Family Tax Unit di Coretax DJP: Manfaat, Kemudahan, dan Contoh Layanan di Lapangan

IKPI, Jakarta: Sejak implementasi Coretax DJP pada Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkenalkan kemudahan pengelolaan data keluarga melalui fitur Family Tax Unit (FTU). Fitur ini memudahkan wajib pajak untuk mendaftarkan anggota keluarga, seperti pasangan atau anak, agar dapat terintegrasi dalam administrasi perpajakan.

Salah satu fungsi penting FTU adalah mengakomodasi NPWP gabung suami-istri, sehingga anggota keluarga yang NPWP-nya tergabung tetap dapat mengakses layanan digital di Coretax DJP. Dengan data FTU yang lengkap, wajib pajak dapat mengelola kewajiban dan hak perpajakannya secara lebih praktis, termasuk pelaporan SPT dan akses informasi.

Cara menambahkan FTU cukup sederhana: wajib pajak dapat login ke coretaxdjp.pajak.go.id, memilih menu pengelolaan data keluarga, kemudian mengisi identitas anggota keluarga sesuai dokumen resmi. Namun, jika menghadapi kendala teknis atau validasi data, penambahan juga bisa dilakukan langsung di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) kantor pajak.

Contohnya, pada Selasa (29/4/2025), Panji, wajib pajak orang pribadi, datang ke KPP Madya Bandar Lampung setelah gagal menambahkan data istrinya secara mandiri di Coretax DJP. Petugas TPT, Vinni Inayah, melakukan verifikasi identitas dan berhasil menginput data istri ke akun Coretax Panji. “Penambahan di FTU Coretax DJP suami sudah berhasil dilakukan. Silakan dapat dicek kembali di akun Coretax DJP-nya,” jelas Vinni dikutip, Minggu (10/8/2025).

Menariknya, KPP Madya Bandar Lampung tetap melayani penambahan FTU meskipun wajib pajak tersebut tidak terdaftar di kantor tersebut. Untuk mempermudah akses informasi, mereka juga menyediakan layanan Halodesk melalui WhatsApp di nomor 08117210993, yang memungkinkan konsultasi pajak jarak jauh secara cepat.

Dengan hadirnya FTU di Coretax DJP dan dukungan layanan langsung di kantor pajak, pengelolaan data keluarga dalam sistem perpajakan menjadi lebih ringkas, akurat, dan mudah diakses kapan saja. (alf)

 

 

 

 

IKPI Sleman Gaspol! Rangkul Pemda, KPP, dan Kampus untuk Tingkatkan Literasi Pajak

IKPI, Sleman: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sleman tancap gas membangun sinergi lintas sektor. Dalam beberapa pekan terakhir, organisasi ini menggandeng Bupati Sleman, KPP Pratama, hingga akademisi UGM untuk memperluas edukasi dan pendampingan bagi wajib pajak daerah.

Langkah ini diharapkan mampu mengubah persepsi bahwa konsultan pajak hanya untuk korporasi besar, sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak menjelang periode pelaporan SPT Tahunan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

Ketua IKPI Cabang Sleman, Hersona Bangun, mengungkapkan bahwa pihaknya baru saja melakukan kunjungan resmi ke Bupati Sleman, Hardo Harda Kiswoyo. Dalam pertemuan tersebut, Bupati menyampaikan apresiasi dan harapan besar agar IKPI dapat menjadi mitra strategis pemerintah daerah.

“Pak Bupati menyambut baik kehadiran kami dan berharap IKPI bisa menjadi mitra pemerintah daerah dalam memberikan edukasi serta pendampingan kepada wajib pajak, terutama yang berkaitan dengan pajak daerah,” ujar Hersona, Minggu (10/8/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

Tak berhenti di situ, IKPI Sleman juga menjalin komunikasi dengan Kepala KPP Pratama Sleman, Lukman. Hasilnya, ada dorongan agar IKPI terlibat aktif dalam penyuluhan perpajakan untuk masyarakat.

Kolaborasi ini dinilai krusial menjelang musim pelaporan SPT Tahunan, saat kesadaran wajib pajak melaporkan pajaknya dengan benar menjadi perhatian utama.

“Kami ingin agar masyarakat paham bahwa konsultan pajak bukan hanya untuk korporasi besar, tetapi juga dapat menjadi partner strategis bagi siapa saja, termasuk pelaku UMKM dan wajib pajak individu,” tegas Hersona.

