PP 50/2022 Buka Kesempatan Wajib Pajak Hindari Jerat Hukum

IKPI, Jakarta: Pemerintah membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk membenahi kesalahan pelaporan pajak sebelum berhadapan dengan proses hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022, yang menjadi perluasan atas mekanisme pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan isi Surat Pemberitahuan (SPT).

Dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Wajib Pajak yang sedang dikenai tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat mengungkapkan secara tertulis ketidakbenaran perbuatannya. Hal ini berlaku jika Wajib Pajak:

• tidak menyampaikan SPT; atau

• menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

Syarat utama pengungkapan ini adalah belum dimulainya proses penyidikan yang diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik kepolisian.

Ayat (2) mengatur bahwa pengungkapan ini berlaku baik atas pelanggaran yang berdiri sendiri maupun yang terkait dengan tindak pidana perpajakan lainnya, selama tidak termasuk pelanggaran dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d, ayat (3), Pasal 39A, Pasal 43 UU KUP, serta Pasal 24 dan 25 UU PBB.

Agar sah, ayat (3) mewajibkan pengakuan tertulis ini disertai:

• penghitungan kekurangan pajak terutang,

• bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak (SSP),

• dan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sesuai Pasal 8 ayat (3a) UU KUP.

Ayat (4) menegaskan bahwa pembayaran pajak dan dendanya merupakan bentuk pemulihan terhadap kerugian pendapatan negara.

Apabila pengakuan tersebut benar, ayat (5) menyatakan Wajib Pajak tidak akan diproses ke tahap penyidikan. Namun, ayat (6) memperingatkan bahwa jika kemudian ditemukan data yang tidak sesuai dengan isi pengakuan, maka Pemeriksaan Bukti Permulaan tetap dapat dilakukan kembali untuk periode dan jenis pajak yang sama.

Sementara itu, Pasal 8 mengatur mekanisme serupa namun dalam konteks Pemeriksaan biasa. Ayat (1) memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang tengah diperiksa untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT secara tertulis, selama hasil pemeriksaan belum disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pengakuan ini, sebagaimana ayat (2), harus dilampiri dengan:

• penghitungan ulang jumlah pajak kurang bayar,

• Surat Setoran Pajak atas kekurangan bayar tersebut,

• dan Surat Setoran Pajak atas bunga administrasi sesuai Pasal 8 ayat (5) UU KUP.

Meski pengakuan telah dilakukan, ayat (3) menyebutkan bahwa pemeriksaan tetap dilanjutkan untuk membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Hasilnya akan dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak yang mempertimbangkan laporan Wajib Pajak.

Namun, bila terbukti bahwa pengakuan tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, ayat (4) menyatakan bahwa ketetapan pajak tetap akan diterbitkan sesuai dengan temuan pemeriksaan.

Pemerintah menegaskan dalam ayat (5) dan (6) bahwa Surat Setoran Pajak atas pelunasan pokok pajak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak, sedangkan pembayaran bunga menjadi bukti pemenuhan sanksi administratif.

Ketentuan teknis lebih lanjut terkait tata cara pengakuan tertulis ini akan diatur dalam Peraturan Menteri, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (7) dan Pasal 8 ayat (7).

Dengan PP ini, pemerintah memberi kesempatan koreksi secara jujur dan sukarela bagi Wajib Pajak, sembari tetap menjaga integritas proses hukum bagi pelanggar yang tidak kooperatif. Ini menjadi jalur administratif untuk pemulihan pendapatan negara tanpa harus langsung masuk ke jalur pidana. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Kanwil LTO Capai Rp82,78 Triliun per Maret 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp82,78 triliun hingga 31 Maret 2025. Angka ini setara dengan 11,27 persen dari target ambisius yang dipatok sebesar Rp737,4 triliun untuk tahun ini.

Kepala Kanwil LTO, Yunirwansyah, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengintensifkan berbagai upaya demi mengejar target penerimaan. Namun, ia juga mengakui bahwa mayoritas jenis pajak saat ini tengah mengalami tekanan. Penurunan penerimaan terutama dipicu oleh penerapan Tax Effective Rate (TER), gejolak harga komoditas, serta relaksasi pelaporan dan penyetoran SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh orang pribadi.

