IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya buka suara terkait penunjukan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Suryo Utomo, sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menegaskan bahwa setiap abdi negara harus siap menerima penugasan apapun, termasuk dalam kasus ini Suryo Utomo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama BTN.
“Sebagai abdi negara, tentunya harus siap menerima penugasan apapun dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab,” ujar Dwi kepada detikcom, Kamis (27/3/2025).
Sekadar informasi, sebelumnya Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTN yang digelar pada Rabu (26/3/2025) menyetujui penunjukan Suryo Utomo sebagai Komisaris Utama. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, turut ditetapkan sebagai Dewan Komisaris perseroan.
Penunjukan ini menimbulkan perdebatan di kalangan publik terkait etika dan efektivitas jabatan ganda dalam pemerintahan dan dunia usaha. (alf)
IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyampaikan apresiasi atas kebijakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memberikan relaksasi berupa penghapusan sanksi administratif bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang terlambat membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan/atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh untuk Tahun Pajak 2024, serta perpanjangan waktu pelaporan SPT dari 31 Maret menjadi 11 April 2025.
Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menilai kebijakan ini merupakan langkah yang sangat positif, khususnya mengingat libur nasional panjang yang bertepatan dengan batas waktu pelaporan pajak. “Kami mengapresiasi langkah DJP yang menunjukkan keberpihakan kepada Wajib Pajak dalam menghadapi situasi ini,” ujar Jemmi, Kamis (28/3/2025).
Seperti diketahui, DJP mengeluarkan kebijakan ini melalui Keputusan Dirjen Pajak (Kepdirjen) Nomor 79/PJ/2025. Aturan tersebut memberikan keringanan berupa penghapusan sanksi administratif bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang terlambat membayar PPh Pasal 29 dan/atau menyampaikan SPT Tahunan setelah batas jatuh tempo normal pada 31 Maret 2025, asalkan diselesaikan paling lambat 11 April 2025. Kebijakan ini juga mengatur bahwa penghapusan sanksi tersebut berlaku tanpa penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).
“Kami memahami bahwa kebijakan ini akan memberikan kelonggaran yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama karena adanya libur panjang yang berpotensi menghambat aktivitas pelaporan pajak,” ujar Jemmi.
Meski demikian, IKPI tetap mengimbau kepada seluruh Wajib Pajak agar tidak menunda pelaporan SPT Tahunan meskipun terdapat perpanjangan waktu yang diberikan pemerintah. Jemmi menegaskan bahwa melaporkan SPT lebih awal merupakan langkah bijak guna menghindari potensi gangguan sistem pada hari-hari terakhir menjelang batas waktu pelaporan.
“Kami mendorong Wajib Pajak untuk tidak menunda pelaporan hingga mendekati tanggal 11 April 2025. Pelaporan lebih awal mencerminkan kepatuhan yang baik terhadap kewajiban perpajakan serta mendukung optimalisasi penerimaan negara,” tambah Jemmi.
IKPI menegaskan komitmennya untuk terus mendukung program DJP dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di kalangan masyarakat. IKPI juga siap membantu Wajib Pajak dalam memahami dan memenuhi kewajibannya dengan baik. (bl)
IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menetapkan IKPI Kabupaten Bekasi sebagai cabang baru. Keputusan ini diambil dalam rapat pleno yang dihadiri oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, Ketua Pengawas Prianto Budi Saptono, jajaran pengurus pusat, dan pengawas IKPI. Acara tersebut digelar di Sekretariat Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (26/3/2025).
Dalam kesempatan itu, Vaudy Starworld menegaskan bahwa pembentukan cabang baru ini merupakan cara untuk mengembangkan IKPI. “Kami memahami pemekaran atau pembentukan cabang baru merupakan hal yang jarang dibicarakan beberapa tahun terakhir ini. Namun, kami ingin menegaskan bahwa tujuan utama kami adalah mengembangkan ruang-ruang baru bagi kemajuan organisasi,” ujar Vaudy.
