Luhut Minta Masyarakat Beri Waktu 4 Bulan untuk Optimalkan Coretax

IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meminta masyarakat memberikan waktu tiga hingga empat bulan agar sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat berjalan optimal.
“Jangan cepat-cepat kritik. Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan,” ujar Luhut dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 di Jakarta, baru-baru ini.

Ia menegaskan bahwa kritik masyarakat tetap penting, tetapi harus dilakukan secara konstruktif. Sistem baru ini, menurutnya, tidak terhindar dari kekurangan pada awal implementasi.
“Dalam satu bulan pertama, pastilah ada yang kurang sana-sini. Tapi, jangan buru-buru kritik,” tambah Luhut.
Sinergi dengan Kemenkeu
Luhut juga mengungkapkan telah berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai pengembangan dan integrasi sistem Coretax. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan administrasi perpajakan dengan layanan digital pemerintah (government technology atau govtech).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Coretax merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, sistem ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak.
“Semua dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi, dan yang terpenting untuk membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan,” ungkap Sri Mulyani.

Luhut menekankan bahwa partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan sistem ini. Selain memberikan masukan, masyarakat diharapkan memahami cara kerja Coretax dan mendukung implementasinya.

Sementara itu, Sri Mulyani memastikan bahwa DJP terus bekerja keras agar Coretax dapat dioperasikan secara optimal meskipun menghadapi berbagai tantangan.

“Kami menjaga aspek interoperabilitas agar koordinasi dan kolaborasi sistem pemerintahan berjalan baik, termasuk integrasi dengan data di sistem Coretax,” jelasnya.

Coretax diharapkan menjadi solusi untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih modern dan terintegrasi, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan reformasi perpajakan Indonesia. (alf)

Hong Kong Pertimbangkan Kenaikan Pajak Penghasilan bagi Orang Kaya untuk Tutup Defisit Anggaran

IKPI, Jakarta: Pemerintah Hong Kong tengah mempertimbangkan untuk menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) bagi golongan berpendapatan tinggi, atau yang disebut sebagai high wealth individuals, untuk tahun kedua berturut-turut.

Langkah ini bertujuan untuk menekan defisit anggaran yang terus membengkak. Wacana ini telah menjadi bagian dari konsultasi publik yang berlangsung selama beberapa minggu terakhir.

Dalam proses konsultasi tersebut, pejabat pemerintah mengusulkan kenaikan tarif pajak sebesar 16 persen untuk kelompok pendapatan tertinggi, yaitu mereka yang berpenghasilan lebih dari 5 juta dolar Hong Kong (sekitar Rp 10,52 miliar) per tahun.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan opsi untuk menurunkan ambang batas penghasilan tertinggi, sehingga lebih banyak individu yang masuk dalam kategori wajib pajak tersebut.

Meski demikian, belum ada kepastian apakah rencana ini akan diterapkan.

Pemerintah masih menunggu hasil konsultasi publik sebelum mengambil keputusan konkret.

“Kami menerima berbagai usulan dari sektor-sektor yang berbeda dan masyarakat umum selama proses konsultasi anggaran. Kami tidak memberikan komentar atas usulan individu atau spekulasi,” ujar seorang juru bicara Kantor Sekretaris Keuangan Hong Kong, dikutip dari Bloomberg pada Sabtu (18/1/2025).

Lanjutan dari Kebijakan Pajak 2024

Jika kebijakan ini diterapkan, langkah tersebut akan melanjutkan kenaikan pajak serupa yang diberlakukan pada 2024, ketika tarif pajak tertinggi dinaikkan untuk pertama kalinya dalam dua dekade. Hong Kong saat ini menghadapi tekanan ekonomi besar akibat defisit anggaran, dampak pandemi COVID-19, serta ketegangan politik dalam beberapa tahun terakhir.

Meskipun dikenal sebagai kota dengan sistem pajak rendah yang menarik bagi investor global, pemerintah setempat menegaskan bahwa langkah ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.