“Kami akan mengamankan penerimaan pajak sesuai arahan Kantor Pusat DJP dengan memaksimalkan potensi dari tiap rumpun tugas dan fungsi,” kata Yunirwansyah dalam keterangannya diterima, Selasa (6/5/2025).

Meskipun demikian, tidak semua sektor mengalami kontraksi. Beberapa sektor justru mencatatkan pertumbuhan positif, seperti sektor konstruksi yang tumbuh signifikan sebesar 24,77 persen, diikuti sektor pengadaan listrik, gas, dan uap sebesar 12,05 persen, serta sektor pertambangan dan penggalian yang naik 2,02 persen.

Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Kanwil LTO menggencarkan berbagai inisiatif strategis, termasuk audiensi dengan OJK wilayah Jabodebek guna memastikan pelaporan data keuangan yang tepat waktu ke DJP. Data tersebut menjadi alat penting dalam pengujian kepatuhan pajak.

Langkah lain yang ditempuh adalah pelaksanaan lelang serentak bersama seluruh Kanwil DJP di Jakarta dan DJKN sebagai bagian dari strategi penagihan aktif. Di bidang penegakan hukum, Kanwil LTO juga memperkuat sinergi dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Di sisi edukasi, Kanwil LTO menjalin kemitraan dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) wilayah Jakarta, Depok, dan Bekasi, serta memperpanjang kerja sama dengan Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI) Bandung untuk meningkatkan kesadaran pajak di kalangan generasi muda. Selain itu, mereka juga aktif menyelenggarakan Kelas Pajak untuk wajib pajak badan guna meningkatkan kepatuhan pelaporan.

Dengan strategi berbasis kolaborasi, edukasi, dan penegakan hukum, Kanwil LTO optimis bisa mendongkrak kinerja penerimaan pajak di tengah tantangan ekonomi yang dinamis. (alf)

 

Credit Suisse Kembali Tersandung Skandal Pajak, Didenda Rp 8,3 Triliun oleh AS

IKPI, Jakarta: Nama besar Credit Suisse kembali tercoreng. Kali ini, bank asal Swiss tersebut resmi dinyatakan bersalah dalam kasus penghindaran pajak besar-besaran yang melibatkan warga kaya asal Amerika Serikat. Departemen Kehakiman AS mengumumkan bahwa Credit Suisse membantu nasabah menyembunyikan pajak senilai sekitar US$ 4 miliar (setara Rp 65 triliun) lewat ratusan rekening luar negeri.

Dalam pernyataan resminya, Departemen Kehakiman menyebut skema ini melibatkan setidaknya 475 rekening di luar AS, termasuk yang dikelola dari Singapura. “Bank ini secara aktif membantu nasabah AS menghindari kewajiban perpajakan dan pelaporan,” bunyi keterangan yang dikutip dari Reuters.

Lebih lanjut, investigasi menemukan bahwa sejumlah pegawai Credit Suisse turut memalsukan dokumen, mencatat sumbangan fiktif, serta mengelola lebih dari US$ 1 miliar dalam rekening tak tercatat dalam sistem kepatuhan pajak.

Atas pelanggaran ini, Credit Suisse dikenai denda sebesar US$ 510 juta (sekitar Rp 8,3 triliun). Ini menambah daftar panjang pelanggaran hukum bank tersebut. Pada tahun 2014, Credit Suisse sudah sempat dijatuhi denda senilai US$ 2,5 miliar setelah mengaku bersalah dalam skema penghindaran pajak yang berlangsung selama puluhan tahun.

Ironisnya, meskipun telah menandatangani kesepakatan penyelesaian dengan otoritas AS pada 2014, penyelidikan Komite Keuangan Senat AS pada 2023 menemukan bahwa pelanggaran terus berlanjut hingga bertahun-tahun kemudian. Sekitar US$ 700 juta dilaporkan masih disembunyikan dari pengawasan pemerintah AS.

