IKPI, Jawa Timur: Pengurus Daerah IKPI Jawa Timur menggagas langkah unik dalam memperkuat peran konsultan pajak di ruang publik untuk membangun budaya menulis secara masif dan terstruktur. Inisiatif ini lahir dari kesadaran bahwa literasi perpajakan perlu disebarluaskan tidak hanya melalui seminar dan sosialisasi, tetapi juga lewat tulisan yang mudah dipahami masyarakat.
Ketua IKPI Pengda Jawa Timur, Zeti Arina, menilai bahwa konsultan pajak memiliki pengetahuan lapangan yang kaya mulai dari praktik kepatuhan, dinamika regulasi, hingga tantangan wajib pajak. Menurutnya, pengalaman tersebut akan memiliki dampak lebih besar bila dituangkan dalam bentuk artikel, opini, dan karya ilmiah populer yang bisa diakses publik.
Gagasan ini tidak berhenti pada tataran wacana. Pengda Jatim mendorong kegiatan menulis bersama lintas cabang Malang, Sidoarjo, dan Surabaya sebagai program berkelanjutan. Melalui agenda tersebut, konsultan pajak diharapkan terbiasa menyusun ide, mendokumentasikan pengalaman, dan membagikan insight secara sistematis.
Lebih jauh, Zeti mengusulkan agar gerakan menulis ini dapat melibatkan konsultan pajak dari seluruh Indonesia. Bila gerakan tersebut berkembang konsisten dan menghasilkan karya dalam jumlah signifikan, Pengda Jatim membuka peluang untuk mengajukannya sebagai rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Bagi IKPI, rekor bukan sekadar prestise. Zeti menegaskan, tujuan utamanya adalah memperluas edukasi pajak kepada masyarakat. Dengan semakin banyak tulisan yang beredar, literasi perpajakan diyakini akan meningkat, sehingga kepatuhan pajak tumbuh berdasarkan pemahaman, bukan semata karena kewajiban administratif.
Program menulis ini juga diharapkan menjadi sarana mempererat keakraban antar-anggota. Diskusi ide, penyuntingan bersama, hingga penerbitan karya kolektif akan mendorong kolaborasi lintas cabang. Bagi anggota muda, kegiatan ini dapat menjadi ruang belajar sekaligus panggung untuk menunjukkan kemampuan.
Selain itu, budaya menulis dinilai strategis dalam mendukung profesionalisme konsultan pajak. Dengan membiasakan diri menelaah aturan, menuliskannya kembali, dan menjelaskan dengan bahasa sederhana, kompetensi analitik anggota otomatis meningkat. Inilah yang membuat program menulis diposisikan setara pentingnya dengan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dan edukasi teknis lainnya.
Ke depan, Pengda Jatim akan merancang format pelaksanaan mulai dari tema tulisan, mekanisme kurasi, hingga opsi penerbitan dalam bentuk buku atau kompilasi digital. Zeti optimistis, bila dikerjakan konsisten dan melibatkan semangat kebersamaan, gerakan menulis ini bukan hanya memecahkan rekor, tetapi juga meninggalkan jejak kontribusi nyata IKPI bagi pendidikan perpajakan nasional. (bl)
IKPI, Jawa Timur: Pengurus Daerah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jawa Timur menegaskan komitmennya memperkuat konsolidasi organisasi dan memperluas peran strategis profesi konsultan pajak di tengah dinamika regulasi dan digitalisasi perpajakan. Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Pengda Jatim bersama tiga cabang—Malang, Sidoarjo, dan Surabaya, yang digelar di Surabaya, baru baru ini.
Ketua Pengda IKPI Jawa Timur, Zeti Arina, menekankan bahwa keberhasilan program kerja dapat dicapai melalui kolaborasi yang solid semua pihak juga antar-cabang
“Konsepnya saling support. Jadwal PPL disepakati bersama supaya anggota tiap cabang bisa saling menguatkan. Kita harus berpikir untuk kemajuan IKPI, bukan ego pengurus,” ujarnya.
Untuk memperlancar koordinasi, Pengda membentuk grup pengurus inti agar komunikasi dan pelaksanaan program bisa berjalan lebih cepat dan efektif.
