Surat Ikatan Tugas: Perisai Hukum Konsultan Pajak di Era Transparansi

Dalam praktik perpajakan di Indonesia, hubungan antara konsultan pajak dan klien tidak cukup hanya didasarkan pada rasa percaya atau kesepakatan lisan semata. Diperlukan fondasi hukum yang jelas, tertulis, dan dapat dipertanggungjawabkan. Di sinilah pentingnya Surat Ikatan Tugas (SIT), sebuah dokumen formal yang menjadi jembatan perikatan hukum antara konsultan pajak dan wajib pajak (klien).

Surat Ikatan Tugas adalah perjanjian tertulis yang memuat lingkup pekerjaan, jangka waktu penyelesaian pekerjaan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta dasar tarif jasa yang disepakati antara konsultan pajak dan kliennya. Meski kerap dianggap sebagai formalitas administratif, pada hakikatnya SIT adalah perangkat hukum yang mengikat secara kontraktual, yang bisa melindungi kedua belah pihak dari potensi sengketa di kemudian hari.

Dalam praktik yang ideal, SIT harus ditandatangani sebelum konsultan pajak mulai menjalankan tugas profesional, baik itu dalam hal kepatuhan pajak, pemeriksaan, keberatan, gugatan, maupun pendampingan di Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.

Era modern perpajakan menuntut transparansi dan kepatuhan tidak hanya dari wajib pajak, tapi juga dari para profesional pajak yang mendampinginya. Dengan adanya Surat Ikatan Tugas, hak dan tanggung jawab profesional konsultan pajak dan klien menjadi terdokumentasi dan berimbang, sehingga seharusnya menghindari ruang abu-abu dan multi tafsir.

Dalam banyak kasus, bisa jadi klien tidak memahami secara utuh tugas dan batasan tanggung jawab konsultan pajak. Tanpa dokumen resmi seperti SIT, ketika terjadi masalah atau kasus, misalnya koreksi pajak besar atau temuan yang mengakibatkan hutang pajak yang signifikan, bisa saja kemudian klien menyalahkan konsultan pajak dan menuntut ganti rugi. Padahal, bisa jadi masalah terjadi karena ketidakterbukaan data dari pihak klien sendiri.

SIT adalah dokumen sebagai landasan hukum yang disepakati sejak awal antara konsultan pajak dan klien, antara lain mencakup: jenis pekerjaan atau layanan jasa, imbalan, tenggat waktu penyelesaian pekerjaan, kerahasiaan data, termin pembayaran, sampai sejauh mana tanggung jawab konsultan pajak atas laporan pajak klien. Disisi lain, klien juga harus mempunyai tanggung jawab atas keabsahan data dan informasi yang diberikan kepada konsultan selain kewajiban pembayaran imbalan kepada konsultan saat pekerjaan dilaksanakan atau saat pekerjaan selesai.

Melindungi Konsultan, Mendidik Klien

Bagi konsultan pajak, SIT adalah tameng hukum. Dalam pemeriksaan internal atau sengketa hukum, konsultan bisa menunjukkan bahwa semua tindakannya berada dalam batas tugas yang telah disepakati secara legal.

Sementara itu, bagi klien, adanya SIT mempertegas pentingnya jasa profesional yang berbasis kontrak antara pemberi jasa dan pengguna jasa, bukan hanya sekedar hubungan informal dan pertemanan semata. Dunia perpajakan adalah area yang sangat sensitif, dimana kesalahan kecil bisa berujung sanksi, denda, atau bahkan pidana. Oleh karenanya, keterlibatan konsultan pajak dalam pemberian jasa pendampingan kepada klien pun harus ditopang oleh dokumen perikatan hukum yang jelas.

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai organisasi profesi juga mewajibkan anggotanya membuat Surat Ikatan Tugas sebagai perikatan hukum yang disepakati ketika melakukan layanan pajak kepada klien. Ini sejalan dengan Kode Etik dan Standar Profesi IKPI yang mengutamakan profesionalisme dan integritas tinggi sebagai standar layanan terpercaya dan profesional.

