Sidang MK: Yustinus Prastowo Paparkan Alasan UU HPP Layak Dipertahankan

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Selasa (29/7/2025), dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemerintah. Hadir sebagai ahli, Yustinus Prastowo memaparkan bahwa UU HPP merupakan pilar reformasi perpajakan yang menjunjung prinsip keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam perkara bernomor 11/PUU-XXIII/2025 tersebut, Yustinus menyebut UU HPP bukan sekadar penyederhanaan regulasi, melainkan transformasi mendasar dalam sistem perpajakan nasional. Ia mencontohkan berbagai langkah konkret, seperti peningkatan bertahap tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada 2022 dan 12% pada 2025, yang diimbangi dengan perlindungan terhadap kelompok rentan melalui fasilitas pajak bagi UMKM dan masyarakat kecil.

“Reformasi ini dibangun di atas asas ability to pay. Mereka yang mampu membayar pajak lebih besar akan berkontribusi lebih banyak, sementara kelompok menengah ke bawah tetap dilindungi,” ujarnya di hadapan sembilan hakim konstitusi yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo.

Yustinus juga menekankan bahwa PPN menyumbang hampir setengah dari penerimaan perpajakan nasional, mencapai Rp1.014,47 triliun atau sekitar 43%. Dengan karakteristik netral, efisien, dan konsumtif, menurutnya, PPN menjadi alat fiskal penting yang sejalan dengan praktik internasional dan mendukung struktur pajak nasional yang sehat dan beragam.

Lebih lanjut, ia menyoroti ketentuan Pasal 16B UU HPP yang mengubah status barang dan jasa strategis dari tidak kena pajak menjadi dikenai PPN namun dengan fasilitas pembebasan. Langkah ini, kata Yustinus, penting untuk memperluas basis perpajakan dan memastikan insentif fiskal diberikan secara tepat sasaran.

“Pendekatan ini memperkuat keadilan vertikal dan horizontal, sambil memperbaiki data perpajakan agar lebih akurat dan inklusif,” tambahnya.

Yustinus juga merinci keberadaan PMK Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain. Dengan pengaturan ini, barang non-mewah tetap dibebani tarif efektif 11%, sementara tarif 12% hanya diterapkan pada barang mewah. Menurutnya, kebijakan ini dirancang untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat kecil.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kebijakan PPN perlu terus dievaluasi agar tetap adil dan adaptif terhadap perubahan kondisi ekonomi. Fasilitas PPN, lanjutnya, harus diarahkan kepada barang dan jasa strategis yang menyentuh kebutuhan dasar rakyat.

“Rekomendasi ke depan adalah memastikan fasilitas PPN tidak meluas tanpa arah, melainkan difokuskan pada sektor-sektor prioritas yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” tutup Yustinus.

Sidang lanjutan pengujian UU HPP ini menjadi panggung penting untuk menguji keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan keadilan sosial dalam kebijakan perpajakan. (alf)

 

Gubernur DKI: Pemangkasan Pajak BBM untuk Kendalikan Inflasi dan Dukung Pertahanan

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah strategis dengan memangkas Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) hingga 80 persen untuk kategori tertentu. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan kebijakan ini sebagai upaya nyata Pemprov menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi di ibu kota.

“Kami ingin inflasi tetap terkendali, tidak melonjak. Jakarta merupakan salah satu daerah yang sangat serius dalam mengendalikan inflasi,” ujar Pramono saat memberikan keterangan di Jakarta Timur, Senin (28/7/2025).

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 542 Tahun 2025 tentang Pengurangan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Dalam beleid tersebut, terdapat tiga skema pengurangan pajak:

• 50 persen untuk kendaraan pribadi

• 50 persen untuk kendaraan umum

• 80 persen untuk kendaraan yang digunakan di sektor pertahanan dan keamanan.

Insentif terbesar diberikan kepada kendaraan operasional militer dan layanan darurat seperti tank, panser, kendaraan taktis, ambulans, pesawat pertahanan, dan kapal rumah sakit.

