IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) cabang Jakarta Utara sukses menyelenggarakan seminar perpajakan bertajuk “Tahun 2025, Coretax dan PPN 12%: Apakah Anda Siap?” yang berlangsung di MGK Kemayoran, Jakarta, Senin (20/01/2025). Acara ini dihadiri sedikitnya 120 peserta, yang terdiri dari anggota IKPI Jakarta Utara serta peserta umum.
Seminar ini menghadirkan narasumber utama dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara, Roberto Ritonga beserta tim penyuluh. Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua Pengurus Daerah IKPI DKJ Tan Alim, turut hadir pada kegiatan tersebut.
Plt Kepala P2Humas Kanwil DJP Jakarta Utara Donna Dian Sukma, yang dalam acara ini mewakili Kepala Kanwil yang berhalangan hadir menyampaikan apresiasinya atas peran IKPI Jakarta Utara sebagai mitra strategis DJP.
“Kanwil DJP sangat mengapresiasi peran IKPI Jakarta Utara dalam memberikan edukasi kepada wajib pajak. Kami berharap kolaborasi ini terus berlanjut untuk menyampaikan informasi yang bermanfaat,” kata Donna.
Sementara itu, Franky Foreson menyampaikan rasa terima kasih kepada Kanwil DJP Jakarta Utara atas partisipasinya dalam seminar ini. “Kami, IKPI Jakarta Utara, berterima kasih atas kesediaan Kanwil DJP Jakarta Utara mengirimkan penyuluh untuk memberikan bimbingan. Meskipun masih ada pertanyaan yang perlu diteruskan ke DJP Pusat, kami sangat mengapresiasi usaha tim penyuluh yang membantu menjawab berbagai pertanyaan dari peserta,” ujarnya.
Seminar berlangsung meriah dengan antusiasme peserta yang melontarkan berbagai pertanyaan teknis terkait implementasi Coretax dan kebijakan PPN 12%. Suasana tetap cair dan interaktif, berkat tim penyuluh yang tanggap menjawab pertanyaan disertai candaan ringan yang menyegarkan.
Dengan terselenggaranya acara ini kata Franky, ia berharap peserta, khususnya konsultan pajak, semakin siap menghadapi perubahan regulasi perpajakan di tahun 2025. Kegiatan seperti ini menjadi bukti nyata peran IKPI dalam mendukung edukasi perpajakan di Indonesia. (bl)
IKPI, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 1.672 pengaduan terkait indikasi pelanggaran perilaku petugas penagihan atau debt collector. Aduan terbanyak berasal dari layanan pinjaman daring (pinjol) dengan total 1.106 laporan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa sektor lainnya yang juga banyak dilaporkan adalah perusahaan pembiayaan dengan 179 pengaduan dan perbankan dengan 387 pengaduan.
“Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi (Pindar) mendominasi dengan 1.106 aduan, diikuti perusahaan pembiayaan sebanyak 179, dan perbankan sebanyak 387,” jelas Friderica Widyasari (Kiki) dalam keterangan resminya, Senin (20/1/2025).
Selain itu, OJK juga mencatat adanya 229 pelanggaran iklan dari total 14.481 iklan yang diawasi selama triwulan III-2024, atau sebesar 1,58%. Pelanggaran iklan tertinggi ditemukan pada sektor Perusahaan Modal Ventura Lembaga Jasa Keuangan (PMVL), yakni sebesar 2,80% atau 99 pelanggaran dari total 3.536 iklan yang dipantau.
Pelanggaran iklan tersebut meliputi penyalahgunaan pernyataan “berizin dan diawasi oleh OJK,” penggunaan logo OJK yang tidak sesuai, hingga informasi promosi yang tidak jelas seperti tidak mencantumkan periode promo dan tautan spesifik untuk penjelasan lebih lanjut.
OJK terus meningkatkan pengawasan terhadap praktik debt collector dan iklan jasa keuangan untuk melindungi konsumen dari tindakan yang merugikan, memastikan kepatuhan pelaku usaha jasa keuangan terhadap regulasi, dan ekosistem keuangan yang sehat dalam penguatan dan pengembangan sektor keuangan terkendali.