Dengan adanya SIT, IKPI sebagai organisasi akan memberikan pendampingan hukum yang maksimal jika terjadi konflik antara konsultan dan klien. Tanpa SIT, perlindungan organisasi terhadap anggotanya pun menjadi lemah.

Sudah saatnya dunia konsultan pajak di Indonesia meninggalkan budaya lisan dan beralih ke budaya kontrak yang tertulis, profesional, dan terukur. Surat Ikatan Tugas bukan hanya selembar dokumen, tetapi manifestasi dari hubungan kerja yang bertanggung jawab, berbasis kepercayaan yang disertai kekuatan hukum.

Di tengah dinamisnya regulasi pajak yang berisiko kekeliruan dalam pemenuhan kewajiban pajak secara benar, SIT bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Untuk itu IKPI sebagai organisasi profesi dalam waktu dekat akan me- _release_ Surat Ikatan Tugas sebagai panduan untuk anggota dalam membuat dokumen perikatan hukum ketika melakukan jasa layanan pajak kepada klien.

Penulis adalah Ketua Departemen Sistem Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota, IKPI

Donny Rindorindo

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Gandeng Dua Belas Kampus, IKPI Sleman Jembatani Kelas Khusus S2 untuk Anggota

IKPI, Sleman: Dalam rangka mendukung peningkatan kompetensi akademik dan profesionalisme anggotanya, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sleman menjalin kerja sama strategis dengan delapan perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Program ini mencakup penyelenggaraan kelas khusus Program Magister Akuntansi (S2) bagi anggota IKPI.

Ketua IKPI Sleman, Hersona Bangun, menyampaikan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen organisasi untuk memberikan ruang pengembangan karier yang berkelanjutan bagi para konsultan pajak, khususnya yang berada di bawah naungan IKPI.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

“Pertemuan kami dengan berbagai pimpinan kampus menghasilkan kesepahaman strategis untuk menghadirkan kelas Magister Akuntansi yang dirancang khusus bagi anggota IKPI. Ini bukan hanya soal gelar, tapi soal kompetensi, jejaring akademik, dan kontribusi lebih luas dalam dunia perpajakan Indonesia,” kata Hersona, Sabtu (9/8/2025).

Salah satu pertemuan penting digelar bersama Prof. Irwan Taufik Ritonga, Sekretaris Program Magister Akuntansi Universitas Gadjah Mada (UGM). Pertemuan ini membahas rencana teknis pembukaan kelas S2 dan peluang sinergi dalam bidang pendidikan, riset, serta pengabdian masyarakat.

Kerjasama lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah kerjasama dengan Fakultas Universitas Janabadra untuk Pendidikan S1 Hukum yang akan memberikan kesempatan kepada Anggota IKPI untuk menempuh Pendidikan Sarjana Hukum melalaui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) yang memungkinkan anggota IKPI akan menempuh Pendidikan sarjana hukum kurang dari 3 tahun. Dekan Fakultas Hukum Dr. Sudiyana SH.,M.Hum menyambut baik Kerjasama ini dan berharapa program ini segera dilaksakan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

Selain UGM, kerja sama juga akan diformalkan dengan tujuh kampus lainnya yang masing-masing memiliki fokus dan keunggulan tersendiri, yaitu:

* Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta

* Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST)

* UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

* Universitas Mercu Buana Yogyakarta

* Politeknik YKPN

* Universitas Janabadra

* Universitas Sanata Dharma

* Universitas Ahmad Dahlan

* UNISA

* Universitas Alma Ata

* Universitas Nahdlatul Ulama (UNU)

* Yayasan Pendidikan Adiluhung Nusantara

Menurut Hersona, saat ini proses finalisasi dengan delapan kampus tersebut sudah mencapai tahap 90%, dan tinggal menunggu penandatanganan resmi antara kedua belah pihak pada 21 Agustus 2025.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

