IKPI Cabang Medan Audiensi ke KPP Pratama Medan Barat dan KPP Pratama Medan Petisah

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan melakukan audiensi ke dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sekaligus yakni Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Petisah pada (03/09/2025) dalam rangka memperkuat sinergi dan komunikasi antara konsultan pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Rombongan IKPI Cabang Medan yang dipimpin oleh Ketua IKPI Cabang Medan, Eben Ezer Simamora diterima dengan hangat oleh masing-masing pimpinan KPP, yaitu KPP Medan Barat, Vivi Rosvika, dan KPP Medan Petisah, Maman Surahman.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

“Dengan adanya konsultan pajak kami berharap dapat menjalin kerjasama yang baik dalam peningkatan pendapatan negara” ujar Vivi Rosvika. Maman Surahman juga mengatakan IKPI merupakan partner yang baik serta sinergis dalam membantu melakukan edukasi terhadap wajib pajak. Harapannya dengan adanya para konsultan pajak dari IKPI mampu segera menyelesaikan permasalahan mengenai perpajakan.

Eben Ezer Simamora juga mengatakan kehadiran konsultan pajak bukan juga semata sebagai perwakilan WP, tetapi juga sebagai pihak yang membantu WP memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan)

Dalam audiensi ini Maman Surahman menghimbau kepada para seluruh WP untuk melakukan aktivasi coretax karena kedepannya seluruh informasi mengenai produk hukum perpajakan akan dikirimkan melalui coretax, sehingga kedepannya tidak ada WP yang tidak menerima informasi mengenai peraturan perpajakan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Medan

IKPI Cabang Medan juga menyampaikan komitmennya untuk berperan aktif dalam membantu Wajib Pajak (WP) dalam proses aktivasi sistem coretax yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan berbasis teknologi informasi. Coretax merupakan sistem inti administrasi perpajakan terbaru yang membutuhkan dukungan dari semua pihak untuk memastikan kelancaran implementasi khususnya dalam proses aktivasi akun dan penggunaan layanan digital.

Audiensi ini juga dihadiri oleh Sekretaris Pengda Sumbagut Lai Han Wie, dan pengurus IKPI Cabang Medan yaitu Wakil Ketua I Hang Bun, Wakil Ketua II Pony, Wakil Bendahara Usman, Bidang Kesekretariatan dan Pengembangan Organisasi Rosmina.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Membidik Shadow Economy, Jalan Baru Menggenjot Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak selalu menjadi nadi utama pembiayaan negara. Tahun 2025, target penerimaan pajak Indonesia tahun 2025 tercatat sebesar Rp2.189 triliun atau naik sekitar 10,08% dibandingkan tahun 2024 sebesar Rp Rp1.988 triliun. Angka tersebut memang impresif, namun tantangan sudah menanti di depan mata: pada 2026 karena pemerintah menargetkan penerimaan pajak yang lebih tinggi, yakni Rp2.357 triliun atau naik sebesar 13,,51% dari tahun 2025.

Untuk mencapai target tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut mencari sumber baru yang selama ini belum tergarap optimal. Salah satu yang kini mulai serius dibidik adalah shadow economy, harta karun ekonomi yang masih berada di luar jangkauan sistem perpajakan.

Shadow economy atau disebut ekonomi bayangan merupakan aktivitas ekonomi yang disembunyikan, tidak tercatat secara resmi dan sulit terdeteksi oleh otoritas pajak, sehingga luput dari pengenaan pajak. Aktivitas ini dilakukan di luar sistem formal dengan alasan moneter berupa penghindaran pajak, dan iuran jaminan sosial, alasan regulasi mencakup penghindaran ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti pembayaran upah dibawah ketentuan upah minimum, dan alasan kelembagaan yang mencakup penghindaran ketentuan kelembagaan pemerintahan atau birokrasi.

Adapun karakteristik shadow economy meliputi kegiatan ekonomi yang sering dilakukan secara tunai dan informal dan tidak dilaporkan pada SPT sehingga sulit dijangkau oleh sistem perpajakan konvensional dan sistem administrasi negara termasuk dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB).