(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)
Tiga Prioritas Besar Pengda Jatim
Rakorda menyepakati tiga prioritas utama yang akan dikejar tahun mendatang:
1. Pemberdayaan anggota agar semakin kompeten dan adaptif.
2. Penguatan peran IKPI di masyarakat, khususnya edukasi pajak.
3. Peningkatan posisi IKPI sebagai mitra strategis DJP, terutama dalam mendukung kepatuhan pajak.
Zeti menegaskan, keberadaan konsultan pajak tidak hanya membantu wajib pajak, tetapi juga menjadi mitra pemerintah dalam memperluas basis pajak sekaligus menjaga kepastian hukum.
Lebih lanjut Zeti mengungkapkan, menjawab perkembangan aturan dan migrasi sistem DJP menuju coretax, Rakorda menyiapkan langkah peningkatan kompetensi.
IKPI Jatim akan mendorong Program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dengan topik regulasi terkini, sekaligus penguatan literasi teknologi.
“Topiknya harus up to date, termasuk pemanfaatan AI untuk membantu tugas konsultan lebih cepat dan akurat,” jelas Zeti.
Tantangan terbesar yang dihadapi cabang mulai dari perubahan aturan hingga adaptasi sistem dianggap sebagai momentum memperkuat kapasitas anggota.
Mantan Ketua IKPI Cabang Surabaya dua periode ini juga mengungkapkan bahwa Pengda bersama tiga cabang telah melakukan roadshow ke tiga Kanwil DJP di Jawa Timur.
Zeti menegaskan bahwa IKPI Jatim siap berkolaborasi dalam sosialisasi pajak, terutama menjelang pelaporan SPT, serta bekerja sama dengan asosiasi usaha, UMKM, dan berbagai komunitas wajib pajak.
“Bila diperlukan, IKPI siap terjun langsung memberikan edukasi,” tegasnya. (bl)
Menjelang tahun 2026 yang tinggal beberapa hari lagi akan tiba dan akan berlaku penuh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah diundangkan sejak 2 Januari 2023, khususnya Sanksi pidana Kerja Sosial bagi tindak Pidana berupa pelanggaran yang diancam dengan penjara yang singkat.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP), ketentuan pidana diatur dalam Bab IX, mulai dari Pasal 38 sampai Pasal 43.
Secara garis besar, tindak pidana perpajakan dibagi menjadi dua kelompok utama yang diakibatkan karena kealpaan (kelalaian) dan karena kesengajaan. Berikut adalah rincian pasal-pasal tindak pidana tersebut:
1. Pelanggaran Karena Kealpaan (Kelalaian)
Pasal 38 Mengatur sanksi bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya: Tidak menyampaikan SPT; atau
Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar di denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali, atau pidana kurungan paling singkat 3 bulan hingga 1 tahun.
2. Pelanggaran Karena Kesengajaan (Kejahatan)
Pasal 39 Ini adalah pasal “paling berat” yang mengatur kesengajaan untuk menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, seperti: Tidak mendaftarkan diri untuk NPWP/PKP, Menyalahgunakan NPWP/PKP, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap, Menolak untuk dilakukan pemeriksaan, Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut diPidana penjara 6 bulan hingga 6 tahun dan denda 2 kali hingga 4 kali jumlah pajak terutang.
Pasal 39A Setiap orang yang dengan sengaja: Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). dipidana penjara 2 tahun hingga 6 tahun serta denda 2 kali hingga 6 kali jumlah pajak dalam faktur.
Ketentuan pidana dalam Pasal 39 dan Pasal 39A berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan (doen plegen), yang turut serta melakukan (medeplegen), yang menganjurkan (uitlokken), atau yang membantu (medeplichtige) melakukan tindak pidana perpajakan. (sebagaimana diatur pada pasal 43 KUP)
Jika dikaitkan dengan tindak pidana pasal 38 KUP yang karena kealpaan maka pidana karena adanya pelanggaran (sehingga dapat dikenakan pidana kurungan) , bukan karena kejahatan, sementara pasal 39 dan 39a merupakan kategori kejahatan sehingga diancam dengan pidana Penjara.
Dalam hukum Indonesia (KUHP), dikenal dengan adanya pidana penjara dan pidana kurungan yang memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Berikut adalah poin-poin perbedaannya:
1. Berat Ringannya Tindak Pidana
Pidana Penjara: Dikenakan untuk pelaku kejahatan (tindak pidana yang lebih berat), seperti pencurian, pembunuhan, atau korupsi.