Menurut Pramono, keringanan ini dimungkinkan karena kinerja pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak, menunjukkan tren positif. “Penerimaan pajak Jakarta sudah lebih baik, jadi tidak masalah jika sebagian dikembalikan dalam bentuk keringanan,” tambahnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati, berharap insentif ini juga mampu mendorong kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan dan penyetoran PBBKB. “Kami harap masyarakat semakin patuh dan aktif melaporkan serta menyetor pajak sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Kebijakan ini dinilai sebagai kombinasi ideal antara penguatan fiskal daerah dan responsif terhadap dinamika ekonomi nasional, khususnya dalam menjaga daya beli masyarakat serta mendukung operasional sektor strategis negara. (alf)

 

Sebanyak 258 Peserta Pelajari Strategi Hadapi SP2DK dan Pemeriksaan Data Matching di Seminar IKPI Sidoarjo

IKPI, Sidoarjo: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kapasitas para profesional pajak melalui seminar dua hari yang digelar pada 25 dan 26 Juli 2025 di Ballroom Hotel Aston, Jalan Raya Kahuripan No. 14, Sidoarjo.

Ketua IKPI Cabang Sidoarjo, Budi Tjiptono, menyampaikan apresiasinya atas antusiasme peserta yang luar biasa dalam kegiatan ini.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sidoarjo)

“Ini bukti nyata bahwa edukasi perpajakan berbasis praktik sangat dibutuhkan. Seminar ini tidak hanya memberikan update regulasi, tetapi juga menjawab kebutuhan riil peserta yang tengah menghadapi tantangan lapangan seperti SP2DK dan pemeriksaan pajak,” ujarnya, Selasa (29/7/2025).

Seminar ini diikuti 252 peserta pada hari pertama dan meningkat menjadi 258 peserta di hari kedua. Peserta berasal dari berbagai daerah, termasuk anggota IKPI dari Cabang Surabaya, Malang, Sidoarjo, serta peserta umum sebanyak 77 orang.

Menariknya, hampir 80% peserta umum mengikuti seminar secara penuh selama dua hari.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sidoarjo)

Materi hari pertama difokuskan pada pembaruan regulasi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk implementasi terbaru dari PER-11/PJ/2025. Hari kedua membedah strategi menghadapi SP2DK dan pemeriksaan pajak berbasis data matching, yang menjadi topik diskusi hangat di antara peserta.

Hampir semua penanya membawa studi kasus nyata yang sedang mereka hadapi, menjadikan sesi diskusi berlangsung sangat dinamis.

“Banyak peserta umum bahkan meminta agar IKPI mengadakan seminar serupa secara rutin dan lebih spesifik sesuai bidang usaha mereka. Ini sinyal kuat bahwa pendekatan langsung dan praktikal dalam edukasi perpajakan sangat dihargai,” tambah Budi.

Dalam semangat membangun partisipasi aktif, panitia juga menyediakan doorprize menarik, dengan hadiah utama berupa kulkas satu pintu yang menambah semangat peserta hingga acara berakhir.

Seminar ini mengangkat topik-topik krusial seperti:

• Update objek dan saat terutang PPN

• Manajemen pajak dasar pengenaan dan pengkreditan PPN

• Kluster PPN dan Bea Meterai sesuai PER-11/PJ/2025

• Tanggung renteng dalam PPN

• Update PPh dan strategi manajemen pajak terkini

• Persiapan menghadapi SP2DK, pemeriksaan, hingga penyidikan

Dengan konsistensi dan kualitas materi yang disampaikan, IKPI Cabang Sidoarjo terus menegaskan peran strategisnya dalam mendampingi wajib pajak dan konsultan dalam menghadapi dinamika perpajakan nasional yang terus berkembang. (bl)

Sri Mulyani Tegaskan Pajak Online Marketplace untuk Tertibkan Administrasi

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya angkat bicara soal kebijakan pemerintah yang menetapkan pungutan pajak terhadap pedagang online di marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan platform sejenis. Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah tambahan kewajiban baru, melainkan bentuk penataan administrasi agar sistem perpajakan digital semakin tertib dan jelas.

“Ini untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha daring,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) III 2025 di Kantor LPS, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025).

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang resmi berlaku mulai 14 Juli 2025. Regulasi tersebut menetapkan bahwa penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) seperti Shopee dan Tokopedia bertindak sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari para pedagang yang memenuhi syarat.

Pungutan dilakukan sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto, yaitu total nilai transaksi sebelum dikurangi potongan atau diskon. Namun, pungutan ini hanya berlaku bagi pedagang dengan peredaran bruto lebih dari Rp500 juta per tahun.