Ekonomi bayangan menimbulkan beberapa tantangan bagi sistem perpajakan di Indonesia yaitu pertama, mengerus pengenaan basis pajak ketika transaksi ekonomi tidak dilaporkan sehingga pemerintah kehilangan potensi pajak atas transaksi ekonomi, kedua, ketidakadilan pengenaan pajak sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat, dan ketiga menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga akibat lemahnya tata kelola dan ketidakadilan pengenaan pajak sehingga menghambat kepatuhan pembayaran pajak secara sukarela oleh Wajib Pajak.

Oleh sebab itu shadow economy sangat berdampak besar terhadap penerimaan negara yang mengakibatkan potensi pajak yang hilang, ketimpangan fiskal karena pelaku formal menanggung beban pajak yang lebih besar dan terjadinya distorsi data ekonomi karena aktivitas shadow economy tidak tercatat dalam PDB.

Shadow economy bukan sekadar cerita mistis yang hanya bisa dirasakan namun tidak tercatat dan tidak dapat dipajaki. Kajian Nanda Puja Rezky dalam judulnya Kajian Kegiatan Shadow Economy di Indonesia: Sebuah Studi Literatur1 mencatat bahwa studi empiris yang dilakukan oleh Ramadhan (2019) melalui pendekatan moneter dan analisis sensitivitas permintaan uang untuk periode 2000-2017 menunjukkan terdapat ukuran shadow economy di Indonesia rata-rata sebesar Rp528 triliun, dan jika dibandingkan dengan PDB setiap tahunnya maka jumlah rata-rata rasionya 7,58% terhadap PDB. Sedangkan Penelitian yang dilakukan oleh Tatariyanto (2014) dengan menggunakan pendekatan Model – Multiple Indicator Multiple Cause (MIMIC) memperkirakan shadow economy di Indonesia antara tahun 2000 dan 2008 rata-rata mencapai 20% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Ukuran shadow economy ini juga serupa dengan Penelitian yang dilakukan oleh Schneider (2010) pada rentang 1999 -2007, dengan rentang ukuran shadow economy sekitar 18% hingga 21% dari PDB. Studi empiris tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kegiatan ekonomi yang tidak tercatat dalam estimasi PDB yang berpengaruh cukup signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia.

Sedangkan ukuran shadow economy menurut PPATK seperti dikutip dari laman Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2022, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan PPATK Fithriadi Muslim menyampaikan shadow economy yang ada diperkirakan sebesar kisaran 8,3 persen hingga 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sehingga bila dihitung potensi kehilangan penerimaan negara dari shadow economy dengan ukuran shadow economy sebesar 10% dari estimasi PDB tahun 2025 sebesar Rp23.500 triliun, maka potensi target penerimaan pajak bisa mencapai Rp2.350 triliun. Angka ini hampir setara 5 (lima) kali lebih dari anggaran pembuatan Ibukota Negara yang mencapai Rp460 triliun, dan target penerimaan negara bisa tercapai serta bahkan bisa melampaui target penerimaan negara di tahun 2025.

Langkah Serius Pemerintah

Pemerintah tidak tinggal diam, sejumlah langkah sudah dan sedang dilakukan, antara lain melakukan Integrasi NIK dengan NPWP untuk mempersempit ruang pelaku usaha bersembunyi, memperkuat basis data dan pengawasan melalui Core Tax System, membuat ekosistem pembayaran digital melalui Payment ID yang mengintegrasikan seluruh transaksi digital termasuk QRIS dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), membuat dan merencanakan aturan baru ketentuan pajak seperti transaksi Bitcoin, platform online, perdagangan emas, perikanan, perdagangan eceran, makan dan minuman, meningkatkan proses canvasing melalui pendataan dan menjangkau wajib pajak yang belum terdaftar, integrasi data dengan Nomor Induk Berusaha dan OSS BKPM, melakukan penunjukkan entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital PMSE dan langkah-langkah lainnya.

Namun, tentu langkah-langkah tersebut tidak mudah, karena terdapat kendala serius meliputi kepercayaan publik rendah terhadap pengelolaan pajak yang bisa menimbulkan resistensi, kesiapan sistem perpajakan, integrasi sistem antar lembaga, mengidentifikasikan aktivitas yang dilakukan secara tunai dan informal, dan kesiapan para pelaku usaha terutama pelaku usaha kecil dalam menggunakan sistem administrasi perpajakan yang modern.