Pidana Kurungan: Dikenakan untuk pelaku pelanggaran (tindak pidana yang lebih ringan) atau sebagai akibat dari kealpaan (kurang hati-hati).
2. Durasi Hukuman
Pidana Penjara: Bisa bersifat seumur hidup atau selama waktu tertentu (minimal 1 hari, maksimal 15 tahun berturut-turut, atau 20 tahun dalam kondisi tertentu).
Pidana Kurungan: Jauh lebih singkat. Minimal 1 hari dan maksimal 1 tahun (bisa menjadi 1 tahun 4 bulan jika ada pemberatan hukuman).
3. Hak dan Fasilitas Terpidana
Ini adalah bagian yang paling membedakan perlakuan terhadap narapidana:
Pemindahan Tempat: Terpidana penjara bisa dipindahkan ke lapas mana saja tanpa perlu izin yang bersangkutan. Sebaliknya, terpidana kurungan tidak boleh dipindahkan ke daerah lain tanpa persetujuannya (Pasal 21 KUHP).
Pekerjaan: Keduanya wajib bekerja, namun pekerjaan untuk terpidana kurungan biasanya lebih ringan.
Fasilitas Mandiri: Terpidana kurungan diperbolehkan membawa peralatan sendiri (seperti tempat tidur atau makanan) atas biaya sendiri untuk meringankan nasibnya, sesuai aturan yang berlaku (Pasal 23 KUHP).
4. Pengganti Pidana Denda
Pidana Kurungan: Sering kali menjadi alternatif atau pengganti jika seseorang tidak mampu membayar denda yang dijatuhkan hakim.
Pidana Penjara: Tidak bisa dijadikan sebagai pengganti denda.
Namun dalam KUHP Nasional yang baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan berlaku penuh pada tahun 2026, perbedaan pidana kurungan dan penjara ini mulai disederhanakan dan pidana kurungan tidak lagi berdiri sendiri sebagai pidana pokok utama seperti di KUHP lama.
Perbandingan Sistem Pidana: KUHP Lama vs. KUHP Baru (yang akan berlaku 2 Januari 2026)
Dalam KUHP Nasional (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan mulai berlaku penuh pada Januari 2026, Indonesia melakukan reformasi besar-besaran terhadap jenis-jenis hukuman. Maksud dari pidana kurungan “tidak lagi berdiri sendiri sebagai pidana pokok utama” adalah sebagai berikut:
1. Penghapusan Diferensiasi Tajam
Dalam KUHP lama (warisan Belanda), kejahatan dan pelanggaran dipisahkan secara kaku. Penjara untuk kejahatan, kurungan untuk pelanggaran. Di KUHP baru, pemisahan antara “Kejahatan” dan “Pelanggaran” dihapus. Semuanya disebut sebagai Tindak Pidana.
2. Kurungan Menjadi Bagian dari Penjara
Dalam Pasal 65 KUHP baru, pidana pokok terdiri dari: 1.)Penjara ;2.)Tutupan; 3.) Pengawasan; 4.) Denda, 5.) Kerja Sosial
Pidana Kurungan kini “melebur” ke dalam kategori pidana penjara untuk jangka waktu singkat, atau digantikan dengan jenis pidana baru seperti Pidana Pengawasan atau Pidana Kerja Sosial.
Pemerintah dan DPR mengubah ini karena beberapa alasan filosofis:
Efektivitas: Pidana kurungan yang singkat (misal hanya 1 bulan) dianggap tidak efektif untuk membina pelaku, malah seringkali membuat mereka “belajar” dari narapidana yang lebih berat di dalam lapas.
Restorative Justice: Untuk tindak pidana ringan yang dulu diancam pidana kurungan, KUHP baru lebih mengutamakan Pidana Kerja Sosial (seperti membersihkan tempat umum) atau Pidana Pengawasan (tidak dipenjara tapi dipantau jaksa).
Mengurangi Overkapasitas: Dengan mengganti kurungan menjadi kerja sosial atau denda, beban penjara yang sudah terlalu penuh (overcapacity) diharapkan bisa berkurang.