“Kami akan terus melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan,” tegas Kiki. (alf)
IKPI, Jakarta: Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk keperluan administrasi perpajakan. NPWP digunakan sebagai tanda pengenal dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Proses Pendaftaran NPWP
Dikutip dari website resmi Direktorat Jenderal Pajak ( DJP), Wajib Pajak Orang Pribadi dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melengkapi dokumen yang disyaratkan. Ada tiga saluran pendaftaran yang dapat dipilih:
• Datang langsung ke KPP/KP2KP: Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan dokumen langsung ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai domisili.
• Melalui pos: Kirim formulir pendaftaran beserta dokumen ke KPP/KP2KP terdekat.
• Daftar online: Melalui situs e-registration Direktorat Jenderal Pajak di https://ereg.pajak.go.id/.
Persyaratan Dokumen
Berikut adalah dokumen yang dibutuhkan sesuai kategori Wajib Pajak:
• Karyawan
• WNI: Fotokopi KTP.
• WNA:
• Fotokopi paspor.
• Fotokopi KITAS atau KITAP.
• Usaha/Pekerjaan Bebas
• Dokumen identitas diri.
• Dokumen yang menunjukkan tempat dan jenis kegiatan usaha, seperti:
• Surat pernyataan bermaterai; atau
• Keterangan tertulis/elektronik dari mitra usaha berbasis aplikasi online.
• Wanita Kawin
• Jika hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim, diperlukan:
• Dokumen identitas diri.
• Surat pernyataan atau keterangan lokasi kegiatan usaha (jika ada).
• Jika memilih hak perpajakan terpisah dari suami, tambahan dokumen:
• Identitas perpajakan suami.
• Dokumen perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
• Dokumen pernyataan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan terpisah.
Secara umum, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wanita kawin tergabung dengan suami, sehingga tidak memerlukan NPWP terpisah.
Wajib Pajak bisa mengetahui informasi lebih lengkap mengenai pendaftaran NPWP melalui situs pajak.go.id pada menu segmentasi Orang Pribadi Karyawan atau Pekerjaan Bebas. (alf)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan wajib pajak orang pribadi untuk melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 antara 1 Januari hingga 31 Maret 2025. Meskipun ada kebijakan baru mengenai sistem Coretax, pelaporan SPT tahunan bagi wajib pajak orang pribadi masih menggunakan sistem e-Filing yang sudah berlaku sebelumnya.
Coretax, yang saat ini masih difokuskan untuk wajib pajak badan, baru akan digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 dan seterusnya.
DJP melalui akun Instagram resminya pada Senin (20/1/2025) menyampaikan, “SPT Tahunan untuk Tahun Pajak 2024 dan pembetulan tahun-tahun sebelumnya masih menggunakan e-Filing. Lapor tahunan dengan Coretax akan berlaku untuk Tahun Pajak 2025 dan seterusnya.”
DJP mengimbau agar wajib pajak segera melakukan pelaporan untuk menghindari penumpukan pengisian SPT di akhir periode pelaporan. Berikut ini langkah-langkah yang dapat diikuti wajib pajak dalam mengisi SPT Tahunan secara online:
1. Akses DJP Online: Masuk ke laman resmi DJP Online, www.pajak.go.id, melalui handphone atau laptop.
2. Login: Masukkan NIK/NPWP, password, dan kode keamanan.
3. Pilih e-Filing: Klik menu lapor dan pilih e-filing, lalu buat SPT.
4. Pilih Formulir: Pilih formulir SPT yang sesuai, seperti 1770 atau 1770 S, berdasarkan penghasilan yang diterima.
5. Isi Data: Isi formulir SPT berdasarkan data penghasilan, harta, utang, serta status SPT Anda.
6. Status SPT: Setelah pengisian, status SPT akan muncul—apakah nihil, kurang bayar, atau lebih bayar. Sesuaikan pelaporan dengan status yang ditampilkan.