IKPI Sleman juga memperluas jejaringnya dengan kalangan akademisi. Salah satunya melalui pertemuan dengan Prof. Sonny Warsono dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

Kerja sama ini difokuskan pada riset, pendidikan, serta pengabdian kepada masyarakat di bidang perpajakan.

Dengan rangkaian inisiatif ini, IKPI Sleman menunjukkan eksistensinya bukan hanya sebagai wadah profesi, tetapi juga sebagai motor penggerak literasi pajak di tingkat lokal maupun nasional.

“Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk memastikan bahwa literasi pajak tidak hanya berhenti di kalangan pelaku usaha besar, tetapi menyentuh seluruh lapisan masyarakat,” kata Hersona. (bl)

Hotman Paris: Pajak Tak Kenal Moral, PSK Tetap Bisa Kena

IKPI, Jakarta: Isu sensitif soal pengenaan pajak penghasilan terhadap pekerja seks komersial (PSK) kembali memanas di ruang publik. Topik ini viral setelah beredar kabar meningkatnya aktivitas prostitusi di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), memicu perdebatan sengit antara yang setuju dan menolak.

Polemik pun makin rumit karena profesi PSK tidak diakui dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia.

Di tengah pusaran kontroversi moral dan legalitas, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea justru menyampaikan pandangan yang tegas dan berbeda.

Melalui unggahan di akun Instagram resminya, Anggota Kehormatan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia ini menyatakan bahwa secara prinsip hukum perpajakan, PSK tetap dapat dikenai pajak penghasilan.

“Apakah dikenakan pajak untuk PSK? Jawabannya adalah yes. Menurut sistem hukum pajak di mana pun, termasuk di Indonesia, pajak dipungut dari setiap jenis income, baik halal maupun tidak halal,” ujar Hotman dalam video yang diunggah di @hotmanparisofficial, Jumat (8/8/2025).

Menurutnya, logika pajak tidak menilai moralitas sumber penghasilan, melainkan fokus pada objek pajak itu sendiri, yaitu penghasilan yang diterima. Ia bahkan mencontohkan bahwa pendapatan dari pekerjaan formal, perjudian, hingga prostitusi, secara teori, tetap dapat dikenai pajak jika terdeteksi oleh otoritas.

“Cari makan resmi dikenakan pajak, judi dikenakan pajak, PSK juga dikenakan pajak kalau ketahuan,” tegasnya.

Yang lebih mengejutkan, Hotman turut mengingatkan risiko bagi para pengguna jasa PSK. Ia menuturkan bahwa nama-nama pelanggan berpotensi masuk dalam catatan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PSK sebagai sumber penghasilan.

“Jadi siap-siap saja. Kalau Anda jajan ke PSK, hati-hati nama kamu masuk di SPT cewek itu,” ucapnya dengan nada serius.

Pandangan ini sejatinya sejalan dengan penjelasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 2015 silam. Saat itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Mekar Satria Utama, menyampaikan bahwa prostitusi secara prinsip memang dapat dikenakan pajak, dengan catatan ada bukti valid atas penghasilan yang diperoleh.

“Pajak prostitusi itu bisa ditarik, seperti halnya perjudian. Dalam Undang-Undang perpajakan, yang dilihat adalah subjek dan objeknya. Subjeknya bisa orang atau badan usaha, dan objeknya adalah penghasilan,” jelas Mekar, 16 Desember 2015.

Ia menambahkan, meskipun prostitusi adalah aktivitas ilegal, aliran uang yang dihasilkan tetap dapat menjadi objek pajak, apalagi jika pembayaran dilakukan melalui jalur yang dapat dilacak seperti transfer bank. “Kalau nanti masuk ke rahasia perbankan, lalu ditemukan bukti transfer, maka secara teoritis bisa dikenakan pajak,” ujarnya.

Namun, DJP menegaskan fokus utama mereka bukanlah mengejar pajak dari sektor ini. Meski tanpa pajak prostitusi, kinerja penerimaan pajak lima tahun terakhir masih tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional, yakni sekitar 9%, walau target tahunan belum selalu tercapai.

Pernyataan Hotman Paris ini pun memicu diskusi panas di media sosial. Sebagian warganet terkejut dengan keterusterangannya, sementara sebagian lainnya mulai memahami bahwa pajak memang soal hitung-hitungan hukum dan finansial, bukan moralitas. (alf)

 

Viral Isu Pajak PSK, DJP Tegaskan Tak Ada Kebijakan Khusus

IKPI, Jakarta: Jagat media sosial, khususnya Instagram, ramai membicarakan isu rencana pemerintah memungut pajak dari pekerja seks komersial (PSK). Isu tersebut memicu perdebatan luas, namun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan kabar itu tidak benar.

