IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa zakat yang dibayarkan umat Muslim dapat mengurangi Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib disetorkan ke negara. Penjelasan ini disampaikan melalui unggahan resmi akun Instagram @ditjenpajakri pada Selasa (25/3/2025).
Dalam unggahan tersebut dijelaskan bahwa pengurangan beban pajak dari zakat dilakukan melalui pengurangan penghasilan bruto wajib pajak untuk menghitung penghasilan neto pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Zakat yang dibayarkan tersebut harus dilaporkan pada tahun pajak saat zakat tersebut disetorkan.
“Zakat yang dibayarkan ke lembaga resmi dapat menjadi pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan pajak,” tulis DJP dalam unggahannya.
Agar zakat dapat diakui sebagai komponen pengurang penghasilan bruto dalam penghitungan PPh, zakat tersebut harus disalurkan melalui badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam penghitungan pajak serta menutup celah penghindaran pajak.
Pemerintah melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-3/PJ/2023 telah menetapkan berbagai badan atau lembaga sebagai penerima zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Di antaranya adalah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mulai dari tingkat nasional hingga tingkat kabupaten/kota, serta Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (LAZIZ).
Setelah membayarkan zakat, masyarakat diimbau untuk menyimpan bukti pembayaran sebagai dokumen pendukung. Bukti pembayaran tersebut dapat berupa nota pembayaran, kuitansi, bukti transfer bank, struk Anjungan Tunai Mandiri (ATM), atau dokumen sejenis.
Bukti tersebut harus memuat informasi lengkap seperti nama lengkap wajib pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jumlah pembayaran, tanggal pembayaran, nama badan atau lembaga amil zakat, serta tanda tangan petugas badan atau lembaga amil zakat jika pembayaran dilakukan langsung. Jika pembayaran dilakukan melalui transfer bank, bukti tersebut harus disertai validasi dari petugas bank.
Bukti pembayaran ini nantinya harus dilampirkan pada SPT Tahunan yang dilaporkan. Jika telah memenuhi ketentuan tersebut, zakat yang dibayarkan dapat dihitung sebagai pengurang penghasilan bruto sesuai ketentuan yang berlaku. (alf)
IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat mencatatkan kinerja positif dalam penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025. Realisasi penerimaan pajak mencapai Rp10,79 triliun atau 13,73 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp78,59 triliun. Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,02 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar, menyampaikan apresiasinya atas kerja sama yang baik dari seluruh pemangku kepentingan yang turut mendukung pencapaian tersebut. “Atas berkat rahmat Allah SWT serta doa, dukungan, dan kerja sama Bapak dan Ibu para pemangku kepentingan, kami dapat memenuhi amanah target penerimaan APBN 2024,” ujar Farid dalam keterangannya, Selasa (25/3/2025).
Keberhasilan tersebut didukung oleh kontribusi berbagai sektor usaha. Sektor perdagangan menjadi penyumbang terbesar dengan realisasi Rp4,94 triliun atau 45,85 persen dari total penerimaan. Sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp2,08 triliun atau 19,35 persen. Sektor pengangkutan dan pergudangan mencatatkan penerimaan Rp719,56 miliar atau 6,67 persen, sedangkan sektor konstruksi menyumbang Rp559,04 miliar atau 5,18 persen.
Selain berdasarkan sektor usaha, realisasi penerimaan pajak juga tercermin dalam jenis pajak yang dikumpulkan. Pajak Penghasilan (PPh) memberikan kontribusi terbesar dengan total penerimaan Rp5,60 triliun.
Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp5,50 triliun. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mencatatkan penerimaan Rp1,83 triliun, sedangkan pajak lainnya menyumbang Rp321,75 miliar.
Selain pencapaian di sektor penerimaan pajak, hingga akhir Februari 2025 jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang telah dilaporkan di Kanwil DJP Jakarta Barat mencapai 86.845 SPT atau 21,59 persen dari target 402.188 SPT. Secara nasional, realisasi pelaporan SPT Tahunan tercatat sebanyak 6.609.305 SPT.
Namun demikian, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan APBN 2025. Hingga 28 Februari 2025, total pendapatan negara baru mencapai Rp316,9 triliun. Angka ini turun signifikan sebesar Rp83,46 triliun atau 20,85 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024, yang saat itu berhasil mengumpulkan Rp400,36 triliun. Dari total pendapatan tersebut, penerimaan perpajakan tetap menjadi kontributor utama, meski realisasinya masih jauh dari target yang ditetapkan.