“Kepala Departemen Akuntansi FEB Universitas Gadjah Mada Prof. Sony Warsono, MAFIS., Ak., CA., Ph.D. juga menunjukkan antusiasme tinggi dan menyambut baik rencana Kerjasama ini dan sangat berharap dukungan penuh dari Dekan FEB UGM yaitu Prof. Dr. Didi Achyari.,M.Com.,Ak.,CA untuk melakukan MoU dengan IKPI. Kami harap melalui kemitraan ini, anggota IKPI memiliki akses luas terhadap pendidikan S2 yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan profesi,” kata Hersona.

Ditandatangani Ketua Umum IKPI

Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) akan dilakukan langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, bersama perwakilan pimpinan kampus dalam sebuah acara bertajuk seminar PPL di Universitas Gadjah Mada pada 21 Agustus mendatang. Acara ini juga akan dihadiri oleh para Rektor, dekan, civitas akademika, dan anggota IKPI dari berbagai cabang.

Selain MoU, kegiatan tersebut juga akan dirangkaikan dengan seminar perpajakan yang membahas perkembangan kebijakan fiskal bertemakan pajak daerah dan implementasi SAK EMKM dan SAK Etap bagi UMKM serta peningkatan peran konsultan pajak dalam edukasi masyarakat.

Lebih dari sekadar kerja sama kelas S2, Hersona menyebut bahwa sinergi ini mencakup tiga pilar utama: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Termasuk di dalamnya peluang menghadirkan anggota IKPI sebagai dosen tamu, narasumber dalam kuliah praktisi, serta kolaborasi riset perpajakan antara akademisi dan praktisi.

“Dengan kemitraan ini, kami membuka akses bagi anggota IKPI untuk naik kelas tidak hanya dalam hal kualifikasi akademik, tetapi juga dalam kontribusi ilmiah dan pengembangan profesi,” jelasnya.

Hersona berharap langkah ini akan menjadi model kolaborasi antara organisasi profesi dan dunia pendidikan yang dapat direplikasi oleh cabang IKPI di daerah lain. Ke depan, IKPI Sleman juga akan terus menjajaki peluang kemitraan dengan lebih banyak perguruan tinggi di luar Yogyakarta. (bl)

Pemilik Mobil Mewah di Malaysia Pilih Ditilang Daripada Bayar Pajak 

IKPI, Jakarta: Fenomena tak biasa tengah mencuat di Malaysia. Sejumlah pemilik mobil mewah seperti Bentley dan Porsche justru sengaja membiarkan pajak dan asuransi kendaraannya mati. Alasannya mengejutkan: mereka lebih memilih ditilang polisi karena denda pelanggarannya dianggap jauh lebih murah dibanding biaya pajak dan asuransi tahunan.

Praktik ini diungkap oleh pengacara senior Malaysia, Muhammad Hasif Hasan, dalam wawancara dengan Berita Harian, Jumat (8/8/2025).

Menurutnya, tindakan tersebut bukan karena kelalaian, melainkan keputusan yang disengaja dan diperhitungkan secara finansial. “Saya tanya langsung pada beberapa orang yang datang ke pengadilan sebagai terdakwa pelanggaran pajak kendaraan. Mereka bilang lebih untung bayar denda tilang saja,” kata Hasif.

Lebih Murah Kena Tilang

Hasif menuturkan, dalam salah satu kasus yang ia tangani, seorang pemilik Bentley Continental mengatakan bahwa mobilnya jarang dipakai dan hanya digunakan untuk keperluan promosi. Secara logika, membayar denda tilang RM 300 (sekitar Rp 1,1 juta) jauh lebih hemat dibanding harus membayar:

• Pajak jalan tahunan: > RM 5.000 (± Rp 19 juta)

• Asuransi wajib tahunan: > RM 10.000 (± Rp 38 juta)

“Total pengeluaran legal bisa menyentuh lebih dari RM 15.000 setahun, sedangkan denda hanya RM 300. Jadi bagi mereka, ini dianggap penghematan,” ujar Hasif.