Pedagang juga wajib menyampaikan bukti surat pernyataan peredaran bruto kepada marketplace tempat mereka berjualan. Jika pedagang sudah mengajukan surat pernyataan tersebut, maka marketplace akan mulai melakukan pemungutan pajak pada bulan berikutnya, sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) dalam beleid tersebut.

“Tanpa ada tambahan kewajiban baru. Jadi, ini lebih memfasilitasi secara administrasi, tidak ada kewajiban baru,” tegas Sri Mulyani lagi, menepis kekhawatiran bahwa pemerintah sedang menambah beban pelaku usaha daring.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kepatuhan pajak di sektor digital tanpa menambah beban pelaku UMKM online. Marketplace kini menjadi mitra strategis dalam menciptakan sistem perpajakan yang inklusif, mudah, dan berbasis data aktual. (alf)

Migrasi Digital Startup Indonesia : Tinjauan Perencanaan Pajak di Balik Perpindahan ke Singapura

Tahun 2025 menjadi titik balik penting dalam lanskap ekonomi digital Indonesia ketika Traveloka salah satu perusahaan unicorn kebanggaan nasional secara resmi memindahkan kantor pusatnya ke Singapura. Keputusan ini tidak berdiri sendiri. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang perpindahan yang sistematis oleh sejumlah perusahaan teknologi Indonesia ke negeri tetangga tersebut. Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan kini Traveloka, telah mengalihkan domisili hukum mereka ke Singapura.

Sebagai profesional di bidang perpajakan internasional yang telah menangani restrukturisasi lintas yurisdiksi selama lebih dari sepuluh tahun, penulis menilai bahwa fenomena ini merupakan refleksi dari meningkatnya persaingan antarnegara dalam merebut basis pajak di era ekonomi digital. Meskipun alasan yang sering dikemukakan adalah “akses terhadap pendanaan global” atau “perluasan pasar,” terdapat pula strategi perencanaan pajak yang kompleks dan sistematis di balik keputusan ini.

Struktur Perpindahan: Lebih dari Sekadar Relokasi Fisik

Polanya relatif seragam, perusahaan-perusahaan ini tetap menjalankan kegiatan usaha dan operasional di Indonesia. Traveloka, misalnya, masih mengelola sekitar 2.000 karyawan di kawasan BSD—namun mereka memindahkan entitas induk (holding company) ke Singapura. Ini bukan relokasi usaha dalam pengertian konvensional, melainkan perombakan struktur korporasi yang dirancang secara cermat.

Dalam dunia perpajakan internasional, ini disebut sebagai bentuk “migrasi korporasi yang didorong oleh motif pajak” (tax-driven corporate migration). Kegiatan usaha tetap di Indonesia, namun kedudukan hukum berpindah ke yurisdiksi yang memberikan beban pajak lebih ringan. Tidak mengherankan bila dalam laporan resmi Google-Temasek, sejumlah unicorn asal Indonesia kini dikategorikan sebagai entitas asal Singapura menunjukkan bahwa secara hukum dan administratif, migrasi ini telah rampung.

Pemilihan Waktu yang Tepat

Yang menarik, keputusan relokasi dilakukan pada saat perusahaan telah menunjukkan kinerja keuangan yang stabil dan mendekati rencana penawaran saham perdana (IPO). Dalam praktik perencanaan pajak, momentum ideal untuk migrasi korporasi adalah ketika perusahaan telah mencapai kematangan finansial namun belum melakukan peristiwa likuiditas besar seperti IPO atau merger dan akuisisi (M&A).

Singapura menawarkan banyak keunggulan bagi perusahaan yang ingin berkembang secara global. Sebagai pusat keuangan utama di Asia, negara ini memiliki sistem hukum yang berbasis common law, regulasi yang stabil, dan rekam jejak yang kuat dalam mendukung IPO besar. Domisili di Singapura mempermudah akses terhadap investor institusional dan memperkecil biaya pendanaan.

Skema dual listing yang memungkinkan pencatatan saham di Singapura dan Jakarta secara bersamaan juga memberikan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan apabila perusahaan tetap berdomisili di Indonesia.

Perluasan ke Kawasan Regional

Secara geografis dan strategis, Singapura merupakan lokasi ideal untuk ekspansi ke kawasan Asia Tenggara. Dengan lebih dari 80 perjanjian pajak berganda (P3B), Singapura menyediakan struktur fiskal yang lebih efisien untuk ekspansi lintas batas tanpa terbebani pajak potong yang tinggi.