“Tidak ada kebijakan khusus untuk memungut pajak dari pekerja seks komersial,” tegas Pelaksana Harian Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, dalam, Sabtu (9/8/2025).

Yoga menilai pemberitaan tersebut menyesatkan dan berpotensi membingungkan publik. Ia mengingatkan agar media serta pihak-pihak yang mengangkat isu serupa lebih cermat memeriksa sumber dan relevansi informasi.

Meski begitu, DJP mengakui isu tersebut berawal dari pernyataan Direktur P2Humas DJP tahun 2016, Mekar Satria Utama. Pada saat itu, Mekar tengah menjelaskan secara akademis tentang unsur subjektif dan objektif dalam status wajib pajak sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penjelasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai pengumuman kebijakan.

“Pernyataan itu sudah lama, konteksnya berbeda, dan tidak relevan untuk diberitakan sekarang,” jelas Yoga.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk memverifikasi setiap informasi melalui kanal resmi Kementerian Keuangan dan DJP atau sumber berita terpercaya, agar tidak mudah terpengaruh kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Fokus pemerintah saat ini adalah mengoptimalkan penerimaan pajak melalui pelayanan, edukasi, pengawasan, dan penegakan hukum untuk mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik,” tambahnya.

Dalam potongan pernyataan Mekar yang kembali beredar di media sosial, ia sempat menyebutkan potensi pajak dari aktivitas judi. Sementara terkait prostitusi, ia menilai secara teori dapat menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh) apabila penghasilannya resmi dan terdeteksi melalui transaksi perbankan. (alf)

 

IKPI Dorong Pendidikan Pajak Berkualitas untuk Percepat Pencapaian SDGs 2030

IKPI. Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menegaskan pentingnya peran pendidikan dalam mendorong tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030. Pernyataan ini disampaikan dalam Seminar Nasional di Institut STIAMI bertema Peran Pendidikan Dalam SDGs: Smart Taxation, Sustainable Accounting, dan Strategic Business, Sabtu (9/8/2025).

Vaudy mengingatkan bahwa SDGs yang disahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015 sebagai penyempurnaan dari Millennium Development Goals (MDGs) mencakup 17 tujuan, 169 target, dan 241 indikator yang berlaku hingga 2030. Indonesia sendiri telah mengadopsinya melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 sebagai acuan pelaksanaan dan target pencapaian.

“Fokus kami adalah pada SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), dan SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan Tangguh),” ujar Vaudy.

Menurutnya, konsep Smart Taxation sistem perpajakan modern berbasis teknologi, transparansi, dan integritas tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan sumber daya manusia berkualitas. Pendidikan pajak sejak bangku kuliah dinilai krusial untuk membentuk tenaga profesional pajak yang kompeten dan berintegritas.

Vaudy merinci tiga langkah strategis untuk memperkuat pendidikan vokasi di bidang perpajakan, yaitu:

• Menyusun kurikulum literasi pajak di pendidikan vokasi.

• Memberikan pelatihan dan sertifikasi kompetensi pajak.

• Mendorong riset terapan di bidang teknologi perpajakan.

Ia juga menyoroti fenomena tingginya angka pengangguran lulusan perguruan tinggi, yang menurutnya disebabkan oleh mismatch antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan dunia kerja. Ketidaksesuaian ini dipicu oleh perubahan cepat lanskap teknologi, kelebihan lulusan di bidang tertentu, dan minimnya koneksi perguruan tinggi dengan industri.

“Jika perguruan tinggi, industri, dan organisasi profesi bersinergi, kita bukan hanya akan mempercepat pencapaian SDGs, tetapi juga membangun budaya kepatuhan pajak yang berkelanjutan,” tegas Vaudy.

Ia menambahkan, pendidikan berkualitas akan melahirkan SDM unggul, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta memperkuat tata kelola lembaga demi tercapainya pembangunan berkelanjutan. (bl)

Brasil–India Perkuat Barisan Hadapi Serangan Tarif Trump

IKPI, Jakarta: Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Perdana Menteri India Narendra Modi sepakat memperkuat aliansi strategis setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjatuhkan tarif tinggi terhadap barang-barang impor dari kedua negara.