UBS, bank raksasa yang mengakuisisi Credit Suisse pada 2023, buru-buru angkat bicara. Mereka menegaskan tidak terlibat dalam skema tersebut dan telah mengantisipasi dampak finansialnya sebagai bagian dari tanggung jawab hukum saat proses akuisisi berlangsung. (alf)

 

 

 

Ini Barang Impor Bebas PPh 22 Menurut PMK 81/2024 

IKPI, Jakarta: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 memberikan angin segar bagi pelaku usaha, instansi pemerintah, hingga lembaga internasional. Pasalnya, sejumlah jenis barang impor dan transaksi pembelian kini dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, sebagaimana diatur dalam Pasal 219 aturan tersebut.

Beberapa komoditas yang mendapatkan pengecualian meliputi barang-barang kebutuhan vital dan strategis, mulai dari vaksin polio, kitab suci, hingga senjata pertahanan negara. Tak hanya itu, kapal laut, pesawat udara, hingga kereta api yang digunakan oleh badan usaha nasional pun masuk dalam daftar bebas pungutan.

Kabar baik juga datang bagi lembaga pendidikan dan sosial. Pembelian barang dengan dana bantuan operasional sekolah, pembelian beras, hingga barang untuk penelitian dan konservasi, semuanya termasuk dalam daftar transaksi yang tidak dikenakan PPh 22.

Lebih lanjut PMK ini menyebutkan, barang yang digunakan oleh perwakilan negara asing, badan internasional, serta barang hibah untuk keperluan ibadah dan penanggulangan bencana juga terbebas dari pungutan ini. Bahkan, pembelian bahan pangan pokok oleh Bulog untuk menjaga stabilisasi harga pangan turut dibebaskan demi menjaga ketahanan nasional.

PMK ini juga menegaskan bahwa kemudahan pajak bukan hanya soal keringanan fiskal, tetapi juga strategi kebijakan fiskal yang proaktif dalam mendorong pelayanan publik, investasi strategis, dan pemulihan ekonomi. (alf)

 

DJP Sumbar & Jambi: Sinergi dengan IKPI Kunci Penguatan Kepatuhan dan Penerimaan Pajak

IKPI, Padang: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Barat dan Jambi menegaskan pentingnya membangun sinergi yang kuat dan berkelanjutan dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai mitra strategis dalam sistem perpajakan nasional. Komitmen ini disampaikan dalam pertemuan audiensi bersama jajaran pengurus IKPI dari Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) di Padang, Jumat (2/5/2025).

Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi, Arif Mahmudin Zuhri, menyampaikan bahwa DJP dan IKPI memiliki peran yang saling melengkapi dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak secara optimal dan sesuai dengan amanah konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(Foto: Istimewa)

“DJP dan IKPI tentu dan harus mempunyai komitmen yang sama dalam mengoptimalkan penerimaan pajak, serta dalam mewujudkan kepatuhan perpajakan yang berkeadilan. Oleh karena itu, DJP dan IKPI harus bersehati, bahu membahu, bekerja bersama dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan,” ungkap Arif.

Ia menekankan bahwa meskipun terkadang terdapat perbedaan perspektif dalam pelaksanaan tugas masing-masing, hal tersebut harus disikapi sebagai dinamika yang sehat dalam upaya mencapai tujuan bersama.

DJP dan IKPI, menurutnya, perlu saling memahami peran dan sudut pandang masing-masing, karena pada dasarnya keduanya memiliki satu visi, yakni membangun sistem perpajakan yang sehat dan berintegritas.

“Saya percaya bahwa sinergi dan kebersamaan antara DJP dan IKPI akan mampu mengoptimalkan penerimaan negara serta meningkatkan kualitas pelayanan dan kepatuhan perpajakan. Ini bukan hanya kerja teknis, tapi juga bagian dari perjuangan bersama membangun bangsa,” tambahnya.