Membidik shadow economy bukan hanya sekadar strategi mengejar angka, melainkan upaya membangun sistem perpajakan yang lebih adil sehingga dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak secara sukarela dan otomatis meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sendirinya.

Untuk itu, pemerintah khususnya DJP harus memastikan bahwa kebijakan yang dibuat dan diterapkan tidak represif, tetapi inklusif dan edukatif. Penyederhanaan aturan, transparansi penggunaan pajak, serta digitalisasi administrasi akan menjadi kunci.

Jika momentum ini dikelola dengan baik, shadow economy bisa berubah dari “beban tersembunyi” menjadi sumber cahaya baru bagi penerimaan negara. Dengan demikian, baik target penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.189 triliun maupun target penerimaan pajak 2026 sebesar Rp2.357 triliun bukan hanya target diatas kertas saja, namun menjadi target penerimaan yang realistis dan menjadi langkah menuju kemandirian fiskal yang mandiri dan lebih kokoh.

Penulis adalah Pengurus Pusat IKPI – Ketua Bidang Pajak Internasional Negara Afrika.

Rianto Abimail, SE, SH, MAk, Ak, CA, CPA, Asean CPA, FCPA (Aust.), BKP, CMed,CRA, CPCLE, CFI

Email: rianto.abimail@kap-gpaa.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

Gelombang Demo Bikin Mal Sepi, HIPPINDO Tuntut Keringanan Pajak

IKPI, Jakarta: Gelombang demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 meninggalkan jejak kerugian besar bagi sektor ritel di Ibu Kota. Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) melaporkan, omzet pusat perbelanjaan di Jakarta anjlok hingga sekitar Rp500 miliar hanya dalam waktu empat hari.

Ketua Umum HIPPINDO Budihardjo Iduansjah menyampaikan, penurunan tajam itu terjadi karena banyak mal terpaksa tutup menyusul imbauan work from home dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta kekhawatiran masyarakat untuk keluar rumah.

“Secara prinsip, kami mendukung aspirasi masyarakat yang disampaikan secara damai. Tapi kenyataannya, situasi kemarin membuat orang enggan bepergian. Mal-mal sepi bahkan ada yang tutup, sehingga kerugian omzet mencapai Rp500 miliaran,” kata Budihardjo dalam acara salah satu televisi nasional, Rabu (3/9/2025).

Dorong Stimulus Pajak

Melihat kondisi tersebut, HIPPINDO mendesak pemerintah untuk segera menggelontorkan berbagai stimulus fiskal guna meringankan beban pelaku usaha. Usulan yang diajukan antara lain keringanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), potongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan, serta percepatan pemberian tax refund untuk wisatawan mancanegara.

Menurut Budihardjo, stimulus tersebut penting agar ritel tetap bertahan sekaligus menjaga daya beli masyarakat. “Kami mendukung langkah-langkah yang bisa menyeimbangkan situasi. Masukan ini sudah sering kami sampaikan, tinggal menunggu respons cepat dari pemerintah,” ujarnya.

Dari sisi komoditas, Budihardjo menyebut sektor luxury fashion menjadi yang paling terpukul akibat penurunan jumlah pengunjung. Sebaliknya, sektor kebutuhan rumah tangga justru mengalami lonjakan penjualan karena masyarakat memilih menimbun barang pokok di tengah ketidakpastian.

Meski demikian, ia mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam aksi borong berlebihan. “Kami sudah mengimbau agar tidak panic buying. Stok cukup, distribusi tetap jalan. Tidak perlu khawatir soal ketersediaan barang,” jelasnya.

Apresiasi Langkah Pemerintah

Budihardjo juga menyoroti langkah cepat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menetapkan tarif Rp1 untuk seluruh transportasi umum selama sepekan. Menurutnya, kebijakan itu meringankan beban masyarakat sekaligus memulihkan kepercayaan untuk kembali beraktivitas.

“Ini kebijakan yang tepat, karena bisa mengurangi biaya harian warga dan mendorong mereka kembali ke pusat belanja,” kata Budihardjo.

