FGD IKPI: Adilkah Penerapan NPPN Secara Jabatan bagi WP Badan?

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menyelenggarakan forum diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD) sebagai wujud komitmen organisasi dalam memperkuat kapasitas profesional anggotanya. FGD kali ini mengangkat tema krusial dan penuh perdebatan: “Pengenaan NPPN Secara Jabatan Pemeriksaan WP Badan, Apakah Adil?”

Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, mengajak seluruh anggota IKPI untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai sarana menambah wawasan, berdiskusi secara mendalam, dan memperkuat solidaritas profesi konsultan pajak.

“FGD ini bukan sekadar forum diskusi, melainkan juga ruang pembelajaran kolektif untuk mendalami dinamika kebijakan perpajakan yang berdampak langsung terhadap praktik profesi konsultan pajak. Kami ingin agar anggota aktif menyuarakan pandangan, menyumbangkan pengalaman lapangan, dan membangun perspektif yang lebih utuh terhadap isu pengenaan NPPN secara jabatan,” ungkap Jemmi.

Ia menegaskan, partisipasi dalam FGD ini memberikan berbagai manfaat strategis bagi anggota IKPI, di antaranya:

• Peningkatan Kapasitas Profesional:

Anggota akan memperoleh pemahaman mendalam tentang pengenaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), khususnya dalam konteks pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Badan. Ini penting untuk menghadapi tantangan teknis dan yuridis dalam praktik sehari-hari.

• Akses ke Narasumber Berpengalaman:

FGD akan menghadirkan pembicara yang memiliki latar belakang akademik dan praktisi pajak yang kaya pengalaman, yaitu:

• Andry Dermawanto, SE, SH, MM

• Andreas Budiman, SE, SH, M.Si, MH

• Daniel Benyamin De Poere, SE, M.Ak, Ak, CA, CPA

• Forum Dialog Terbuka dan Konstruktif:

Peserta dapat menyampaikan pandangan kritis dan pengalaman nyata dalam praktik konsultan pajak, termasuk tantangan interpretasi peraturan dan pendekatan pemeriksaan oleh otoritas pajak.

• Menjaga Soliditas Profesi Konsultan Pajak:

FGD menjadi wadah memperkuat kekompakan dan kesatuan suara antaranggota dalam menyikapi isu-isu yang menyentuh prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam perpajakan.

• Gratis & Eksklusif untuk Anggota:

Kegiatan ini disediakan secara gratis dan eksklusif hanya untuk anggota IKPI, sebagai bentuk pelayanan organisasi dalam peningkatan kualitas anggotanya secara berkelanjutan.

Sekadar informasi, acara tersebut akan diselenggarakan pada Jumat, 4 Juli 2025, pukul 14.00 – 16.00 WIB melalui platform Zoom Meeting, Link Registrasi: https://us02web.zoom.us/meeting/register/yymgl9sxS5yQWKRj_s2Lqg Meeting ID: 853 7286 1664

Jemmi menambahkan bahwa melalui diskusi seperti ini, IKPI ingin menguatkan posisi konsultan pajak sebagai mitra kritis pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil, proporsional, dan berkepastian hukum.

“Semakin banyak anggota yang terlibat aktif, semakin kuat pula suara kita dalam memperjuangkan praktik perpajakan yang sehat dan berkeadilan,” tutupnya.

Acara ini diselenggarakan oleh Departemen FGD IKPI dan menjadi bagian dari rangkaian kegiatan strategis organisasi dalam menyikapi dinamika kebijakan perpajakan nasional. (bl)

IEF Sebut Indonesia Hadapi Tekanan Fiskal Serius

IKPI, Jakarta: Indonesia tengah dihadapkan pada tekanan fiskal yang kian menguat akibat penurunan penerimaan pajak secara konsisten sejak awal 2025. Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute menilai situasi ini membuka peluang bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan merevisi kebijakan perpajakan nasional demi menjaga stabilitas fiskal.

Direktur Eksekutif IEF, Ariawan Rahmat, mengungkapkan bahwa hingga Mei 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mencatat defisit sebesar Rp21 triliun, setara 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut timbul dari ketimpangan antara pendapatan negara yang baru mencapai Rp995,3 triliun dan belanja negara yang telah menembus Rp1.016,3 triliun.