Keduanya berbincang pada Kamis (7/8/2025), sehari setelah Trump mengumumkan kebijakan tarif 50 persen untuk produk asal India. Kantor Kepresidenan Brasil menyebut Lula dan Modi menegaskan komitmen mempertahankan multilateralisme serta menghadapi tantangan ekonomi yang muncul akibat perang tarif AS, demikian dikutip AFP, Sabtu (9/8/2025).

Melalui unggahan di platform X, Modi menekankan pentingnya kemitraan erat dengan Brasil sebagai sesama anggota BRICS. “Kemitraan yang kuat dan berpusat pada rakyat antara negara-negara Selatan Global menguntungkan semua pihak,” ujarnya.

Trump mengumumkan kebijakan tersebut pada Rabu (6/8/2025) setelah India membeli minyak dari Rusia. Gelombang pertama tarif 25 persen mulai berlaku sejak Kamis (7/8), dan tambahan 25 persen lagi akan diberlakukan tiga minggu mendatang.

Brasil pun tidak luput dari sasaran. Negeri Samba dikenai tarif 50 persen untuk berbagai produk ekspor, termasuk kopi, sebagai respons atas proses hukum terhadap mantan presiden Jair Bolsonaro yang didakwa merencanakan kudeta. (alf)

 

 

 

 

Efisiensi Anggaran Kementerian Berlanjut hingga 2026, 15 Pos Belanja Kena Pangkas

IKPI, Jakarta: Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memastikan kebijakan efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) tidak berhenti di tahun ini. Pemangkasan pos belanja akan berlanjut hingga 2026 sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 5 Agustus 2025.

Dalam beleid tersebut, efisiensi tak hanya berlaku untuk anggaran K/L, tetapi juga dana transfer ke daerah (TKD). Hasil penghematan akan dialokasikan untuk program prioritas Presiden yang koordinasinya berada di tangan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara.

“Efisiensi diarahkan untuk mendukung kegiatan prioritas Presiden sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Pasal 2 ayat (3) PMK 56/2025.

15 Pos Belanja Dipangkas

Ada 15 jenis belanja yang menjadi sasaran efisiensi pada tahun depan, di antaranya: alat tulis kantor, kegiatan seremonial, rapat dan seminar, kajian dan analisis, pelatihan, honor kegiatan, percetakan dan souvenir, sewa gedung atau kendaraan, lisensi aplikasi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan, perjalanan dinas, pembelian peralatan, dan pembangunan infrastruktur.

Daftar ini sejatinya tidak jauh berbeda dari ketentuan efisiensi tahun 2025 sebagaimana diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Bedanya, persentase pemangkasan untuk 2026 belum diumumkan.

Besaran efisiensi akan ditentukan langsung oleh Menteri Keuangan dan sifatnya final. Namun, pengaturan tetap mempertimbangkan target penerimaan pajak nasional. Setelah K/L menyusun usulan pemangkasan dan membawanya ke DPR, revisi anggaran yang disetujui akan diblokir dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Pemblokiran bisa dicabut jika memenuhi tiga kriteria: untuk belanja pegawai dan operasional dasar, mendukung program prioritas Presiden, atau kegiatan yang berpotensi menambah penerimaan negara.

Dengan kebijakan ini, pemerintah menegaskan komitmen menjaga disiplin fiskal sambil memastikan anggaran lebih banyak mengalir ke program yang langsung berdampak pada masyarakat. (alf)

 

 

 

 

 

 

Transaksi Tembus Rp 50 Juta, Marketplace Wajib Pungut Pajak UMKM

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan aturan baru yang mewajibkan marketplace dengan nilai transaksi tertentu menjadi pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5 persen atas pedagang, termasuk pelaku UMKM. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2025 yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.

Berdasarkan regulasi tersebut, marketplace akan ditunjuk sebagai pemungut pajak jika transaksi pemanfaatan jasa di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam setahun atau Rp50 juta dalam satu bulan. Selain itu, kriteria lainnya adalah jumlah pengakses dari Indonesia yang melampaui 12 ribu orang dalam 12 bulan atau 1.000 orang dalam sebulan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Budi Primawan mengatakan pihaknya akan bertemu dengan Dirjen Pajak pekan depan untuk membahas teknis pelaksanaan aturan ini. “Kami menyambut baik diskusi terbuka agar ada pemahaman bersama dan solusi yang konstruktif,” ujarnya, Jumat (8/8/2025).