Meski terlihat menguntungkan, Hasif memperingatkan bahwa praktik ini sangat membahayakan pengguna jalan lain. Mobil tanpa asuransi berarti jika terjadi kecelakaan, korban tidak bisa menuntut ganti rugi atau klaim asuransi apa pun.

“Kalau terjadi kecelakaan, semua biaya medis, hukum, hingga pengadilan harus ditanggung sendiri. Biaya jasa hukum saja bisa mencapai RM 40.000 (± Rp 153 juta),” jelasnya.

Hasif menekankan bahwa meskipun denda terlihat ringan, risiko sosial dan hukum dari praktik ini sangat besar. Bahkan, jika korban kecelakaan memenangkan gugatan, belum tentu kompensasi bisa benar-benar dibayarkan.

Fenomena ini menuai sorotan publik dan menjadi sinyal peringatan bagi otoritas terkait di Malaysia. Banyak pihak mendorong revisi terhadap sistem denda tilang yang dinilai terlalu ringan dan rentan disalahgunakan, terutama oleh kalangan mampu.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini menciptakan ketimpangan perlakuan hukum dan bisa menjadi preseden buruk bagi sistem transportasi dan keadilan,” tegas Hasif.

Keputusan pemilik mobil mewah untuk tidak membayar pajak dan asuransi demi menghindari biaya tinggi menunjukkan celah dalam sistem hukum lalu lintas Malaysia. Langkah penindakan tegas dan peninjauan ulang kebijakan denda menjadi hal mendesak agar keselamatan di jalan tetap terjamin dan hukum benar-benar ditegakkan secara adil. (alf)

 

Pendapatan Pajak DKI Jakarta Melonjak Rp6,1 Triliun

IKPI, Jakarta: Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mencatat kinerja gemilang dalam pengumpulan pajak daerah sepanjang awal tahun 2025. Dalam periode 1 Januari hingga 14 Juli 2025, total penerimaan pajak daerah menembus angka Rp25,4 triliun, naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp19,2 triliun.

Kepala Kejati DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, menyebutkan adanya kenaikan drastis sebesar Rp6,1 triliun atau setara 32,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ia menilai pencapaian ini merupakan buah dari kerja sama erat antara Kejati, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan sejumlah pihak terkait dalam satu wadah bernama Tim Terpadu.

“Sinergi yang dibangun dalam Tim Terpadu telah membawa hasil positif dalam mendorong penerimaan daerah yang lebih optimal. Prinsip akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme terus kami junjung tinggi,” ujar Patris di Jakarta, Jumat (8/8/2025).

Tim Terpadu ini dibentuk melalui Keputusan Kepala Kejati DKI Jakarta Nomor KEP-131/M.1/Gs/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024. Patris menjelaskan, tim ini memiliki peran strategis dalam mengawal tata kelola penerimaan pajak daerah yang terukur, efisien, serta bebas dari potensi kebocoran.

“Fokus utama kami adalah mencegah kebocoran penerimaan, memperkuat sistem yang transparan, dan memastikan pengelolaan keuangan daerah berjalan sesuai prinsip good governance,” tegasnya.

Patris juga menegaskan bahwa hasil kerja Tim Terpadu telah memberi dampak langsung terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta tahun ini. Ia memastikan upaya pengawasan dan optimalisasi akan terus berlanjut sebagai bagian dari komitmen jangka panjang untuk memperkuat keuangan daerah. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Merosot Saat Ekonomi Melesat, Ini Penjelasan Yustinus Prastowo

IKPI, Jakarta: Di tengah kabar menggembirakan soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menembus 5,12% pada kuartal II-2025, justru muncul paradoks dalam sektor fiskal. Penerimaan pajak tercatat mengalami penurunan sebesar 6,21% dibanding periode yang sama tahun lalu. Realisasi hingga semester I-2025 hanya mencapai Rp837,8 triliun, atau baru 38% dari target tahunan.