7. Verifikasi: Klik tombol setuju dan masukkan kode verifikasi yang dikirimkan melalui email atau nomor telepon.
8. Kirim SPT: Kirim SPT dan tunggu tanda terima elektronik yang akan dikirimkan ke email Anda.
Untuk melakukan pelaporan ini, wajib pajak juga perlu memastikan bahwa mereka telah memiliki Electronic Filing Identification Number (EFIN). EFIN adalah nomor identifikasi yang diterbitkan oleh DJP yang berfungsi sebagai identitas wajib pajak dalam melakukan transaksi elektronik dengan DJP.
Bagi wajib pajak yang belum memiliki EFIN, permohonan pembuatan EFIN dapat dilakukan secara online dengan mengirimkan email ke kantor pajak terdekat dengan melampirkan data dan dokumen pendukung, termasuk foto KTP dan NPWP. Jika wajib pajak lupa EFIN, mereka bisa mengajukan permohonan untuk mendapatkannya kembali melalui email yang terdaftar di DJP.
DJP juga mengingatkan bahwa apabila pelaporan dilakukan dengan tepat waktu, wajib pajak akan menghindari denda atau sanksi atas keterlambatan pelaporan.
Bagi wajib pajak yang memerlukan informasi lebih lanjut, DJP juga menyediakan layanan Kring Pajak di nomor 1500-200. (alf)
IKPI, Jakarta: Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) Senin (20/1/2025) resmi meluncurkan perdagangan karbon internasional untuk pertama kalinya dalam sejarah. Langkah ini bertujuan untuk menarik partisipasi global dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan karbon dunia.
Peluncuran ini didasarkan pada kerangka hukum yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022, yang mengatur mekanisme otorisasi perdagangan karbon ke pihak asing.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, menyatakan bahwa peluncuran ini merupakan tonggak penting dalam upaya Indonesia mengatasi perubahan iklim.
“Hari ini merupakan momen bersejarah bagi Indonesia. Inisiatif perdagangan karbon internasional ini menandai langkah besar dalam menunjukkan kesediaan kita untuk berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian target iklim global,” ujar Iman dalam acara peluncuran di Gedung Bursa Efek Indonesia.
Sebelumnya, perdagangan karbon di Indonesia hanya berlangsung di pasar domestik. Namun, partisipasi dalam pasar tersebut masih terbatas. Pada tahun 2024, jumlah peserta yang terdaftar mencapai 104, meningkat drastis dari 16 peserta saat pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023.
Capaian luar biasa lainnya adalah tercapainya volume perdagangan kumulatif sebesar 1 juta ton karbon.
Menurut Iman, keberhasilan ini didukung oleh kontribusi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI dan anak perusahaannya.
“Ketertarikan mereka dalam membeli unit karbon menyumbang sekitar 83% dari total volume perdagangan karbon,” tambahnya.
Peluncuran perdagangan karbon internasional ini diharapkan dapat mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca, sekaligus memberikan peluang ekonomi baru bagi pelaku usaha dan pemerintah. Dengan inisiatif ini, Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. (alf)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperkuat sistem validasi dalam pembuatan Faktur Pajak (FP) Kode 07 melalui koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi data dan mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Dari laman Instagram DJP dijelaskan, Faktur Pajak Kode 07 digunakan dalam transaksi di Kawasan Berikat, Kawasan Bebas, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Untuk memastikan validitas dokumen yang diinput, DJP telah mengintegrasikan sistem Coretax dengan:
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melalui CEISA 4.0
• Untuk Kawasan Berikat (Kode 02), wajib pajak harus menginput Nomor Pengajuan (AJU) dan tanggal AJU, sesuai dengan dokumen Pemberitahuan Pemasukan Asal Daerah Pabean ke Kawasan Berikat (BC 4.0) atau Surat Persetujuan Pengeluaran Barang.
• Wajib pajak dapat mengirimkan data nomor AJU dari CEISA 4.0 ke Coretax DJP dengan mengklik tombol “Kirim Faktur Pajak”. Setelah data diterima, tanggal faktur harus disesuaikan dengan tanggal penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).
