IKPI, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong DPR RI, khususnya Komisi XI, untuk mempertimbangkan pemberian insentif fiskal berupa keringanan pajak guna memperkuat daya saing pasar modal Indonesia. Ajakan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam rapat bersama Komisi XI pada Rabu (3/12/2025).
Mahendra menilai insentif termasuk insentif pajak perlu menjadi bagian dari strategi besar penguatan pasar modal nasional. “Pimpinan dan anggota Komisi XI, mohon dapat mempertimbangkan pembahasan mengenai insentif yang diperlukan guna memperkuat pasar modal, termasuk insentif pajak,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menekankan bahwa penguatan pasar modal membutuhkan rangkaian insentif yang komprehensif, mulai dari biaya emisi hingga biaya pencatatan saham di bursa.
Menurut Inarno, penyesuaian terhadap annual listing fee dan initial listing fee bagi emiten perlu dipertimbangkan untuk mendukung peningkatan porsi kepemilikan publik (free float). “Itu diperlukan untuk mendukung peningkatan free float. Insentif untuk annual listing fee dan initial listing fee di bursa menjadi bagian dari usulan tersebut,” jelasnya.
Ia juga menyoroti perlunya skema insentif pajak yang lebih variatif. Saat ini, emiten dengan free float minimal 40 persen berhak atas pengurangan 5 persen Pajak Penghasilan (PPh). Namun, menurut Inarno, insentif tunggal tersebut belum cukup menarik bagi banyak emiten.
“Yang penting adalah adanya usulan tiering tax free float. Saat ini insentifnya hanya satu tingkat. Kami mengusulkan skema bertingkat, misalnya mulai dari 25 persen bisa diberikan pengurangan 2–3 persen, atau bahkan insentif lebih besar dari 5 persen agar emiten semakin terdorong memperluas free float,” katanya.
Selain sisi insentif, Inarno menegaskan pentingnya memastikan kepatuhan emiten terhadap aturan free float. Ia menyebutkan, OJK mendorong penerapan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut. Sanksinya dapat berupa denda, penurunan papan, suspensi, hingga delisting.
“Yang terakhir adalah kepatuhan, termasuk sanksi, denda, penurunan papan, suspensi, bahkan delisting jika ketentuan free float tidak dipenuhi,” ujarnya.
Usulan OJK ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan DPR RI untuk memperkuat struktur pasar modal, meningkatkan likuiditas, serta mendorong lebih banyak perusahaan membuka ruang kepemilikan publik yang lebih besar. (alf)
IKPI, Pekanbaru: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau, Adriyanto Basuki, memberikan apresiasi tinggi kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah atas penyelenggaraan Seminar Perpajakan bertema “Persiapan Kertas Kerja PPh 21, PPh Unifikasi, PPN, SPT Tahunan Orang Pribadi & Badan, Serta Antisipasi Timbulnya SP2DK Pemeriksaan Pajak” di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Rabu (3/12/2025).
Dalam sambutannya, Adriyanto menegaskan bahwa IKPI selama ini merupakan mitra strategis DJP dalam memperluas literasi perpajakan kepada masyarakat, terutama kepada para wajib pajak yang membutuhkan pendampingan teknis dalam pemenuhan kewajiban formal dan material.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh IKPI Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng). Karena IKPI selama ini sebagai mitra kami, partner kami dalam memberikan pemahaman-pemahaman tentang perpajakan,” ujarnya.
Menurutnya, menjelang akhir tahun seperti saat ini, kebutuhan wajib pajak akan edukasi perpajakan meningkat signifikan. Mulai dari penyusunan kertas kerja PPh 21, persiapan PPh Unifikasi, pemahaman PPN, hingga proses pelaporan SPT Tahunan baik Orang Pribadi maupun Badan.
“Di masa menjelang akhir tahun seperti ini, peranan teman-teman IKPI sangat tinggi untuk mendorong kepatuhan wajib pajak,” tambahnya.
DJP Siap Bersinergi, Termasuk dalam Implementasi Coretax 2026
Adriyanto menegaskan bahwa DJP siap bekerja sama dan memberikan dukungan penuh terhadap berbagai inisiatif edukasi yang diselenggarakan IKPI, termasuk dalam masa transisi menuju penerapan sistem Coretax yang mulai diimplementasikan secara penuh tahun depan.