“Penting untuk mempertahankan keunggulan kompetitif Hong Kong sebagai kota dengan sistem pajak sederhana dan rendah. Namun, sama pentingnya untuk mengikuti prinsip bahwa mereka yang mampu harus membayar lebih, sehingga dampaknya terhadap masyarakat umum dapat diminimalkan,” ungkap Sekretaris Keuangan Hong Kong, Paul Chan, dalam sebuah unggahan di blog pribadinya pada Minggu (5/1/2025).

Pemerintah juga menekankan bahwa upaya pengendalian pengeluaran akan menjadi prioritas utama dalam menurunkan defisit anggaran, meski kontribusi dari golongan berpenghasilan tinggi tetap dianggap sebagai bagian penting dari solusi.

Apakah kebijakan ini akan diberlakukan atau tidak, masih menjadi tanda tanya. Namun, wacana ini dipastikan akan berdampak signifikan bagi masyarakat dan perekonomian Hong Kong secara keseluruhan. (alf)

Foto: Diskusi Pengurus Pusat dengan 13 Pengurus Daerah IKPI

IKPI, Jakarta: Dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi, peran pengurus daerah (Pengda) akan dioptimalkan selama periode 2024-2029. Hal ini disampaikan Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, dalam rapat koordinasi dengan 13 pengurus Pengda IKPI se-Indonesia, di Jambuluwuk Resort, Jumat (17/1/2025) malam.

Menurut Vaudy, optimalisasi peran Pengda adalah kunci dalam meningkatkan program organisasi, karena Pengda bukan hanya perpanjangan tangan dari pengurus pusat, melainkan ujung tombak dalam menyukseskan program hingga ke tingkat cabang. (Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Pemerintah Tegaskan Tak Ada Bansos Khusus Terkait Kenaikan PPN 12 Persen

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan tidak akan memberikan bantuan sosial (bansos) khusus untuk merespons kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, yang menegaskan bahwa kebijakan ini telah melalui seleksi dan pertimbangan matang.

“PPN tidak ada kaitannya dengan bansos khusus. Karena memang dari 11 persen naik menjadi 12 persen itu betul-betul sudah diseleksi ya,” kata Muhaimin dalam keterangannya baru-baru ini.

Ia menjelaskan, kenaikan PPN tersebut hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Sementara kebutuhan dasar masyarakat, termasuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pariwisata, tidak terdampak oleh kenaikan ini.

“UMKM dan sektor wisata yang berkaitan dengan hajat orang banyak tidak kena pajak 12 persen. Yang dikenakan hanya sektor-sektor barang mewah, berbagai barang di luar kebutuhan dasar,” ujarnya.

Muhaimin juga menambahkan bahwa pemerintah tetap memberikan keringanan dan kemudahan bagi pelaku UMKM untuk menjalankan usahanya. Kebijakan kenaikan PPN ini, menurutnya, telah dirancang untuk tetap mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa membebani masyarakat kecil.

“Mana yang tidak boleh naik, mana yang naik, semuanya telah dipertimbangkan dengan matang agar ekonomi tetap tumbuh, melindungi, dan memfasilitasi. Uang tambahan dari kenaikan PPN ini akan digunakan untuk keperluan subsidi berbagai jenis kebutuhan,” jelasnya.

Rencana kenaikan PPN ini dijadwalkan mulai berlaku tahun depan. Pemerintah optimistis langkah ini dapat membantu meningkatkan pendapatan negara tanpa mengorbankan sektor yang berkaitan langsung dengan masyarakat luas. (alf)

 

Seminar IKPI Pengda Sumbagsel Kupas Tuntas Penerapan Coretax dan PMK 81/2024

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) melaksanakan dua agenda besar pada Senin (13/1/2025). Kegiatan ini mencakup seminar perpajakan dengan topik terkini (Coretax) dan pelantikan pengurus baru di tingkat daerah dan cabang.

Ketua Pengda IKPI Sumbagsel Nurlena, menjelaskan bahwa seminar perpajakan mengangkat tema “Sekilas Menilik Perubahan Sifat WP UMKM (Angsuran PPh Pasal 25), Menilik Isi PMK-81/2024 Menggunakan PETA, Menilik Penerapan CORETAX 2025, dan Menilik Critical Point Dalam SPT Tahunan 2024.”