• Lembaga Nasional Single Window (LNSW) melalui INSW
• Untuk Kawasan Bebas (Kode 18), dokumen yang harus diinput adalah Pemberitahuan Perolehan atau Pengeluaran Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (PPBJ).
• Untuk Kawasan Ekonomi Khusus (Kode 17), dokumen yang harus diinput adalah Pemberitahuan Jasa KEK (PJKEK).
• Data pembeli dan rincian transaksi otomatis diisi melalui interoperabilitas Coretax DJP dan INSW.
Melalui integrasi ini, DJP memastikan bahwa wajib pajak dapat menginput data dengan lebih cepat dan akurat, sehingga meminimalkan kesalahan dalam penerbitan faktur pajak.
Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak di berbagai kawasan ekonomi khusus di Indonesia.
DJP terus mengimbau para pelaku usaha untuk memahami tata cara penggunaan Faktur Pajak 07 agar dapat memanfaatkan sistem ini secara optimal. Bagi wajib pajak yang membutuhkan panduan lebih lanjut, DJP menyediakan layanan konsultasi melalui kanal resmi yang tersedia. (alf)
IKPI, Bogor: Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Erawati, hadir dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang berlangsung di Jambuluwuk Resort, Bogor, Jawa Barat, Minggu (19/1/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan beberapa poin penting terkait perkembangan dan perhatian pemerintah terhadap profesi konsultan pajak di Indonesia.
Dalam sambutannya dihadapan ratusan pengurus pusat, pengurus daerah, dan pengurus cabang IKPI se-Indonesia, Erawati menekankan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan pembentukan sebuah fungsional baru yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan profesi keuangan khususnya konsultan pajak.
Salah satu poin penting yang disampaikan adalah terkait adanya unit Intelligent Data di Kemenkeu, yang nantinya fokus pada pengembangan profil risk management (manajemen risiko) untuk profesi keuangan khususnya konsultan pajak. Disarankan IKPI mengembangkan unit departemen ini juga. Menurutnya, ini akan menjadi perhatian khusus di masa depan, mengingat peran konsultan pajak yang semakin signifikan dalam dunia profesi keuangan dan era digital.
“Ke depan, PPPK ingin mensejajarkan konsultan pajak dengan profesi keuangan lainnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang salah satunya Profesi Konsultan Pajak. Pemerintah juga sedang membangun pemerataan (flying field) untuk profesi keuangan, yang bertujuan menciptakan ekosistem yang sehat bagi praktik profesi ini, khususnya konsultan pajak,” kata Erawati.
Ia juga menjelaskan bahwa meskipun konsultan pajak merupakan profesi yang relatif baru dalam ekosistem profesi keuangan, dengan jumlah anggota yang sangat besar, yakni lebih dari 7.000 konsultan pajak khususnya anggota IKPI, maka perhatian pemerintah terhadap profesi ini akan semakin meningkat. Pemerintah, melalui kebijakan dan regulasi yang ada, berkomitmen untuk memberikan dukungan agar profesi konsultan pajak dapat berkembang dengan baik dan seimbang dalam ekosistem keuangan yang sehat.
Dalam kesempatan tersebut, Erawati mengungkapkan bahwa penguatan dan pengembangan sektor keuangan, termasuk konsultan pajak, menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Salah satunya adalah untuk memastikan bahwa profesi konsultan pajak tidak hanya berkembang, tetapi juga dilaksanakan dalam kerangka yang sehat dan berkelanjutan.
Sementara itu, Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menyambut baik kehadiran Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu Erawati, dalam Rakor tersebut. Ia menilai pertemuan tersebut sebagai langkah positif yang memperlihatkan keterbukaan antara regulator dan profesi konsultan pajak.
“Ini hal yang positif bagi IKPI karena kami dapat mendengarkan langsung penjelasan dari Kepala PPPK mengenai kebijakan-kebijakan yang akan datang,” ujar Vaudy. Ia menambahkan bahwa dengan hadirnya Erawati, IKPI dapat memperoleh informasi terkait peraturan-peraturan yang akan diterapkan, yang tentunya berdampak langsung pada profesi konsultan pajak.