“Kami di Direktorat Jenderal Pajak siap membantu rekan-rekan IKPI dalam memberikan pemahaman. Terutama mengenai Coretax yang tahun depan sudah diimplementasikan,” tegasnya.
Ia berharap sinergi ini dapat menghasilkan wajib pajak yang semakin paham dan siap menghadapi perubahan sistem administrasi perpajakan.
Target Pelaporan SPT 2025 Berjalan Lancar
Adriyanto menyampaikan harapan agar semakin banyak wajib pajak yang memahami kewajiban perpajakan mereka sejak awal, sehingga pelaporan SPT Tahun Pajak 2025 yang akan dilakukan pada tahun 2026 dapat berjalan lebih lancar.
“Harapannya semakin banyak orang yang memahami, sehingga pelaksanaan pelaporan SPT Tahun 2025 nantinya bisa lebih lancar. Dan tentu saja di situ ada peran serta rekan-rekan IKPI,” ujarnya.
Seminar ini menjadi salah satu program edukasi yang terus digencarkan IKPI sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan kualitas kepatuhan dan pemahaman perpajakan di wilayah Sumatera Bagian Tengah. (bl)
IKPI, Jakarta: Dinamika perpajakan di Indonesia terus bergerak seiring perubahan zaman. Dari reformasi sistem administrasi hingga pembaruan regulasi, semua diarahkan untuk mewujudkan tata kelola pajak yang lebih modern, efisien, dan transparan. Di tengah perubahan besar ini, ada satu profesi yang ikut mengalami transformasi mendasarkonsultan pajak.
Sebagai bagian penting dari ekosistem perpajakan, konsultan pajak memegang peran strategis sebagai penyeimbang antara negara dan wajib pajak. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai penerjemah regulasi, tetapi juga sebagai mitra profesional yang membantu wajib pajak memenuhi hak dan kewajibannya secara benar dan sesuai aturan. Dalam konteks inilah, profesi konsultan pajak dituntut untuk selalu adaptif terhadap perkembangan teknologi dan perubahan kebijakan yang terus bergulir.
Berangkat dari kesadaran akan pentingnya peran tersebut, empat konsultan pajak muda yang juga merupakan anggota Ikatan Konsultan Pakak Indonesia (IKPI) Andreas Budiman, Tintje Beby, Reni, dan Ratri Widiyanti menghadirkan sebuah karya yang relevan dengan zaman berjudul “Konsultan Pajak Era Digitalisasi.” Buku ini menjadi refleksi sekaligus panduan praktis bagi generasi baru konsultan pajak untuk memahami, menyesuaikan diri, dan tumbuh di tengah derasnya arus digitalisasi yang mengubah wajah dunia perpajakan.
Ide penyusunan buku ini bermula dari keinginan para penulis untuk memberikan pandangan segar tentang profesi konsultan pajak di era modern. Mereka melihat bahwa banyak konsultan muda, terutama dari kalangan Gen Z, memiliki semangat dan kemampuan tinggi, namun sering kali belum memiliki arah yang jelas dalam menapaki karier profesional di bidang perpajakan.
Buku ini kemudian hadir sebagai pegangan awal bukan hanya untuk memahami pekerjaan konsultan pajak, tetapi juga untuk menanamkan mindset bahwa profesi ini kini telah masuk ke babak baru yang sarat tantangan dan peluang digital.
Dengan bahasa yang lugas dan narasi yang mudah dicerna, para penulis menguraikan bagaimana transformasi teknologi telah memengaruhi cara kerja konsultan pajak. Sistem digital yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, seperti Coretax, e-Faktur, dan sistem pelaporan daring lainnya, telah mengubah proses pelayanan, kepatuhan, dan pelaporan pajak secara drastis. Bagi konsultan pajak, kondisi ini menuntut peningkatan kemampuan analisis data, pemahaman terhadap sistem digital, serta kemampuan beradaptasi dengan perangkat teknologi yang menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.
Menariknya, buku ini tidak hanya berbicara soal teori atau prosedur teknis, tetapi juga mengulas sisi personal dan profesional seorang konsultan pajak. Dalam bab-bab akhir, para penulis menjelaskan bagaimana membangun reputasi di dunia profesional, cara menjaga etika dan integritas di tengah tekanan pekerjaan, serta pentingnya terus memperbarui pengetahuan melalui pelatihan dan sertifikasi. Ada pula pembahasan mendalam tentang bagaimana konsultan pajak dapat mengembangkan layanan berbasis digital seperti pemanfaatan cloud accounting, AI-based tax analytics, dan konsultasi daring agar tetap relevan di tengah persaingan yang semakin ketat.
Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sambutannya pada buku ini menegaskan bahwa dunia perpajakan kini sedang memasuki fase baru yang menuntut kesiapan dan keterbukaan terhadap inovasi. Ia mengatakan, “Konsultan pajak harus siap menghadapi kemajuan teknologi. Dunia perpajakan akan terus berkembang, dan kita tidak boleh tertinggal.”
Menurutnya, kehadiran buku ini bukan sekadar literatur tambahan, melainkan sumber inspirasi bagi anggota IKPI dan calon konsultan pajak muda untuk terus berkembang mengikuti arah perubahan zaman.
Lebih jauh, Vaudy juga menilai bahwa karya ini menjadi bukti nyata kontribusi generasi muda dalam memperkuat profesi konsultan pajak. Di tengah tantangan digitalisasi dan meningkatnya ekspektasi publik terhadap profesionalisme di bidang pajak, buku ini mampu menghadirkan perspektif yang menyejukkan bahwa adaptasi bukanlah ancaman, melainkan kesempatan untuk tumbuh lebih kuat.
Membaca “Konsultan Pajak Era Digitalisasi” seakan membuka wawasan baru tentang bagaimana profesi ini bergerak menuju masa depan. Buku ini menekankan bahwa keberhasilan konsultan pajak di era digital bukan hanya diukur dari seberapa luas pengetahuannya tentang regulasi, tetapi juga dari kemampuannya memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu analisis, komunikasi, dan inovasi layanan. Konsultan pajak dituntut untuk berpikir strategis, bukan hanya administratif; untuk menjadi mitra solusi, bukan sekadar penyusun laporan pajak.
Pada akhirnya, buku ini menjadi pengingat bahwa perubahan adalah hal yang pasti, dan setiap profesi harus menyesuaikan diri agar tetap relevan. Bagi para konsultan pajak, digitalisasi bukan sekadar tuntutan zaman, melainkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, memperluas jangkauan layanan, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap profesi mereka.
Buku ini tidak hanya memperkaya literatur perpajakan Indonesia, tetapi juga menjadi simbol semangat baru semangat untuk terus belajar, berinovasi, dan beradaptasi dalam menghadapi era baru dunia perpajakan yang semakin digital. (bl)
IKPI, Jakarta: CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk meminta dukungan fiskal berupa insentif perpajakan bagi pengembangan Danantara. Pertemuan berlangsung sekitar satu setengah jam di Kementerian Keuangan, Rabu (3/12/2025).
Rosan mengatakan bahwa permintaan tersebut telah ia sampaikan secara langsung dan mendapat respons positif dari Purbaya. “Memang kita diskusikan, bagaimana pengembangan Danantara ini, dukungan dari segi fiskal dan perpajakannya seperti apa dari Kementerian Keuangan, dan beliau sangat terbuka,” ujarnya usai pertemuan.
Menurut Rosan, tindak lanjut pembahasan akan dilakukan melalui tim kerja bersama yang beranggotakan perwakilan Danantara dan Kemenkeu. Tim ini akan merinci opsi dukungan fiskal yang dapat memperkuat posisi Danantara sebagai lembaga pengelola investasi nasional. “(Pembicaraan) akan dilanjutkan lagi oleh tim kerja yang akan membahas beberapa hal yang tadi sudah kita diskusikan. Intinya sangat-sangat positif,” kata Rosan.
Selain isu insentif pajak, keduanya juga membahas skema terbaik dalam penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh sebelum pembahasan dibawa ke konsorsium perusahaan finansial Tiongkok yang dikoordinasikan China Development Bank (CDB). “Kita mendiskusikan beberapa hal, bagaimana di antaranya kita bersama-sama untuk penyelesaian KCIC. Whoosh kita diskusikan, karena kita di dalamnya harus sama,” jelas Rosan.
Pertemuan ini berlangsung setelah Rosan memaparkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2026 Danantara kepada Komisi XI DPR RI. Dalam pemaparan tersebut, ia menegaskan bahwa Danantara Investment Management (DIM) telah menyiapkan peta jalan investasi 2026 untuk menjalankan mandat ganda: mencetak imbal hasil berkelanjutan sekaligus memberikan dampak ekonomi nasional.
