Ekonom Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Tak Adil Bagi Masyarakat Kelas Menengah

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk tahun depan akan tetap dilaksanakan. Sri Mulyani menyebutkan, kenaikan pajak ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya telah disusun oleh DPR bersama dengan pemerintah.

Kenaikan PPN dari semula 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 ini dinilai oleh banyak kalangan merugikan rakyat, khususnya kelas menengah ke bawah. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini masyarakat telah tertekan dari segala sisi. Kenaikan PPN hanya akan memperburuk keadaan.

“Kalau tarif (PPN) naik terlalu tinggi, imbasnya justru konsumsi menurun, mempengaruhi pemasukan pajak lainnya. Secara agregat rasio pajaknya turun, bukan naik,” kata Bhima seperti dikutip dari Tempo.co, Jumat (22/11/2024).

Bhima menilai, kenaikan PPN ini sangat tidak adil bagi masyarakat kelas menengah. Ia bahkan menyebutkan, masyarakat kelas menengah justru dihadapkan dengan 10 tambahan pungutan dan pajak baru di tahun 2025.

Kesepuluh pungutan tersebut yang pertama adalah kenaikan PPN 12 persen. Kemudian berakhirnya pajak UMKM 0,5 persen dan pemberlakuan asuransi kendaraan wajib (third party liabilities). Lalu, ada iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) serta wacana Dana Pensiun Wajib. Selain itu, juga akan ada wacana pemberlakuan harga tiket KRL yang disesuaikan dengan NIK.

Kemudian, penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan diganti Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ada juga kemungkinan naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa serta iuran BPJS Kesehatan serta yang terakhir, penerapan cukai minuman berpemanis.

“Ditekan atas bawah dan kanan kiri. Berat jadi kelas menengah di republik ini,” ucap Bhima.

Di sisi lain , DPR malah merumuskan regulasi baru terkait pengampunan pajak atau tax amnesty. DPR baru saja memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Bila jadi diberlakukan, maka ini akan menjadi tax amnesty ketiga kalinya yang dilakukan oleh pemerintah.

Hal ini juga belum ditambah dengan wacana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 22 persen ke 20 persen serta beragam bebas pajak (tax holiday) yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan.

“Kelas atas dapat banyak preferensi. Tarif PPh badan bakal turun jadi 20 persen, tax amnesty berkali-kali, sampai perusahaannya dapat tax holiday. Ini tidak fair,” ujarnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh ekonom Segara Institute, Piter Abdullah. Ia menyoroti kontrasnya perlakuan pemerintah terhadap kelompok masyarakat ekonomi atas, dengan kelompok masyarakat ekonomi menengah. Ia bahkan menyebut tax amnesty merupakan bukti pemerintah sudah kehabisan akal untuk menambah pendapatan negara.

“Kelompok menengah ini bantuan sosial? Nggak. Dibantu pajaknya? Nggak. Dibebani pajak? Iya. Jadi, di satu sisi memberikan (kelas atas) kelonggaran pajak, di sisi lainnya menambah beban pajak (kelas menengah),” ujar Piter ketika dihubungi pada Kamis, 21 November 2024.

DPR Sebut Pemerintah akan Kehilangan Potensi Penerimaan Rp50 Triliun jika PPN 12% Dibatalkan

IKPI, Jakarta: Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum berencana untuk mengubah kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 seperti yang tertera pada Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Wakil Ketua Komisi XI Dolfie AFP menjelaskan, apabila pemerintah mengubah kebijakan tersebut maka konsekuensinya akan terlihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). PPN 12% masuk dalam potensi penerimaan negara.

“Karena kalau itu diturunkan menjadi 11% aja misalnya, maka pemerintah kehilangan pendapatan Rp50 triliunan kira-kira,” jelasnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (21/11/2024).

Menurut Dolfie, hal ini sudah sempat dibahas ketika rapat dengan pemerintah mengenai RAPBN 2025. Komisi XI sudah mempertanyakan rencana implementasi PPN 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala itu berpandangan, keputusan PPn harus menunggu pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden.