Selain dari sisi pajak, perusahaan juga mempertimbangkan aspek regulasi. Singapura dikenal dengan efisiensi birokrasi, kepastian hukum yang tinggi, serta kebijakan yang mendukung kegiatan usaha secara konsisten. Dalam industri teknologi yang sangat dinamis, stabilitas regulasi menjadi keunggulan tersendiri.

Jika kita telaah lebih dalam, motivasi perpindahan ini banyak dipengaruhi oleh pertimbangan perpajakan. Berikut adalah beberapa komponen utama strategi pajak yang digunakan:

1. Arbitrase Tarif Pajak Penghasilan Badan

Meskipun selisih tarif pajak antara Indonesia (22%) dan Singapura (17%) tampak kecil, lima persen perbedaan ini sangat signifikan bagi perusahaan yang memiliki laba tahunan besar. Misalnya, untuk laba sebesar US$100 juta, selisih ini berarti penghematan pajak hingga US$5 juta per tahun.

Singapura juga menawarkan berbagai insentif pajak, seperti Skema Pembebasan Pajak Startup (SUTE) yang memberikan pembebasan pajak penuh atas S$100.000 pertama dan 50% pembebasan atas S$200.000 berikutnya dalam tiga tahun pertama.

2. Optimalisasi Pajak atas Keuntungan Modal

Salah satu alasan terkuat untuk relokasi adalah karena Singapura tidak mengenakan pajak atas capital gains dari penjualan saham. Sebaliknya, Indonesia mengenakan pajak final sebesar 5% bagi entitas asing. Sebagai contoh, jika pendiri Traveloka menjual saham senilai US$1 miliar, mereka akan membayar US$50 juta di Indonesia, sedangkan di Singapura: nol.

3. Pengelolaan Pajak Dividen

Struktur holding di Singapura memungkinkan penghematan pajak atas dividen dari anak perusahaan di Indonesia. Berdasarkan P3B Indonesia–Singapura, tarif potongan pajak atas dividen dapat ditekan menjadi 10% atau 15%, tergantung persentase kepemilikan saham.

Selain dividen, repatriasi laba juga bisa dilakukan melalui pembayaran royalti, jasa manajemen, atau pinjaman antar perusahaan, dengan tarif pajak yang lebih optimal.

4. Struktur Pajak Internasional yang Lebih Kompleks

Dengan menjadi entitas hukum di Singapura, perusahaan memiliki fleksibilitas untuk menyusun struktur pajak internasional yang lebih efisien. Contohnya, untuk ekspansi ke negara-negara seperti Thailand atau Vietnam, repatriasi laba melalui Singapura akan dikenakan pajak lebih rendah dibandingkan langsung ke Indonesia.

Aset kekayaan intelektual (intellectual property) yang sering kali menjadi nilai utama dalam perusahaan teknologi dapat dialihkan ke entitas induk di Singapura. Anak perusahaan di Indonesia kemudian membayar royalti, sehingga laba dipindahkan dari yurisdiksi pajak tinggi ke yang lebih rendah.

Fungsi seperti manajemen risiko, perencanaan keuangan, litbang, hingga pembiayaan, dapat dikonsentrasikan di Singapura. Entitas di Indonesia akan membayar jasa atas fungsi-fungsi tersebut, menciptakan pengalihan laba secara sah.

Holding company di Singapura dapat memberikan pinjaman kepada anak perusahaan di Indonesia, sehingga pendapatan bunga dikenakan pajak lebih rendah. Dengan struktur yang sesuai dan kepatuhan terhadap ketentuan thin capitalization, skema ini menjadi mekanisme pengalihan laba yang efektif.

Meski strategi ini sah secara hukum, risiko tetap ada. Otoritas pajak Indonesia kini semakin canggih dalam mengidentifikasi dan menindak praktik penghindaran pajak yang agresif, termasuk melalui penerapan inisiatif BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) serta penguatan aturan transfer pricing.

Tren global saat ini mengarah pada pajak berbasis substansi nyata. Sekadar memindahkan alamat hukum tidak lagi cukup perusahaan harus menunjukkan aktivitas bisnis riil, keputusan strategis, dan kehadiran operasional yang valid di Singapura.

Respons Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia mulai merancang kebijakan baru, seperti pajak atas layanan digital, penguatan definisi beneficial ownership, serta revisi perjanjian pajak internasional. Langkah-langkah ini dapat mengurangi efektivitas strategi migrasi yang berbasis pajak.