Ia menjelaskan bahwa gagasan ini diajukan dengan niat positif untuk memperluas jaringan IKPI, bukan untuk mengecilkan ruang yang sudah ada. Vaudy menambahkan bahwa pembentukan cabang baru ini merupakan langkah strategis untuk pengembangan IKPI ke depan bahkan menjadi salah satu jalan mengajak anggota untuk aktif di IKPI.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
“Kami ingin merencanakan langkah-langkah ke depan dengan mengadakan pemilihan, seminar, dan berbagai kegiatan lainnya. Semua ini dilakukan oleh pengurus dan anggota yang aktif yang diharapkan dapat bekerja keras untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Pemilik sertifikasi ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga menyoroti pentingnya ekspansi berupa pembentukan cabang baru maupun pemekaran cabang ke wilayah lain di Indonesia. “Kami berharap langkah ini tidak hanya terbatas pada Kabupaten Bekasi, tetapi juga bisa meluas ke Kabupaten atau kota lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Nuryadin Rahman, menambahkan bahwa penetapan ini dilakukan sesuai dengan Pasal 17 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga (ART) IKPI yang mengatur bahwa pembentukan cabang baru atau pemekaran harus didasarkan pada usulan minimal lima anggota tetap di wilayah tersebut.
“Kami dari pengurus pusat telah melakukan rangkaian langkah sesuai dengan yang diamanatkan oleh ART. Langkah pertama adalah menerima surat usulan dari pengusul. Setelah itu, kami melakukan pertemuan daring dengan pengurus cabang Kota Bekasi, tempat anggota pengusul ini terdaftar, untuk mendapatkan masukan-masukan. Selanjutnya, kami juga mengadakan pertemuan daring dengan pengurus daerah (Pengda) untuk mendengarkan masukan untuk pembentukan cabang Kabupaten Bekasi,” jelas Nuryadin.
Ia menambahkan bahwa semua tahapan tersebut telah dilaksanakan, sehingga rapat pleno ini merupakan puncak dari rangkaian proses tersebut.
“Ada enam orang yang mengusulkan, yang berarti jumlah tersebut sudah sesuai dengan ketentuan. Dari hasil rapat pleno ini, semua peserta yang hadir menanggapi dengan positif terbentuknya cabang baru, yaitu Cabang Kabupaten Bekasi, sehingga penyebaran IKPI dapat meluas ke berbagai wilayah. Dengan demikian, bendera IKPI dapat terus berkibar,” katanya.
Nuryadin menambahkan bahwa setelah ini, IKPI juga berencana membentuk cabang di Papua sebagai langkah lanjutan dalam pengembangan organisasi secara nasional.
“Setelah proses penetapan ini selesai, langkah berikutnya adalah penerbitan SK dari pengurus pusat tentang penetapan cabang Bekasi. Setelah SK diterbitkan, anggota dari cabang Kabupaten Bekasi akan mengadakan rapat anggota untuk menentukan ketua dan pengurus cabang Bekasi. Proses tersebut dapat langsung dilaksanakan atau setelah SK diterbitkan, selambat lambatnya dua bulan pengurus IKPI Cabang Kabupaten Bekasi harus dibentuk,” tutup Nuryadin.
“Kami percaya bahwa ruang-ruang baru ini akan memberikan manfaat besar bagi perkembangan organisasi dan peningkatan profesionalisme konsultan pajak di Indonesia,” kata Vaudy. (bl)
IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menghadiri undangan dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membahas sejumlah masukan terkait Konsultan Pajak, kuasa wajib pajak non Konsultan Pajak, serta penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP), Rabu (26/3/2025)
Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld menyampaikan bahwa asosiasinya menyoroti empat hal utama terkait Konsultan Pajak. Salah satu permasalahan yang disampaikan adalah sekitar 400 pemegang Sertifikat Konsultan Pajak yang tidak dapat berpraktik karena belum mengajukan izin praktik dalam jangka waktu lebih dari dua tahun sejak memperoleh sertifikasi.