Berganti pemerintah, menurut Dolfie belum ada tanda-tanda perubahan aturan. Padahal tidak perlu ada perubahan UU.

“Undang-undang pajaknya enggak perlu dirubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR,” ujarnya.

Fauzi Amro, Wakil Ketua Komisi XI tidak menutup mata atas protes publik mengenai pemberlakuan PPN 12% pada 2025 mendatang. Apabila tetap diberlakukan pada 2025 maka diharapkan sektor yang berhubungan publik tetap tidak dikenakan.

“Cuma catatannya yang berhubungan dengan publik nggak boleh dinaikkan. Tadi saya sampaikan apa itu Kesehatan, pendidikan, sembako transportasi. Ini berhubungan dengan publik langsung dan masyarakat langsung,” ungkap Fauzi.

 

Ini Daftar Barang yang Dikenakan Pajak 12 Persen

IKPI, Jakarta: Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan dilakukan dengan dalih melaksanakan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.

Melansir situs Kementerian Keuangan, secara umum umum pengenaan PPN dikenakan atas objek berikut:

– Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Misalnya barang elektronik yang dibeli di pusat perbelanjaan.

-Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Misalnya: layanan streaming film dan musik.

– Ekspor BKP dan/atau JKP oleh PKP

– Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan. Misalnya, PPN atas bangunan.

– Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Adapun Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN yang kini diubah dengan n UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pengaturan cakupan BKP bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.

Kenaikan PPN akan membuat barang dan jasa yang biasa dikonsumsi publik sehari-hari menjadi semakin mahal. Barang-barang itu dikenakan pajak selama penjual berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Beberapa contoh barang yang terkena PPN antara lain pakaian, tas, sepatu, pulsa telekomunikasi, sabun, alat elektronik, barang otomotif, perkakas, hingga kosmetik.

Selain itu, jasa layanan streaming film dan musik yang biasa kita pakai seperti Netflix dan Spotify juga memungut PPN.

Kunjungan Pengurus IKPI Cabang Jaksel ke KPP, Kanwil DJP Jaksel I Pererat Hubungan Kerja Sama

IKPI, Jakarta: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Cabang Jakarta Selatan melakukan kunjungan perdana ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Selatan I, Selasa (19/11/2024). Kunjungan ini merupakan awal dari tugas pengurus IKPI Cabang Jakarta Selatan untuk periode 2024 hingga 2029.

Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Selatan Faryanti Tjandra menyatakan, rombongannya mendapatkan sambutan hangat yang penuh kekeluargaan dari Kepala KPP beserta jajarannya. “Kunjungan ini sekaligus menandai dimulainya kerja sama yang erat antara kedua belah pihak,” kata Faryanti di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Menurut Faryanti, tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk mempererat tali silaturahmi sekaligus membangun sinergi yang lebih baik, tidak hanya untuk masyarakat umum tetapi juga khususnya untuk anggota IKPI.

Ia berharap bahwa hubungan yang terjalin dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan pemahaman dan kepatuhan pajak di kalangan Wajib Pajak (WP) dan masyarakat secara keseluruhan.

Diceritakannya, perbincangan yang berlangsung hangat dan penuh antusias menghasilkan beberapa agenda kerja yang akan dilaksanakan bersama ke depannya. Salah satu topik yang menjadi sorotan adalah edukasi mengenai Coretax system dan persiapan penghitungan PPh 21 masa Desember, seiring berlakunya PMK 168 Tahun 2023.

Menurutnya, aturan baru ini mengubah penghitungan PPh 21 yang kini menggunakan sistem TER (Tarif Efektif dan Rasional). Selain itu, pada awal tahun 2024, aturan mengenai pelaporan SPT Unifikasi PPh 21 juga akan diberlakukan, yang mengharuskan perusahaan untuk melampirkan data nominatif natura atas berbagai jenis fasilitas atau manfaat yang diterima oleh karyawan, seperti tunjangan atau fasilitas lainnya (BIK).

