Wajib Pajak Kini Bisa Ajukan Pembebasan Pemotongan PPh Lewat SKB

IKPI, Jakarta: Wajib pajak kini memiliki peluang untuk mengurangi beban administrasi pajak melalui mekanisme Surat Keterangan Bebas (SKB). Melalui fasilitas ini, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan maupun pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) oleh pihak lain kepada Direktorat Jenderal Pajak.

SKB diberikan untuk sejumlah jenis pajak, mulai dari PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan Pasal 22 Impor, hingga PPh Pasal 23. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 8/PJ/2025 yang menjadi acuan terbaru dalam pengajuan pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan PPh.

Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71 regulasi tersebut, terdapat beberapa kategori wajib pajak yang berhak mengajukan SKB. Pertama, wajib pajak yang dapat membuktikan tidak akan terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal. Kondisi ini mencakup wajib pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi, belum memasuki tahap produksi komersial, atau mengalami peristiwa di luar kemampuan atau force majeure.

Kategori kedua adalah wajib pajak yang tidak akan terutang PPh karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal. Dalam hal ini, kerugian yang dimaksud harus tercantum dalam SPT Tahunan PPh atau dokumen resmi lain seperti surat ketetapan pajak, keputusan keberatan, putusan banding, hingga putusan peninjauan kembali yang masih memiliki kekuatan hukum.

Sementara itu, kategori ketiga mencakup wajib pajak yang dapat membuktikan bahwa PPh yang telah dibayarkan lebih besar dibandingkan PPh yang akan terutang. Selain itu, wajib pajak yang penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final juga termasuk dalam kelompok yang dapat mengajukan SKB.

Proses pengajuan SKB kini sepenuhnya dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem Coretax DJP. Wajib pajak cukup masuk ke akun Coretax, memilih menu layanan administrasi, lalu mengajukan permohonan SKB sesuai dengan jenis PPh yang dimohonkan pembebasannya.

Dalam proses tersebut, wajib pajak diminta mengisi formulir permohonan, menentukan jenis pemotongan atau pemungutan PPh, alasan permohonan, serta tahun pajak yang diajukan. Sistem akan mengisi sebagian data secara otomatis, sementara wajib pajak melengkapi informasi yang diperlukan dan mengunggah dokumen pendukung, termasuk perhitungan PPh yang diperkirakan terutang.

Setelah seluruh data dilengkapi, wajib pajak wajib menyetujui pernyataan, melakukan tanda tangan elektronik dengan passphrase atau kode otorisasi DJP, lalu mengirimkan permohonan. Status permohonan SKB dapat dipantau melalui menu notifikasi atau fitur “Dokumen Saya” di Coretax.

SKB yang diterbitkan berlaku sejak tanggal penerbitan hingga akhir tahun pajak yang bersangkutan. DJP akan memberikan keputusan berupa penerbitan SKB atau surat penolakan paling lama lima hari kerja setelah bukti penerimaan diterbitkan. Apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan, wajib pajak akan menerima surat penolakan sebagai dasar perbaikan atau penyesuaian di masa mendatang. (alf)

Menkeu Buka Peluang Insentif Pembiayaan untuk Dongkrak Daya Saing Industri Furnitur

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan permintaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin Indonesia) terkait insentif pembiayaan bagi industri furnitur diarahkan untuk memperkuat daya saing pelaku usaha nasional di pasar global. Tekanan kompetisi, terutama dari negara-negara dengan biaya modal lebih murah seperti Vietnam, dinilai menjadi tantangan utama sektor ini.

Usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Purbaya menjelaskan bahwa perbedaan tingkat bunga pembiayaan menjadi salah satu faktor yang menggerus daya saing industri furnitur dalam negeri. Negara pesaing dinilai mampu menawarkan biaya pendanaan yang lebih rendah bagi pelaku usahanya.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah tengah menelaah kemungkinan skema pembiayaan yang dapat menekan beban biaya modal industri furnitur. Salah satu instrumen yang dipertimbangkan adalah optimalisasi peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI).