Diketahui, seminar ini menghadirkan narasumber Sapto Windi Argo, dengan 182 peserta yang terdiri dari 80 anggota IKPI dan 102 peserta umum.

“Seminar ini bertujuan memberikan wawasan kepada peserta mengenai perubahan aturan perpajakan terbaru serta implikasinya terhadap wajib pajak. Kami berharap diskusi ini membantu meningkatkan pemahaman peserta terhadap isu-isu perpajakan yang krusial,” ujar Nurlena, Sabtu (18/1/2025).

Selain seminar, agenda kedua adalah pelantikan Pengda Sumbagsel dan pengurus cabang Palembang, Jambi, Lampung, serta Pangkal Pinang. Pelantikan dilakukan oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, dan dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung (SSBB), Tarmizi, bersama Kabid P2Humas DJP Teguh Pribadi Prasetia.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagsel)

Selain itu, beberapa kepala KPP Pratama di Kota Palembang atau perwakilannya, serta Kaprodi Akuntansi FEB Universitas Multi Data Palembang Siti Khairani, juga turut hadir.

Keesokan paginya, 14 Januari 2025 bertempat di Ruang Rapat Kakanwil DJP SSBB dilakukan audiensi antara jajaran pengurus pusat, pengda, dan pengcab IKPI Sumbagsel dengan Kanwil DJP SSBB. Dialog ini dipimpin langsung oleh Kakanwil DJP SSBB Tarmizi, dan melibatkan sejumlah pejabat Kanwil DJP, termasuk Kabid P2Humas, Kabid DP3, Kabid P2IP, Kabid PEP, Kabid KBP, serta beberapa kepala KPP di wilayah kota Palembang.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagsel)

“Diskusi berlangsung produktif, dengan berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peserta berhasil dijawab oleh Kabid terkait, kepala KPP, dan Kakanwil. Ini mencerminkan sinergi yang baik antara IKPI dan DJP untuk mendukung kepatuhan pajak di wilayah Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung,” kata Nurlena.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagsel)

Menurutnya, kegiatan ini menunjukkan komitmen IKPI dalam mendukung pengembangan profesionalisme konsultan pajak serta meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap peraturan perpajakan terbaru. (bl)

DJP Vietnam Perintahkan 100 Bank dan Perantara Pembayaran Setorkan Pajak dari Agoda, Airbnb, Booking, dan PayPal

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Vietnam mengambil langkah tegas dengan meminta 100 bank dan perantara pembayaran untuk melaporkan, menahan, serta menyetorkan pajak dari transaksi yang dilakukan melalui platform lintas batas seperti Agoda, Airbnb, Booking, dan PayPal. Langkah ini diambil karena keempat platform tersebut terus beroperasi di Vietnam namun tidak mendaftarkan diri untuk keperluan pajak meskipun menghasilkan pendapatan signifikan dari konsumen Vietnam.

Meskipun tidak memiliki kantor permanen di Vietnam, Agoda, Airbnb, Booking, dan PayPal tetap memperoleh pendapatan dari layanan yang mereka tawarkan kepada konsumen di negara tersebut. Oleh karena itu, DJP Vietnam mengklasifikasikan mereka sebagai kontraktor asing yang wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dihitung berdasarkan persentase pendapatan yang mereka terima.

Wakil Direktur Jenderal Pajak Vietnam, Mai Sơn, menegaskan bahwa transformasi digital dan penerapan teknologi informasi adalah prioritas utama DJP Vietnam untuk tahun 2025, terutama dalam mengelola pajak dari sektor e-commerce dan penyedia asing. “Kami akan terus memperkuat langkah-langkah pengawasan terhadap penyedia asing yang tidak mendaftarkan pajaknya atau tidak melaporkan pendapatan mereka secara lengkap,” katanya.