Selanjutnya bagaimana dengan denda ?, jika dulu orang yang tidak bisa bayar denda langsung dihukum kurungan, di KUHP baru ada urutan yang lebih ketat:
Penyitaan harta benda untuk membayar denda.
Jika harta tidak cukup, diganti dengan Pidana Kerja Sosial.
Jika kerja sosial tidak memungkinkan, barulah diganti dengan Pidana Penjara (sebagai upaya terakhir).
Sehingga mulai tahun 2026, sanksi bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya: Tidak menyampaikan SPT… sebagaimana diatur pasal 38 KUP sanksinya di denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali, atau pidana penjara paling singkat 3 bulan hingga 1 tahun atau kerja sosial.
Singkatnya: Di tahun 2026, Anda tidak akan lagi mendengar hakim menjatuhkan “Pidana Kurungan 3 bulan”, melainkan mungkin “Pidana Kerja Sosial” atau “Pidana Penjara” dengan durasi yang disesuaikan.
Namun dalam Praktik penegakan hukum, otoritas pajak jarang sekali menerapkan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 38 KUP , namun lebih mengedepankan menghitung berapa kewajiban pajak terutang disertai dengan sanksi denda dan atau/bunga. Kebijakan pemerintah dapat dipahami karena fokus hukum kita bukan lagi sekadar “mengurung orang dalam sel”, tapi lebih ke “memperbaiki perilaku” wajib pajak untuk patuh.
Pidana Kerja Sosial Ini adalah “wajah baru” untuk menggantikan kurungan singkat. Pelaku tindak pidana yang ancaman penjaranya di bawah 5 tahun bisa dijatuhi sanksi membantu di panti asuhan, membersihkan fasilitas umum, atau tugas sosial lainnya tanpa dibayar.
Pidana Pengawasan: Pelaku tidak masuk penjara, tapi tetap dalam pengawasan Jaksa dan harus memenuhi syarat tertentu (misalnya wajib lapor atau tidak boleh ke tempat tertentu). Ini jauh lebih manusiawi daripada kurungan untuk kasus-kasus pelangaran (bukan kejahatan)
Filosofi “Penjara sebagai Jalan Terakhir” (Ultimum Remedium): Di KUHP baru, hakim sebisa mungkin menghindari menjatuhkan vonis penjara jika tindak pidananya ringan karena kealpaan, bertujuan agar Lapas tidak semakin sesak oleh pelanggar aturan kecil dan tentunya membantu mengurangi tahanan Lapas yang telah kelebihan kapasitas (over capacity).
Penulis adalah Ketua Departtemen FGD, IKPI
Suwardi Hasan, S.Kom., S.H., S.E., M.Ak., Ak., CA
Email: mailto:suwardih@gmail.com
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis
IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan produk tekstil Indonesia tidak akan memperoleh fasilitas bebas tarif dalam skema kerja sama perdagangan dengan Amerika Serikat. Pemerintah, kata dia, hanya mengusulkan komoditas tertentu untuk dibebaskan dari bea masuk yang saat ini mencapai sekitar 19 persen.
Airlangga menjelaskan, komoditas yang diprioritaskan dalam negosiasi bukan berasal dari sektor manufaktur. “Yang difokuskan adalah produk berbasis sumber daya alam. Untuk manufaktur, dalam tanda petik, tidak termasuk,” ujar Airlangga di Jakarta, Jumat (26/12/2025).
Ia menuturkan, sebagian daftar komoditas yang mendapat keringanan tarif telah pernah tercantum dalam executive order pemerintah AS. Namun untuk Indonesia, terdapat tambahan komoditas yang dinilai strategis dan berpotensi memperkuat ekspor nasional.
Kelapa sawit menjadi salah satu produk yang diusulkan, disusul komoditas pertanian lain seperti kopi, teh, dan kakao. Pemerintah menilai komoditas tersebut memiliki rantai nilai kuat dan kontribusi signifikan terhadap devisa.
Dalam proses perundingan, pihak AS juga menyampaikan minat untuk memperoleh akses terhadap mineral kritis Indonesia. Airlangga menyebut sudah ada komunikasi antara pihak Indonesia dengan lembaga ekspor dan perusahaan AS yang bergerak di sektor mineral. “Pembicaraan sudah berlangsung, dan pemerintah menyiapkan mekanisme sesuai kebijakan yang ada,” katanya.