Selain itu, ia menilai patroli intensif yang dilakukan TNI dan Polri menjadi kunci untuk mengembalikan rasa aman. “Kami optimistis keamanan akan berangsur pulih. Stabilitas kota ini penting, bukan hanya bagi masyarakat, tapi juga bagi investor yang sedang menimbang menanamkan modal di Indonesia,” tambahnya.

Lebih jauh, HIPPINDO menekankan pentingnya pemerintah menjamin keamanan tidak hanya di pusat perbelanjaan, tetapi juga di berbagai objek vital publik seperti halte Transjakarta dan fasilitas umum lainnya.

“Kami berharap masyarakat segera merasa nyaman lagi untuk pergi ke mal. Situasi sekarang sudah lebih kondusif. Momentum ini juga bisa menjadi pendewasaan demokrasi, di mana aspirasi dapat disampaikan tanpa harus mengganggu roda ekonomi,” pungkas Budihardjo. (alf)

 

 

 

 

Mulai 2026, Uang Pajak Langsung Kembali ke Masyarakat Lewat Program APBN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan mulai 2026 setiap penduduk Indonesia akan merasakan manfaat nyata dari pajak yang mereka bayarkan. Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang lebih dari 82% sumbernya berasal dari penerimaan perpajakan, akan langsung kembali ke masyarakat melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah (TKD).

Sri Mulyani memaparkan, alokasi APBN per kapita akan berbeda di setiap wilayah sesuai karakteristik, tantangan, dan potensi daerah. “Sumatera total alokasi APBN dan TKDD mencapai Rp5,6 juta per penduduk. Kalimantan Rp8,5 juta, Sulawesi Rp7,3 juta, Maluku dan Papua Rp12,5 juta, Bali-Nusa Tenggara Rp6,4 juta, dan Jawa Rp5,1 juta,” jelasnya dalam Rapat Kerja Komite IV DPD bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia, Selasa (2/9/2025).

Menurutnya, perbedaan alokasi per kapita ini merupakan strategi redistribusi dan pemerataan. Daerah dengan jumlah penduduk lebih sedikit namun tingkat ketertinggalan lebih tinggi akan menerima alokasi lebih besar. Dengan begitu, fungsi pajak sebagai instrumen pemerataan benar-benar dijalankan.

Dana pajak yang terkumpul itu akan digunakan untuk membiayai sejumlah program prioritas nasional, di antaranya Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Cipta Kerja Generasi (CKG). Program-program ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sekaligus memperluas jangkauan perlindungan sosial.

Rinciannya, di Sumatera terdapat 18,8 juta penerima MBG, 11,7 ribu siswa Sekolah Rakyat, serta 28,8 juta penerima CKG. Kalimantan mendapat alokasi bagi 5,2 juta penerima MBG, 5,3 ribu siswa Sekolah Rakyat, dan 7,8 juta penerima CKG. Sulawesi menerima 6,2 juta penerima MBG, 6,3 ribu siswa Sekolah Rakyat, serta 9,5 juta penerima CKG.

Sementara itu, Maluku dan Papua memperoleh dukungan untuk 2,4 juta penerima MBG, 3,5 ribu siswa Sekolah Rakyat, dan 3,6 juta penerima CKG. Bali-Nusa Tenggara dialokasikan untuk 5,1 juta penerima MBG, 3,1 ribu siswa Sekolah Rakyat, serta 7 juta penerima CKG. Adapun Jawa, dengan populasi terbesar, mendapat alokasi bagi 45,1 juta penerima MBG, 12,8 ribu siswa Sekolah Rakyat, dan 73,5 juta penerima CKG.

“APBN adalah wujud gotong royong seluruh rakyat melalui pajak yang mereka bayarkan. Melalui belanja K/L dan TKD, redistribusi dan pemerataan akan terus dijalankan. Daerah yang masih tertinggal dengan jumlah penduduk lebih sedikit tetap memperoleh alokasi per kapita lebih tinggi,” tegas Sri Mulyani.

Dengan begitu, pajak yang setiap tahun dibayarkan masyarakat tidak berhenti di kas negara, melainkan kembali dalam bentuk layanan, perlindungan sosial, dan pembangunan di seluruh pelosok negeri. (alf)

 

 

 

 

Trump Tolak Tawaran Tarif Nol dari India: Sudah Terlambat

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan kritik tajam terhadap India terkait isu tarif perdagangan. Ia mengungkapkan bahwa New Delhi baru saja menawarkan penghapusan bea masuk untuk produk asal AS, menyusul kenaikan tarif besar yang diberlakukan Washington atas ekspor India.