DJP Vietnam juga mencatat bahwa hingga tahun 2024, sebanyak 123 penyedia asing telah mendaftar, melaporkan, dan membayar pajak di Vietnam, dengan total pajak yang disetorkan mencapai 8.687 triliun Vietnam Dong (sekitar Rp5,56 triliun), mengalami kenaikan signifikan sebesar 26 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total tersebut, perusahaan-perusahaan besar seperti Meta, Google, Microsoft, TikTok, Netflix, dan Apple menyumbang sekitar 90 persen dari pendapatan e-commerce lintas batas di Vietnam.

Sejak portal elektronik untuk penyedia asing diluncurkan pada Maret 2022, perusahaan-perusahaan asing telah membayar pajak sebesar 20.261 triliun Vietnam Dong (sekitar Rp20,26 triliun). Meskipun begitu, otoritas Vietnam menekankan bahwa tidak semua platform mematuhi regulasi yang berlaku, dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (MoIT) juga turut mengawasi kegiatan mereka. MoIT bahkan telah menghentikan operasional beberapa platform yang belum memenuhi persyaratan perizinan.

Sebagai tambahan, Kementerian Informasi dan Komunikasi (MIC) Vietnam terus bekerja sama dengan platform-platform lintas batas untuk memastikan bahwa konten yang melanggar hukum Vietnam segera dihapus. Upaya ini telah membuahkan hasil, dengan Facebook, Google, dan TikTok telah menghapus ribuan konten ilegal dengan tingkat kepatuhan lebih dari 90 persen.

Pada tahun 2025, MoIT berencana untuk mengajukan pengembangan Undang-Undang E-commerce yang lebih koheren dan konsisten guna menciptakan kerangka hukum yang lebih jelas bagi penyedia layanan e-commerce lintas batas yang beroperasi di Vietnam. (alf)

PBJT atas Makanan dan Minuman Resmi Diberlakukan di DKI

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah resmi menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas makanan dan minuman yang disediakan di restoran dan layanan katering. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini dikenakan langsung kepada konsumen akhir yang menikmati layanan makan atau minum di DKI Jakarta.

PBJT dikenakan atas penjualan, penyerahan, atau konsumsi makanan dan minuman di tempat-tempat yang telah ditentukan, antara lain restoran dan jasa boga atau katering. Restoran yang dimaksud adalah tempat yang menyediakan fasilitas penyajian seperti meja, kursi, dan peralatan makan. Sementara itu, jasa boga atau katering meliputi penyediaan bahan baku, pengolahan, hingga penyajian makanan berdasarkan pesanan pelanggan.

Namun, tidak semua usaha yang bergerak di bidang makanan dan minuman dikenakan pajak ini. Beberapa pengecualian di antaranya adalah usaha kecil dengan omzet di bawah Rp42 juta per bulan, toko swalayan yang tidak menjual makanan dan minuman sebagai produk utama, serta pabrik makanan atau minuman yang menjual produk langsung kepada konsumen.

PBJT dikenakan dengan tarif sebesar 10 persen dari total pembayaran yang diterima penyedia makanan dan minuman. Sebagai contoh, jika total tagihan di restoran mencapai Rp100.000, konsumen akan dikenakan pajak sebesar Rp10.000. Pembayaran pajak ini dilakukan langsung saat konsumen menyelesaikan pembayaran.

Dengan penerapan PBJT ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha terkait kewajiban pajak. Selain itu, pajak yang dipungut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pembangunan daerah yang lebih baik dan optimal.(alf)

IKPI Perkuat Sosialisasi Kebijakan dan Jalin Hubungan dengan Asosiasi Bisnis

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung kebijakan perpajakan dan penguatan hubungan bisnis. Dalam rencana strategis kepengurusan periode 2024-2029, organisasi ini fokus pada dua pilar Utama, yakni sosialisasi kebijakan perpajakan dan pengembangan kemitraan dengan berbagai asosiasi bisnis.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menegaskan pentingnya membangun hubungan yang lebih erat dengan wajib pajak serta asosiasi bisnis guna menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih inklusif dan efisien. Dalam pernyataannya, Vaudy menjelaskan bahwa IKPI akan menggelar pertemuan besar pada 20 Februari mendatang, yang dirancang khusus untuk memperkenalkan organisasi tersebut kepada lebih dari 100 asosiasi bisnis yang diundang.