Akses mineral itu dipandang sebagai bagian dari tawar-menawar dalam memperdalam kerja sama, sekaligus menjaga kepastian pasokan bahan baku strategis bagi industri di kedua negara.
Pemerintah menargetkan dokumen Agreement on Reciprocal Tariff (ART) dapat ditandatangani Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump pada akhir Januari 2026. Airlangga menyampaikan, pada prinsipnya kedua pihak sudah menyepakati substansi utama kesepakatan tersebut.
Dengan terealisasinya ART, pemerintah berharap daya saing ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat meningkat, meski produk tekstil tidak termasuk dalam daftar komoditas bebas tarif. (alf)
IKPI, Jakarta: Beban bunga utang pemerintah kembali menjadi sorotan. Porsinya yang kian besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai berpotensi mempersempit ruang fiskal Indonesia dalam jangka panjang.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai tren tersebut mengkhawatirkan karena pembayaran bunga kini menyerap bagian signifikan dari pendapatan negara.
Dalam APBN 2025, alokasi pembayaran bunga utang tercatat telah menembus Rp 500 triliun. Nilai itu mendekati 20 persen dari total belanja pemerintah pusat dan sekitar 15 persen dari penerimaan negara.
“Ini menunjukkan bahwa porsi ruang fiskal semakin banyak dialokasikan untuk membayar kewajiban masa lalu, bukan untuk belanja yang mendorong produktivitas seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur,” ujar Rizal, Sabtu (27/12/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut menandakan rigiditas anggaran makin tinggi, sementara kualitas belanja negara justru tergerus. Dari sisi ekonomi politik fiskal, situasi ini berisiko karena mengurangi kemampuan pemerintah merespons kebutuhan pembangunan dan gejolak ekonomi.
Rizal menekankan perlunya strategi komprehensif untuk menekan ketergantungan pada utang berbunga tinggi. Langkah pertama, kata dia, adalah memperkuat penerimaan negara secara berkelanjutan, terutama dari sektor perpajakan bukan hanya melalui intensifikasi sesaat, melainkan lewat reformasi basis pajak dan peningkatan kepatuhan.
Di sisi lain, pemerintah juga dinilai perlu mengoptimalkan manajemen utang. Ini mencakup memperpanjang tenor, menurunkan risiko pembiayaan kembali (refinancing), dan memperbesar porsi pembiayaan berbiaya lebih murah, sehingga tekanan bunga dapat menurun pada tahun-tahun berikutnya.
Tidak kalah penting, sambung Rizal, setiap penambahan utang harus dibarengi perbaikan kualitas belanja. “Utang seyogianya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan biaya bunganya. Jika tidak, beban bunga bisa menjadi jebakan fiskal yang menghambat pembangunan jangka panjang,” tegasnya.
Pandangan serupa juga disampaikan Bank Dunia. Dalam laporan “Fondasi Digital untuk Pertumbuhan” edisi Desember 2025, lembaga tersebut mencatat bahwa pembayaran bunga masih menyerap porsi besar dari pendapatan pemerintah, meskipun biaya pinjaman secara umum berhasil ditekan. Hingga Oktober 2025, rasio pembayaran bunga terhadap pendapatan mencapai 20,5 persen.
Tekanan fiskal turut tercermin dari pelebaran defisit anggaran. Bank Dunia mencatat, defisit meningkat dari 1,4 persen terhadap PDB pada Oktober 2024 menjadi 2,0 persen terhadap PDB pada Oktober 2025.
Di tengah dinamika tersebut, para ekonom mengingatkan perlunya kombinasi kebijakan fiskal yang hati-hati, disiplin, dan konsisten agar beban bunga tidak berubah menjadi rem bagi agenda pembangunan nasional. (alf)
IKPI, Jakarta: Realisasi pajak daerah Kota Ternate sepanjang 2025 berhasil menembus target. Berdasarkan data Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), capaian penerimaan mencapai 100,76 persen, atau senilai Rp100.530.667.129. Angka itu melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp99,768 miliar.
Wali Kota Ternate, Dr. H. M. Tauhid Soleman, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat dan pelaku usaha yang telah disiplin menunaikan kewajiban perpajakan. Menurutnya, kepatuhan wajib pajak menjadi fondasi penting bagi kekuatan fiskal daerah.
