GMT Berlaku Penuh 2026, DJP Pastikan Pajak Minimum Global Ubah Peta Insentif Investasi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan implementasi kebijakan Pajak Minimum Global atau Global Minimum Tax (GMT) akan berlaku penuh di Indonesia mulai 2026. Kepastian ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Penerapan GMT mengacu pada PMK Nomor 136 Tahun 2024, yang telah mengatur kerangka dasar kebijakan. Namun, aturan teknis mengenai administrasi dan tata cara pelaporan GMT masih difinalisasi DJP dan ditargetkan rampung tahun ini.

Indonesia akan menerapkan top up tax terhadap perusahaan multinasional (PMN/MNE) dengan peredaran bruto konsolidasi minimal 750 juta euro yang membayar pajak di yurisdiksi tempat beroperasi kurang dari tarif minimum 15%.

“Untuk tahun pajak 2025, pembayaran top up tax dilakukan paling lambat 31 Desember 2026,” ujar Bimo.

Skema pemajakan GMT akan dijalankan melalui tiga instrumen utama:

Income Inclusion Rules (IIR) Membebankan pajak tambahan di level induk grup jika entitas anak membayar pajak di bawah 15%

Qualified Domestic Minimum Top Up Tax (QDMTT) Memastikan pajak minimum 15% dibayarkan di negara tempat entitas beroperasi

Undertaxed Payment Rules (UTPR) Dikenakan jika negara induk tidak menerapkan IIR, pajak tambahan dialokasikan ke yurisdiksi lain

Tahapan Implementasi GMT

Bimo merinci peta jalan implementasi GMT di Indonesia:

Tahun Agenda

2025 Perhitungan IIR & QDMTT mulai berlaku, sosialisasi ke wajib pajak & fiskus, penyiapan infrastruktur IT, finalisasi aturan teknis, persiapan exchange of information (EOI)

2026 UTPR mulai berlaku dan pembayaran pajak minimum global untuk tahun pajak 2025 dimulai

2027 Pengiriman GloBE Information Return (GIR), notifikasi entitas konstituen, penyampaian SPT GloBE, implementasi EOI

2028 Risk assessment serta pertukaran GIR dan notifikasi antarnegara yang mengadopsi GMT

Bimo mengakui pemberlakuan GMT akan memengaruhi efektivitas insentif pajak, khususnya bagi perusahaan yang masuk cakupan GloBE. Namun, perusahaan multinasional di luar cakupan GMT tidak akan terdampak.

GMT juga diprediksi mengubah pola kompetisi negara dalam menarik investasi. Jika sebelumnya negara berlomba menawarkan tax holiday atau tax allowance, ke depan persaingan lebih condong menjadi refund­able tax credit.

Bimo memberi contoh, bila perusahaan penerima tax holiday di Indonesia menikmati tarif pajak efektif 5%, negara induk dapat mengenakan pajak tambahan 10% sehingga total tetap mencapai 15% sesuai standar GMT.

“Perusahaan tetap membayar 15% pajak secara total. Akibatnya, tax holiday menjadi tidak lagi menarik bagi MNE sebagai strategi penarikan investasi,” tegasnya.

Dengan begitu, strategi insentif pajak global akan bergerak ke arah kompensasi fiskal yang bersifat refundable, bukan lagi pengurangan tarif yang mengurangi efektivitas pemungutan pajak. (alf)

Vaudy Starworld Ucapkan Selamat kepada Delegasi IKPI di AOTCA Nepal: Dua Pengurus Pusat Jadi Narasumber Internasional

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menyampaikan apresiasi sekaligus ucapan selamat kepada seluruh delegasi IKPI yang telah berpartisipasi dalam ajang Asia-Oceania Tax Consultants’ Association (AOTCA) 2025 di Nepal. Delegasi tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Umum IKPI, Nuryadin Rahman bersama jajaran anggota serta pengurus pusat, pengurus daerah, hingga pengurus cabang.