Ditegaskan Faryanti, pentingnya edukasi terkait hal tersebut sangat ditekankan, agar para Wajib Pajak dapat memahami mekanisme pelaporan data nominatif BIK dengan benar dan menghindari kesalahan dalam penghitungan pajak. Pengurus IKPI Jakarta Selatan menyadari bahwa perubahan-perubahan ini memerlukan pengetahuan yang mendalam, baik dari sisi praktisi pajak maupun Wajib Pajak itu sendiri.

Sekadar informasi, selain membahas topik edukasi pajak, pengurus IKPI Jakarta Selatan juga menyampaikan beberapa keluhan terkait kualitas pelayanan di KPP. Keluhan-keluhan ini terkait dengan beberapa aspek teknis yang dirasakan oleh anggota IKPI selama menjalani proses administrasi perpajakan.

Namun, dengan sikap terbuka dan responsif, pihak KPP menyambut baik masukan tersebut dan berjanji untuk memperbaiki layanan yang ada. Salah satu harapan yang muncul dari diskusi ini adalah terjalinnya kerjasama yang lebih erat antara KPP di wilayah Kanwil DJP Jaksel I dan IKPI Cabang Jakarta Selatan, guna meningkatkan pelayanan dan kepatuhan pajak yang pada akhirnya akan berdampak pada penerimaan negara.

Melalui kolaborasi yang lebih intens, diharapkan akan ada peningkatan kesadaran pajak di kalangan Wajib Pajak, serta lebih banyaknya masyarakat yang memahami pentingnya peran pajak dalam pembangunan negara. Pengurus IKPI Jakarta Selatan berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya edukasi ini, agar pajak yang menjadi sumber utama pendapatan negara dapat dikelola dengan lebih baik.

Ia berharap kedepannya hubungan yang terjalin antara IKPI Cabang Jakarta Selatan dan Kanwil DJP Jakarta Selatan I dapat terus berkembang, menciptakan sinergi yang saling menguntungkan, dan bersama-sama memberikan kontribusi positif bagi pengelolaan perpajakan di Indonesia. (bl)

IKPI Cabang Bogor dan Depok Ikuti Kelas Edukasi Coretax Tahap 2 di Kanwil Jabar 3 Bogor

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bogor dan Cabang Depok mengikuti kelas edukasi Coretax tahap 2 yang diadakan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat 3, Bogor, Kamis (14/11/2024). Acara ini dihadiri oleh Kepala Kanwil DJP Jawa Barat 3 Romadhaniah, Ketua IKPI Cabang Bogor Andi Deswanta, Ketua IKPI Cabang Depok Hendra Damanik, serta Ketua Departemen Litbang PP IKPI, Pino Siddharta, dan anggota Dewan Kehormatan IKPI Daniel de Poore.

Dikatakan Andi, kegiatan yang diikuti oleh 30 peserta anggota IKPI dari Cabang Bogor dan Depok ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman mengenai perpajakan dan implementasi sistem perpajakan yang lebih efisien. Dalam acara tersebut, Kakanwil menekankan pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam dunia perpajakan, khususnya bagi para konsultan pajak yang menjadi mitra pemerintah dalam mendukung penerimaan pajak yang optimal.

(Foto: IKPI Cabang Bogor)

Menurut Andi, kegiatan ini adalah sebagai pembentukan karakter profesionalisme para anggota IKPI. Edukasi Coretax ini sangat penting untuk diketahui konsultan pajak, mengingat penerapan yang akan dilakukan pada Januari 2025.

Dikatakannya, kelas edukasi Coretax tahap 2 ini merupakan bagian dari komitmen IKPI untuk terus meningkatkan kualitas anggotanya dalam menghadapi tantangan perpajakan yang terus berkembang.

(Foto: IKPI Cabang Bogor)

“Melalui edukasi yang berkelanjutan, kami berharap para anggota dapat menguasai regulasi terbaru serta mempraktikkannya dalam dunia nyata untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada klien maupun negara,” ujarnya.

Andi berharap kegiatan dapat memperkuat hubungan antara IKPI, DJP dan masyarakat luas, serta membantu konsultan pajak untuk lebih memahami dinamika dan kebijakan terbaru dalam sektor perpajakan. Dengan berbekal pengetahuan yang didapatkan dalam kelas edukasi ini, para peserta diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam dunia perpajakan Indonesia.