“Ini baru 28,1 persen dari total anggaran 2025 yang senilai Rp3.621,3 triliun, tetapi tekanan fiskalnya sudah sangat terasa. Komposisinya menunjukkan ketidakseimbangan yang bisa semakin memburuk tanpa langkah korektif,” ujar Ariawan, Kamis (26/6/2025).

Untuk menutup defisit, pemerintah telah menarik utang baru senilai Rp349,3 triliun hingga Mei 2025, melonjak drastis 164 persen dibandingkan tahun lalu. Utang ini digunakan antara lain untuk program strategis seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan ketahanan pangan.

Kendati demikian, rasio utang terhadap PDB justru turun ke level 30,3 persen per April 2025, dengan total utang luar negeri tercatat sebesar 431,55 miliar dolar AS. Namun, sorotan utama datang dari sisi penerimaan perpajakan yang mengalami penurunan signifikan.

Hingga Mei, penerimaan pajak tercatat minus 10,13 persen secara tahunan. Bahkan pada Februari, kontraksi mencapai 30,1 persen, hanya mengumpulkan Rp187,8 triliun, jauh di bawah capaian tahun sebelumnya. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa penerimaan pajak 2025 bisa meleset dari target hingga Rp120–Rp140 triliun.

Ariawan mengidentifikasi sejumlah faktor yang memperberat penurunan ini, seperti turunnya harga komoditas ekspor, perlambatan ekonomi global, serta belum optimalnya implementasi sistem administrasi pajak Coretax di awal tahun.

“Dalam situasi ini, pemerintah berpotensi mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan perpajakan yang lebih agresif untuk menambal defisit dan menjaga keberlanjutan fiskal,” tegas Ariawan.

Menurutnya, landasan hukum seperti UU No. 7 Tahun 2021 dan UU No. 28 Tahun 2007 membuka ruang bagi pemerintah untuk mengubah parameter perpajakan, termasuk kemungkinan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga maksimal 15 persen.

Salah satu opsi yang kembali mengemuka adalah menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen, wacana yang sebelumnya sempat tertunda.

Namun, Ariawan mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak diberlakukan secara tergesa-gesa. Ia menilai bahwa daya beli masyarakat masih rentan, dan peningkatan tarif PPN bisa berdampak pada tekanan konsumsi domestik yang belum sepenuhnya pulih.

Sebagai alternatif, ia merekomendasikan pemerintah untuk memperluas basis PPN melalui revisi negative list, serta memperketat pengawasan terhadap transaksi ekonomi digital dan sektor informal yang rawan tidak tercatat (unrecorded economy).

“Langkah ini lebih moderat dan tidak langsung membebani konsumsi masyarakat. Ini saatnya fokus pada reformasi struktural pajak yang lebih cermat dan inklusif,” ujarnya. (bl)

 

Lelang Aset Sitaan Kanwil DJP Jakarta Selatan Hasilkan Rp1,34 Miliar

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak terus menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan kepatuhan perpajakan. Kali ini, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan I bersama seluruh Kanwil DJP se-Jakarta Raya menggelar lelang eksekusi serentak atas aset milik penanggung pajak, sebagai bagian dari upaya intensifikasi penagihan pajak secara aktif.

Objek lelang berasal dari hasil penyitaan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Selatan I dan KPP Pratama Jakarta Tebet. Di antara aset yang ditawarkan, terdapat satu unit apartemen The Bellagio Residence seluas 77 meter persegi dengan nilai limit Rp1,26 miliar dan satu unit mobil Daihatsu Ayla 1.0 X MT tahun 2018 berwarna merah dengan nilai limit Rp72,46 juta.

Proses lelang dilaksanakan secara daring melalui situs resmi www.lelang.go.id tanpa kehadiran fisik peserta. Pejabat lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV menetapkan pemenang lelang pada hari yang sama. Hasilnya, apartemen berhasil terjual dengan harga Rp1,267 miliar, sedangkan mobil laku Rp76,96 juta. Total nilai lelang mencapai Rp1,34 miliar, yang seluruhnya digunakan untuk melunasi tunggakan pajak dari para wajib pajak yang bersangkutan.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengapresiasi inisiatif ini dan berharap agar pelaksanaan lelang serentak seperti ini terus dilanjutkan.

“Hal seperti ini silakan dilanjutkan. InsyaAllah kita akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (25/6/2025).