Vaudy menegaskan bahwa perjalanan IKPI ke Nepal bukan sekadar menghadiri pertemuan tahunan organisasi konsultan pajak Asia–Oseania, tetapi membawa misi diplomasi perpajakan Indonesia di tingkat internasional. Kehadiran IKPI disebutnya sebagai bukti kontribusi profesi konsultan pajak nasional dalam percakapan global mengenai arah kebijakan perpajakan.

Kebanggaan IKPI semakin lengkap setelah dua pengurus pusat dipercaya sebagai narasumber internasional dalam sesi utama konferensi.

Pada forum tersebut, Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI David Tjhai memaparkan materi berjudul “Challenges and Opportunities of International Tax Cooperation in the Digital Economy”, sementara Wakil Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI Ichwan Sukardi membawakan tema “Strengthening Tax Compliance Through Global Transparency and Information Exchange”.

Kedua pemaparan tersebut mendapatkan apresiasi dari peserta konferensi karena dinilai relevan dengan dinamika global, terutama terkait digitalisasi ekonomi dan pertukaran informasi perpajakan lintas negara.

“Kami bangga karena delegasi IKPI bukan hanya hadir sebagai peserta, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam kapasitas keilmuan. Ini menegaskan posisi IKPI dalam ekosistem perpajakan internasional,” ujar Vaudy, Senin (24/11/2025).

Ia berharap partisipasi aktif IKPI di AOTCA dapat terus diperkuat untuk membuka peluang kolaborasi internasional dan meningkatkan kompetensi konsultan pajak Indonesia agar mampu menjawab tantangan global. (bl)

MUI Desak Evaluasi Pajak Progresif PKB dan PBB: Keadilan Wajib Pajak Harus Jadi Prioritas Negara

IKPI, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa sistem perpajakan nasional harus diarahkan kembali pada prinsip keadilan dan kemampuan wajib pajak. Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan beban pajak progresif yang semakin tinggi telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan dapat menjauhkan sistem perpajakan dari tujuan kesejahteraan.

“MUI merekomendasikan agar beban perpajakan dikaji ulang, khususnya pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar,” ujar Asrorun dalam Munas XI MUI di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, pemerintah sering melakukan penyesuaian pajak tanpa analisis mendalam mengenai dampaknya terhadap masyarakat. Ia menyoroti beberapa jenis pajak yang dinilai berpotensi menimbulkan ketimpangan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

“Kemendagri dan pemerintah daerah harus mengevaluasi aturan berbagai pajak yang sering kali dinaikkan hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan,” tegasnya.

Asrorun mengingatkan bahwa pajak merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat kepada negara, sehingga pemerintah harus memastikan bahwa wajib pajak tidak diperlakukan sebagai objek semata, melainkan sebagai mitra dalam pembangunan.

Ia menambahkan, keadilan pajak bukan hanya soal tarif, tetapi juga penggunaan anggaran. Pemerintah diminta memperkuat pengelolaan kekayaan negara, dan memastikan penerimaan perpajakan kembali kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik yang nyata.

“Pemerintah harus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak mafia pajak demi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

MUI menekankan bahwa reformasi perpajakan bukan sekadar teknis fiskal, tetapi termasuk dimensi etika pengelolaan negara. Ketika kepercayaan publik terbangun melalui penggunaan anggaran yang transparan dan tepat sasaran, kepatuhan pajak akan meningkat secara alami. (alf)

Pajak Daerah: MUI Tegaskan PBB dan Pajak Hunian Tak Boleh Bebani Kebutuhan Pokok

IKPI, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pajak berkeadilan dalam Munas XI untuk menegaskan batasan moral dan etis dalam memungut pajak, terutama setelah banyak masyarakat mengeluhkan lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan tagihan pajak hunian. Fatwa ini menjadi sinyal kuat agar kebijakan fiskal nasional tidak membebani kebutuhan pokok rakyat.

Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa pengenaan pajak tidak boleh dikenakan kepada sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Hal itu termasuk sembako, rumah tinggal, serta tanah yang digunakan untuk tempat tinggal keluarga.