(Foto: IKPI Cabang Bogor)

Acara ini juga menjadi salah satu langkah konkret dalam mempererat kerjasama antara IKPI dan Kanwil DJP Jawa Barat 3 untuk menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih transparan, akuntabel, dan berdaya saing. (bl)

IKPI Cabang Tangerang Kota Jalin Keakraban Melalui Olahraga

IKPI, Jakarta: Dalam rangka mempererat hubungan antar pengurus dan anggota, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Tangerang Kota menggelar kegiatan fun game bulu tangkis pada Sabtu, 18 November 2024. Acara ini diselenggarakan di Gedung Olah Raga Cipondoh, Kota Tangerang, dan diikuti anggota serta pengurus.

Ketua Cabang IKPI Tangerang Kota Edward Mias mengatakan, tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memperkuat silaturahmi, membangun semangat kebersamaan, dan menciptakan kesempatan bagi para anggota untuk berinteraksi dalam suasana yang lebih santai, jauh dari rutinitas pekerjaan yang padat.

(Foto: IKPI Cabang Tangerang Kota)

Diungkapkannya, pada fun game ini semua peserta baik yang sudah berpengalaman dalam olahraga bulu tangkis maupun yang baru pertama kali mencobanya, dapat berpartisipasi tanpa tekanan. Permainan dilakukan dengan cara yang tidak serius, dengan tujuan utama untuk bersenang-senang, menjaga kebugaran, serta lebih mempererat hubungan antar anggota.

Ia mengungkapkan, bahwa kegiatan seperti ini penting untuk meningkatkan komunikasi dan kekeluargaan antar anggota. “Acara fun game ini kami gelar untuk memberikan kesempatan bagi pengurus dan anggota IKPI Cabang Tangerang Kota untuk lebih dekat satu sama lain. Selain sebagai sarana untuk melepas penat, kegiatan seperti ini juga menjadi ajang untuk membangun hubungan yang lebih kuat, baik dalam konteks profesional maupun pribadi,” kata Edward, Rabu (20/11/2024).

Menurutnya, suasana yang hangat dan akrab sangat terasa sepanjang acara. Para peserta saling berinteraksi dan tertawa bersama, menikmati setiap momen permainan. Selain pertandingan bulu tangkis, acara juga diisi dengan sesi foto bersama, yang semakin menambah keakraban dan semangat kekeluargaan. Tidak ketinggalan, hidangan ringan disediakan untuk menyegarkan para peserta setelah berolahraga.

(Foto: IKPI Cabang Tangerang Kota)

“Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi contoh bagi anggota lainnya untuk selalu menjaga kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik dalam berbagai situasi. Tentu saja, acara seperti ini juga memberikan manfaat untuk kesehatan fisik dan mental kita,” ujarnya.

Setelah sesi permainan selesai, panitia acara memberikan kesempatan kepada para peserta untuk bersantai, berbincang, dan menikmati makanan bersama. Suasana kekeluargaan yang tercipta di acara ini menjadi salah satu momen yang sangat berkesan bagi banyak anggota. Tidak hanya sekadar sebuah acara sosial, kegiatan ini juga menjadi wadah untuk saling berbagi cerita, pengalaman, dan berdiskusi mengenai topik-topik yang berkaitan dengan dunia konsultasi pajak, sambil mempererat persaudaraan.

Dengan suksesnya acara fun game ini, Edward berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan secara rutin sebagai sarana untuk menjaga tali persaudaraan antar anggota. Selain itu, kegiatan seperti ini juga menjadi platform yang efektif untuk meningkatkan kolaborasi, sinergi, dan rasa kebersamaan yang sangat penting dalam dunia profesional. (bl)

Ekonom Kritisi Revisi UU Pengampunan Pajak

IKPI, Jakarta: Kalangan ekonom mengkritisi langkah DPR yang mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty. Mereka berpendapat pengampunan pajak yang terlalu sering dilakukan hanya akan membuat orang kaya pengemplang pajak semakin banyak.

“Tax amnesty merupakan kebijakan blunder untuk menaikkan penerimaan pajak,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (20/11/2024).