“Mandat kami jelas: menghadirkan imbal hasil yang sehat bagi negara, sambil memastikan setiap investasi memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dan mendorong transformasi nasional,” ujar Rosan dalam keterangannya. (alf)
IKPI, Jakarta: Warga Jakarta belakangan mulai memperhatikan hilangnya kode “PB1” pada struk pembayaran restoran. Kode yang selama ini dikenal sebagai Pajak Restoran tersebut ternyata memang mengalami perubahan mengikuti ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Melalui regulasi tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyesuaikan skema pemungutan pajak daerah. Pajak Restoran (PB1) yang sebelumnya tercantum di struk kini digantikan oleh Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Makanan dan/atau Minuman. Perubahan ini dilakukan untuk menyederhanakan jenis pajak daerah sekaligus meningkatkan efektivitas pemungutan serta pelaporan.
PBJT Makanan dan Minuman, Apa Bedanya dengan PB1?
Meski namanya berubah, substansi pajaknya tetap sama: dikenakan atas konsumsi makanan dan minuman. Bedanya, PBJT kini menjadi bagian dari kategori pajak daerah yang lebih seragam secara nasional sesuai UU HKPD.
PBJT Makanan dan Minuman dikenakan atas layanan yang disediakan oleh:
• Restoran, rumah makan, dan kafe yang menyediakan fasilitas makan di tempat.
• Penyedia jasa boga (catering) yang menangani pengolahan hingga penyajian makanan, termasuk jika disajikan di lokasi lain dari tempat produksi.
Dengan skema ini, kode PB1 pada struk resmi berganti menjadi komponen PBJT sesuai ketentuan baru Bapenda DKI Jakarta.
Siapa yang Tidak Kena PBJT?
Tidak semua usaha dikenai PBJT. Beberapa yang dikecualikan antara lain:
• Pelaku usaha dengan peredaran usaha di bawah Rp42 juta per bulan, kecuali kegiatan insidental.
• Toko swalayan yang tidak menjadikan makanan dan minuman sebagai produk utama.
• Pabrik makanan dan minuman yang berfokus pada proses produksi.
• Lounge bandara yang kegiatan utamanya bukan menjual makanan dan minuman.
Untuk Apa Pajak Ini Dipungut?
Baik PB1 maupun PBJT memiliki tujuan yang sama: menopang pembangunan daerah. Penerimaan pajak digunakan untuk:
• perbaikan jalan,
• pembangunan taman kota,
• penyediaan fasilitas umum,
• serta peningkatan layanan publik lainnya.
Bapenda DKI Jakarta mengingatkan masyarakat untuk selalu meminta struk pembayaran resmi, baik di restoran maupun saat memesan makanan secara daring. Pencantuman komponen pajak dalam struk menjadi elemen penting dalam memastikan transparansi dan mendukung pembangunan berkelanjutan di Jakarta.
Dengan penyesuaian ini, hilangnya PB1 dari struk restoran kini bukan lagi misteri melainkan bagian dari harmonisasi kebijakan pajak daerah sesuai aturan baru. (alf)
IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa penerimaan pajak nasional pada 2025 berpotensi tidak mencapai target Rp 2.189 triliun seperti yang tercantum dalam APBN 2025. Pelemahan aktivitas ekonomi menjadi faktor utama yang menekan kinerja penerimaan negara.
“Pajak kita karena ekonominya lambat, ya di bawah target semula,” ujar Purbaya dalam Financial Forum 2025 di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Meski demikian, Purbaya menegaskan pemerintah tetap berkomitmen menjaga disiplin fiskal. Ia memastikan defisit anggaran tidak akan melampaui batas aman maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara.
“Tentunya kita melakukan pengendalian-pengendalian supaya defisitnya tidak melebihi 3%. Jadi kita tidak akan melanggar defisit 3% untuk tahun ini,” imbuhnya.
Penerimaan Sudah Diprediksi Melambat Sejak 2024
Proyeksi tak tercapainya target penerimaan pajak sebenarnya bukan hal baru. Pada pertengahan tahun lalu, saat masih dipimpin Sri Mulyani Indrawati, Kementerian Keuangan telah menyampaikan dalam Laporan Semester I dan Prognosis Semester II bahwa penerimaan pajak berpotensi hanya mencapai Rp 2.076,9 triliun atau sekitar 94,9% dari target APBN 2025.