Pengamat perpajakan sekaligus mantan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, memberikan penjelasan komprehensif mengenai kondisi ini. Dalam unggahan di akun media sosialnya, Jumat (8/8/2025), ia memaparkan enam faktor utama yang menyebabkan penerimaan pajak menurun meski ekonomi sedang tumbuh.

“BPS baru saja mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Q2 sebesar 5,12%. Harapan tentu menyembul di tengah berbagai tantangan. Tapi kenapa penerimaan pajak turun? Ada beberapa penjelasan menurut saya,” tulisnya di platform X, @prastow.

1. Efek Restitusi yang Tidak Berulang

Faktor pertama menurut Prastowo adalah besarnya restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak di awal tahun 2025. Jumlahnya signifikan, dan berbeda dengan tahun sebelumnya yang tidak mengalami beban serupa.

“Tentu ini berpengaruh pada penerimaan neto kita. Semester II-2025 mestinya restitusi akan melandai dan kembali normal,” ujarnya.

2. Perbedaan Pola Pencatatan

Penerimaan pajak sering kali tercatat berdasarkan waktu pelaporan, bukan waktu terjadinya aktivitas ekonomi. Misalnya, aktivitas ekonomi Mei yang dicatat BPS sebagai bagian dari kuartal II, baru tercermin dalam pembayaran pajak di bulan Juni atau kuartal III.

3. Batalnya Kenaikan PPN 12%

Kegagalan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% juga berdampak signifikan. Target tambahan sebesar Rp71 triliun akhirnya menguap, memperlebar jarak antara realisasi dan target penerimaan.

4. Stimulus dan Insentif Pajak

Pemerintah tetap menggulirkan berbagai insentif, termasuk keringanan pajak bagi sektor-sektor tertentu. Meskipun berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi, insentif ini otomatis menurunkan penerimaan negara.

“Dalam menilai kinerja perpajakan, seyogianya juga memperhitungkan tax expenditure,” tegasnya.

5. Penyesuaian Sistem Coretax

Penerapan sistem administrasi perpajakan berbasis digital, Coretax, yang diluncurkan awal tahun, belum sepenuhnya berjalan optimal. Beberapa proses pembayaran tertunda akibat penyesuaian teknis.

“Hal ini berangsur normal dan mestinya stabil di semester II,” kata Prastowo.

6. Ketimpangan Kinerja Sektor

Terakhir, Prastowo menyoroti perbedaan kinerja antar sektor ekonomi. Ada sektor yang tumbuh pesat namun kontribusinya terhadap pajak belum maksimal. Selain itu, efisiensi belanja pemerintah di awal tahun turut memengaruhi basis pemungutan pajak.

Meski demikian, Prastowo tetap optimistis. Ia berharap tren pemulihan ekonomi akan mendorong peningkatan kinerja perpajakan ke depan.

“Semoga kinerja perekonomian konsisten membaik, penerimaan pajak lekas pulih, dan pemerintah dapat terus fokus menciptakan lapangan kerja, menjaga daya beli, serta pemerataan kesejahteraan,” pungkasnya. (alf)

 

Bupati Pati Minta Maaf, Siap Tinjau Ulang Kenaikan PBB-P2 hingga 250%

IKPI, Jakarta: Bupati Pati, Sudewo, akhirnya angkat bicara terkait kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang belakangan menuai sorotan publik. Ia menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan yang terjadi, sekaligus membuka ruang untuk mengevaluasi kembali kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat.

“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas terjadinya kericuhan pada hari Selasa kemarin (5/8/2025),” ujar Sudewo dalam pernyataan resminya, dikutip Jumat (8/8/2025).