Bhima menilai pengampunan pajak yang terlalu sering akan membuat kepatuhan orang kaya dan korporasi kakap turun. Para pengemplang itu, kata dia, akan berpikir pemerintah akan terus melakukan tax amnesty.

“Pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III akan ada lagi. Ini moral hazardnya besar sekali,” ujar dia.

Sebelumnya, DPR RI resmi menyetujui masuknya revisi UU Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Artinya, revisi ini akan dikebut untuk disahkan pada tahun depan. DPR bahkan sudah mengambil ancang-ancang untuk mendorong agar program itu bisa dilaksanakan di tahun 2025.

Apabila rencana itu berjalan, maka program pengampunan pajak tahun 2025 akan menjadi tax amnesty jilid III yang dilakukan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan tax amnesty pada 2016-2017 dan 2022.

Ekonom Universitas Diponegoro Wahyu Widodo berpendapat tax amnesty seharusnya dilaksanakan untuk meningkatkan kepatuhan melalui mekanisme pengampunan. Tapi, apabila dilakukan terus-menerus, akan menjadi preseden buruk bagi sistem pajak.

“Kalau pengampunan dilakukan secara berulang, berarti ada sistem yang salah dan tidak kredibel. Karena pembayar pajak yang ngemplang harusnya diadili secara hukum, bukan diampuni secara periodik,” ujar dia.

Ditjen Pajak Tanggapi Seruan Boikot PPN 12%

IKPI, Jakarta: Sejumlah netizen ramai-ramai menyuarakan boikot pajak pertambahan nilai (PPN) 12% di media sosial X. Hal itu sejalan dengan pemerintah yang akan mengerek PPN menjadi 12% pada Januari 2025.

Menanggapi hal itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti menyampaikan bahwa setiap kebijakan tentunya sudah dipersiapkan dengan proses kajian yang mendalam dan menyeluruh.

Kenaikan Tarif PPN menjadi 12% dibarengi dengan kebijakan pendahulu yang ditujukan untuk memperkuat daya beli masyarakat serta memperhatikan pemenuhan kebutuhan barang konsumsi primer untuk orang banyak.

Misalnya Dwi menyebutkan adanya fasilitas pembebasan PPN atas penyerahan barang dan jasa tertentu di antaranya atas barang kebutuhan pokok berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran, dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi atau daya beli masyarakat.

“Demikian pula pembebasan di bidang jasa yang meliputi jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan,” ungkap Dwi seperti dikutip dari Kontan, Rabu (20/11/2024).

Seiring dengan pemberlakuan kenaikan tarif PPN 1% ini, pemerintah juga telah menyiapkan serangkaian program yang dapat mempertahankan daya beli masyarakat agar konsumsi tetap terjaga. Di antaranya, pelebaran lapisan tarif PPh OP 5% dari Rp 50 juta hingga Rp 60 juta dan  pembebasan pajak atas omset UMKM OP 500 juta, dan sebagainya.

Selain itu, untuk mendorong perkembangan industri otomotif dan industri perumahan dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat, saat ini pemerintah menetapkan kebijakan berupa pemberian PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan unit rumah susun dan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) kendaraan Bermotor Listrik (KBL).

Pemberian fasilitas tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect bagi perkembangan industri pendukung kedua industri tersebut di atas.

“Pada gilirannya perkembangan kedua industri tersebut akan menyerap tenaga kerja sehingga akan mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya beli masyarakat,” ujarnya.

Dwi menambahkan, DJP juga akan terus senantiasa memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi.

Apa itu Tax Amnesty? Ini Penjelasannya

IKPI, Jakarta: Pemerintah dan DPR berencana menggelar Program Pengampunan Pajak atau amnesti pajak (tax amnesty) kembali. Hal itu terungkap dari hasil Rapat Panja Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2025 yang dilaksanakan oleh Badan Legislasi DPR pada Senin (18/11/2024) kemarin.

Dalam Hasil Raker Prolegnas Prioritas RUU 2025 dan Prolegnas 2025, pemerintah dan DPR sepakat memasukkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam daftar draf usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025.