“Pungutan pajak terhadap sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah serta bumi yang kita huni, tidak mencerminkan keadilan dan tujuan pajak,” kata Asrorun, pada Munas XI MUI di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, dalam perspektif syariat Islam, pajak hanya dipungut dari pihak yang memiliki kemampuan finansial. Ia menambahkan bahwa kemampuan ini dapat dianalogikan dengan ketentuan nisab zakat, yakni kepemilikan kekayaan setara dengan 85 gram emas. Standar tersebut dinilai dapat menjadi rujukan filosofis ketika pemerintah menentukan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau kriteria objek pajak.

Ia menegaskan bahwa fatwa tersebut bukan dimaksudkan untuk mendorong penolakan pembayaran pajak, melainkan mengharapkan penyempurnaan tata kelola perpajakan agar tidak bertentangan dengan prinsip kesejahteraan masyarakat dan konstitusi.

“Masyarakat tetap wajib menaati pembayaran pajak bila digunakan untuk kemaslahatan umum,” ujarnya.

Melalui fatwa ini, MUI mendesak pemerintah dan DPR melakukan evaluasi terhadap ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berpotensi tidak berkeadilan. Ia menyebut perlunya penyelarasan antara regulasi fiskal dan nilai kemaslahatan, termasuk mekanisme perlindungan bagi masyarakat menengah ke bawah dari potensi beban pajak yang berlebihan.

Selain fatwa pajak berkeadilan, Munas XI juga menghasilkan beberapa fatwa lain, di antaranya ketentuan mengenai rekening bank dormant, status saldo pada kartu elektronik yang hilang atau rusak, pedoman pengelolaan sampah di perairan untuk kemaslahatan publik, serta fatwa mengenai manfaat asuransi kematian dalam Asuransi Jiwa Syariah.

Kelima fatwa tersebut memperlihatkan komitmen MUI untuk merespons isu-isu sosial kontemporer melalui perspektif syariat dan kemaslahatan publik. (alf)

Di Podcast IKPI, Juara LCC Perpajakan Ungkap Keinginan Buka Kantor Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Bermimpi memiliki kantor konsultan pajak sendiri suatu hari nanti, mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Rio Fernando Alexander justru memulai langkah besar lebih cepat dari yang dibayangkannya. Ia dan timnya berhasil menjuarai Lomba Cerdas Cermat (LCC) Perpajakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) 2025, mengalahkan 382 tim dari 136 kampus ternama se-Indonesia. Kemenangan tersebut menjadi awal dari tekadnya menapaki profesi konsultan pajak secara profesional.

“Visi aku jelas, suatu hari ingin punya kantor konsultan pajak dengan nama sendiri, membantu wajib pajak, dan memberi dampak besar. Menang lomba ini terasa seperti langkah pertama menuju mimpi itu,” ujar Rio pada Podcast IKPI yang dipandu Dewi Sukowati (Anggota Departemen Hukum Pengurus Pusat dan Rian Sumarta (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara), baru-baru ini.

Kemenangan tak hanya membawa kebanggaan, tetapi juga mengubah cara teman-teman kampus memandangnya. “Ekspektasi orang jadi tinggi. Kalau ada tugas pajak, langsung larinya ke kami. Senang bisa bantu, tapi ada rasa takut juga kalau sampai salah menyampaikan informasi,” katanya.

Meski demikian, ia menilai tekanan bukan sesuatu yang harus dihindari. Justru dari kompetisi, seseorang mendapatkan pengalaman yang tak bisa diperoleh di kelas. “Hadiah uang memang membantu anak kos. Tapi portofolio dan pengakuan jauh lebih penting. Aku selalu percaya, tidak ada kata kalah — either you win or you learn,” tegasnya.

Rio juga membagikan kisah soal awal karier akademiknya. Jurusan Ilmu Administrasi Fiskal sebenarnya bukan pilihan utama — awalnya ia ingin masuk ITB dan Ilmu Ekonomi. Namun keputusan “cadangan” itu justru menjadi titik balik. “Dulu sempat kecewa. Sekarang malah bersyukur. Ternyata Tuhan arahkan ke tempat yang tepat.”