Budi mengakui tujuan aturan ini, yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025, adalah memperkuat kepatuhan pajak di sektor perdagangan digital. Namun, ia menilai implementasinya cukup rumit karena menyentuh banyak aspek teknis dan operasional, terutama bagi UMKM.

IdEA meminta waktu transisi hingga satu tahun agar marketplace dapat membangun sistem yang memenuhi kewajiban baru, termasuk penyediaan kolom pernyataan omzet, mekanisme unggah dokumen bermeterai, pengarsipan digital yang aman, pelaporan rutin, hingga prosedur penanganan sengketa data antara DJP dan pelaku usaha.

“Kalau langsung diterapkan September 2025, itu terlalu cepat. Kami perlu waktu memahami, menguji coba, dan memastikan sistem berjalan optimal. Kami tetap berkomitmen patuh, tapi realistisnya baru siap dalam setahun,” jelas Budi dalam webinar bertajuk Era Baru atas E-Commerce yang digelar Tax Center Universitas Indonesia dan Departemen Ilmu Administrasi Fiskal FIA UI, 29 Juli 2025. (alf)

 

 

 

 

 

Kanwil LTO Gandeng BSI Tanamkan Gaya Hidup Frugal bagi Pegawai Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) bekerja sama dengan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk (BSI) menggelar In House Training (IHT) bertema “Gaya Hidup Frugal Biar Gak Ugal-ugalan” di Kantor Kanwil LTO. Kegiatan ini diikuti seluruh pegawai di lingkungan Kanwil LTO, meliputi KPP Pratama Wajib Pajak Besar Satu hingga Empat.

Kepala Bagian Umum Kanwil LTO, Nirmala Rustini, mengapresiasi sinergi dengan BSI yang dinilai sejalan dengan upaya menanamkan integritas dan kemampuan perencanaan keuangan yang sehat bagi pegawai pajak.

“Kita harus berintegritas, rajin menabung, dan berinvestasi untuk masa depan yang bahagia. Jangan sampai lupa diri,” kata Nirmala dalam keterangan tertulisnya dikutip, Sabtu (9/8/2025).

Ia menambahkan, pelatihan ini menjadi bagian dari pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI WBK) yang dijalankan secara berkelanjutan. Menurutnya, pengelolaan keuangan pribadi yang cermat akan membantu pegawai pajak menolak gratifikasi dan praktik KKN, sekaligus mempersiapkan masa pensiun yang tenang.

Manajer Area BSI Cabang Jakarta Thamrin, Wawan Purwantoro, mengungkapkan bahwa semakin banyak pegawai pajak menjadi nasabah BSI karena konsep perbankan syariah yang diusung.

“BSI kini berada di peringkat lima besar perbankan nasional dan sembilan besar perbankan syariah dunia. Kontribusi pajak dan zakat BSI pada 2024 mencapai Rp268,6 miliar. Bersama BSI, hidup jadi lebih berkah dan beruntung,” ujar Wawan.

Materi pelatihan disampaikan oleh Greget Kalla Buana, islamic finance specialist sekaligus influencer. Ia menjelaskan bahwa frugal living bukan sekadar hemat, melainkan gaya hidup yang mempertimbangkan kesadaran diri, skala prioritas, serta kualitas hidup.

“Frugal itu bukan pelit. Dengan hidup hemat, kita bisa menabung, menikmati hidup, menjaga kesehatan, dan terhindar dari godaan KKN,” tutur Kalla.

Lewat pelatihan ini, Kanwil LTO berharap seluruh pegawai mampu mengelola keuangan secara bijak, menjaga integritas, dan menerapkan gaya hidup frugal sebagai bagian dari budaya kerja yang berkelanjutan. (alf)

 

 

 

Surat Ikatan Tugas: Perisai Hukum Konsultan Pajak di Era Transparansi

Dalam praktik perpajakan di Indonesia, hubungan antara konsultan pajak dan klien tidak cukup hanya didasarkan pada rasa percaya atau kesepakatan lisan semata. Diperlukan fondasi hukum yang jelas, tertulis, dan dapat dipertanggungjawabkan. Di sinilah pentingnya Surat Ikatan Tugas (SIT), sebuah dokumen formal yang menjadi jembatan perikatan hukum antara konsultan pajak dan wajib pajak (klien).