Jika itu terealisasi, maka ini menjadi amnesti pajak jilid III sejak 2016 lalu. Sebagai pengingat, pemerintah melaksanakan program tax amnesty jilid I pada 2016-2017. Program tersebut diikuti oleh 956.793 wajib pajak dengan nilai harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun.

Dari pengungkapan harta tersebut, negara menerima uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun atau setara dengan 69 persen dari target Rp165 triliun.

Kemudian, tax amnesty jilid II digelar selama 6 bulan pada 1 Januari 2022-30 Juni 2022. Program ini diikuti oleh 247.918 wajib pajak dengan total harta yang diungkap mencapai Rp594,82 triliun. Adapun total pajak penghasilan (PPh) yang diraup negara mencapai Rp60,01 triliun.

Lantas apa yang dimaksud dengan tax amnesty?

Tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Langkah ini bisa menjadi opsi pemerintah untuk menarik uang dari para wajib pajak yang disinyalir menyimpan secara rahasia di negara-negara bebas pajak.

Sejumlah negara sudah menerapkan pengampunan pajak di antaranya Australia, Belgia, Kanada, Jerman, Yunani, Italia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Amerika Serikat.

Di Indonesia, pemerintah mengatur ketentuan amnesti pajak dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak.

Terdapat sejumlah manfaat dari tax amnesty yang menyasar orang-orang kaya. Pertama, wajib pajak terhindar dari sanksi pajak 200 persen apabila Ditjen Pajak menemukan harta yang belum diungkap di kemudian hari.

Kedua, penerimaan negara meningkat dari pembayaran uang tebusan atas harta yang sebelumnya belum diungkap.

Ketiga, mendorong repatriasi modal dan aset wajib pajak dari luar negeri ke dalam negeri. Keempat, meningkatkan kepatuhan membayar pajak.

Pada pelaksanaan amnesti pajak sebelumnya, wajib pajak cukup melaporkan hartanya yang belum diungkap ke kantor pajak terdekat maupun secara online. Pelaporan dilakukan dengan menyerahkan surat pernyataan aset.

Berikutnya, wajib pajak harus membayar uang tebus sesuai nilai harta yang diungkap. Jika sudah membayar, Ditjen Pajak akan memproses pemberian fasilitas pemberian pajak, termasuk pembebasan dari sanksi pidana dan juga administrasi.

RUU Pengampunan Pajak Masuk Prolegnas Prioritas 2025

IKPI, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam Rapat Kerja Badan Legislasi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2025.

Dalam Rapat Kerja tersebut, disepakati bahwa RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty menjadi usulan Komisi XI DPR RI. Ini berbeda dengan rapat sebelumnya yang menyebutkan bahwa RUU Pengampunan Pajak merupakan usulan dari Baleg.

“Terkait tadi ada usulan Komisi XI, saya jelaskan kembali bahwa Komisi XI bersepakat dalam surat tersebut men-drop usulan RUU yang diajukan sebelumnya menjadi RUU usulan prioritas judulnya adalah RUU Pengampunan Pajak,” ujar Ketua Baleg DPR Bob Hasan, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (19/11/2024).

Padahal, sebelumnya ada 4 RUU yang diajukan oleh Komisi XI DPR, yakni RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik, RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan, RUU tentang Penghapusan Piutang Negara, dan RUU tentang Ekonomi Syariah.

Merujuk pada UU 11/2016, pengampunan pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.

Pemerintah menyebut, program ini memiliki tiga tujuan. Pertama, mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi.

Kedua, mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi.

Ketiga, meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Sebagai pengingat, program tax amnesty pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2016 melalui penerapan UU 11/2016.

Melihat hasil yang positif, pemerintah kemudian memutuskan untuk membuka program tax amnesty jilid II atau dikenal juga Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada Mei 2021.

Hingga akhir pelaksanaan PPS pada 30 Juni 2022, Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa harta yang diungkap Wajib Pajak (WP) sebanyak Rp 594,82 triliun, dengan jumlah pembayaran kewajiban dari harta yang diungkap tersebut dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp 61,01 triliun.

id_ID