Ke depan, Rio berencana memperkaya pengalaman dengan bekerja di perusahaan multinasional sebelum membuka kantor konsultan pajaknya sendiri dan bergabung dengan IKPI. Baginya, profesi konsultan pajak bukan hanya urusan hitungan pajak, tetapi bisnis kepercayaan dan pelayanan.

“Tidak ternilai rasanya kalau suatu hari klien bilang mereka sangat terbantu dengan kita. Itu kepuasan yang tidak bisa dibayar.” (bl)

IKPI Runner Community Gelar Sunset Run 5K di GBK, Perkuat Kebugaran & Keakraban Anggota

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsuktan Pajak Indonesia Runner Community (IRC) kembali menggelar kegiatan lari bersama untuk menjaga kebugaran fisik sekaligus mempererat ikatan sesama anggota. Pada Minggu (23/11/2025), sebanyak 12 pelari yang seluruhnya merupakan anggota IKPI dari wilayah Jabodetabek ambil bagian dalam lari sejauh 5 kilometer dengan rute memutari area Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Selatan.

Kegiatan dimulai dari Gudda Coffee sebagai titik kumpul dan titik start, sebelum para pelari menyusuri kawasan jogging track GBK yang menjadi ikon olahraga ibu kota. Suasana pagi yang sejuk menjadikan kegiatan berlangsung penuh energi dan tawa, tanpa kesan kompetitif semua fokus pada kebugaran dan kebersamaan.

Koordinator IRC, Taslim Syaputra, menyampaikan bahwa kegiatan lari ini menjadi ajang konsolidasi internal komunitas sekaligus menjaga pola hidup aktif di kalangan konsultan pajak.

(Foto: Istimewa)

“Seluruh peserta adalah anggota IKPI Runner Community. Ini kegiatan internal kami untuk membangun solidaritas, tetap bugar, dan menyeimbangkan rutinitas kerja lewat olahraga,” ujar Taslim.

Selain menumbuhkan semangat sehat, kegiatan ini juga disebut menjadi ruang refreshing setelah padatnya pekerjaan akhir tahun yang biasanya diwarnai deadline pelaporan perpajakan.

Salah satu anggota, Rizky Darma, mengaku antusias mengikuti ajang lari ini dan menilai kegiatan tersebut memberi dampak positif baik secara fisik maupun emosional.

“Lari bareng ini bikin badan segar dan pikiran ringan. Biasanya kita ketemu dalam urusan pekerjaan atau seminar pajak, tapi kali ini kita ketemu sebagai teman olahraga. Rasanya menyenangkan dan bikin makin kompak,” tutur Rizky.

Ia menambahkan, kegiatan semacam ini menumbuhkan rasa saling mendukung dalam komunitas, terutama ketika ada anggota yang baru mulai kembali berolahraga setelah lama vakum.

Setelah menyelesaikan rute, para pelari kembali ke Gudda Coffee untuk sarapan bersama. Suasana hangat dan informal menjadi ruang ngobrol santai soal pekerjaan, keluarga hingga rencana kegiatan olahraga berikutnya semua tanpa sekat jabatan maupun senioritas.

Taslim menuturkan bahwa IKPI Runner Community berkomitmen menjadikan olahraga sebagai bagian dari kultur organisasi.

“IKPI Runner Community akan terus mendorong gaya hidup aktif. Kami ingin kegiatan ini berjalan rutin dan menjadi identitas bahwa konsultan pajak tidak hanya cerdas, tetapi juga tangguh dan sehat,” tegasnya.

Kegiatan lari 5K ini sekaligus menjadi pembuka rencana agenda lari bulanan di lokasi yang berbeda-beda, dengan format non-kompetitif dan terbuka untuk seluruh anggota IKPI serta umum yang ingin menjaga kesehatan melalui aktivitas fisik. (bl)

Perkuat Sinergi, IKPI Cabang Jakarta Barat dengan KPP Madya Dua dan KPP Pratama Kebon Jeruk Dua, Bahas Coretax hingga SP2DK.