“Langkah ini bertujuan untuk memperluas sinergi antara IKPI dan berbagai pihak terkait. Kami ingin menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah dengan pelaku usaha dalam hal kebijakan perpajakan. Melalui kerja sama ini, kami berharap dapat meningkatkan edukasi masyarakat sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak negara,” ujar Vaudy saat kunjungan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Selasa (14/1/2025).

Kolaborasi untuk Meningkatkan Kesadaran Pajak

Vaudy juga mengungkapkan bahwa melalui kolaborasi dengan asosiasi bisnis, IKPI dapat lebih efektif dalam menjangkau berbagai segmen masyarakat. Sosialisasi kebijakan perpajakan yang melibatkan pelaku usaha dinilai menjadi kunci utama dalam membangun kesadaran akan pentingnya pajak sebagai penopang pembangunan negara.

“Kami percaya bahwa pemahaman yang baik tentang pajak harus dimulai dari pemangku kepentingan bisnis. Dengan mereka, kami bisa menyampaikan informasi yang lebih tepat sasaran, terutama mengenai peraturan baru atau kebijakan strategis yang dikeluarkan pemerintah,” katanya.

Dalam jangka panjang, ia berharap kerja sama ini dapat membuka ruang dialog yang konstruktif antara pemerintah, asosiasi bisnis, dan konsultan pajak. Selain itu, program ini diharapkan mampu mendorong pelaku usaha untuk lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan mereka.

Dengan langkah ini, Vaudy menegaskan posisinya sebagai mitra strategis pemerintah dalam mendorong reformasi perpajakan dan memastikan kebijakan pajak yang inklusif dapat dijalankan dengan baik.

Pertemuan yang akan digelar pada bulan Februari mendatang tidak hanya menjadi ajang sosialisasi, tetapi juga menjadi tonggak baru bagi IKPI untuk terus memperkuat peran dan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi nasional. (bl)

IKPI Jakarta Barat Bahas Implementasi Sistem Cortex dalam Seminar Bersama DJP

IKPI, Jakarta: Sistem Cortex menjadi topik utama dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat, Rabu (15/1/2025). Ketua IKPI Jakarta Barat, Teo Takismen, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memahami lebih dalam implementasi sistem Cortex serta mengidentifikasi tantangan yang muncul di lapangan.

“Kita sangat beruntung karena bisa menghadirkan narasumber dari tim penyuluh DJP yang memang ahli di bidang ini. Fokus kita adalah bagaimana menjembatani kebutuhan klien dan wajib pajak dengan kebijakan baru ini,” ujar Teo.

Teo mengungkapkan bahwa sistem Cortex, meski memiliki potensi untuk memodernisasi administrasi pajak, menghadapi sejumlah tantangan, terutama pada tahap awal implementasi.

“Banyak anggota kami yang mengeluhkan kendala teknis, seperti kesulitan membuat faktur pajak atau mengakses fitur tertentu di sistem. Hal ini tentu memengaruhi kelancaran bisnis wajib pajak,” katanya.

Namun, ia menekankan pentingnya pendekatan positif dalam menghadapi perubahan ini. “Memang banyak komentar negatif, tapi kita harus melihat ini sebagai langkah maju. Sistem ini masih dalam masa transisi, dan saya yakin perbaikan terus dilakukan,” tambah Teo.

Seminar ini dihadiri oleh sekitar 130 peserta, termasuk anggota IKPI Jakarta Barat dan perwakilan dari DJP. Teo menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi momen penting untuk saling berbagi pengalaman dan pemahaman.

“Kami ingin seminar ini menjadi ajang pembelajaran, bukan sekadar untuk menyampaikan keluhan. Dengan memahami kelemahan sistem Cortex, kita bisa mencari solusi bersama dan membantu klien menjalankan kewajiban pajaknya dengan lebih baik,” ujar Teo.

Selain itu, Teo mengapresiasi langkah DJP yang terus memperbaiki sistem berdasarkan masukan dari para pengguna. Ia juga mengimbau pemerintah untuk memberikan kelonggaran selama masa transisi agar wajib pajak dan konsultan pajak dapat menyesuaikan diri.