Kepala Kanwil DJP Jaksel I Dionysius Lucas Hendrawan, menyatakan bahwa kegiatan ini bukan sekadar aksi penagihan, tetapi juga bentuk edukasi kepada masyarakat untuk lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan.

“Harapannya kegiatan lelang serentak ini dapat menjadi gaung nasional untuk mendorong kepatuhan masyarakat,” ungkap Lucas.

Ia menambahkan bahwa kegiatan serupa akan digelar dua kali dalam setahun sebagai bagian dari strategi berkelanjutan dalam menjaga integritas sistem perpajakan nasional. (alf)

 

Pemutihan Pajak Kendaraan di Banten Diperpanjang hingga Oktober 2025

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi pemilik kendaraan bermotor di Provinsi Banten. Gubernur Andra Soni secara resmi memperpanjang program pemutihan pajak kendaraan bermotor hingga 31 Oktober 2025. Perpanjangan ini diatur dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 286 Tahun 2025 tentang Pembebasan Pokok dan/atau Sanksi Pajak Kendaraan Bermotor.

Program yang awalnya dijadwalkan berakhir pada 30 Juni 2025 ini kini akan kembali memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengurus tunggakan pajak kendaraan mereka tanpa dibebani sanksi denda maupun pokok pajak tertentu. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Juli hingga 31 Oktober 2025 mendatang.

“Pembebasan pokok dan atau sanksi pajak kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada diktum kedua dimulai tanggal 1 Juli 2025 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2025,” demikian bunyi salinan Kepgub yang ditandatangani Andra Soni pada 25 Juni 2025 di Serang.

Keputusan perpanjangan ini bukan tanpa alasan. Menurut Andra Soni, program pemutihan yang digelar sejak 10 April 2025 mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Pemprov mencatat lonjakan signifikan dalam pendaftaran ulang kendaraan, termasuk kendaraan-kendaraan lama yang sebelumnya tidak aktif dalam database perpajakan.

“Antusiasme masyarakat luar biasa. Banyak kendaraan yang sebelumnya tak aktif kini didaftarkan ulang, baik yang sudah tua, yang baru, maupun yang sedang. Ini juga berdampak positif pada penerimaan pajak kendaraan bermotor,” kata Andra di Gedung Negara Pemprov Banten, Kota Serang, Senin (19/5/2025).

Gubernur Andra mengungkapkan bahwa keputusan ini lahir dari banyaknya aspirasi masyarakat yang meminta tambahan waktu untuk mengikuti program pemutihan. Pemprov pun melakukan kajian menyeluruh sebelum akhirnya menetapkan perpanjangan.

“Banyak harapan dari masyarakat agar diberikan kelonggaran waktu. Setelah melakukan analisis dan mempertimbangkan kondisi fiskal serta penyusunan anggaran ke depan, kami memutuskan untuk memperpanjangnya,” jelasnya.

Program ini dinilai tidak hanya meringankan beban masyarakat, tetapi juga meningkatkan kesadaran pajak serta menambah pendapatan daerah. Masyarakat pun diimbau untuk memanfaatkan waktu yang tersedia sebaik-baiknya.

“Kami harap masyarakat tidak menunda lagi. Gunakan kesempatan ini untuk menuntaskan kewajiban pajak kendaraan sebelum 31 Oktober 2025,” kata Andra.

 

 

 

 

Pengembang Usulkan Pemberian Insentif Pajak Properti Hijau

IKPI, Jakarta: Para pengembang properti Tanah Air semakin giat mendorong pengembangan proyek berkonsep hijau dan berkelanjutan. Namun, tingginya biaya investasi menjadi tantangan utama dalam merealisasikan properti ramah lingkungan secara masif. Karena itu, sejumlah pengembang besar mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif fiskal berupa pembebasan atau pengurangan pajak untuk mempercepat adopsi bangunan hijau di Indonesia.

Managing Director PT Ciputra Development Tbk (CTRA), Budiarsa Sastrawinata menuturkan, komitmen membangun properti hijau membutuhkan biaya besar, mulai dari perencanaan desain berorientasi iklim, penggunaan material rendah karbon, hingga pemasangan teknologi hemat energi dan air. “Biaya itu dikeluarkan untuk memenuhi standar agar proyek bisa memperoleh sertifikat properti hijau, seperti EDGE atau Greenship,” katanya, Jumat (27/6/2025).