(Foto: Istimewa)

Untuk memperkuat sinergi tersebut, ia menilai sangat penting adanya komunikasi intensif dan pemahaman yang sama terhadap regulasi perpajakan. Sosialisasi dan edukasi menjadi kunci agar seluruh pihak, baik DJP, IKPI, maupun wajib pajak, memiliki interpretasi yang selaras terhadap peraturan yang terus berkembang.

“Kebersamaan ini harus dirawat dan diperjuangkan. Sosialisasi yang lebih intens dari DJP kepada IKPI, serta komunikasi terbuka antara DJP, IKPI, dan wajib pajak menjadi jembatan menuju pemahaman bersama yang lebih baik,” katanya.

Dalam pertemuan tersebut hadir Ketua IKPI Pengda Sumbagsel Nurlena, Ketua dan Wakil Ketua IKPI Pengda Sumbagteng Lilisen dan Gazali, serta Ketua IKPI Cabang Padang Prakarsa Salim.

Audiensi diterima langsung oleh Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi Arif Mahmudin Zuhri, didampingi Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Marihot P Siahaan, serta Kepala Bidang Kerjasama dan Humas Trio Nofriadi. (bl)

Jatim Sumbang Rp57 Triliun ke APBN dari Pajak dan Cukai

IKPI, Jakarta: Kinerja fiskal Jawa Timur menunjukkan capaian menggembirakan. Hingga 31 Maret 2025, total penerimaan negara dari provinsi ini telah mencapai Rp57,68 triliun, atau 20,41 persen dari target APBN tahun ini yang sebesar Rp282,65 triliun. Fakta ini terungkap dalam Konferensi Pers Asset and Liabilities Committee (ALCO) Regional Jatim yang digelar oleh Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jatim sekaligus Kepala Perwakilan Kemenkeu Jatim, Dudung Rudi Hendratna, menyebutkan bahwa sektor industri pengolahan masih menjadi tulang punggung penerimaan pajak di wilayah ini. “Penerimaan pajak per akhir Maret tercatat sebesar Rp21,6 triliun, dengan kontribusi terbesar dari industri pengolahan sebesar Rp12,08 triliun,” jelasnya dalam keterangan resmi, Senin (5/5/2025).

Dari sisi kepabeanan dan cukai, Jawa Timur juga menunjukkan kinerja impresif. Total penerimaan dari sektor ini mencapai Rp33,09 triliun, sebagian besar berasal dari cukai hasil tembakau. “Sebagai sentra utama industri hasil tembakau di Indonesia, Jawa Timur menyumbang angka signifikan. Penerimaan cukai didorong oleh percepatan pembayaran dokumen CK-1 oleh pelaku usaha,” ungkap Dudung. (CK-1 merupakan dokumen pemesanan pita cukai hasil tembakau).

Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga mencatat angka positif sebesar Rp2,04 triliun. Pendapatan ini berasal dari berbagai layanan publik, termasuk jasa pendidikan, kepelabuhanan, pertanahan, serta layanan di sektor kesehatan dan transportasi.

Sementara itu, belanja negara yang disalurkan di Jatim telah mencapai Rp27 triliun atau 21,51 persen dari pagu, terdiri dari belanja kementerian/lembaga senilai Rp7,95 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp19 triliun.

Dudung menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mendukung APBN melalui kepatuhan membayar pajak dan cukai. Ia juga mengingatkan Wajib Pajak yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan agar segera melakukannya melalui laman djponline.pajak.go.id meskipun tenggat waktu telah berlalu.

“Melalui forum ALCO ini, kami ingin masyarakat semakin memahami bahwa APBN bukan sekadar angka, tapi instrumen penting dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi daerah,” tutupnya. (alf)

 

 

Masyarakat Kategori Tertentu Dibebaskan dari PPh untuk Pengalihan Tanah dan Bangunan 

IKPI, Jakarta: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 memberikan angin segar bagi masyarakat, terutama kalangan ekonomi kecil dan keluarga, dengan adanya pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam situasi tertentu.