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat (Jakbar) menggelar kunjungan silaturahmi ke KPP Madya 2 Jakarta Barat dan KPP Pratama Kebon Jeruk 2 pada Jumat, 21 November 2025. Pertemuan terpusat di kantor KPP Madya 2 Jakarta Barat dan menjadi ruang dialog terbuka antara konsultan pajak dengan otoritas pajak untuk memperkuat kolaborasi di tengah dinamika perpajakan nasional.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Barat, Teo Takismen, menegaskan bahwa langkah proaktif ini dilakukan agar komunikasi antara konsultan dan fiskus semakin harmonis, terlebih menjelang penerapan penuh pelaporan SPT Orang Pribadi dan Badan berbasis sistem Coretax untuk tahun pajak 2025 yang mulai dilaporkan pada 2026.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

“Sinergi konsultan pajak dan KPP sangat penting saat memasuki era Coretax. IKPI Jakarta Barat siap berkolaborasi, termasuk mendukung sosialisasi agar para wajib pajak mendapatkan informasi yang jelas, akurat, dan tidak menimbulkan kebingungan,” ujar Teo.

Pertemuan membicarakan sejumlah isu penting dan aktual dan dibahas secara terbuka, di antaranya:

• Tantangan teknis dan nonteknis dalam penggunaan aplikasi Coretax,

• Pencapaian target penerimaan negara,

• Pelayanan KPP terhadap wajib pajak,

• Hingga polemik pemanggilan wajib pajak dalam surat SP2DK dan cara berkomunikasi para Account Representative (AR) di lapangan.

Dialog dua arah yang hangat dan santai ini mendapat apresiasi dari para peserta, karena dapat menjadi jembatan untuk menyamakan persepsi antara fiskus dan konsultan pajak sebagai mitra DJP

Hadir dari IKPI Cabang Jakarta Barat:

1. Ketua Cabang Teo Takismen, didampingi:

2. Irawaty — Bendahara,

3. Carolline — Wakil Sekretaris,

4. Devi Arista — Koordinator Bidang Sosial dan Keagamaan,

5. Suly — Anggota Bidang Sosial dan Keagamaan,

6. Wiwiek Budiarti — Anggota Bidang PPL dan Pendidikan.

Hadir juga pada pertemuan tersebut, dari Pengurus Daerah (Pengda) DKJ, anggota bidang Humas dan Kerja Sama, Daniel Mulia.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

Lebih lanjut Teo mengungkapkan, IKPI maupun KPP sama-sama menyampaikan terbuka untuk melakukan kegiatan lanjutan, terutama sosialisasi pelaporan SPT berbasis Coretax bagi wajib pajak di wilayah Jakarta Barat. Harapannya, kolaborasi ini dapat mendorong peningkatan kepatuhan sukarela dan menciptakan iklim perpajakan yang lebih kondusif.

“Kami percaya bahwa kerja sama adalah kunci untuk membangun sistem perpajakan yang lebih baik,” kata Teo.

Ia berharap, pertemuan ini semakin memperkuat sinergi konsultan pajak  dan fiskus sehingga pelayanan, edukasi dan pendampingan kepada masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan berkesinambungan. (bl)

Fatwa MUI: Zakat Dapat Jadi Pengurang Kewajiban Pajak Umat Islam

IKPI, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengesahkan fatwa baru yang mempertegas hubungan antara kewajiban zakat dan sistem perpajakan nasional. Melalui keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/11/2025), MUI menetapkan bahwa zakat yang telah dibayarkan umat Islam dapat diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban pajak kepada negara.

“Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajak,” ujar Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam.

Asrorun menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan terobosan dalam konsep perpajakan nasional. Menurutnya, umat Islam yang telah menjalankan kewajiban keagamaan melalui pembayaran zakat seharusnya mendapatkan pengakuan dalam sistem fiskal negara.

“Ini terobosan baru untuk menjamin keadilan partisipatif. Masyarakat Muslim yang sudah berkontribusi melalui zakat semestinya mendapatkan pengurangan ketika memenuhi kewajiban pajaknya,” jelasnya.

Dalam ajaran Islam, zakat merupakan kewajiban moral dan hukum bagi umat Muslim yang telah memenuhi syarat harta. Dana zakat disalurkan kepada pihak yang berhak (mustahik), seperti fakir, miskin, dan kelompok penerima lainnya sesuai syariat.