Surat Ikatan Tugas adalah perjanjian tertulis yang memuat lingkup pekerjaan, jangka waktu penyelesaian pekerjaan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta dasar tarif jasa yang disepakati antara konsultan pajak dan kliennya. Meski kerap dianggap sebagai formalitas administratif, pada hakikatnya SIT adalah perangkat hukum yang mengikat secara kontraktual, yang bisa melindungi kedua belah pihak dari potensi sengketa di kemudian hari.

Dalam praktik yang ideal, SIT harus ditandatangani sebelum konsultan pajak mulai menjalankan tugas profesional, baik itu dalam hal kepatuhan pajak, pemeriksaan, keberatan, gugatan, maupun pendampingan di Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.

Era modern perpajakan menuntut transparansi dan kepatuhan tidak hanya dari wajib pajak, tapi juga dari para profesional pajak yang mendampinginya. Dengan adanya Surat Ikatan Tugas, hak dan tanggung jawab profesional konsultan pajak dan klien menjadi terdokumentasi dan berimbang, sehingga seharusnya menghindari ruang abu-abu dan multi tafsir.

Dalam banyak kasus, bisa jadi klien tidak memahami secara utuh tugas dan batasan tanggung jawab konsultan pajak. Tanpa dokumen resmi seperti SIT, ketika terjadi masalah atau kasus, misalnya koreksi pajak besar atau temuan yang mengakibatkan hutang pajak yang signifikan, bisa saja kemudian klien menyalahkan konsultan pajak dan menuntut ganti rugi. Padahal, bisa jadi masalah terjadi karena ketidakterbukaan data dari pihak klien sendiri.

SIT adalah dokumen sebagai landasan hukum yang disepakati sejak awal antara konsultan pajak dan klien, antara lain mencakup: jenis pekerjaan atau layanan jasa, imbalan, tenggat waktu penyelesaian pekerjaan, kerahasiaan data, termin pembayaran, sampai sejauh mana tanggung jawab konsultan pajak atas laporan pajak klien. Disisi lain, klien juga harus mempunyai tanggung jawab atas keabsahan data dan informasi yang diberikan kepada konsultan selain kewajiban pembayaran imbalan kepada konsultan saat pekerjaan dilaksanakan atau saat pekerjaan selesai.

Melindungi Konsultan, Mendidik Klien

Bagi konsultan pajak, SIT adalah tameng hukum. Dalam pemeriksaan internal atau sengketa hukum, konsultan bisa menunjukkan bahwa semua tindakannya berada dalam batas tugas yang telah disepakati secara legal.

Sementara itu, bagi klien, adanya SIT mempertegas pentingnya jasa profesional yang berbasis kontrak antara pemberi jasa dan pengguna jasa, bukan hanya sekedar hubungan informal dan pertemanan semata. Dunia perpajakan adalah area yang sangat sensitif, dimana kesalahan kecil bisa berujung sanksi, denda, atau bahkan pidana. Oleh karenanya, keterlibatan konsultan pajak dalam pemberian jasa pendampingan kepada klien pun harus ditopang oleh dokumen perikatan hukum yang jelas.

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai organisasi profesi juga mewajibkan anggotanya membuat Surat Ikatan Tugas sebagai perikatan hukum yang disepakati ketika melakukan layanan pajak kepada klien. Ini sejalan dengan Kode Etik dan Standar Profesi IKPI yang mengutamakan profesionalisme dan integritas tinggi sebagai standar layanan terpercaya dan profesional.

Dengan adanya SIT, IKPI sebagai organisasi akan memberikan pendampingan hukum yang maksimal jika terjadi konflik antara konsultan dan klien. Tanpa SIT, perlindungan organisasi terhadap anggotanya pun menjadi lemah.

Sudah saatnya dunia konsultan pajak di Indonesia meninggalkan budaya lisan dan beralih ke budaya kontrak yang tertulis, profesional, dan terukur. Surat Ikatan Tugas bukan hanya selembar dokumen, tetapi manifestasi dari hubungan kerja yang bertanggung jawab, berbasis kepercayaan yang disertai kekuatan hukum.

Di tengah dinamisnya regulasi pajak yang berisiko kekeliruan dalam pemenuhan kewajiban pajak secara benar, SIT bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Untuk itu IKPI sebagai organisasi profesi dalam waktu dekat akan me- _release_ Surat Ikatan Tugas sebagai panduan untuk anggota dalam membuat dokumen perikatan hukum ketika melakukan jasa layanan pajak kepada klien.

Penulis adalah Ketua Departemen Sistem Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota, IKPI

Donny Rindorindo

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

id_ID