Dalam Pasal 200 aturan tersebut dijelaskan, beberapa kategori pengalihan tanah dan bangunan kini tidak lagi diwajibkan membayar atau memungut PPh. Misalnya, bagi orang pribadi dengan penghasilan di bawah ambang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang menjual aset tanah atau bangunan di bawah Rp60 juta dengan catatan bukan transaksi yang dipecah-pecah.

Tak hanya itu, hibah tanah dan bangunan kepada keluarga sedarah, yayasan keagamaan, pendidikan, sosial, hingga pelaku usaha mikro dan kecil juga mendapat pengecualian pajak, selama tidak ada hubungan usaha atau kepemilikan antara pemberi dan penerima hibah.

Pengalihan karena warisan serta transaksi dalam rangka penggabungan usaha yang telah disetujui Menteri Keuangan juga termasuk dalam daftar bebas pajak.

Pengecualian ini berlaku resmi setelah diterbitkannya surat keterangan bebas PPh dari instansi terkait.

Kebijakan ini dipandang sebagai bentuk nyata keberpihakan pemerintah pada keadilan sosial dan dukungan terhadap pelaku UMKM serta keluarga berpenghasilan rendah.

Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan ini juga memberi kejelasan hukum bagi masyarakat yang hendak melakukan transaksi tanah atau bangunan secara sah dan teratur. (alf)

 

 

Sesditjen Pajak 2015-2019: Konsultan Pajak Pilar Penting Ekosistem Keuangan, Perlu Payung Hukum Lebih Kuat

IKPI, Jakarta: Arfan, Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pajak Kemenkeu periode 2015–2019 yang merupakan salah satu calon Anggota Kehormatan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menyampaikan pandangan strategis mengenai pentingnya peran konsultan pajak dalam sistem keuangan nasional.

Dalam pertemuan antara Anggota Kehormatan, Dewan Penasihat dan Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Hotel Dharmawangsa, baru baru ini, Arfan menegaskan bahwa konsultan pajak merupakan elemen vital dalam ekosistem perpajakan Indonesia dan sudah saatnya memiliki landasan hukum yang kokoh.

“Saya pribadi sangat menghargai undangan ini dan merasa terhormat bisa kembali bertemu dengan para panutan seperti Pak Hadi Poernomo, Pak Soebakir, Pak Nono, dan yang lainnya,” ujar Arfan membuka pernyataannya.

Ia menggarisbawahi, pengalaman langsung selama menjabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa jumlah konsultan pajak yang aktif jauh dari memadai untuk memenuhi kebutuhan wajib pajak di berbagai daerah, seperti saat Kongres IKPI di Makassar beberapa tahun lalu, jumlah anggota tidak sebanyak saat ini yang kabarnya mencapai lebih dari 7100.

“Padahal, konsultan pajak itu sangat penting. Di Jepang, saya lihat sendiri bagaimana masyarakat sangat terbantu dengan keberadaan konsultan. Petugas pajak pun merasa dimudahkan. Ini contoh luar biasa yang seharusnya bisa kita adaptasi,” ungkap Arfan, yang juga pernah melakukan studi banding ke Jepang bersama tim.

Lebih lanjut, Arfan menyoroti perlunya undang-undang khusus tentang konsultan pajak. Menurutnya, peran strategis konsultan pajak yang berada di tengah antara otoritas pajak dan wajib pajak harus didukung oleh legalitas formal agar berjalan lebih aman dan terarah.

“Kita dulu sempat dorong itu bersama Pak Soebakir dan Pak Nono. Bahkan sempat bertemu dengan Ketua DPR saat itu. Harusnya ada progres lebih nyata sekarang,” tegasnya.

Arfan juga mendorong IKPI untuk terus tampil sebagai suara kolektif dalam isu-isu perpajakan nasional. Ia menekankan pentingnya pendekatan budaya dalam mendorong kesadaran pajak di Indonesia yang multietnis.

“Budaya bayar pajak itu sulit, di mana-mana. Tapi kita harus coba lewat pendekatan sosial budaya, lokal, bahkan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dalam struktur kehormatan organisasi sehingga lebih berwarna dan memiliki pandangan luas,” katanya.