Melalui fatwa tersebut, nilai zakat yang dibayarkan umat Islam akan dapat diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban pajak, sehingga pembayaran zakat dan pajak tidak lagi dipandang sebagai beban ganda.

Rekomendasi untuk Pemerintah

MUI juga mengharapkan fatwa ini menjadi rujukan kebijakan bagi pemerintah, khususnya dalam penyempurnaan regulasi perpajakan agar selaras dengan rasa keadilan masyarakat. Asrorun menilai, arah kebijakan fiskal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang berorientasi pada peningkatan kemakmuran rakyat melalui optimalisasi Pasal 33 UUD 1945 sejalan dengan nilai dasar fatwa ini.

“Pajak harus didedikasikan untuk kesejahteraan, bukan menambah beban orang yang justru memerlukan bantuan. Semangatnya di situ,” tambahnya.

Fatwa ini diperkirakan berpotensi:

• meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat Muslim,

• mendorong optimalisasi penyaluran zakat melalui lembaga resmi,

• memperkuat sinergi antara kebijakan fiskal dan nilai keagamaan.

Keputusan ini juga diyakini dapat menghindarkan persepsi tumpang tindih antara pembayaran pajak dan zakat, sekaligus membuka ruang dialog antara pemerintah, MUI, dan otoritas fiskal mengenai implementasi teknis pada regulasi perpajakan ke depan. (alf)

AS Siapkan Opsi Tarif Alternatif Jelang Putusan Mahkamah Agung

IKPI, Jakarta: Pemerintahan Presiden Donald Trump tengah melakukan manuver penting di bidang perdagangan internasional dengan mempersiapkan sejumlah skema tarif alternatif apabila Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) memutuskan mencabut kewenangan utama pemerintah dalam menerapkan tarif impor. Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi agar kebijakan tarif tidak terhenti tiba-tiba dan tetap dapat diberlakukan untuk mengendalikan arus impor.

Menurut laporan Bloomberg dikutip, Minggu (23/11/2025), Departemen Perdagangan dan Kantor Perwakilan Dagang AS telah mengkaji berbagai instrumen hukum yang dapat digunakan sebagai pengganti, termasuk Section 301 dan Section 122 dalam Trade Act, yang memungkinkan presiden menetapkan tarif secara unilateral. Meski demikian, cakupan keduanya dinilai lebih sempit dan proses penerapannya lebih lambat dibanding skema berbasis International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) yang saat ini digunakan Trump.

“Kami berharap hasilnya baik, tetapi jika tidak, kami selalu menemukan cara,” ujar Presiden Trump pekan lalu, menegaskan bahwa kebijakan tarif tetap menjadi fondasi strategi ekonomi pemerintahannya.

Rencana cadangan ini memuncak setelah sejumlah hakim Mahkamah Agung dalam sidang dengar pendapat terbaru menunjukkan keraguan terhadap legalitas tarif global berbasis IEEPA. Situasi tersebut memunculkan prediksi adanya potensi putusan yang tidak berpihak kepada pemerintahan Trump.

Kendati begitu, Gedung Putih menahan diri untuk menjelaskan langkah teknis yang tengah disiapkan. Juru bicara pemerintah, Kush Desai, hanya menegaskan bahwa Trump menggunakan kewenangan tarif darurat yang diberikan Kongres dan pemerintah yakin akan menang.

“Pemerintahan selalu mencari cara untuk mengatasi defisit perdagangan barang AS dan menghidupkan kembali sektor manufaktur sebagai komponen penting bagi keamanan nasional,” ujar Desai.

Mahkamah Agung belum memastikan kapan putusan akan dibacakan. Putusan dapat mempertahankan kewenangan tarif, mencabutnya, atau hanya membataskannya sebagian—menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha maupun mitra dagang AS.

Tarif Efektif Tembus 14,4 Persen 

Bloomberg Economics memperkirakan tarif efektif atas impor AS saat ini mencapai 14,4 persen, dengan lebih dari separuhnya bersumber dari pungutan berbasis IEEPA. Jika IEEPA dibatalkan, sebagian besar tarif itu kemungkinan akan berpindah ke skema alternatif.