Namun, menurut Trump, langkah itu datang terlalu lambat. “Mereka sekarang menawarkan pemangkasan tarif hingga nol, tetapi sudah terlambat. Seharusnya mereka sudah melakukannya bertahun-tahun yang lalu,” ujarnya melalui akun Truth Social, dikutip Reuters, Selasa (2/9/2025).

Kedutaan Besar India di Washington hingga kini belum memberikan tanggapan atas pernyataan tersebut. Pernyataan keras Trump muncul bertepatan dengan agenda Perdana Menteri India, Narendra Modi, yang tengah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di China. Forum itu dipandang strategis, terutama karena China mendorong terciptanya tatanan ekonomi dan keamanan global baru yang lebih berpihak pada negara-negara berkembang atau Global South.

Ketegangan dagang kedua negara semakin tajam setelah AS menetapkan bea masuk hingga 50% terhadap sejumlah produk asal India. Sebelumnya, tarif hanya berada di kisaran 25%. Trump menegaskan kenaikan tersebut diberlakukan karena India tetap melanjutkan pembelian minyak dari Rusia, kebijakan yang dianggap bertentangan dengan sikap Washington. Tarif tambahan ini resmi berlaku mulai 27 Agustus lalu.

Langkah saling balas tarif itu menimbulkan tanda tanya besar mengenai masa depan hubungan perdagangan AS-India. Para pengamat menilai, meski India menawarkan relaksasi bea masuk, respons dingin dari Trump menunjukkan tensi bilateral masih jauh dari kata reda. (alf)

Presiden Trump: “Tanpa Tarif, AS Bisa Jadi Negara Dunia Ketiga”

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan peringatan keras setelah pengadilan banding federal menyatakan sebagian besar kebijakan tarif yang ia terapkan melanggar hukum. Trump menegaskan, pencabutan tarif bisa menyeret AS jatuh ke posisi “negara dunia ketiga”.

Putusan yang keluar pada Jumat lalu menyatakan Trump menyalahgunakan kewenangan darurat untuk menetapkan tarif. Menurut pengadilan, hanya Kongres yang berhak menetapkan kebijakan sepenting itu. Meski demikian, pengadilan tidak langsung membatalkan aturan, melainkan memberi waktu hingga pertengahan Oktober bagi pemerintah untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

Trump yang meluncurkan tarif sejak April, menuding mitra dagang AS tidak adil dalam menciptakan keseimbangan perdagangan. Tarif yang dikenakan berkisar 10% hingga 41% mulai berlaku sejak 7 Agustus, mencakup berbagai negara termasuk Kanada, Meksiko, dan China, serta sebagian besar mitra dagang AS lainnya.

Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump mengklaim kebijakan tersebut berhasil menarik investasi besar. “Lebih dari 15 triliun dolar telah diinvestasikan di Amerika, sebuah rekor. Sebagian besar investasi ini terjadi berkat tarif,” tulisnya. Ia menegaskan, jika keputusan pengadilan dibiarkan, “hampir semua investasi itu akan hilang dan Amerika akan kehilangan kejayaannya.”

Namun, kebijakan tarif Trump memang tidak luput dari kritik. Sejumlah anggota parlemen menilai kebijakan itu justru bisa merugikan ekonomi domestik. Para ekonom juga memperingatkan risiko resesi jika tensi perdagangan global terus meningkat.

Putusan pengadilan mencakup dua jenis tarif: tarif timbal balik terhadap banyak mitra dagang, serta tarif khusus untuk Kanada, Meksiko, dan China dengan dalih memerangi perdagangan narkoba. Adapun tarif terhadap baja, aluminium, dan otomotif asing tetap berlaku karena diberlakukan lewat payung hukum berbeda.

Trump bersikeras tarif adalah instrumen vital untuk melindungi manufaktur, memangkas defisit, dan mengamankan syarat perdagangan yang lebih adil. Bahkan, ia baru-baru ini menggandakan tarif untuk India hingga 50% dengan tuduhan membantu Rusia membeli minyak, serta mengancam langkah serupa terhadap China.