“Terima kasih kepada seluruh wajib pajak yang telah berkontribusi. Capaian ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat semakin baik,” ujar Tauhid baru baru ini.
Ia menjelaskan, berbagai jenis pungutan daerah mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), reklame, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), hingga pajak jasa perhotelan, makanan dan minuman, parkir, hiburan, serta penerangan jalan secara umum mencatat kinerja positif dan mendukung tercapainya target.
Tauhid menegaskan, sebagai kota yang tidak memiliki sektor pertambangan, Ternate mengandalkan aktivitas perdagangan dan jasa. Karena itu, penerimaan dari pajak daerah memiliki peran strategis untuk membiayai pembangunan.
“Dana yang dihimpun kembali ke masyarakat dalam bentuk perbaikan infrastruktur, peningkatan layanan publik, pendidikan, kesehatan, dan program sosial,” tuturnya.
Wali kota dua periode itu berharap kemitraan antara pemerintah dan para wajib pajak dapat terus terjaga. Dengan penerimaan yang semakin kuat, program pembangunan diharapkan berjalan lebih optimal dan merata.
Di tengah capaian positif tersebut, Tauhid juga mengingatkan adanya tantangan pada 2026, ketika pemerintah daerah harus menghadapi potensi pengurangan dana transfer dari pusat. Kondisi ini mendorong Pemkot Ternate untuk semakin serius mengoptimalkan pajak daerah dan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
“Kita akan bekerja lebih kreatif agar penerimaan daerah tetap terjaga, terutama dari sektor perdagangan dan jasa,” pungkasnya. (alf)
IKPI, Jakarta: Menjelang Perayaan Natal Nasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) 2025, organisasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, melalui Panitia Natal Nasional IKPI 2025 menyalurkan santunan ke Panti Jompo Karya Kasih di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Sabtu (27/12/2025).
Bantuan senilai Rp10 juta diberikan sebagai dukungan bagi kebutuhan operasional dan perawatan para lansia yang tinggal di panti tersebut.
(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)
Karena lokasi kegiatan berada di Jakarta Pusat, sejumlah pengurus dan anggota dari cabang setempat turut hadir dan membantu pelaksanaan. Mereka antara lain Suryani (Ketua Cabang Jakarta Pusat), Osti (Bendahara Panitia Natal 2025), Dian (anggota Jakarta Pusat), Edwin (Humas Jakarta Pusat), Santoso (Sekretaris Jakarta Pusat), Tara (Keanggotaan Jakarta Pusat), Karina (anggota Jakarta Pusat), serta Yohanes (pengurus pusat).
Penyerahan dilakukan secara sederhana, diikuti perbincangan mengenai kebutuhan-kebutuhan prioritas yang selama ini dihadapi pengelola panti.
Suryani menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian menyambut perayaan Natal nasional.
(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)
“Kami ingin memulai Natal dengan kepedulian yang nyata. Kehadiran kami di sini untuk memastikan para lansia merasa diperhatikan dan tidak sendirian,” ujar Suryani.
Ia menambahkan bahwa dukungan sosial seperti ini diharapkan bisa berjalan berkesinambungan.
“Bukan semata bantuan dana, tetapi bagaimana kebersamaan memberi kekuatan bagi mereka yang membutuhkannya,” katanya.
(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)
Pengelola Panti Jompo Karya Kasih menyampaikan apresiasi atas perhatian yang diberikan. Santunan akan digunakan untuk menunjang kebutuhan sehari-hari serta perawatan penghuni panti.
Melalui kegiatan ini, IKPI menegaskan bahwa semangat Natal dimulai dari tindakan kecil yang membawa manfaat langsung bagi sesama. (bl)
IKPI, Bogor: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap kaum lanjut usia menjelang perayaan Natal Nasional IKPI 2025. Melalui Panitia Natal Nasional 2025, IKPI menyalurkan santunan kepada Yayasan Bina Bhakti Bogor – Panti Wreda Stella Maris yang berlokasi di Kampung Pondok Min, Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Sabtu (27/12/2025).
Santunan senilai Rp10 juta diserahkan langsung oleh jajaran Panitia Natal IKPI yang dipimpin Ketua Panitia, Dhaniel Hutagalung. Turut hadir Sekretaris Panitia Yulia, Seksi Acara Daniel Mulia, serta tim Humas Ratri Widiyanti dan Heny.