Jika fungsi manajemen dan strategis berpindah ke luar negeri, Indonesia berisiko kehilangan tenaga kerja terampil dalam jumlah besar terutama di bidang manajerial dan pengambilan keputusan.

Pusat pengambilan keputusan biasanya menjadi motor penggerak inovasi, kemitraan strategis, dan pengembangan ekosistem. Perpindahan ini berpotensi menghambat visi Indonesia menjadi pusat digital di kawasan.

Keberhasilan awal pelaku migrasi dalam mengoptimalkan struktur pajak dapat memicu perusahaan lain untuk mengikuti jejak serupa, memperluas skala eksodus digital dari tanah air.

Sebagai praktisi di bidang ini, penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia mempertimbangkan langkah-langkah berikut:

Menurunkan tarif pajak penghasilan badan ke tingkat 17–19% serta memberikan insentif bagi sektor teknologi agar Indonesia tetap kompetitif.

Penerapan aturan Controlled Foreign Corporation (CFC), pelaksanaan penuh rekomendasi BEPS, serta penegakan transfer pricing secara ketat.

Menegosiasikan ulang P3B dengan memasukkan klausul anti-penyalahgunaan, persyaratan substansi minimum, dan mekanisme pertukaran informasi yang lebih efektif.

Menyusun paket insentif investasi yang menarik khususnya bagi perusahaan teknologi yang berkomitmen menjalankan kegiatan operasional substansial di Indonesia.

Fenomena perpindahan startup Indonesia ke Singapura harus menjadi peringatan serius bagi para pembuat kebijakan. Dalam ekonomi digital yang sangat mobile, negara tidak hanya perlu menarik investasi asing, tetapi juga mempertahankan perusahaan dalam negeri yang telah tumbuh.

Strategi perencanaan pajak yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut memang sah dan dirancang dengan cermat. Namun, dengan arah kebijakan global menuju tarif minimum dan pembatasan agresivitas skema pajak, ruang untuk melakukan perencanaan pajak agresif semakin menyempit.

Indonesia berada pada titik krusial: melakukan reformasi untuk tetap relevan, atau kehilangan lebih banyak perusahaan unggulan nasional ke yurisdiksi yang lebih efisien secara pajak.

Akhirnya, isu ini bukan hanya soal penerimaan negara, tetapi tentang kemampuan Indonesia dalam membina dan mempertahankan perusahaan inovatif yang akan menjadi pendorong transformasi ekonomi di masa depan.

Penulis adalah Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan

DR. Wiston Manihuruk, SE, SH, MSi, CA, CTL

Email : wistonmlg@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kanwil DJP Jakarta Utara Tangkap Dua Tersangka Pengemplang Pajak Rp1,5 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Utara mencatatkan aksi tegas dalam penegakan hukum perpajakan dengan menangkap dua tersangka pelaku tindak pidana pajak yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,5 miliar. Penangkapan ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP bekerja sama dengan Polda Metro Jaya.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara, Wansepta Nirwanda, menyatakan bahwa kedua tersangka berinisial HA dan SR merupakan pemilik dan direktur PT ALTI, sebuah perusahaan jasa pengurusan transportasi yang beroperasi di Jakarta Utara. Keduanya diduga kuat telah menghindari kewajiban perpajakan selama tahun pajak 2020.

“PT ALTI dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau menyampaikan SPT yang tidak benar dan tidak lengkap, serta tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong dan dipungut. Pelanggaran ini meliputi PPh dan PPN,” ujar Wansepta, dkkutip, Senin (28/7/2025).

Berdasarkan hasil penyidikan, kerugian negara akibat praktik tersebut ditaksir mencapai Rp1.558.022.580,00. Kasus ini telah memenuhi syarat formil dan materil, sehingga berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Penyerahan tersangka dan barang bukti telah dilakukan sebagai bagian dari proses hukum lanjutan.

Selain penangkapan, DJP juga menyita aset berupa rumah tinggal milik salah satu tersangka di Bandung sebagai barang bukti sekaligus jaminan untuk pelunasan pidana denda.

Atas perbuatannya, HA dan SR dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d, dan i Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Keduanya terancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun, serta denda minimal dua kali dan maksimal empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar.