Ciputra Development sendiri telah mengembangkan tujuh proyek bersertifikat hijau yang terdiri atas lima bangunan tinggi (high rise) dan dua proyek hunian. Enam proyek meraih sertifikasi EDGE dari International Finance Corporation (IFC), dan satu proyek memperoleh Greenship dari Green Building Council Indonesia (GBCI). Budiarsa menjelaskan, efisiensi dari bangunan hijau mencapai 20% dalam penggunaan air, energi, dan bahan bangunan.

Namun, dia tak menampik bahwa implementasi properti hijau belum berjalan mulus. Tantangan besar di lapangan mencakup minimnya baseline data untuk memenuhi kriteria taksonomi hijau, lemahnya ekosistem regulasi, hingga kebutuhan akan kebijakan insentif agar investasi hijau lebih menarik secara komersial.

Senada, Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), Adrianto Pitojo Adhi, mengungkapkan bahwa pembangunan hunian hijau membutuhkan biaya tambahan sebesar 30% hingga 35% dibanding hunian konvensional. “Pemerintah seharusnya mempertimbangkan skema insentif fiskal bagi pengembang hijau agar proyek berkelanjutan ini bisa dijangkau pasar yang lebih luas,” ucapnya.

Sementara itu, PT Intiland Development Tbk (DILD) juga menunjukkan keseriusannya dalam membangun gedung ramah lingkungan. Wakil Direktur Utama Intiland, Utama Gondokusumo, menjelaskan bahwa pendekatan ramah lingkungan diterapkan sejak tahap pengadaan material. Misalnya, pada proyek apartemen Fifty Seven Promenade, mereka bekerja sama dengan produsen kaca untuk meminimalkan limbah hingga tinggal 5%, dari sebelumnya 34%.

Namun, dia mengakui bahwa penerimaan pasar terhadap properti hijau masih rendah, terutama karena harganya lebih tinggi. “Tantangannya memang soal harga. Tapi tren ke depan menunjukkan konsumen, khususnya generasi muda, semakin peduli pada isu keberlanjutan,” imbuhnya.

Hal ini diperkuat oleh Vice President Market Research & Product Strategy Sinar Mas Land, Dwi Novita Yeni, yang menyebutkan bahwa generasi milenial dan Z mulai beralih ke gaya hidup eco-living. Dalam survei global Deloitte, mayoritas generasi muda kini mengutamakan lingkungan dan mendukung produk yang ramah bumi. “Namun teknologi hijau masih mahal, dan untuk bisa menjangkau segmen menengah, diperlukan insentif pemerintah,” jelasnya.

Sinar Mas Land sendiri telah menerapkan penghematan energi, pengelolaan air limbah, dan pemanfaatan panel surya. Bahkan, 29% material bangunan yang digunakan sudah tergolong ramah lingkungan.

Ketua Umum Green Building Council Indonesia (GBCI) Ignesjz Kemalawarta menyebut jumlah properti hijau di Indonesia masih sangat minim dibanding negara tetangga. Per 2024, baru ada sekitar 100 proyek tersertifikasi Greenship dan 150 proyek tersertifikasi EDGE. “Malaysia, Singapura, dan Filipina sudah memberikan insentif fiskal untuk bangunan hijau. Indonesia justru belum punya regulasi insentif sama sekali,” ujarnya.

GBCI menilai penting adanya insentif seperti diskon Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 30% selama 3 tahun, atau pemberian tambahan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) untuk proyek hijau. Menurut Ignesjz, investasi awal properti hijau memang lebih mahal 3%-4%, namun penghematan jangka panjang dapat mencapai 15%-40% selama usia bangunan 40 tahun.

Tak hanya pengembang, kalangan analis properti juga menilai insentif fiskal sebagai langkah strategis untuk mempercepat adopsi green building. CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengusulkan skema insentif pajak khusus untuk green financing, agar hunian hijau bisa lebih terjangkau. “Selama ini, konsep green living baru dinikmati oleh kelas menengah atas. Segmen menengah ke bawah belum tersentuh karena harga masih menjadi kendala,” jelasnya.

CEO PT Leads Property Services Indonesia, Hendra Hartono menambahkan, walau kesadaran masyarakat akan pentingnya hunian hijau mulai tumbuh, namun faktor harga masih menjadi penentu utama dalam keputusan pembelian rumah. Oleh karena itu, ia menilai insentif bagi pengembang dan konsumen sama-sama penting untuk menciptakan keseimbangan antara keberlanjutan dan keterjangkauan.