(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)
Kegiatan tersebut berlangsung hangat dan penuh keakraban. Para lansia menyambut kedatangan rombongan IKPI dengan sukacita, sembari berbagi cerita tentang keseharian mereka di panti.
Humas Panitia Natal Nasional IKPI 2025, Ratri Widiyanti, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud nyata semangat berbagi dan kehadiran IKPI di tengah masyarakat.
“Kami ingin menyampaikan pesan sederhana: teruslah bahagia, karena mereka tidak sendiri. Kehadiran kami adalah bentuk kasih dan dukungan agar para oma dan opa tetap merasa diperhatikan,” ujar Ratri.
(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)
Menurut Ratri, bantuan yang diberikan diharapkan mampu membantu operasional panti serta kebutuhan harian para penghuni. Namun, lebih dari sekadar materi, IKPI ingin membawa kebahagiaan dan semangat Natal yang menenangkan.
Ketua Panitia, Dhaniel Hutagalung, menambahkan bahwa program berbagi ini akan terus menjadi bagian dari tradisi IKPI setiap momentum keagamaan. “Nilai kebersamaan dan kepedulian sosial harus terus dirawat. Kami ingin hadir bukan hanya dalam urusan profesi, tetapi juga dalam pelayanan kemanusiaan,” ungkapnya.
(Foto: DOK. Panitia Natal Nasional IKPI 2025)
Pengurus Yayasan Bina Bhakti Bogor menyampaikan apresiasi atas perhatian IKPI. Mereka berharap sinergi seperti ini dapat terus berlanjut dan menginspirasi lebih banyak pihak untuk peduli terhadap lansia.
Dengan semangat Natal, IKPI berharap kegiatan ini menjadi pengingat bahwa perhatian kecil dapat memberi arti besar terutama bagi mereka yang menghabiskan masa senja jauh dari keluarga. (bl)
IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, mengimbau seluruh pengurus dan anggota IKPI di tingkat pusat, pengurus daerah (pengda), hingga pengurus cabang (pengcab) agar aktif menggencarkan sosialisasi aktivasi Coretax kepada pelaku UMKM dan masyarakat.
Menurutnya, masih banyak wajib pajak yang belum mengenal sistem baru tersebut, padahal Coretax akan menjadi pintu utama seluruh administrasi perpajakan.
“Di banyak daerah, kami melihat masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu Coretax, apalagi cara mengaktifkannya. Di sinilah peran kita sebagai konsultan pajak untuk membantu dan mendampingi,” ujar Nuryadin, di sela kunjungan non-formalnya ke wilayah Mataram dan Sumbawa, NTB, Sabtu (27/12/2025).
Ia menekankan, sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak (DJP), IKPI memiliki peran penting memastikan transisi menuju layanan perpajakan digital berjalan lebih lancar dan inklusif terutama bagi UMKM yang sering kali menghadapi keterbatasan literasi digital.
Data DJP
DJP sebelumnya mengungkapkan bahwa baru sekitar 7,7 juta wajib pajak yang telah mengaktivasi akun Coretax, atau sekitar 51,66 persen dari total yang seharusnya beralih.
Sementara itu, wajib pajak yang sudah membuat kode otorisasi dan sertifikat elektronik baru sekitar 4,8 juta atau 32,38 persen.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menjelaskan bahwa aktivasi Coretax penting karena nantinya menjadi sarana pelaporan SPT Tahunan 2025 yang harus disampaikan paling lambat 31 Maret 2026.
“Kami mendorong wajib pajak segera aktivasi akun. Sistem ini dirancang untuk memudahkan sekaligus meningkatkan keamanan data,” kata Bimo baru baru ini.
IKPI Siap Dukung Edukasi Berkelanjutan
Merespons kondisi tersebut, Nuryadin menegaskan IKPI akan memperkuat program edukasi dan sosialisasi secara berkelanjutan — tidak hanya pada masa pelaporan SPT, tetapi sepanjang tahun.
“Sebagai mitra strategis DJP, IKPI berkomitmen memberikan sosialisasi dan edukasi perpajakan secara konsisten. Program akan dijalankan terstruktur, dari pengurus pusat hingga pengda dan pengcab di seluruh Indonesia,” tegasnya.