“Tanpa tarif, masa depan kita suram,” tegas Trump. “Amerika bisa kehilangan kekuatannya, dan itulah yang sedang diperjuangkan pengadilan kiri radikal.” (alf)

 

Rupiah Menguat Tipis, Dipengaruhi Ketidakpastian Tarif Dagang Trump

IKPI, Jakarta: Nilai tukar rupiah menutup perdagangan Selasa (2/9/2025) dengan penguatan tipis seiring meningkatnya ketidakpastian global, khususnya terkait tarif perdagangan yang diberlakukan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menjelaskan bahwa dinamika terbaru di AS memberi dorongan bagi rupiah. “Ketidakpastian meningkat setelah pengadilan banding pekan lalu menyatakan tarif perdagangan Trump ilegal,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip, Selasa (2/9/2025).

Meski begitu, Ibrahim menekankan bahwa tarif tersebut masih bisa berlaku hingga pertengahan Oktober. Trump sendiri disebut berencana menggugat putusan tersebut ke Mahkamah Agung. “Situasi ini menimbulkan keraguan terhadap arah kebijakan dagang AS, yang otomatis memengaruhi sentimen pasar,” tambahnya.

Pada penutupan perdagangan, rupiah menguat 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp16.414 per dolar AS dibandingkan posisi sehari sebelumnya Rp16.419 per dolar AS. Sementara kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga mencatat penguatan, berada di Rp16.418 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.463 per dolar AS.

Menurut Ibrahim, ketidakpastian tarif dagang AS membuka peluang renegosiasi dengan sejumlah mitra utama Washington. “Apabila ada keputusan yang membatalkan tarif tersebut, maka pemerintah AS akan dipaksa mencari kesepakatan baru,” ujarnya.

Selain faktor perdagangan, pasar juga mencermati prospek kebijakan moneter AS. CME FedWatch Tool mencatat peluang 85 persen The Federal Reserve (The Fed) menurunkan suku bunga pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini.

Padahal, data inflasi PCE (Personal Consumption Expenditure) Juli menunjukkan harga masih stagnan namun tetap berada di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen. Kondisi ini dinilai semakin memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga demi menopang ekonomi AS. (alf)

 

 

 

 

 

Politisi Partai Golkar Ingatkan Publik: Jangan Ikut Seruan “Stop Bayar Pajak”

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbhakun mengimbau masyarakat tetap menjalankan kewajibannya membayar pajak di tengah merebaknya seruan “Stop Bayar Pajak” yang ramai di media sosial. Gelombang protes yang meluas di sejumlah daerah dalam beberapa pekan terakhir dinilai berisiko menggerus kepatuhan fiskal.

Seruan itu muncul setelah mencuat rencana kenaikan tunjangan anggota DPR, yang memicu kekecewaan publik terhadap pengelolaan uang negara. Tidak sedikit warganet yang menggaungkan tagar #stopbayarpajak sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil.

“Pajak harus tetap dibayar. Itu kewajiban kita kepada negara,” tegas Misbhakun saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Legislator Partai Golkar itu menyayangkan ajakan menolak pajak, karena menurutnya, konsekuensinya justru akan merugikan masyarakat luas.

Ia mencontohkan, sebagian besar belanja negara bergantung pada penerimaan pajak, mulai dari gaji tenaga pendidik, pegawai negeri, buruh hingga pembiayaan pendidikan dan pembangunan infrastruktur.

“Kalau pajak dihentikan, siapa yang akan membayar gaji guru, dosen, dan buruh? Pajak itu bagian dari ketaatan kita dalam bernegara,” jelasnya.

Ledakan di Media Sosial

Fenomena seruan “Stop Bayar Pajak” pertama kali viral sejak Kamis (28/8/2025), usai akun Instagram @storyrakyat_ dan @bem_si mengunggah poster protes dengan tagar #stopbayarpajak. Unggahan itu menuai lebih dari 1,5 juta tanda suka, 45,5 ribu komentar, dan dibagikan ulang oleh lebih dari 356 ribu pengguna hingga Selasa sore.

“Mulai sekarang lawan dengan #stopbayarpajak. Rakyat sengsara, aparat dan pejabat sejahtera,” demikian bunyi salah satu unggahan yang memicu reaksi luas.