Sudewo, yang merupakan politisi Partai Gerindra, menegaskan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan kembali besaran tarif yang dianggap melambung tinggi. “Kalau ada yang menuntut supaya yang sampai 250% itu diturunkan, akan saya tinjau ulang,” ujarnya.

Namun demikian, ia membantah bahwa seluruh wajib pajak di Kabupaten Pati terkena kenaikan maksimal. Menurutnya, sebagian besar justru mengalami kenaikan di bawah 100%. “Jadi yang di bawah 100%, di bawah 50 persen, itu jauh lebih banyak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sudewo mengklaim bahwa hampir setengah dari warga Pati telah melakukan pembayaran PBB berdasarkan ketetapan terbaru. “Yang sudah membayar hampir 50%,” katanya.

Menanggapi insiden yang sempat viral di media sosial terkait pemindahan dus air mineral dari posko warga oleh petugas, Sudewo menegaskan tidak ada unsur perampasan. “Kami tidak bermaksud melakukan perampasan barang-barang tersebut, sama sekali tidak. Hanya ingin memindahkan,” katanya.

Pernyataan Bupati ini menjadi langkah awal meredam kegelisahan warga yang menilai kebijakan tersebut tidak berpihak pada kondisi ekonomi masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Pati kini ditunggu keseriusannya dalam mengevaluasi kebijakan pajak yang telah memicu polemik ini. (alf)

 

 

 

 

 

DJP Serahkan Piagam Wajib Pajak kepada Tujuh Pelaku Teladan di Wilayah Jatim II

IKPI, Jakarta: Sebanyak tujuh wajib pajak dari wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur II menerima penghargaan Piagam Wajib Pajak, dalam acara bertajuk Rapat Gabungan dan Launching Piagam Wajib Pajak di Jawa Timur, yang digelar di Kota Malang, Kamis (7/8/2025).

Piagam diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, sebagai bentuk apresiasi kepada para wajib pajak yang dinilai telah menunjukkan komitmen luar biasa dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara transparan dan taat aturan.

“Penerima Piagam Wajib Pajak ini merupakan representasi dari teladan kepatuhan yang kami harapkan bisa menjadi inspirasi bagi yang lain,” ujar Bimo.

Diketahui, tujuh wajib pajak ini merupakan bagian dari total 20 wajib pajak terpilih dari tiga kantor wilayah DJP di Jawa Timur, yakni Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III. Para penerima berasal dari berbagai latar belakang pelaku usaha, korporasi, hingga asosiasi, yang dinilai aktif dan kooperatif dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik.

Turut hadir dalam kegiatan ini Kepala Kanwil DJP Jatim I Samingun, Kepala Kanwil DJP Jatim II Agustin Vita Avantin, dan Kepala Kanwil DJP Jatim III Untung Supardi, sebagai bentuk sinergi antarwilayah dalam mendukung implementasi Piagam Wajib Pajak.

Piagam Wajib Pajak sendiri merupakan dokumen resmi yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2025. Dokumen ini memuat secara eksplisit delapan hak dan delapan kewajiban wajib pajak, sebagai wujud reformasi pelayanan berbasis transparansi dan perlindungan hukum.

“Melalui piagam ini, negara hadir bukan hanya sebagai pemungut, tapi juga sebagai pelindung. Hak-hak wajib pajak dijamin dan dihormati sebagaimana mestinya,” tegas Bimo.

Delapan hak wajib pajak antara lain:

• Mendapat informasi dan edukasi,

• Pelayanan gratis sesuai ketentuan,

• Perlakuan adil dan setara,

• Membayar pajak sesuai dengan yang terutang,

• Hak menyelesaikan sengketa secara independen,

• Privasi data terjaga,

• Hak kuasa hukum,

• Menyampaikan laporan atau aduan pelanggaran.

Sementara delapan kewajiban wajib pajak mencakup pelaporan SPT secara benar, sikap kooperatif, penggunaan insentif secara tertib, pembukuan, hingga larangan gratifikasi kepada petugas pajak.