“Ini merupakan pelimpahan tersangka tindak pidana pajak pertama di tahun 2025. Kami berharap ini menjadi sinyal kuat bagi para wajib pajak agar tidak main-main dengan kewajiban perpajakan,” tegas Wansepta. (alf)

 

 

 

PPN Dikecualikan, Pemerintah Tambah Kategori Senjata Strategis dalam PMK 45/2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperbarui aturan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) strategis untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45 Tahun 2025. Regulasi ini merevisi ketentuan sebelumnya dalam PMK 157/2023.

Salah satu poin penting dalam PMK terbaru ini adalah penambahan kategori baru dalam daftar senjata yang termasuk BKP strategis. Kategori baru tersebut adalah sistem peralatan pengamanan persenjataan, yang kini tercantum pada huruf h dalam daftar senjata strategis. Kategori ini sebelumnya belum tercakup dalam PMK 157/2023, dan kini secara eksplisit dibebaskan dari kewajiban PPN.

Dengan demikian, daftar lengkap senjata strategis yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN meliputi:

  1. Senjata perorangan seperti senapan serbu, shotgun, dan senjata laras panjang;
  2. Senjata kelompok termasuk senapan mesin ringan hingga mortir;
  3. Artileri dan sistem senjata meriam;
  4. Kavaleri dan sistem cannon;
  5. Roket dan peluru kendali;
  6. Sistem senjata udara yang tidak melekat di pesawat;
  7. Sistem pertahanan udara;
  8. Sistem pengamanan persenjataan (kategori baru);
  9. Flash bang bermesiu;
  10. Kelengkapan utama senjata termasuk alat optik seperti binoculars dan monoculars;
  11. Beragam suku cadang untuk senjata di atas.

Selain perluasan kategori, pemerintah juga menambahkan referensi Harmonized System Code (HS Code) untuk memperjelas klasifikasi barang. Salah satu yang disorot adalah HS Code 8303.00.00, yang mencakup lemari besi, peti penyimpan uang, serta pintu dan laci pengaman dari logam tidak mulia.

Di sisi lain, rincian amunisi yang tercantum dalam Lampiran II dinyatakan tetap alias tidak mengalami perubahan dari ketentuan sebelumnya.

Pemerintah menyatakan bahwa penyempurnaan regulasi ini bertujuan memperkuat dukungan terhadap pelaksanaan tugas operasi pertahanan negara, khususnya bagi prajurit TNI yang terlibat dalam operasi militer. Fasilitas pembebasan PPN ini diharapkan mempercepat pengadaan dan distribusi perlengkapan tempur yang vital bagi keamanan nasional. (alf)

 

 

Ketum IKPI Buka Lomba Cerdas Cermat Nasional, Semangati Mahasiswa Lewat Pantun Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, secara resmi membuka Lomba Cerdas Cermat (LCC) Perpajakan tingkat nasional yang digelar secara daring, Senin, (28/7/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-60 IKPI yang akan berlangsung pada Agustus mendatang.

Dalam sambutannya, Vaudy nampak membakar semangat ratusan peserta dengan gaya khasnya, menyisipkan pantun bertema literasi perpajakan. “Ke pasar beli beras merah. Sungguh, singgah sebentar di warung nasi. IKPI hadir, membawa berkah, Cerdas Cermat jadi wadah literasi,” ucapnya disambut antusias para peserta yang bergabung dari berbagai penjuru tanah air.

Diketahui, LCC tahun ini diikuti sekitar 382 tim dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia, menjadikannya salah satu ajang edukasi perpajakan terbesar yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi.

Vaudy juga menegaskan, bahwa IKPI akan mendorong pelaksanaan LCC ini menjadi kegiatan tahunan yang konsisten demi membangun generasi muda yang melek pajak.

“Bila hari ini belum beruntung, kami berharap bisa bertemu lagi di kesempatan mendatang. Cerdas Cermat ini bukan hanya soal menang, tapi bagaimana kita bersama-sama mengangkat literasi pajak,” ujarnya.

Vaudy kembali menutup sambutannya dengan melontarkan pantun. “Pagi cerah, langit membiru, burung berkicau di ranting cemara. Cerdas Cermat kita sambut seru, ilmu pajak jadi juara bersama.”