Selain itu, ada pula Konsultan Pajak yang belum melakukan pendaftaran ulang sesuai ketentuan PMK 111 Tahun 2014. “IKPI juga mengusulkan pemberlakuan cuti profesi bagi Konsultan Pajak, sebagaimana telah diterapkan pada profesi keuangan lainnya seperti akuntan, penilai publik, dan aktuaris,” kata Vaudy, Rabu (26/3/2025).
Menurut Vaudy usulan ini dinilai penting untuk memberikan keringanan administratif kepada Konsultan Pajak yang berhalangan tidak tetap, agar mereka tidak terbebani oleh kewajiban seperti laporan tahunan dan program Pengembangan Profesionalisme Lanjutan (PPL) serta tidak berbentur kepentingan dengan jabatan publik yang diembannya. Alasan lain perlunya cuti bagi konsultan pajak adalah bilamana seorang konsultan pajak mengalami sakit yang berkepanjangan dan memerlukan istirahat dalam waktu yang panjang.
Dalam pembahasan mengenai kuasa wajib pajak, IKPI menyoroti perlunya penambahan gelar atau sebutan khusus bagi praktisi yang merupakan Konsultan Pajak berizin. Hal ini bertujuan untuk membedakan mereka dengan kuasa non Konsultan Pajak. Hal ini juga merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal (Litbang – PKF) IKPI yang dipimpin oleh Pino Siddharta.
Ia menekankan pentingnya kesetaraan kompetensi dalam praktik kuasa wajib pajak agar terjadi “equal playing field”, mengingat kuasa yang merupakan Konsultan Pajak memiliki kewajiban administratif yang diawasi oleh P2PK, sedangkan kuasa non Konsultan Pajak tidak memiliki kewajiban serupa. Hal ini juga merupakan suara IKPI yang pernah disampaikan oleh beberapa Ketua Umum IKPI sebelumnya. Atas hal ini IKPI tetap konsisten menyuarakan pentingnya kesetaraan kompetensi dalam praktik kuasa wajib pajak.
Terkait penyelenggaraan USKP, IKPI menyampaikan masukan agar jumlah kuota peserta ujian di Jabodetabek ditambah. Vaudy menyoroti bahwa meskipun kebijakan peniadaan biaya ujian mencerminkan komitmen negara hadir untuk rakyat, kebijakan tersebut justru menimbulkan keterbatasan jumlah peserta ujian, terutama di wilayah Jabodetabek.
Menurutnya, banyak peserta ujian terpaksa mengikuti USKP di luar kota bahkan luar provinsi, yang menyebabkan mereka mengeluarkan biaya tambahan untuk akomodasi yang jauh lebih besar dibanding biaya ujian saat masih berbayar.
Untuk mengatasi hal tersebut, IKPI mendukung penerapan pungutan berbentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk membiayai penyelenggaraan USKP, seperti penyediaan tempat dan konsumsi bagi peserta.
Vaudy mengatakan, bahwa IKPI siap berkoordinasi dengan anggota untuk mendukung pelaksanaan USKP yang lebih baik. “P2PK menyatakan menerima seluruh masukan dari IKPI dan berencana membahas lebih lanjut bersama Sekretaris Jenderal untuk menindaklanjuti usulan tersebut,” ujarnya.
Sekadar informasi, pertemuan ini turut dihadiri oleh jajaran pengurus IKPI: Ketua Umum Vaudy Starworld, Wakil Ketua Umum Jetty, Wakil Sekretaris Umum Nova Tobing, Kepala Departemen Keanggotaan dan Etika Robert Hutapea, Ketua Departemen IT Hendrik Saputra, serta Direktur Eksekutif Asih Arianto.
Sementara dari pihak P2PK hadir Kepala P2PK Erawati, Kepala Bidang PKPAPKL, Kepala Bidang PPAPKL, dan tim P2PK. (bl)
IKPI, Medan: Dalam rangka menyambut Idul Fitri 1446 H, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan menggelar kegiatan bakti sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan ini berlangsung di dua lokasi berbeda, yaitu Panti Asuhan Pendidikan Islam yang menampung 50 anak serta Panti Asuhan Al-Marhamah yang merawat 39 anak.