Dengan tren properti hijau yang mulai menggeliat, dorongan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan menjadi krusial. Apalagi, pengembang mulai menyadari bahwa proyek ramah lingkungan dapat membuka akses pembiayaan yang lebih mudah, suku bunga lebih rendah, serta peluang kemitraan dengan investor global. (alf)

 

 

Apindo Dukung Pungutan Pajak E-Commerce, Sebut Langkah Pemerintah Sejalan dengan Perkembangan Bisnis Digital

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut positif rencana pemerintah untuk menetapkan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan oleh pedagang daring (online merchant) melalui platform niaga elektronik atau marketplace.

Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo, Suryadi Sasmita, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan hal baru, melainkan bagian dari penyesuaian terhadap pola bisnis yang terus berkembang di era digital. Menurutnya, langkah ini justru memberi kepastian hukum sekaligus kemudahan bagi pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

“Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan PPh final 0,5 persen bagi pelaku usaha online,” ujar Suryadi dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Suryadi menjelaskan bahwa aturan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang sebelumnya telah menetapkan tarif PPh final bagi pelaku UMKM. Dengan rencana ke depan, mekanisme pungutan PPh oleh marketplace akan membuat proses pembayaran pajak menjadi lebih praktis dan efisien.

“Di tengah digitalisasi dan penerapan sistem inti perpajakan (Coretax), pemerintah semakin memiliki kemampuan untuk mengakses data usaha secara transparan. Ini mendukung ekosistem perpajakan yang modern dan akuntabel,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dikenakan PPh final, sehingga tidak perlu merasa khawatir. “Regulasi ini tetap berpihak pada pelaku usaha kecil,” tegasnya.

Lebih jauh, Apindo mengajak seluruh pelaku usaha daring untuk aktif mendukung kebijakan ini. “Dengan kepatuhan bersama, kita bisa menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan. Ini adalah bagian dari kontribusi menuju ekonomi nasional yang inklusif dan pencapaian visi Indonesia Emas 2045,” kata Suryadi.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli, menyebut bahwa kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 merupakan bentuk pergeseran (shifting) dari sistem pelaporan mandiri menjadi pemungutan otomatis di titik transaksi.

“Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan. Justru memberikan kemudahan karena sistem pemungutan dilakukan langsung oleh platform, sehingga pedagang tidak perlu lagi melapor dan menyetor sendiri,” jelas Rosmauli.

DJP menegaskan bahwa langkah ini bertujuan menyederhanakan administrasi perpajakan dan mendorong kepatuhan sukarela di sektor perdagangan digital yang kian berkembang pesat. (alf)

 

DJP Kembali Lakukan Mutasi, 993 Pejabat Dilantik Awal Juli

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melakukan rotasi besar dalam struktur organisasinya. Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-119/PJ/2025, sebanyak 993 pejabat pengawas resmi dimutasi dan diangkat dalam jabatan baru. Langkah strategis ini diumumkan secara resmi oleh Sekretaris DJP, Sigit Danang Joyo, pada 26 Juni 2025.

Pelantikan akan digelar pada Selasa, 1 Juli 2025 pukul 09.00 WIB secara hybrid. Pejabat dari Kantor Pusat DJP (KPDJP) dijadwalkan hadir secara fisik di Auditorium Cakti Buddhi Bhakti, Gedung Marie Muhammad, Jakarta Selatan. Sementara itu, pejabat dari luar KPDJP akan mengikuti pelantikan secara virtual dari unit kerja masing-masing.

Dalam pengumuman ditegaskan bahwa pelantikan bukan sekadar seremonial, melainkan awal dari tanggung jawab baru. Para pejabat diwajibkan hadir tepat waktu, baik secara fisik maupun virtual, serta mengikuti seluruh rangkaian acara pelantikan dengan khidmat, termasuk pengucapan sumpah jabatan sesuai agama masing-masing.

DJP juga menekankan pentingnya menyusun memori alih tugas dan menyelesaikan penilaian kinerja sebelum pelantikan. Bila dalam waktu 30 hari kerja sejak penetapan keputusan terdapat pejabat yang tidak mengikuti pelantikan tanpa alasan sah, maka pejabat tersebut akan diberhentikan dari jabatannya dan dialihkan sebagai pelaksana di unit kerja tujuan.