Hingga Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp 1.459 triliun, turun 3,8% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi, tekanan konsumsi, serta menurunnya aktivitas impor-ekspor menjadi tantangan utama.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan upaya maksimal terus dilakukan agar target tetap bisa dikejar. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menegaskan jajarannya bekerja penuh untuk menggali potensi penerimaan hingga memperkuat penegakan hukum.
“Jawabannya simpel, harus tercapai. Sampai nanti hanya gusti Allah yang bisa memberikan finalisasi. Jadi saya tidak mau mendahului gusti Allah,” tegas Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (26/11/2025).
Bimo menambahkan bahwa seluruh “bahan baku” proses bisnis perpajakan mulai dari intensifikasi, ekstensifikasi, hingga law enforcement akan dimaksimalkan sepanjang akhir tahun. (alf)
IKPI, Pekanbaru: Seminar perpajakan yang digelar Pengurus Daerah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Rabu (3/12/2025) mendapat perhatian khusus dari Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Lilisen, yang hadir langsung dan memberikan apresiasinya. Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya konsistensi pelaksanaan edukasi perpajakan sebagai bagian dari strategi pengembangan organisasi.
Sebagai Ketua Departemen Pengembangan Organisasi sekaligus anggota Pengda Sumbagteng, ia menyatakan ingin memberikan dukungan nyata terhadap kegiatan edukatif tersebut.
“Saya hadir hari ini sebagai Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI dan juga anggota Pengda Sumbagteng yang mendukung kegiatan edukasi perpajakan ini,” ujarnya.
Menurut Lilisen, seminar yang digelar Pengda Sumbagteng memiliki peran penting dalam memperkuat struktur organisasi IKPI sekaligus meningkatkan kualitas anggotanya. Edukasi perpajakan berkelanjutan dinilai sebagai kunci agar para konsultan pajak selalu siap menghadapi dinamika regulasi dan tantangan di lapangan.
“Seminar ini sangat penting untuk mendukung agenda pengembangan organisasi. Kegiatan edukasi yang konsisten akan meningkatkan kompetensi dan pengetahuan anggota, dan masyarakat umum,” jelasnya.
Lilisen juga menyampaikan rasa bangga dapat kembali hadir di wilayah yang pernah dipimpinnya. Ia pernah tercatat sebagai ketua IKPI Cabang Pekanbaru dan juga ketua Pengda Sumbagteng.
“Saya senang bisa kembali berkontribusi. Saya memiliki banyak kenangan saat memimpin Pengda Sumbagteng dan berharap tetap dapat memberikan manfaat bagi organisasi ini,” katanya.
Ia juga mendorong para peserta memanfaatkan momentum seminar untuk meningkatkan kapasitas diri. Menurutnya, kualitas layanan konsultan pajak sangat ditentukan oleh kemampuan mengikuti perkembangan aturan perpajakan yang terus berubah.
Menurutnya, kehadiran pengurus pusat dalam kegiatan daerah merupakan bentuk komitmen memperkuat hubungan organisasi dan meningkatkan kolaborasi lintas wilayah.
“Kehadiran pengurus pusat dalam acara seperti ini memperkuat ikatan organisasi dan menunjukkan komitmen untuk mendukung pengembangan anggota di daerah,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Lilisen memberikan apresiasi tinggi kepada Pengda Sumbagteng yang dinilainya konsisten menyelenggarakan kegiatan edukasi perpajakan, bahkan mampu menarik banyak peserta dari kalangan umum.
“Saya salut kepada Pengda Sumbagteng. Meski tidak lagi di bawah kepemimpinan saya, mereka tetap konsisten dan mampu menghadirkan peserta umum yang banyak. Ini menunjukkan kualitas penyelenggaraan yang terus meningkat,” ujarnya. (bl)
IKPI, Pekanbaru: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) terus memperkuat peran edukatifnya dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan masyarakat. Hal ini ditekankan oleh Ketua Pengda IKPI Sumbagteng, Gazali Tjaya Indera, dalam Seminar Perpajakan bertema “Persiapan Kertas Kerja PPh 21, PPh Unifikasi, PPN, SPT Tahunan Orang Pribadi & Badan serta Antisipasi Timbulnya SP2DK Pemeriksaan Pajak” yang digelar di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Rabu (3/12/2025).