Bimo mengungkapkan, peluncuran piagam ini merupakan bagian dari transformasi kelembagaan DJP yang bertujuan membangun hubungan harmonis antara otoritas pajak dan masyarakat. Ia menekankan bahwa acara ini bukanlah akhir dari proses, melainkan langkah awal menuju sistem perpajakan yang lebih kolaboratif dan partisipatif.

“Piagam ini kami harapkan bisa menjadi milestone dalam perjalanan menuju iklim perpajakan yang lebih adil dan sehat. Saya ajak seluruh jajaran DJP menjadikannya panduan dalam pelayanan kepada masyarakat,” katanya.

Dengan peluncuran ini, DJP berharap terdapat relasi fiskal antara negara dan warga relasi yang bukan hanya soal kewajiban, namun juga soal penghormatan terhadap hak dan keterlibatan aktif dalam pembangunan bangsa. (alf)

 

 

Anggota IKPI se-Jabotabek Diminta Meriahkan Lomba Gowes Bareng DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Panitia HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, mengajak seluruh anggota IKPI, khususnya yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, untuk turut serta memeriahkan Lomba Gowes Spesial HUT IKPI yang akan digelar Sabtu, 16 Agustus 2025.

Kegiatan ini akan menempuh rute dari Kantor Pusat IKPI di Pejaten, menyusuri jalan-jalan utama Jakarta menuju Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jalan Jenderal Sudirman, dan kembali finis di titik awal, Pejaten.

“Pesertanya kita harapkan ramai, targetnya sekitar 150 pesepeda. Ini bukan sekadar lomba, tapi momen untuk mempererat silaturahmi antara IKPI dan DJP,” ujar Nuryadin.

Menariknya, rombongan pesepeda akan disambut secara langsung oleh Direktur P2 Humas DJP, Rosmauli, saat tiba di Kantor DJP. “Nanti Ibu Direktur juga dijadwalkan akan melepas kembali rombongan gowes untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju Pejaten,” kata Nuryadin.

Ia menegaskan, nantinya yang menyambut dan melepas langsung dari kantir DJP adalah Direktur P2 Humas, Nuryadin berharap anggota IKPI bisa turut berpartisipasi aktif. “Ini bukan hanya sekadar kegiatan fisik, tapi juga bagian dari memperkuat sinergi antara IKPI dan otoritas pajak,” ujarnya.

Menurut Nuryadin, acara gowes ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan HUT ke-60 IKPI yang mengusung semangat kolaborasi, kebugaran, dan kebersamaan antar anggota serta instansi mitra. Ia memastikan bahwa panitia menyiapkan jalur yang aman dan nyaman, dengan dukungan pengawalan dan titik istirahat untuk peserta.

“Kami juga memasang umbul-umbul IKPI di setiap rute yang dilintasi peserta. Tujuannya, bukan hanya sebagai penujuk jalan, tetapi juga bagaimana masyarakat bisa mengetahui apa itu IKPI,” ujarnya. (bl)

Ketua IKPI Jatim Terima Piagam Wajib Pajak, Tegaskan Komitmen Kolaborasi dan Kepatuhan

IKPI, Malang: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Jawa Timur, Zeti Arina, menjadi salah satu dari 20 wajib pajak terpilih yang menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayer Charter) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam acara peluncuran resmi yang digelar di Cemara Ballroom, Malang, Kamis (7/8/2025). Penyerahan piagam dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, sebagai simbol penguatan hubungan antara negara dan wajib pajak yang setara, saling menghargai, dan berbasis pelayanan.

Zeti Arina menyampaikan apresiasi atas inisiatif DJP yang dinilai sebagai langkah progresif dalam membangun ekosistem perpajakan yang lebih terbuka dan berkeadilan.