Sebanyak delapan anggota IKPI Cabang Medan turut serta dalam kegiatan ini dengan mendatangi langsung kedua panti asuhan untuk menyalurkan bantuan. Bantuan yang diberikan berupa sembako dan kebutuhan sehari-hari seperti beras, minyak goreng, popok bayi, biskuit, mi instan, sirup, gula, kecap, dan teh.
(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)
Selain itu, dua anggota IKPI juga turut menyumbangkan donat dan nasi bungkus untuk berbuka puasa bagi anak-anak. Seluruh bantuan ini diserahkan kepada pihak yayasan untuk dikelola dan didistribusikan sesuai dengan kebutuhan para anak asuh.
Ketua IKPI Cabang Medan, Ebenezer Simamora, mengungkapkan bahwa kegiatan bakti sosial ini merupakan agenda tahunan IKPI sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama, terutama anak-anak di panti asuhan.
(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)
“Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi anak-anak di panti asuhan serta membantu meringankan kebutuhan mereka menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ini adalah komitmen kami untuk terus berbagi dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ujar Ebenezer, Rabu (26/3/2025).
(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)
IKPI Cabang Medan berkomitmen untuk terus menjalankan kegiatan sosial serupa di masa mendatang, dengan harapan dapat memperluas jangkauan dan memberikan manfaat bagi lebih banyak orang yang membutuhkan.
IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo resmi memperpanjang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak orang pribadi (OP) hingga 11 April 2025. Keputusan ini sekaligus menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 yang diterbitkan pada 25 Maret 2025. Aturan ini diterbitkan untuk menyesuaikan dengan libur nasional dan cuti bersama yang bertepatan dengan batas akhir pelaporan, yakni 31 Maret 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti menjelaskan bahwa Kepdirjen Pajak ini memberikan keringanan kepada Wajib Pajak yang mengalami keterlambatan dalam pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024.
“Kebijakan ini diambil mengingat libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah yang cukup panjang, hingga 7 April 2025,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis pada Rabu (26/3/2025).
Dalam kondisi tersebut, jumlah hari kerja pada Maret 2025 menjadi lebih sedikit sehingga berpotensi menyebabkan keterlambatan pelaporan dan pembayaran pajak. Untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi Wajib Pajak, pemerintah memutuskan untuk menghapus sanksi administratif dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan tersebut.
Sebagai informasi, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Terkait dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi adalah 31 Maret. Keterlambatan pelaporan dikenakan denda sebesar Rp100 ribu. Sementara itu, PPh Pasal 29 merupakan pajak yang dibayar sebagai pelunasan pajak penghasilan setelah dikurangi kredit pajak sebelumnya.
Dengan berlakunya Kepdirjen Pajak Nomor 79 Tahun 2025 ini, sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2024 tidak akan diterapkan jika dilakukan hingga 11 April 2025.
IKPI , Jakarta: Menurut laporan Bank Dunia, kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan di Indonesia dinilai kurang optimal. Pada 2021, kontribusi kedua instrumen ini hanya mencapai 66% dari total penerimaan pajak atau setara dengan 6% dari PDB, yang masih rendah dibandingkan negara-negara tetangga.
Bank Dunia mengidentifikasi bahwa rendahnya kinerja pajak ini disebabkan oleh kombinasi faktor seperti kepatuhan yang rendah, tarif pajak efektif yang relatif rendah, dan basis pajak yang sempit. Akibatnya, Indonesia diperkirakan kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp 944 triliun selama periode 2016-2021.
Potensi kehilangan tersebut meliputi Rp 387 triliun dari ketidakpatuhan PPN dan Rp 161 triliun dari ketidakpatuhan PPh Badan. Sementara itu, Rp 138 triliun dari PPN dan Rp 258 triliun dari PPh Badan hilang akibat kebijakan perpajakan yang dipilih pemerintah.