Gazali menegaskan bahwa upaya mendongkrak penerimaan pajak harus diawali dengan peningkatan pengetahuan wajib pajak. Salah satunya adalah pemahaman terhadap sistem Coretax, sistem inti administrasi perpajakan yang kini digunakan Direktorat Jenderal Pajak.
“Kita ingin penerimaan pajak naik. Tapi sebelum itu, masyarakat harus paham dulu Coretax. Jangan sampai mereka tidak tahu cara menggunakannya lalu akhirnya tidak lapor SPT. Kalau SPT tidak masuk, penerimaan negara juga tidak masuk,” ujarnya.
(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagteng)
Untuk itu, IKPI Sumbagteng menghadirkan Kanwil DJP Riau serta para pemateri berpengalaman agar peserta seminar mendapat pembekalan yang benar dan praktis.
Selain seminar ini, Gazali juga mengumumkan adanya acara edukasi perpajakan gratis pada 6 Desember 2025 di PMSTI AutonetMagasar Angkasa, yang terbuka untuk masyarakat umum namun dibatasi hanya 100 peserta.
“Tanggal 6 nanti ada acara gratis, tapi kuotanya hanya 100 orang. Ini kesempatan bagi masyarakat untuk memahami Coretax sehingga pelaporan SPT ke depan bisa lebih lancar,” jelasnya.
Gazali juga mengingatkan masyarakat agar tidak menunda pelaporan SPT hingga mendekati batas waktu.
“Jangan menunggu hari terakhir. Biasanya jaringan penuh dan bisa bermasalah. Lebih baik lapor lebih awal,” tutupnya.
Acara ini menjadi bagian dari rangkaian komitmen IKPI Sumbagteng dalam memperluas literasi perpajakan serta mendukung kepatuhan wajib pajak demi optimalnya kontribusi terhadap penerimaan negara. (bl)
IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat mengadakan pertemuan resmi dengan KPP Pratama Menteng Tiga untuk memperkuat koordinasi, komunikasi, serta menyamakan persepsi terkait peningkatan pelayanan dan kepatuhan perpajakan di wilayah kerja KPP di KPP Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).
Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, menegaskan pentingnya kemitraan yang sehat antara konsultan pajak dan otoritas pajak agar edukasi dan asistensi kepada Wajib Pajak dapat berjalan lebih optimal.
“Kami berkomitmen menjaga hubungan yang saling menghormati dan mendukung. Kolaborasi erat antara IKPI dan KPP adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepatuhan perpajakan,” ujar Suryani.
(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)
Edukasi & Kendala Coretax
Salah satu topik utama dalam diskusi adalah perlunya memberikan edukasi kepada Wajib Pajak terkait tantangan yang masih muncul dalam penggunaan sistem Coretax. KPP Pratama Menteng Tiga mengharapkan dukungan IKPI untuk membantu memberikan pemahaman yang lebih luas, terutama menjelang masa pelaporan SPT Tahunan.
Suryani menyampaikan bahwa IKPI siap aktif membantu menyebarkan informasi dan memberikan bimbingan.
“Coretax merupakan sistem baru yang membutuhkan adaptasi. IKPI siap terlibat dalam memberikan edukasi praktis kepada Wajib Pajak agar proses pelaporan tidak mengalami kendala,” jelasnya.
Selain itu, KPP mengimbau agar Wajib Pajak didorong untuk melaporkan SPT Tahunan lebih awal, tidak menunggu hingga akhir Maret, guna menghindari antrean dan gangguan sistem. IKPI menyepakati pentingnya langkah ini demi kenyamanan pelaporan.
Dalam pertemuan tersebut, KPP Pratama Menteng Tiga juga memaparkan data potensi Wajib Pajak, yakni sekitar 3.000 Wajib Pajak Orang Pribadi dan 10.000 Wajib Pajak Badan. Informasi ini menjadi dasar bagi IKPI untuk memperkuat strategi pendampingan dan literasi perpajakan.
KPP menegaskan kembali pentingnya konsultan pajak memastikan pembuatan Surat Kuasa dan Surat Penunjukan sesuai ketentuan ketika mewakili Wajib Pajak. Hal ini diperlukan untuk menghindari hambatan dalam pelayanan administrasi.
Selain itu, konsultan pajak juga diimbau membantu Wajib Pajak memenuhi permintaan dokumen pemeriksaan secara lengkap dan tepat waktu serta menjaga sikap kooperatif dengan Fungsional Pemeriksa.
Suryani menilai penguatan prosedur ini selaras dengan standar profesionalisme IKPI.
