Indonesia. Dengan pengetahuan yang diperbarui, anggota IKPI diharapkan mampu menjadi jembatan informasi antara pemerintah dengan wajib pajak.

“PPL ini membuat anggota IKPI semakin siap membantu pemerintah dalam memberikan edukasi dan sosialisasi. Dengan begitu, klien-klien pajak mereka bisa lebih patuh, lebih tertib administrasi, dan terhindar dari masalah hukum yang tidak perlu,” ujar Hendra.

Apresiasi untuk Wakil Ketua Umum 

Dalam kesempatan yang sama, Hendra juga menyampaika apresiasi dan ucapan selamat atas terpilihnya Nuryadin Rahman sebagai Wakil Ketua Umum IKPI. Hendra berharap Nuryadin bisa membawa semangat baru bagi organisasi.

“Selamat kepada Pak Nuryadin. Kami yakin beliau mampu membawa IKPI semakin dikenal di semua kalangan, terus berkembang, semakin maju, dan jaya,” kata Hendra.

Kehadiran Nuryadin dalam seminar ini juga menjadi penyemangat tersendiri bagi para peserta. Sosoknya dinilai mampu memperkuat posisi IKPI dalam kancah nasional, sekaligus memastikan organisasi ini tetap relevan dengan perkembangan zaman, terutama dalam menghadapi era digitalisasi perpajakan.

Melalui seminar ini, IKPI Depok menegaskan komitmennya untuk terus beradaptasi dengan setiap regulasi baru yang diterbitkan pemerintah. Implementasi PER-11/PJ/2025 dinilai sebagai momentum penting untuk memperkuat kapasitas anggota dalam memahami Coretax secara komprehensif.

“Kalau kita tidak mengikuti perkembangan, kita akan tertinggal. Karena itu, IKPI Depok memastikan anggotanya selalu siap menghadapi tantangan baru dalam dunia perpajakan,” pungkas Hendra.

Hendra menegaskan, seminar PPL di Depok tidak hanya menjadi ajang pembaruan ilmu, tetapi juga forum penguatan peran IKPI dalam mendukung pemerintah, melayani wajib pajak, serta menjaga profesionalisme konsultan pajak di era digital. (bl)

id_ID