Hingga 28 Februari 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp2.189,3 triliun. Angka ini turun drastis sebesar 30,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun. (alf)
IKPI, Jakarta: Dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengamankan penerimaan negara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) bersama 10 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayahnya melakukan penegakan hukum perpajakan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penagihan pajak melalui penyampaian 167 surat paksa secara serentak pada Kamis, 20 Maret 2025.
Total nilai ketetapan pajak yang ditagih mencapai Rp17.564.298.776. Dari total tersebut, KPP di Provinsi Kalimantan Tengah menetapkan nilai sebesar Rp5.107.970.522, sementara KPP di Provinsi Kalimantan Selatan lebih besar, yaitu Rp12.456.328.254. Beberapa KPP yang terlibat dalam penagihan ini meliputi KPP Pratama Banjarmasin, Banjarbaru, Barabai, Batulicin, Tanjung, dan KPP Madya Banjarmasin.
Penerbitan surat paksa ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut terhadap wajib pajak yang masih belum membayar pajak meskipun telah diberikan surat teguran sebelumnya.
Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai pendekatan persuasif sebelum tindakan ini diambil. “Saya harap seluruh wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu guna menghindari sanksi administratif maupun serangkaian tindakan penagihan. Dengan demikian, kepatuhan pajak dapat meningkat dan penerimaan negara untuk pembangunan nasional dapat terjaga,” ujarnya, Selasa (25/3/2025).
Selain sebagai tindakan hukum bagi wajib pajak yang belum patuh, langkah ini juga dimaksudkan untuk menegakkan keadilan bagi mereka yang sudah taat membayar pajak.
DJP bekerja sama dengan berbagai instansi terkait guna memastikan proses penagihan berjalan sesuai aturan. Jika setelah surat paksa diterbitkan wajib pajak masih tidak memenuhi kewajibannya, maka tindakan lebih lanjut seperti penyitaan dan pelelangan aset dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. (alf)
IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 yang memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pekerja di sektor industri padat karya. Kebijakan ini berlaku mulai Januari 2025 dan ditujukan untuk meringankan beban pajak pekerja di sektor-sektor seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan kulit. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison, turut mendukung kebijakan ini. Menurut Vid, pengurangan pajak akan meningkatkan daya beli masyarakat.
“Dengan keringanan pajak, masyarakat akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, yang akan mendorong perputaran ekonomi di tingkat nasional dan lokal,” ujarnya, Selasa (25/3/2025).
Vid menekankan pentingnya agar kebijakan ini tetap inklusif, dengan memperluas cakupan kepada pekerja dari berbagai sektor dengan penghasilan tertentu yang terdaftar dalam sistem perpajakan. Ia menilai bahwa kebijakan ini merupakan respons terhadap penurunan aktivitas di sektor-sektor padat karya.
Selain itu, Vid juga menyebutkan bahwa memperluas insentif PPh 21 ke sektor lain bukanlah hal yang mudah, meskipun diharapkan dapat terus berlanjut. Sektor lain yang juga layak mendapatkan perhatian, menurut Vid, adalah industri makanan dan minuman yang menyerap sekitar 4,3% tenaga kerja Indonesia, serta industri tembakau yang melibatkan sekitar 6 juta pekerja dari hulu hingga hilir.
Dengan perluasan kebijakan insentif PPh 21, diharapkan lebih banyak sektor yang dapat merasakan manfaatnya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pekerja secara lebih merata.
Sementara itu, Pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, juga menyambut baik kebijakan ini. Menurut Achmad, kebijakan ini sangat relevan di tengah dampak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda sejumlah sektor.
“Pengurangan pajak ini akan menguntungkan pekerja di sektor padat karya yang sebagian besar memiliki penghasilan di bawah UMP. Ini adalah langkah brilian untuk meringankan beban kelas pekerja,” kata Achmad di Jakarta, Senin (24/3/2025).