“Kami selalu mengingatkan anggota untuk menjalankan tugas secara tertib administrasi dan patuh ketentuan. Kelengkapan dokumen dan komunikasi yang baik sangat penting dalam proses pemeriksaan,” ujarnya.
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit TNI, dan anggota Polri untuk segera mengaktifkan akun Coretax sebelum 31 Desember 2025. Imbauan ini disampaikan seiring dengan rencana implementasi penuh sistem Coretax sebagai tulang punggung seluruh layanan perpajakan mulai tahun 2026.
Mulai 1 Januari 2026, seluruh proses administrasi pajak termasuk pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2025, akan dilakukan melalui sistem Coretax. Artinya, tanpa akun yang sudah aktif dan tervalidasi, wajib pajak tidak bisa menyampaikan SPT dan mengakses layanan perpajakan secara daring.
Melalui akun Instagram resminya, @ditjenpajakri, DJP menegaskan bahwa ASN, TNI, dan Polri wajib sudah terdaftar dalam sistem Coretax sebelum pergantian tahun. Ketentuan ini juga merujuk pada Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 7 Tahun 2025 yang menekankan kewajiban aparatur negara untuk memastikan kepatuhan perpajakan melalui pemanfaatan sistem digital DJP.
“Rekan-rekan yang berprofesi sebagai ASN, anggota TNI, atau Polri diharapkan memastikan sudah terdaftar di Coretax DJP, melakukan aktivasi akun wajib pajak, dan memperoleh kode otorisasi atau sertifikat elektronik,” demikian imbauan yang disampaikan DJP, Rabu (3/12/2025).
Aktivasi Akun Coretax, Syarat Wajib Punya NPWP
Untuk dapat mengaktifkan akun Coretax, ASN, TNI, dan Polri wajib sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Proses aktivasi dilakukan melalui laman resmi Coretax DJP dengan alur sebagai berikut:
• Wajib pajak membuka laman Coretax dan memilih menu Aktivasi Akun Wajib Pajak.
• Mengonfirmasi bahwa dirinya sudah terdaftar sebagai wajib pajak, kemudian memasukkan NPWP dan menekan tombol Cari.
• Mengisikan alamat email dan nomor ponsel yang sebelumnya terdaftar di DJP Online. Jika ada perubahan data, pembaruan dapat dilakukan melalui Kring Pajak 1500200 atau dengan mendatangi kantor pajak terdekat.
• Selanjutnya, wajib pajak melakukan verifikasi identitas, menyetujui pernyataan yang ada, lalu menyimpan data.
• Sistem kemudian mengirimkan Surat Penerbitan Akun Wajib Pajak berisi kata sandi sementara ke email resmi wajib pajak, yang harus dipastikan berasal dari domain @pajak.go.id.
• Setelah menerima email, wajib pajak login kembali ke Coretax, mengganti kata sandi, dan membuat passphrase sebagai pengaman tambahan.
Wajib Punya Kode Otorisasi untuk Tanda Tangan Elektronik
Aktivasi akun saja belum cukup. Agar dapat menandatangani dokumen perpajakan secara elektronik di Coretax, ASN, TNI, dan Polri juga wajib memiliki Kode Otorisasi (KO) DJP. KO ini merupakan tanda tangan elektronik resmi yang diterbitkan DJP dan menjadi syarat sah dokumen perpajakan digital.
Pengajuan KO dilakukan melalui menu Portal Saya di Coretax, dengan memilih layanan Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik. Wajib pajak kemudian mengisi rincian sertifikat digital, memilih penyedia sertifikat (termasuk yang dikelola langsung oleh DJP), memasukkan ID penandatangan atau passphrase, dan mengirim permohonan. Jika permintaan disetujui, sistem akan menampilkan notifikasi bahwa sertifikat digital berhasil dibuat, beserta bukti tanda terima dan surat penerbitan yang dapat diunduh.
Langkah berikutnya adalah memastikan status sertifikat digital sudah valid. Hal ini dilakukan melalui menu Profil Saya, kemudian memilih Nomor Identifikasi Eksternal dan membuka tab Digital Certificate. Jika status masih “INVALID”, wajib pajak perlu menekan tombol Periksa Status. Setelah status berubah menjadi “VALID”, dokumen Penerbitan Kode Otorisasi DJP akan tersedia di menu Dokumen Saya dan dapat diunduh. (alf)