Salah satu pembahasan penting dalam rakor tersebut kata Vaudy, adalah mengenai Sistem Pengendalian Mutu (SPM), yang disebutkan oleh Erawati. Vaudy menekankan bahwa IKPI berharap dapat dilibatkan dalam proses perancangan peraturan terkait SPM, agar dapat mempersiapkan anggotanya dengan baik.
“Kami ingin diinformasikan lebih dahulu mengenai isi peraturan tersebut, supaya kami juga bisa mempersiapkan anggota dengan membuat draft atau panduan yang sesuai,” ungkap Vaudy.
Lebih lanjut, ia berharap agar peraturan-peraturan yang akan datang dapat dirancang dengan melibatkan IKPI sejak awal, khususnya terkait kebijakan-kebijakan yang berdampak pada konsultan pajak. Vaudy menekankan pentingnya prinsip equal playing field, yaitu agar perlakuan terhadap konsultan pajak dan profesi lainnya setara, tanpa ada diskriminasi, terutama dalam menangani wajib pajak yang memiliki kewajiban pajak yang sama, terlepas dari lokasi atau profesi yang menangani.
“Semua konsultan pajak, baik yang besar maupun kecil, harus diperlakukan secara adil. Karena kita semua menghandle wajib pajak, yang di mana pun berada, dengan aturan yang sama,” tegas Vaudy.
Dengan harapan agar regulasi tersebut segera diterbitkan, Vaudy menambahkan bahwa IKPI akan terus mendorong agar proses peraturan berjalan dengan cepat dan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan, termasuk dalam hal penyusunan RPMK (Rancangan Peraturan Menteri Keuangan). (bl)
IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meminta masyarakat memberikan waktu tiga hingga empat bulan agar sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat berjalan optimal.
“Jangan cepat-cepat kritik. Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan,” ujar Luhut dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 di Jakarta, baru-baru ini.
Ia menegaskan bahwa kritik masyarakat tetap penting, tetapi harus dilakukan secara konstruktif. Sistem baru ini, menurutnya, tidak terhindar dari kekurangan pada awal implementasi.
“Dalam satu bulan pertama, pastilah ada yang kurang sana-sini. Tapi, jangan buru-buru kritik,” tambah Luhut.
Sinergi dengan Kemenkeu
Luhut juga mengungkapkan telah berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai pengembangan dan integrasi sistem Coretax. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan administrasi perpajakan dengan layanan digital pemerintah (government technology atau govtech).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Coretax merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, sistem ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak.
“Semua dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi, dan yang terpenting untuk membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan,” ungkap Sri Mulyani.
Luhut menekankan bahwa partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan sistem ini. Selain memberikan masukan, masyarakat diharapkan memahami cara kerja Coretax dan mendukung implementasinya.
Sementara itu, Sri Mulyani memastikan bahwa DJP terus bekerja keras agar Coretax dapat dioperasikan secara optimal meskipun menghadapi berbagai tantangan.
“Kami menjaga aspek interoperabilitas agar koordinasi dan kolaborasi sistem pemerintahan berjalan baik, termasuk integrasi dengan data di sistem Coretax,” jelasnya.
Coretax diharapkan menjadi solusi untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih modern dan terintegrasi, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan reformasi perpajakan Indonesia. (alf)
IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan tidak akan memberikan bantuan sosial (bansos) khusus untuk merespons kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, yang menegaskan bahwa kebijakan ini telah melalui seleksi dan pertimbangan matang.
“PPN tidak ada kaitannya dengan bansos khusus. Karena memang dari 11 persen naik menjadi 12 persen itu betul-betul sudah diseleksi ya,” kata Muhaimin dalam keterangannya baru-baru ini.
Ia menjelaskan, kenaikan PPN tersebut hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Sementara kebutuhan dasar masyarakat, termasuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pariwisata, tidak terdampak oleh kenaikan ini.