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini tidak hanya bermanfaat bagi pekerja, tetapi juga untuk pengusaha, karena dapat mengurangi kewajiban mereka dalam membayar PPh 21. Hal ini pada akhirnya memungkinkan para pengusaha untuk merekrut lebih banyak tenaga kerja, yang berpotensi meningkatkan stabilitas ekonomi di masa mendatang. (alf)
IKPI, Jakarta: Pemgurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (PP IKPI) mendorong semua cabang IKPI di berbagai daerah yang melaksanakan program “Pojok Pajak” untuk bisa menghadirkan sesi talkshow pada akhir rangkaian kegiatannya. Hal itu akan menjadi penutup rangkaian kegiatan pro bono yang sangat bermanfaat bagi para wajib pajak, orang pribadi (OP) dan UMKM.
Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Nuryadin Rahman, menegaskan bahwa talkshow memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat secara lebih efektif.
“Agar diharapkan semua cabang-cabang yang melakukan Pojok Pajak agar diisi juga dengan talkshow,” ujar Nuryadin, Selasa (25/3/2025).
Menurutnya, sesi talkshow ini berfungsi sebagai wadah untuk memberikan penjelasan, sosialisasi, dan menyampaikan informasi penting terkait perpajakan kepada masyarakat.
“Supaya dengan talkshow itu, penjelasan-penjelasan kemudian sosialisasi itu dapat tersampaikan ke masyarakat,” tambahnya.
Nuryadin menegaskan bahwa talkshow dapat menjadi penutup yang efektif dalam kegiatan Pojok Pajak, karena mampu merangkum poin-poin penting yang diharapkan dipahami oleh masyarakat. “Intinya itu,” ujarnya.
Sekadar informasi, Program Pojok Pajak sendiri merupakan inisiatif PP IKPI yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait peraturan perpajakan, hak dan kewajiban wajib pajak, serta berbagai layanan yang dapat dimanfaatkan untuk mempermudah proses administrasi perpajakan.
“Semua itu kami lakukan secara pro bono (gratis),” katanya. (bl)
IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Depok sukses menutup rangkaian kegiatan edukasi perpajakan dengan menggelar Talk Show bertema “Membahas Seluk Beluk Pengisian SPT PPh Orang Pribadi” di D’Mall, Depok, Jawa Barat, pada Minggu (23/3/2025) malam.
Ketua IKPI Cabang Kota Depok, Hendra Damanik, menegaskan bahwa program ini merupakan bagian dari upaya IKPI untuk membantu masyarakat memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
“Kami berkomitmen dan berupaya untuk memberikan edukasi dan terus mendukung masyarakat dalam memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan, khususnya dalam pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi,” ujar Hendra di lokasi acara.
Acara talk show tersebut menghadirkan Ketua IKPI Depok periode 2014-2024, Nuryadin Rahman, sebagai narasumber, serta anggota IKPI Depok Andi Primavira. Kegiatan ini dihadiri puluhan mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi MBI (STIE MBI), Universitas Diponegoro (UNDIP) dan para pengunjung mall yang antusias mengikuti jalannya diskusi.
Peserta terlihat aktif memberikan pertanyaan kritis kepada narasumber terkait peraturan perpajakan dan konsekuensi hukum bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya.
Dikatakan Hendra, antusiasme ini menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap pemahaman aturan perpajakan.
sementara itu, Nuryadin Rahman, dalam pemaparannya menyoroti pentingnya pemahaman yang baik terkait pelaporan pajak untuk menghindari kesalahan yang dapat berujung pada sanksi hukum.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
“Pelaporan pajak yang benar bukan hanya soal memenuhi kewajiban, tetapi juga merupakan bagian dari kontribusi kita untuk pembangunan negara. Masyarakat, khususnya mahasiswa sebagai calon profesional masa depan, harus memahami bahwa kepatuhan pajak adalah tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan,” ujar Nuryadin.
Ia juga menambahkan bahwa dengan kemajuan teknologi, proses pelaporan pajak kini semakin mudah diakses. “Pemerintah telah menyediakan berbagai platform digital yang mempermudah masyarakat dalam melaporkan SPT secara mandiri. Kunci utamanya adalah kemauan untuk belajar dan memahami aturan yang berlaku,” katanya.
Dosen Universitas Persada Indonesia YAI ini juga menyoroti bahwa pemahaman perpajakan yang baik sangat penting bagi mahasiswa dan generasi muda yang kelak akan memasuki dunia kerja maupun berwirausaha.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Menurutnya, sejak dini mahasiswa perlu memahami bahwa kewajiban perpajakan merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara. “Mahasiswa sebagai generasi penerus harus memiliki kesadaran sejak awal bahwa pajak adalah kontribusi nyata dalam mendukung pembangunan nasional. Pemahaman ini akan membantu mereka menjadi individu yang taat hukum dan berkontribusi positif bagi masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, Nuryadin menegaskan bahwa IKPI Depok harus terus berkomitmen untuk memberikan edukasi kepada berbagai kalangan masyarakat.