Selain itu, penerbitan dokumen kepegawaian seperti SPMT, SPP, dan SPMJ harus diselesaikan paling lambat 14 hari kalender setelah pelantikan, untuk menjamin kelancaran pembayaran hak-hak pegawai yang dimutasi.

DJP mengimbau seluruh unit kerja dan pejabat terkait agar segera menyesuaikan diri dengan pengumuman ini, dan memastikan kelancaran transisi di lingkungan masing-masing.

Pengumuman lengkap disampaikan melalui surat resmi PENG-246/PJPJ.01/2025. (bl)

Marketplace Bakal Dipilih Jadi Pemungut Pajak, DJP Tegaskan Bukan Pajak Baru

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya buka suara terkait rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang yang dilakukan oleh pedagang dalam ekosistem Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah pengenaan pajak baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan pajak yang lebih praktis dan efisien.

“Ini bukan menambah jenis pajak. Kami hanya menggeser mekanisme pembayaran PPh dari sebelumnya dilakukan mandiri oleh pedagang, menjadi sistem pemungutan otomatis oleh marketplace,” tegas Rosmauli dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (27/6/2025).

UMKM Kecil Tak Kena Pajak

Rosmauli memastikan bahwa pelaku usaha mikro yang beromzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap dibebaskan dari kewajiban pajak ini. Skema penunjukan marketplace sebagai pemungut hanya berlaku bagi pelaku usaha yang sudah melampaui batas penghasilan tidak kena pajak sesuai peraturan yang berlaku.

Adil, Mudah, dan Proporsional

Lebih jauh, DJP menyebut bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mudah. Melalui skema pemungutan terintegrasi oleh marketplace, para pedagang online tak perlu lagi repot menghitung dan membayar pajaknya sendiri.

“Ini akan meningkatkan kepatuhan sekaligus menyederhanakan administrasi perpajakan bagi para pedagang,” ujar Rosmauli.

Lawan Shadow Economy

Selain meningkatkan kepatuhan, kebijakan ini juga diarahkan untuk menutup celah shadow economy, yaitu aktivitas ekonomi digital yang luput dari radar pajak. Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, DJP berharap mampu menjangkau pelaku usaha yang selama ini belum tersentuh kewajiban perpajakan.

Masih dalam Proses Finalisasi

Meski begitu, Rosmauli mengungkapkan bahwa aturan ini masih berada dalam tahap finalisasi internal pemerintah. DJP menjanjikan, begitu beleid resmi ditetapkan, pihaknya akan menyampaikannya kepada publik secara transparan.

Libatkan Industri dan Pemangku Kepentingan

DJP juga menegaskan bahwa penyusunan kebijakan ini telah melalui proses komunikasi lintas sektor dan melibatkan pelaku industri e-commerce, kementerian, serta lembaga terkait lainnya.

“Prosesnya dilakukan melalui prinsip meaningful participation. Kami bersyukur karena sejauh ini, banyak pihak mendukung langkah ini demi tata kelola perpajakan yang adil dan sejalan dengan perkembangan teknologi,” ujarnya.

Kebijakan ini menjadi langkah penting pemerintah dalam menata ulang sistem perpajakan di era digital, sekaligus menjaga kesetaraan perlakuan antara pelaku usaha konvensional dan digital. (bl)

Disperindag Jatim Gandeng IKPI Surabaya Beri Edukasi Perpajakan Pengusaha Rokok

IKPI, Surabaya: Dalam upaya meningkatkan pemahaman perpajakan di kalangan pelaku industri hasil tembakau, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur (Disperindag Jatim) menggandeng Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya sebagai mitra penyelenggara dalam kegiatan edukasi perpajakan yang dilaksanakan di Hotel Senyiur, Prigen, Kabupaten Pasuruan, Selasa (24/6/2025).

Kegiatan ini secara khusus menyasar para pengusaha rokok yang tergabung dalam binaan Disperindag, sebagai bentuk perhatian terhadap sektor industri yang memiliki karakteristik perpajakan dan cukai yang kompleks dan dinamis. Dalam sesi ini, IKPI Surabaya menugaskan dua narasumber, yaitu Joseph Yulianto dan Renny Anggraini, untuk menyampaikan materi teknis dan menjawab berbagai persoalan langsung yang dihadapi para pelaku usaha.