“Piagam ini bukan hanya penghargaan, tapi pengingat akan tanggung jawab kolektif kita dalam menjaga integritas sistem pajak. DJP telah membuka ruang kemitraan yang sehat, dan sebagai konsultan pajak, kami siap menjadi jembatan antara negara dan masyarakat,” ujar Zeti, Jumat (8/8/2025).

Menurutnya, piagam Wajib Pajak adalah dokumen resmi yang memuat delapan hak dan kewajiban wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Isinya mencakup hak atas informasi yang benar, layanan bebas pungli, jaminan perlindungan hukum, hingga kewajiban pelaporan SPT secara jujur dan larangan gratifikasi.

Sementara itu, Bimo Wijayanto menekankan bahwa peluncuran piagam ini merupakan langkah konkret transformasi kelembagaan DJP dalam rangka memperkuat kepercayaan publik dan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela.

“Negara hadir bukan hanya sebagai otoritas, tapi juga sebagai mitra yang menjamin hak-hak wajib pajak dilindungi sepenuhnya. Inilah bentuk pelayanan publik berbasis keadilan,” kata Bimo di acara tetsebut.

Kegiatan ini turut dihadiri jajaran pimpinan Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III, serta berbagai elemen masyarakat perpajakan yang berkomitmen terhadap ketaatan pajak.

Lebih lanjut Zeti berharap Piagam Wajib Pajak ini bisa menjadi titik awal yang memperkuat edukasi dan literasi perpajakan di masyarakat, serta meningkatkan kolaborasi antara DJP dan para konsultan pajak sebagai mitra strategis dalam membangun kepatuhan yang berkelanjutan. (bl)

IKPI Sumbagut dan Cabang Medan Bersama Kanwil DJP Bahas Kolaborasi Donor Darah Serentak

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan IKPI Cabang Medan melakukan audiensi ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara I, Senin (4/8/2025). Kegiatan ini disambut langsung oleh Kepala Kanwil DJP Sumut I, Arridel Mindra, beserta jajaran.

Audiensi dihadiri oleh jajaran pengurus IKPI Sumbagut, antara lain Wakil Ketua Hery, Sekretaris Lai Han Wie, Bendahara Mayawaty, serta anggota Koennady Tjing dan Robby Sumargo. Sementara dari Cabang Medan, hadir Ketua Ebenezer Simamora, Wakil Ketua I Pony, Wakil Ketua II Hang Bun, Sekretaris Silvia Koesman, dan jajaran pengurus lainnya.

Dalam pertemuan itu, Hery menyampaikan bahwa salah satu agenda utama adalah mengajak Kanwil DJP Sumut I turut berpartisipasi dalam kegiatan donor darah serentak yang akan digelar dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-60 IKPI. Kegiatan kemanusiaan tersebut direncanakan berlangsung secara serentak di seluruh cabang IKPI di Indonesia.

Selain itu, IKPI juga membahas peluang kolaborasi dalam kegiatan sosialisasi pengisian SPT di sistem Coretax, serta membuka kemungkinan kerja sama lebih luas dengan asosiasi profesi lainnya dan institusi pendidikan, seperti universitas.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumatera Bagian Utara)

“Kami berharap kegiatan ini tidak hanya memperkuat silaturahmi, tapi juga membangun kolaborasi nyata antara IKPI dan DJP dalam mengedukasi masyarakat dan mendorong kepatuhan perpajakan,” ujar Hery.

Kakanwil DJP Sumut I Arridel Mindra menyambut baik ajakan tersebut dan menyatakan kesiapan pihaknya untuk mendukung agenda-agenda positif yang diinisiasi oleh IKPI.

“Kami berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan dan edukasi yang terbaik kepada stakeholder dan wajib pajak,” ujarnya.

Pertemuan ini menjadi langkah awal memperkuat kemitraan strategis antara konsultan pajak dan otoritas perpajakan, dalam membangun kesadaran pajak dan memperluas dampak sosial kepada masyarakat. (bl)

 

id_ID