Sejumlah opsi cadangan bahkan sudah bergulir, termasuk investigasi Section 301 terhadap Brasil. Tarif Section 301 untuk sebagian barang impor China juga masih berlaku sejak masa jabatan pertama Trump, meski mekanisme ini umumnya membutuhkan proses investigasi mendalam sebelum dapat dijalankan.

Direktur National Economic Council Kevin Hassett menyatakan pemerintah memiliki banyak jalur untuk mempertahankan strategi tarif.

“Ada banyak cara agar kami dapat mengganti kebijakan yang berlaku dengan otoritas lain,” ujarnya.

Meskipun banyak pilihan tersedia, sebagian mekanisme memiliki keterbatasan. Section 122, misalnya, hanya memungkinkan tarif maksimal 15 persen selama 150 hari. Sementara Section 338 dalam Tariff Act secara teori dapat diterapkan, namun belum pernah digunakan dan diperkirakan akan memicu gugatan hukum baru jika dijalankan.

Mantan negosiator perdagangan Wendy Cutler bahkan menilai sejumlah kebijakan tarif terbaru Trump kemungkinan telah disiapkan sebagai rencana cadangan apabila IEEPA nantinya dinyatakan inkonstitusional.

Namun, perubahan tarif secara mendadak berisiko menimbulkan permasalahan administratif, termasuk kemungkinan pengembalian bea masuk yang telah dipungut.

“Jika tarif dibatalkan dan harus dihitung ulang, itu akan menjadi kekacauan besar,” ucap Scott Lincicome dari Cato Institute.

Ketidakpastian menjelang putusan Mahkamah Agung membuat pelaku usaha global bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan investasi dan pengadaan impor. Negara-negara mitra dagang utama AS juga menunggu arah kebijakan baru, karena perubahan tarif diperkirakan akan memengaruhi rantai pasokan internasional. (alf)

Pemerintah Perkuat Kebijakan Fiskal Pro Rakyat untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi 2025

IKPI, Jakarta Barat: Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan komitmen pemerintah memperkuat kebijakan fiskal yang berpihak kepada masyarakat guna mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional pada akhir 2025. Arah kebijakan tersebut menjadi bagian dari evaluasi satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Suahasil menjelaskan bahwa sejak awal tahun, Kementerian Keuangan melakukan penyisiran anggaran secara menyeluruh untuk memastikan belanja negara digunakan secara efektif. 

“Program-program yang prioritas kita biayai. Program-program yang tidak penting kita stop,” ujarnya, dikutip Minggu (23/11/2025). Dana hasil efisiensi kemudian dialihkan untuk membiayai sejumlah program prioritas baru seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai berjalan sejak 6 Januari, Sekolah Rakyat, hingga Koperasi Desa Merah Putih.

Menjelang penghujung tahun, pemerintah terus mempercepat realisasi belanja APBN sebesar Rp3.500 triliun agar dapat menjadi katalis ekonomi, meningkatkan aktivitas usaha, menciptakan lapangan kerja, dan menurunkan angka kemiskinan. “Percepatan belanja ini akan menjadi salah satu katalis di perekonomian, mendorong kegiatan ekonomi, dan ini kita harapkan berkontribusi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, serta kesejahteraan,” ujar Suahasil.

Selain itu, pemerintah menempatkan Rp200 triliun kas negara di perbankan dari sebelumnya berada di Bank Indonesia. Kebijakan ini bertujuan memperkuat likuiditas perbankan dan menurunkan suku bunga agar investasi semakin feasible dan aktivitas ekonomi semakin bergairah.

Suahasil menambahkan bahwa kebijakan fiskal juga berjalan seiring dengan perbaikan iklim investasi melalui reformasi struktural, kepastian hukum, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, kesehatan, dan infrastruktur. 

Ia menegaskan bahwa seluruh belanja APBN setara 14 persen dari PDB digunakan secara strategis untuk mendukung delapan program prioritas Presiden, termasuk hilirisasi industri sebagai kunci dalam menarik investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. (alf)

id_ID