Bank Dunia juga mencatat rasio pajak terhadap PDB Indonesia pada 2021 hanya mencapai 9,1%, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Kamboja (18%), Malaysia (11,9%), Filipina (15,2%), Thailand (15,7%), dan Vietnam (14,7%).
Penurunan rasio pajak ini disebut semakin memburuk akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan rasio pajak anjlok ke 8,3% pada 2020. Bank Dunia menyoroti bahwa pandemi memicu peningkatan kesenjangan kepatuhan, kemungkinan karena tekanan ekonomi yang mendorong penghindaran dan penundaan pembayaran pajak. (alf)
IKPI, Jakarta: Bank Dunia menyoroti ketidakefisienan Pemerintah Indonesia dalam memungut pajak berdasarkan analisis data perpajakan periode 2016-2021. Temuan tersebut dirilis dalam laporan bertajuk Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia, yang tersedia sejak 2 Maret 2025.
Laporan ini menyoroti rendahnya rasio penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan. Indonesia disebut tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang sebanding. “Menunjukkan kurangnya efisiensi (Pemerintah Indonesia) dalam memungut pajak,” ujar Bank Dunia, Selasa (25/3/2025).
Salah satu penyebab utama yang diidentifikasi adalah maraknya aktivitas ekonomi bawah tanah (underground economy), yakni aktivitas yang tidak tercatat secara resmi sehingga pemerintah kehilangan potensi pendapatan dari sektor tersebut. Menurut studi oleh Medina dan Schneider (2018), ekonomi bawah tanah di Indonesia diperkirakan mencapai 21,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2015. Studi lain oleh Marhamah dan Zulaikha (2020) memperkirakan rata-rata aktivitas ekonomi bawah tanah mencapai 17,6 persen selama 2016-2019.
Selain itu, laporan tersebut menyoroti rasio efisiensi pemungutan PPN yang dikenal dengan istilah C-efficiency. Rata-rata C-efficiency PPN Indonesia tercatat hanya 52,8 persen pada periode 2016-2021, turun dari 64,7 persen pada 2013. Angka ini tertinggal jauh dari Thailand yang memiliki C-efficiency sebesar 76,7 persen meski menerapkan sistem PPN dengan kebijakan pengecualian dan celah kebijakan (policy gap) yang serupa.
Akibat ketidakefisienan ini, Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp944 triliun sepanjang 2016-2021. Jumlah ini terdiri dari compliance gap senilai Rp548 triliun dan policy gap sebesar Rp396 triliun. Compliance gap adalah potensi pajak yang hilang karena keterbatasan pengawasan dan pengumpulan pajak oleh pemerintah. Sementara itu, policy gap mencerminkan potensi penerimaan yang hilang akibat kebijakan tertentu yang diterapkan pemerintah.
“Secara rata-rata, estimasi kesenjangan (compliance gap dan policy gap) PPN dan PPh Badan mencapai 6,4 persen dari PDB atau Rp944 triliun antara 2016-2021,” demikian kesimpulan laporan tersebut. (alf)
IKPI, Jakarta: Batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2024 tinggal menghitung hari, yakni pada 31 Maret 2025. Bagi wajib pajak yang melaporkan SPT secara online, salah satu dokumen penting yang dibutuhkan adalah Electronic Filing Identification Number (EFIN). Namun, tak sedikit yang lupa nomor EFIN saat hendak melapor.
EFIN merupakan kode unik 10 digit yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai alat autentikasi dalam layanan perpajakan digital. Nomor ini juga diperlukan jika wajib pajak lupa kata sandi DJP Online. Lantas, bagaimana jika EFIN hilang atau terlupa?
Berikut beberapa cara mudah untuk mendapatkan kembali EFIN yang lupa:
1. Melalui Email
– Buat email baru dengan subjek “LUPA EFIN”.