Ia berharap melalui kegiatan seperti talk show ini, kesadaran pajak di kalangan mahasiswa dan generasi muda semakin meningkat. “Kami akan terus hadir dengan program-program edukasi perpajakan agar masyarakat, khususnya generasi muda, tidak hanya memahami aturan pajak, tetapi juga mampu mengimplementasikannya dengan baik,” pungkasnya.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Sebelumnya, IKPI Kota Depok bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Depok Cimanggis & Sawangan, serta STIE MBI, mengadakan program “Pojok Pajak” yang berlangsung selama sepekan, dari 17 hingga 23 Maret 2025.
Program ini diadakan di dua lokasi strategis, yakni Depok Mall (D’Mall) dan Citimall Cimanggis, guna memberikan layanan pendampingan dan asistensi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, khususnya pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi.
“Layanan perpajakan yang kami fasilitasi dalam kegiatan Pojok Pajak ini mencakup pelaporan e-Filing SPT Tahunan Orang Pribadi (1770S, 1770SS, dan 1770), pemadanan data NIK dan NPWP, serta aktivasi atau pemulihan EFIN (Electronic Filing Identification Number),” jelas Hendra Damanik.
Lebih lanjut, Hendra menuturkan bahwa hingga hari terakhir kegiatan, sebanyak 145 wajib pajak telah memanfaatkan layanan tersebut. “Mereka sangat senang dan merasa terbantu dengan adanya kegiatan ini. Bahkan, banyak yang berharap kegiatan Pojok Pajak ini terus diadakan setiap tahunnya,” tambahnya.
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
Program ini tidak hanya bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak dalam mendukung pembangunan nasional. Dengan pemilihan lokasi strategis, IKPI berharap lebih banyak masyarakat dapat terbantu dalam memahami tata cara pelaporan pajak yang benar dan tepat waktu.
Kolaborasi antara IKPI Cabang Kota Depok, Otoritas Pajak (KPP Pratama Depok Cimanggis & Sawangan), dan STIE MBI diharapkan menjadi langkah positif dalam meningkatkan literasi perpajakan serta mendukung terciptanya sistem perpajakan yang lebih transparan dan efisien. (bl)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) memberikan tanggapan resmi terhadap empat poin keluhan yang diajukan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait kebijakan perpajakan yang diterapkan pada dokter yang berpraktik di rumah sakit. Tanggapan ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti, Senin (24/3/2025) .
Dwi Astuti menjelaskan bahwa pengenaan tarif atas penghasilan bruto berlaku apabila dokter memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) dalam menghitung pajak penghasilannya. “NPPN untuk dokter adalah 50%. Angka 50% ini dianggap sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan dokter untuk memperoleh penghasilannya,” ujar Dwi.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa bagi dokter yang berpenghasilan di bawah Rp4,8 miliar per tahun dan memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, bagi hasil dengan rumah sakit dapat dikurangkan sebagai biaya. Biaya ini termasuk biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dokter.
Mengenai tarif pajak, Dwi menegaskan bahwa tarif progresif yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berlaku secara umum untuk seluruh wajib pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun. Tarif ini tidak bersifat khusus untuk profesi dokter, melainkan merupakan ketentuan yang berlaku bagi semua wajib pajak.
Tanggapan ini diberikan sebagai respons atas kekhawatiran IDAI yang menyoroti dampak kebijakan perpajakan terhadap praktik dokter di rumah sakit. IDAI sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat memberatkan para dokter, terutama dalam hal penghitungan pajak dan biaya operasional.
DJP berharap penjelasan ini dapat memberikan kejelasan dan transparansi terkait kebijakan perpajakan yang berlaku, sekaligus menjembatani komunikasi antara pemerintah dan para praktisi kesehatan. (alf)
IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Banten mencatat penerimaan pajak sebesar Rp9,28 triliun hingga 28 Februari 2025. Angka ini setara dengan 11,39 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp81,48 triliun.