Berbagai pertanyaan dari peserta seputar pelaporan pajak, pengenaan cukai, hingga aspek teknis perpajakan lainnya disampaikan secara terbuka. Diskusi yang berlangsung bahkan melewati waktu yang dijadwalkan, menandakan besarnya minat peserta terhadap topik yang dibahas serta kebutuhan nyata akan informasi yang jelas dan aplikatif.

Dalam sambutannya, Ketua IKPI Cabang Surabaya, Enggan Nursanti, memperkenalkan peran dan keberadaan IKPI sebagai asosiasi resmi yang mewadahi para konsultan pajak berizin di Indonesia. Ia menegaskan bahwa kehadiran IKPI di tengah masyarakat bukan sekadar untuk mengedukasi, tetapi juga menjadi jembatan komunikasi yang sehat antara pelaku usaha dan otoritas perpajakan.

“Melalui kegiatan seperti ini, kami berharap para pelaku industri tidak hanya memahami aspek teknis pajak dan cukai, tetapi juga merasa terbantu dan terfasilitasi dalam menjalankan kewajiban perpajakannya secara benar,” ujar Enggan.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Disperindag Jatim atas kepercayaannya kepada IKPI Surabaya untuk terlibat aktif dalam agenda pembinaan industri.

Kegiatan ini diharapkan menjadi awal dari sinergi yang berkelanjutan antara IKPI Surabaya dan Disperindag Jawa Timur. Kolaborasi ini bukan hanya mendukung terciptanya kepatuhan pajak di sektor industri, tetapi juga membuka ruang pengenalan lebih luas mengenai peran profesi konsultan pajak di tengah masyarakat.

Sebagai mitra strategis, IKPI Surabaya siap untuk terus hadir dalam berbagai forum edukatif yang mendorong literasi pajak dan menciptakan budaya kepatuhan berbasis pemahaman. Karena pada akhirnya, industri yang tumbuh sehat adalah industri yang memahami dan menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik. (bl)

IKPI Jaksel Gelar Brevet Pajak Batch 1: Komitmen Cetak Konsultan Pajak Berkualitas

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan resmi memulai Pelatihan Brevet Pajak A & B Terpadu Batch 1, di Gedung IKPI Pejaten, Sabtu (21/6/2025) . Pelatihan ini digelar secara hybrid setiap akhir pekan, dan diikuti oleh 31 peserta, terdiri dari 13 peserta offline dan 18 peserta online.

Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Selatan, Faryanti Tjandra, menyampaikan bahwa program ini menjadi langkah nyata IKPI dalam mencetak konsultan pajak yang tidak hanya memahami aturan, tetapi juga mampu mengaplikasikannya secara etis dan profesional di tengah dinamika regulasi perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Selatan)

“Pelatihan ini adalah bagian dari ikhtiar kami untuk menjawab kebutuhan industri akan tenaga konsultan pajak yang kompeten. Dengan sistem pembelajaran yang fleksibel dan narasumber berpengalaman, kami yakin para peserta akan mampu menyerap materi secara maksimal,” ujar Faryanti, Jumat (27/6/2025).

Kegiatan perdana diisi oleh Sonny Soebagyo, yang memberikan pemahaman menyeluruh mengenai dasar-dasar ketentuan perpajakan. Dengan pendekatan interaktif dan studi kasus aktual, sesi ini sukses membangkitkan semangat peserta sejak awal pelatihan.

Ketua Bidang Brevet IKPI Jakarta Selatan, Deden Tarmidi, menambahkan bahwa seluruh materi disusun berdasarkan standar nasional yang ditetapkan oleh IKPI.

“Kami memastikan setiap peserta memperoleh pembekalan yang relevan dengan praktik dunia nyata, agar mereka siap bersaing dan memberikan layanan profesional kepada masyarakat,” ucapnya.

Program ini dijadwalkan berlangsung selama beberapa pekan ke depan dan akan menghadirkan berbagai pengajar dengan latar belakang praktisi maupun akademisi. IKPI Jakarta Selatan menargetkan seluruh peserta tidak hanya lulus ujian, tetapi juga siap terjun sebagai konsultan pajak yang kredibel dan berintegritas. (bl)

id_ID