“Selama masa transisi, kami berharap tidak ada sanksi yang diberikan terkait keterlambatan pelaporan akibat kendala teknis. Saya yakin DJP memahami situasi ini dan terus berupaya meningkatkan layanan mereka,” ujarnya.

Harapan IKPI Jakarta Barat

Di akhir kegiatan, Teo menyampaikan harapannya agar anggota IKPI semakin solid dan profesional dalam menghadapi perubahan besar seperti implementasi Cortex.

“Kita harus siap menjadi mitra strategis bagi DJP dan wajib pajak. Dengan kolaborasi yang baik, saya yakin tantangan ini bisa kita lewati bersama,” ujarnya.

Menurutnya, seminar ini juga menjadi bukti komitmen IKPI Jakarta Barat untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi perkembangan kebijakan pajak di Indonesia. (bl)

DJP Kembali Ingatkan Masyarakat Waspada terhadap Modus Penipuan Pajak, IKPI Sarankan Wajib Pajak Lakukan Konsultasi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengumumkan maraknya kasus penipuan yang mengatasnamakan pejabat atau pegawai DJP. Dalam Pengumuman Nomor PENG-4/PJ.09/2025, DJP mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap berbagai modus penipuan yang memanfaatkan nama institusi pajak.

Dikutip dari pengumuman yang dikeluarkan DJP pada 15 Januari 2025 disebutkan, modus penipuan yang sering digunakan antara lain:

* Phising: Penipu menghubungi korban melalui telepon, email, atau pesan teks, lalu meminta data pribadi.
* Pharming: Korban diarahkan ke situs web palsu untuk mencuri informasi.
* Sniffing: Perangkat korban diretas untuk mengakses data penting.
* Money Mule: Korban dijebak untuk mentransfer uang.
* Social Engineering: Penipu menggunakan manipulasi psikologis untuk mendapatkan informasi penting.

Modus Penipuan Berkedok Coretax DJP

Meski modus-modus ini bukan hal baru, DJP mencatat bahwa pelaku memanfaatkan implementasi sistem Coretax DJP untuk memanipulasi korban. Mereka meminta masyarakat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur resmi administrasi perpajakan.

DJP memberikan contoh kasus permintaan yang patut dicurigai:

* Meminta pembaruan data atau pembayaran pajak melalui panggilan telepon atau pesan WhatsApp.
* Meminta unduhan aplikasi palsu (.apk) terkait tunggakan pajak.
* Menyuruh membuka tautan yang menyerupai domain DJP atau membayar dana yang tidak resmi.

Imbauan dan Layanan Pengaduan

DJP menegaskan bahwa seluruh layanan resmi hanya menggunakan domain pajak.go.id. Untuk memastikan kebenaran informasi, masyarakat dapat menghubungi:
* Kring Pajak di 1500200.
* Email pengaduan: pengaduan@pajak.go.id.
* Situs resmi pengaduan: https://pengaduan.pajak.go.id.

Masyarakat juga diimbau untuk melaporkan nomor telepon dan konten penipuan melalui laman https://aduannomor.id dan https://aduankonten.id.

Menanggapi pengumuman tersebut, Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jemmi Sutiono, menyambut baik langkah DJP dalam mengeluarkan pengumuman ini. “Kami sangat mendukung upaya DJP dalam mengedukasi masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap modus penipuan yang mengatasnamakan institusi pajak,” kata Jemmi di Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/1/2025) malam.

Menurutnya, kasus seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencemarkan nama baik profesi perpajakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, kami mengimbau wajib pajak untuk selalu berkonsultasi dengan konsultan pajak resmi yang terdaftar di IKPI atau langsung menghubungi DJP jika menerima informasi mencurigakan.

Jemmi juga menambahkan bahwa IKPI siap bekerja sama dengan DJP dalam menyosialisasikan kewaspadaan terhadap penipuan pajak di kalangan masyarakat. “Kesadaran dan kewaspadaan masyarakat menjadi kunci utama dalam memerangi modus-modus penipuan ini,” ujarnya. (bl)

id_ID