Kepala Kanwil DJP Banten, Cucu Supriatna, merinci bahwa realisasi penerimaan pajak tersebut terdiri atas:
– Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas: 10,34 persen
– Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): 11,61 persen
– Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): 0,63 persen
– Pajak lainnya: 67,78 persen
“Kontribusi penerimaan pajak Kanwil DJP Banten ditopang oleh jenis pajak PPN impor 30,37 persen, PPN dalam negeri 29,74 persen, dan PPh Pasal 21 sebesar 10,43 persen,” ungkap Cucu dalam keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (23/3/2025).
Selain itu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa mencatat realisasi penerimaan pajak tertinggi di lingkungan Kanwil DJP Banten dengan capaian 13,65 persen dari target.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Banten, Nirwala Dwi Heryanto, melaporkan bahwa penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp2,06 triliun atau 14,39 persen dari target sebesar Rp14,31 triliun hingga 28 Februari 2025.
Penerimaan bea masuk mencapai Rp1,61 triliun, yang didorong oleh komoditas kebutuhan bahan bakar, gula, kakao, peternakan, baja, batu bara, elektronik, gypsum, kimia, bahan kimia, kendaraan listrik, sepeda, alas kaki, dan ban. Sementara penerimaan bea keluar sebesar Rp210 miliar dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas kelapa sawit dan produk turunannya. “Selebihnya, penerimaan kepabeanan dan cukai ditopang oleh penerimaan cukai,” jelas Nirwala.
Selain itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Provinsi Banten, Djanurindro Wibowo, melaporkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp13,92 miliar atau 16,35 persen dari target.
“Realisasi PNBP dari pengelolaan aset mencapai Rp4,56 miliar atau 11,66 persen dari target tahun 2025. Sementara itu, realisasi PNBP dari lelang mencapai Rp9,34 miliar atau 20,33 persen dari target dan PNBP dari piutang negara adalah Rp17,81 juta atau 26,58 persen dari target,” urai Djanurindro.
Keterangan tertulis ini disampaikan setelah digelarnya Konferensi Pers ALCO Regional Banten pada 20 Maret 2025. (alf)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan bahwa wajib pajak yang tidak melaporkan SPT akan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam pasal 7, disebutkan bahwa:
• Denda bagi WP OP sebesar Rp 100 ribu
• Denda bagi wajib pajak badan sebesar Rp 1 juta
Namun, denda tidak dikenakan bagi wajib pajak yang telah meninggal dunia, tidak memiliki kegiatan usaha, berstatus warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia, atau badan usaha yang tidak lagi beroperasi di Indonesia.
Apabila hasil pelaporan SPT Tahunan menunjukkan pajak yang kurang bayar, maka akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang terlambat disetor. Perhitungan bunga dimulai sejak batas akhir penyampaian SPT hingga tanggal pembayaran dilakukan.
Selain itu, Pasal 39 UU KUP juga mengatur sanksi pidana bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau memberikan data yang tidak benar sehingga merugikan pendapatan negara.
Pelanggar dapat dikenakan hukuman penjara minimal 6 bulan hingga maksimal 6 tahun, serta denda minimal 2 kali hingga maksimal 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayarkan.
Pembayaran denda tersebut akan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan oleh DJP. Meskipun denda telah dibayarkan, wajib pajak tetap diwajibkan melaporkan SPT Tahunan Pajaknya. (alf)
IKPI, Jakarta: Batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) semakin dekat. WP OP memiliki tenggat waktu hingga 31 Maret 2025 untuk melaporkan SPT Tahunannya, sementara wajib pajak badan memiliki batas akhir pada 30 April 2025.
Mengutip situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau agar masyarakat melaporkan SPT Tahunan lebih awal. Imbauan ini disampaikan karena berdekatan dengan periode libur nasional dan cuti bersama yang bertepatan dengan batas akhir pelaporan SPT Tahunan WP OP untuk tahun 2024.
“Namun demikian, penyampaian SPT Tahunan tetap dapat dilaksanakan hingga batas waktu melalui saluran elektronik pada laman DJP Online,” tulis DJP dalam keterangan resminya, Minggu (23/3/2025).
Hingga saat ini, dari 9,6 juta SPT Pajak yang telah diterima DJP, sebanyak 9,41 juta disampaikan secara elektronik, sedangkan 264,8 ribu disampaikan secara manual. (alf)