Ia berharap, LCC Perpajakan IKPI 2025 bisa menjadi ruang kompetitif sekaligus edukatif yang mendorong mahasiswa untuk semakin memahami pentingnya perpajakan dalam pembangunan nasional. (bl)

Jelang Nataru 2025–2026, Pemerintah Siapkan Stimulus Pajak dan Diskon Transportasi

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah mempersiapkan rangkaian stimulus ekonomi yang komprehensif untuk menyambut masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025–2026. Langkah ini digagas guna menjaga daya beli masyarakat serta memperkuat momentum pemulihan ekonomi nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan menggulirkan berbagai insentif lanjutan, termasuk stimulus pajak dan promosi wisata. Salah satu fokus utamanya adalah pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian tiket pesawat, serta diskon tarif angkutan umum seperti kereta api, kapal laut, penyeberangan, hingga jalan tol.

“Pemerintah akan mendorong event-event baru dengan skema diskon. Untuk akhir tahun nanti, kita sedang siapkan paket stimulus agar ekonomi tetap bergerak,” ujar Airlangga dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri membahas Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Semester II 2025 di Jakarta, dikutip, Senin (28/7/2025).

Rencana ini juga mencakup penguatan sektor pariwisata melalui penyelenggaraan event berskala nasional serta paket bundling wisata domestik yang diharapkan mampu menggairahkan kembali pergerakan masyarakat di dalam negeri.

Airlangga menekankan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk merespons tantangan perekonomian global maupun domestik yang mulai terasa di paruh kedua 2025. Menurutnya, dibutuhkan kebijakan fiskal yang tanggap dan tepat sasaran agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.

“Kebijakan ini tidak hanya ditujukan untuk menjaga konsumsi rumah tangga, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat kepercayaan pelaku usaha, dan menarik investasi baik dari dalam maupun luar negeri,” tegasnya.

Dengan stimulus ini, pemerintah berharap periode liburan Nataru tak hanya menjadi momentum liburan semata, tetapi juga pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional. (alf)

 

idEA Minta Penundaan PMK 37/2025, DJP Pastikan Implementasi Bertahap dan Dialog Terbuka

IKPI, Jakarta: Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta waktu transisi minimal satu tahun sebelum implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang mewajibkan marketplace menjadi pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari para pedagang daring.

Permintaan tersebut mendapat tanggapan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyatakan bahwa proses penyusunan PMK 37/2025 telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan melalui pendekatan meaningful participation.

“Sejak tahap awal, kami telah berkomunikasi secara intensif dengan pelaku industri, termasuk idEA. Regulasi ini tidak lahir tiba-tiba, melainkan hasil dialog terbuka dan kolaboratif,” kata Rosmauli, Senin (28/7/2025).

Tak hanya dengan idEA, Rosmauli menambahkan bahwa diskusi serupa juga telah digelar bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), serta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Setelah peraturan ditetapkan, DJP aktif melakukan sosialisasi agar pemahaman dan kesiapan pelaku usaha bisa merata.

“Tujuan kami bukan semata-mata meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memastikan pelaksanaan yang tertib dan efisien. Oleh karena itu, ruang dialog akan tetap terbuka,” tegasnya.

Senada dengan Rosmauli, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menegaskan bahwa PMK 37/2025 tidak langsung berlaku begitu diundangkan pada 14 Juli 2025. Penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 akan dilakukan secara bertahap, bergantung pada kesiapan teknis masing-masing platform.

“Kami sudah berdiskusi dengan beberapa marketplace besar, mereka butuh waktu untuk penyesuaian sistem. Mungkin satu sampai dua bulan ke depan baru dimulai penunjukannya,” ujar Hestu dalam media briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta (15/7/2025).

DJP juga sedang mengembangkan aplikasi khusus untuk memudahkan marketplace dalam menyetor pajak dari pedagang daring ke kas negara. Untuk tahap awal, penunjukan hanya akan dilakukan terhadap marketplace berskala besar, dengan pertimbangan kematangan infrastruktur digital dan jumlah pedagang yang aktif.

“Marketplace kecil belum kami tunjuk dulu. Kalau belum siap, nanti malah merchant pindah semua ke sana dan marketplace besar dirugikan. Kami akan pastikan transisi berjalan adil dan sistemnya matang,” jelas Hestu.

Dengan pendekatan bertahap dan dukungan teknis, DJP berharap pelaksanaan PMK 37/2025 dapat berlangsung lancar tanpa mengganggu ekosistem perdagangan digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia. (alf)

 

id_ID