Meskipun demikian, Misbhakun menekankan bahwa ketidakpuasan terhadap kebijakan sebaiknya disalurkan lewat jalur aspirasi yang konstitusional, bukan dengan mengabaikan kewajiban pajak.

“Kalau ada yang tidak setuju, sampaikan melalui mekanisme demokrasi. Jangan sampai merugikan negara dan masyarakat sendiri,” tutupnya. (alf)

 

 

Tak Hanya Senjata, Kuda Kavaleri TNI Juga Dapat Fasilitas Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali memberikan insentif fiskal, kali ini bukan untuk industri atau sektor usaha, melainkan bagi pasukan kavaleri Tentara Nasional Indonesia (TNI). Melalui aturan baru, Kementerian Keuangan menanggung penuh pajak pertambahan nilai (PPN) atas pengadaan kuda kavaleri beserta perlengkapan pendukungnya.

Fasilitas pajak ini berlaku mulai 25 Agustus hingga 31 Desember 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, keputusan tersebut diambil untuk mendukung kesiapan alat pertahanan dan mendayagunakan kuda kavaleri yang hingga kini masih berperan penting dalam operasi maupun upacara kenegaraan.

Namun, fasilitas ini tidak berlaku sembarangan. Pengusaha yang memasok kuda dan perlengkapan kavaleri wajib membuat faktur pajak serta laporan realisasi dengan keterangan khusus “PPN ditanggung pemerintah sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2025”. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka PPN tetap menjadi beban pengusaha.

Adapun daftar barang yang mendapat fasilitas cukup panjang, mulai dari kuda batalyon kavaleri, pelana upacara, tali kekang, sanggurdi logam, hingga perlengkapan perawatan seperti sikat kuku, sisir logam, obat dan suplemen kuda. Bahkan, kandang kuda portable, seragam penunggang, serta perlengkapan latihan upacara juga masuk dalam daftar.

Secara keseluruhan, lebih dari 40 jenis barang pendukung kuda kavaleri dibebaskan dari PPN. Kebijakan ini menegaskan bahwa perhatian pemerintah terhadap sektor pertahanan tidak sebatas pada persenjataan modern, tetapi juga pada kesiapan pasukan tradisional yang masih menjadi bagian penting dari wajah militer Indonesia. (alf)

 

 

 

 

 

Bapenda DKI: Mobil Lebih dari Satu Belum Tentu Kena Pajak Progresif

IKPI, Jakarta: Pemilik mobil lebih dari satu belum tentu otomatis dikenakan pajak progresif. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menegaskan, aturan ini hanya berlaku bagi kendaraan yang tercatat atas nama pribadi dan tidak digunakan untuk kepentingan usaha.

“Pajak progresif punya dasar hukum yang jelas. Sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024, pada Pasal 7 diatur bahwa yang terkena pajak progresif adalah kendaraan dengan kepemilikan orang pribadi,” kata Humas Bapenda DKI Jakarta, Herlina Ayu, Senin (1/9/2025).

Dalam beleid tersebut, tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan secara bertingkat: 2% untuk kendaraan pertama, 3% untuk kendaraan kedua, 4% untuk kendaraan ketiga, 5% untuk kendaraan keempat, dan 6% untuk kepemilikan kelima dan seterusnya.

Namun, terdapat pengecualian bagi kendaraan yang digunakan untuk usaha maupun operasional tertentu. Pasal 7 ayat (2) menyebut, kendaraan angkutan umum, angkutan karyawan, angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, serta kendaraan untuk kepentingan sosial dan keagamaan dikenakan tarif hanya 0,5%. Sementara kendaraan milik badan usaha dikenakan tarif tetap 2% tanpa skema progresif.

“Untuk kendaraan usaha memang tidak dikenakan pajak progresif, tetapi tetap ada tarif khusus yang harus dibayarkan. Sedangkan untuk badan usaha, tarifnya flat 2 persen,” tambah Herlina.

Dengan memahami aturan ini, para wajib pajak diharapkan dapat mengelola kewajiban pembayaran PKB secara lebih tepat. Hal ini juga menghindarkan kesalahpahaman, seolah semua pemilik mobil lebih dari satu pasti terkena pajak progresif. (alf)

 

 

 

 

id_ID