Ia mengungkapkan, langkah strategis yang harus dijalankan IKPI dalam menjalankan visi misinya. Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, IKPI tidak hanya berkolaborasi dengan DJP, tetapi sangat penting juga meng-edukasi dan membawa aspirasi Wajib Pajak.

“Kebetulan, kami sudah tahap akhir dalam proses pembentukan Taxpayer Community, yakni salah satu organisasi yang penting dalam ekosistem perpajakan. Jadi, ada DJP, IKPI (wadah konsultan) dan ada Taxpayer Community (wadah WP). Lengkap sudah. Semoga dengan adanya tiga pilar ini, perpajakan Indonesia bisa jadi baik sesuai harapan,” ujarnya.

Lebih lanjut Arfan menyampaikan kesiapannya untuk terlibat aktif dalam pengembangan organisasi. Ia mengajak pengurus IKPI untuk menyusun rencana aksi konkret, melakukan brainstorming, dan mengeksekusi ide-ide yang bisa membawa IKPI lebih dikenal, lebih solid, dan lebih berpengaruh dalam percaturan perpajakan nasional.

“Saya siap membantu. Ayo kita gerak bersama,” pungkasnya. (bl)

PPN Pulsa dan Voucher Diatur Ulang: Berlaku Rumus 11/12

IKPI, Jakarta: Pemerintah menetapkan penghitungan baru untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11 Tahun 2025 Pasal 13. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk transaksi tersebut kini menggunakan nilai lain sebesar 11/12 dari nilai pembayaran atau tagihan.

Ayat (2) dan (3) mengatur bahwa penyerahan pulsa dan kartu perdana oleh pelaku usaha telekomunikasi dan distributor dihitung berdasarkan 11/12 dari nilai pembayaran yang ditagih atau dari harga jual kepada pelanggan.

Pada ayat (4), penjualan token listrik dikenai PPN dari 11/12 nilai komisi, pendapatan administrasi, atau selisih nilai nominal dengan nilai yang diminta, tidak termasuk pajak daerah dan bea meterai.

Untuk jasa pemasaran voucer, distribusi voucer, dan program loyalitas pelanggan, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (5), DPP juga menggunakan pendekatan 11/12 dari komisi atau selisih nilai tagih dan bayar, sesuai bentuk penyerahannya.

Ketentuan ini menandai perubahan signifikan dalam sistem administrasi PPN atas produk digital dan jasa distribusi, sebagaimana tercantum secara eksplisit dalam Pasal 13 PMK 11/2025. (alf)

 

 

Restitusi Pajak hingga Maret 2025 Capai Rp 144,38 Triliun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat lonjakan signifikan dalam realisasi restitusi pajak hingga akhir Maret 2025. Angkanya mencapai Rp144,38 triliun, naik tajam 72,88% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp83,51 triliun.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mayoritas restitusi berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar Rp113,29 triliun. Sementara itu, restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Badan tercatat sebesar Rp29,4 triliun dan sisanya berasal dari jenis pajak lainnya sebesar Rp2,05 triliun.

Kenaikan tajam dalam restitusi ini terjadi di tengah laporan menggembirakan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang menyebutkan bahwa pendapatan negara hingga Maret 2025 melonjak menjadi Rp516,1 triliun. Angka ini mencerminkan peningkatan signifikan sebesar Rp200 triliun hanya dalam waktu satu bulan, dibandingkan akumulasi pendapatan Januari-Februari sebesar Rp316,9 triliun.

“Ini adalah sinyal positif yang menunjukkan bahwa tekanan yang sempat dirasakan pada awal tahun sudah mulai mereda. Pemulihan mulai terlihat, dan tren penerimaan negara kembali menguat,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (30/4/2025).

Secara rinci, pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp322,6 triliun, kepabeanan dan cukai sebesar Rp77,5 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp115,9 triliun.

Kombinasi antara peningkatan restitusi dan lonjakan pendapatan negara menjadi indikator penting bahwa geliat ekonomi nasional mulai pulih, sekaligus memberikan optimisme bagi pelaku usaha dan investor di tengah ketidakpastian global. (alf)

 

en_US