Ia berharap, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap Coretax dapat menekan kesalahan administrasi, mempercepat proses pelaporan, serta meningkatkan kepatuhan pajak tanpa menambah beban pelaku usaha.
“Kalau masyarakat paham, UMKM terbantu, negara juga diuntungkan,” tutup Nuryadin. (bl)
IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat untuk segera melakukan aktivasi akun pada sistem Coretax. Pasalnya, seluruh administrasi perpajakan termasuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2025 nantinya wajib dilakukan melalui platform baru tersebut. Batas waktu penyampaian SPT tetap jatuh pada 31 Maret 2026.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengungkapkan bahwa hingga saat ini jumlah wajib pajak yang telah mengaktifkan akun Coretax baru mencapai sekitar 7,7 juta, atau setara 51,66 persen dari total wajib pajak yang seharusnya menggunakan sistem tersebut. Artinya, masih ada kurang lebih tujuh juta wajib pajak yang belum beralih.
“Wajib pajak yang sudah aktivasi akun sejumlah 7,7 juta dengan persentase 51,66%,” ujar Bimo baru baru ini.
Lebih lanjut, Bimo mencatat bahwa baru sekitar 4,8 juta wajib pajak atau 32,38 persen yang telah membuat kode otorisasi sekaligus sertifikat elektronik sebagai sarana tanda tangan digital dalam sistem Coretax.
Bimo menjelaskan, uji coba perdana Coretax yang dilakukan pada November 2025 melibatkan sekitar 25 ribu pegawai DJP. Meski sempat terjadi keterlambatan proses pada tahap awal, keseluruhan simulasi berjalan terkendali. Uji coba lanjutan juga menunjukkan peningkatan performa sistem, sehingga DJP optimistis Coretax mampu menopang pelaporan SPT pada periode berikutnya.
Menurut DJP, transisi ini menjadi langkah penting untuk menghadirkan layanan perpajakan yang lebih modern, terintegrasi, dan efisien. Sistem baru diharapkan dapat mengurangi kendala administratif yang selama ini kerap dihadapi wajib pajak.
Cara Aktivasi Akun Coretax
Berdasarkan panduan DJP, wajib pajak yang sudah memiliki akun DJP Online dan NPWP 16 digit dapat mengikuti langkah berikut untuk aktivasi akun Coretax:
1. Akses laman Coretax DJP dan pilih menu “Aktivasi Akun Wajib Pajak”.
2. Centang pernyataan bahwa wajib pajak telah terdaftar.
3. Masukkan NPWP lalu klik “Cari”.
4. Isikan alamat email dan nomor ponsel yang terdaftar di DJP Online. Jika ada perubahan, wajib pajak perlu menghubungi Kring Pajak atau mendatangi kantor pajak terdekat.
5. Lakukan verifikasi identitas.
6. Setujui pernyataan yang ditampilkan.
7. Simpan data dan cek email untuk mendapatkan kata sandi sementara.
8. Login pertama kali menggunakan kata sandi tersebut dan ikuti panduan selanjutnya hingga proses selesai.
Cara Mengajukan Kode Otorisasi / Tanda Tangan Digital
Untuk menandatangani dokumen pada Coretax, termasuk SPT Tahunan, wajib pajak perlu memiliki kode otorisasi (sertifikat digital). Prosedurnya sebagai berikut:
1. Masuk ke akun Coretax, pilih Portal Saya → Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik.
2. Pilih jenis sertifikat digital “Kode Otorisasi DJP”.
3. Buat passphrase sebagai kode otorisasi.
4. Setujui pernyataan, kemudian simpan.
5. Cek status pada menu Portal Saya → Profil Saya → Nomor Identifikasi Eksternal → Digital Certificate.
6. Jika status masih invalid, klik Periksa Status, lalu ulangi hingga berhasil.
7. Ketika status berubah menjadi valid, kode otorisasi siap digunakan untuk pelaporan SPT dan dokumen lain.
Dengan dukungan fitur yang semakin lengkap, DJP berharap proses peralihan ke Coretax berjalan mulus. Masyarakat diimbau tidak menunda aktivasi agar pelaporan SPT 2025 tahun depan dapat dilakukan lebih mudah dan tanpa hambatan. (alf)