“UMKM dan sektor wisata yang berkaitan dengan hajat orang banyak tidak kena pajak 12 persen. Yang dikenakan hanya sektor-sektor barang mewah, berbagai barang di luar kebutuhan dasar,” ujarnya.
Muhaimin juga menambahkan bahwa pemerintah tetap memberikan keringanan dan kemudahan bagi pelaku UMKM untuk menjalankan usahanya. Kebijakan kenaikan PPN ini, menurutnya, telah dirancang untuk tetap mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa membebani masyarakat kecil.
“Mana yang tidak boleh naik, mana yang naik, semuanya telah dipertimbangkan dengan matang agar ekonomi tetap tumbuh, melindungi, dan memfasilitasi. Uang tambahan dari kenaikan PPN ini akan digunakan untuk keperluan subsidi berbagai jenis kebutuhan,” jelasnya.
Rencana kenaikan PPN ini dijadwalkan mulai berlaku tahun depan. Pemerintah optimistis langkah ini dapat membantu meningkatkan pendapatan negara tanpa mengorbankan sektor yang berkaitan langsung dengan masyarakat luas. (alf)
IKPI, Jakarta: Sistem Cortex menjadi topik utama dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat, Rabu (15/1/2025). Ketua IKPI Jakarta Barat, Teo Takismen, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memahami lebih dalam implementasi sistem Cortex serta mengidentifikasi tantangan yang muncul di lapangan.
“Kita sangat beruntung karena bisa menghadirkan narasumber dari tim penyuluh DJP yang memang ahli di bidang ini. Fokus kita adalah bagaimana menjembatani kebutuhan klien dan wajib pajak dengan kebijakan baru ini,” ujar Teo.
Teo mengungkapkan bahwa sistem Cortex, meski memiliki potensi untuk memodernisasi administrasi pajak, menghadapi sejumlah tantangan, terutama pada tahap awal implementasi.
“Banyak anggota kami yang mengeluhkan kendala teknis, seperti kesulitan membuat faktur pajak atau mengakses fitur tertentu di sistem. Hal ini tentu memengaruhi kelancaran bisnis wajib pajak,” katanya.
Namun, ia menekankan pentingnya pendekatan positif dalam menghadapi perubahan ini. “Memang banyak komentar negatif, tapi kita harus melihat ini sebagai langkah maju. Sistem ini masih dalam masa transisi, dan saya yakin perbaikan terus dilakukan,” tambah Teo.
Seminar ini dihadiri oleh sekitar 130 peserta, termasuk anggota IKPI Jakarta Barat dan perwakilan dari DJP. Teo menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi momen penting untuk saling berbagi pengalaman dan pemahaman.
“Kami ingin seminar ini menjadi ajang pembelajaran, bukan sekadar untuk menyampaikan keluhan. Dengan memahami kelemahan sistem Cortex, kita bisa mencari solusi bersama dan membantu klien menjalankan kewajiban pajaknya dengan lebih baik,” ujar Teo.
Selain itu, Teo mengapresiasi langkah DJP yang terus memperbaiki sistem berdasarkan masukan dari para pengguna. Ia juga mengimbau pemerintah untuk memberikan kelonggaran selama masa transisi agar wajib pajak dan konsultan pajak dapat menyesuaikan diri.
“Selama masa transisi, kami berharap tidak ada sanksi yang diberikan terkait keterlambatan pelaporan akibat kendala teknis. Saya yakin DJP memahami situasi ini dan terus berupaya meningkatkan layanan mereka,” ujarnya.
Harapan IKPI Jakarta Barat
Di akhir kegiatan, Teo menyampaikan harapannya agar anggota IKPI semakin solid dan profesional dalam menghadapi perubahan besar seperti implementasi Cortex.
“Kita harus siap menjadi mitra strategis bagi DJP dan wajib pajak. Dengan kolaborasi yang baik, saya yakin tantangan ini bisa kita lewati bersama,” ujarnya.
Menurutnya, seminar ini juga menjadi bukti komitmen IKPI Jakarta Barat untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi perkembangan kebijakan pajak di Indonesia. (bl)