– Lampirkan NPWP, nama lengkap, alamat email aktif, dan nomor telepon yang terdaftar.
– Cantumkan pernyataan: “Saya menyatakan bahwa saya adalah wajib pajak yang memiliki hak untuk mengakses informasi yang diminta…”
– Kirim ke lupa.efin@pajak.go.id.
2. Via Aplikasi M-Pajak
– Unduh dan buka M-Pajak.
– Tekan tombol EFIN di tampilan awal (tanpa perlu login).
– Masukkan data yang diminta dan lakukan verifikasi foto diri.
– Jika validasi berhasil, EFIN akan dikirim ke email terdaftar.
3. Live Chat di Website Pajak
– Kunjungi pajak.go.id dan klik Tanya Fisko (pojok kanan bawah).
– Pilih identitas (NPWP/NIK atau Non-NPWP), lalu pilih opsi “Lupa EFIN”.
– Ikuti instruksi petugas untuk mendapatkan EFIN.
4. Hubungi Kring Pajak (1500200)
– Telepon 1500200 atau nomor resmi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.
– Pastikan Anda yang menelepon karena petugas akan melakukan verifikasi data.
– Jika berhasil, EFIN akan diberikan langsung.
5. Datang Langsung ke Kantor Pajak (KPP/KP2KP)
– Bawa dokumen seperti NPWP dan KTP untuk verifikasi.
– Layanan tersedia setiap hari kerja pukul 08.00–16.00 waktu setempat.
Setelah berhasil mendapatkan EFIN, pastikan untuk mencatat dan menyimpannya dengan aman agar tidak lupa di kemudian hari. Dengan langkah-langkah di atas, wajib pajak tetap bisa melaporkan SPT Tahunan tepat waktu tanpa kendala. (alf)
IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan kebijakan relaksasi berupa penghapusan sanksi administratif bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang terlambat membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan/atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh untuk Tahun Pajak 2024. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak (Kepdirjen) Nomor 79/PJ/2025, yang dikeluarkan menyusul libur nasional panjang terkait Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Idulfitri 1446 H.
Berdasarkan aturan ini, WP OP tidak dikenakan sanksi administratif meskipun melakukan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan setelah batas jatuh tempo normal (31 Maret 2025), asalkan diselesaikan paling lambat 11 April 2025. Penghapusan sanksi ini juga berlaku tanpa penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kebijakan ini dilatarbelakangi oleh dua hal utama:
1. Jadwal Libur Panjang: Batas akhir pembayaran dan pelaporan pajak tahunan (31 Maret 2025) bertepatan dengan libur nasional hingga 7 April 2025, yang berpotensi mempersulit penyelesaian kewajiban pajak.
2. Keadilan dan Kepastian Hukum: Pemerintah ingin memastikan hak WP OP terlindungi dengan memberikan kelonggaran akibat keterbatasan hari kerja di akhir Maret.
“Kebijakan ini merupakan bentuk keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, khususnya dalam situasi libur panjang yang berdampak pada efisiensi waktu,” ujar Dwi Astuti, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (25/3/2025).
Adapaun rincian ketentuan adalah:
– Periode Relaksasi: 31 Maret – 11 April 2025.
– Jenis Pajak: PPh Pasal 29 (kekurangan pembayaran pajak) dan SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2024.
– Sanksi Dihapuskan: Denda keterlambatan baik untuk pembayaran maupun pelaporan.
WP OP dapat mengunduh salinan lengkap Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025 melalui laman resmi [landas pajak.go.id](https://landas.pajak.go.id).
Meski ada relaksasi, Dwi mengimbau WP OP tetap memanfaatkan periode perpanjangan ini dengan disiplin guna menghindari penumpukan antrean di akhir masa tenggat. Pelayanan online melalui e-Filing dan e-Billing juga dianjurkan untuk memudahkan proses.
Kebijakan ini diharapkan meringankan beban masyarakat sekaligus menjaga kepatuhan pajak di tengah momentum hari raya keagamaan. (bl)