Namun demikian, Purbaya mengakui penyaluran pembiayaan LPEI ke sektor furnitur masih terbatas. Saat ini, nilai pembiayaan yang terserap disebut baru sekitar Rp200 miliar, jauh di bawah estimasi kebutuhan industri yang dapat mencapai Rp16 triliun.

“Bukan hanya soal bunga, tetapi juga kapasitas penyaluran dan efektivitas dukungan. Ini yang akan kami evaluasi,” ujar Purbaya, Jumat (19/12/2025). Ia menegaskan evaluasi menyeluruh diperlukan mengingat LPEI sebelumnya menghadapi sejumlah persoalan internal yang perlu dibenahi agar kebijakan yang diambil tepat sasaran.

Pemerintah, lanjut Purbaya, pada prinsipnya terbuka memberikan insentif maupun dukungan pembiayaan sepanjang kebijakan tersebut mampu meningkatkan daya saing industri nasional dan berdampak nyata pada kinerja ekspor, khususnya sektor furnitur yang memiliki potensi besar.

Sebelumnya, pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia mengajukan usulan insentif hingga deregulasi kepada pemerintah. Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menyebut diskusi dengan Kementerian Keuangan mencakup berbagai opsi, mulai dari pendanaan, deregulasi, hingga penguatan strategi industrialisasi.

Menurut Anindya, peluang pasar furnitur global diperkirakan mencapai sekitar 300 miliar dolar AS. Namun, kontribusi Indonesia saat ini baru sekitar 2,5 miliar dolar AS, menunjukkan ruang pertumbuhan yang masih sangat besar.

Selain dukungan pembiayaan, pengusaha juga mendorong diversifikasi pasar ekspor. Pasalnya, sekitar 60 persen ekspor furnitur Indonesia masih bergantung pada pasar Amerika Serikat. Diversifikasi dinilai penting untuk memperkuat ketahanan industri di tengah dinamika perdagangan global yang kian kompetitif. (alf)

Pemerintah Siapkan Bea Keluar Batu Bara Mulai 2026, Skema Disesuaikan Harga Pasar

IKPI, Jakarta: Pemerintah berencana mengenakan bea keluar terhadap ekspor batu bara mulai 1 Januari 2026 sebagai bagian dari penguatan pengelolaan sumber daya alam dan optimalisasi penerimaan negara. Kebijakan ini digodok Kementerian Keuangan dan mendapat dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan pendekatan yang dinilai adil bagi negara maupun pelaku usaha.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, rencana tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatkan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurutnya, seluruh kementerian mengikuti arahan Presiden agar setiap potensi penerimaan negara dioptimalkan tanpa mengabaikan prinsip keadilan.

“Pasal 33 selalu menjadi rujukan. Kita harus mampu memanfaatkan seluruh potensi, termasuk peningkatan pendapatan negara. Di dalamnya ada bea keluar,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Meski demikian, Bahlil menekankan bea keluar tidak akan diberlakukan secara menyeluruh. Pemerintah akan mempertimbangkan kondisi harga global dan kemampuan perusahaan sebelum pungutan diterapkan. Artinya, bea keluar baru dikenakan ketika harga pasar mencapai ambang tertentu yang tengah diformulasikan.

“Kalau harga rendah dan profit perusahaan kecil, pengenaan bea keluar justru tidak membantu. Negara harus fair. Tetapi jika harga ekspor tinggi dan nilai jual besar, wajar negara meminta kontribusi melalui bea keluar,” jelasnya.

Dari sisi fiskal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya memaparkan filosofi kebijakan ini di hadapan Komisi XI DPR RI. Ia menilai, selama ini terdapat ketimpangan perlakuan ketika harga batu bara berfluktuasi. Saat harga turun, eksportir ramai mengajukan restitusi pajak; sebaliknya, ketika harga naik, tidak ada bea keluar yang dipungut sehingga menyerupai subsidi tidak langsung.

“Ini jadi aneh. Saat untung besar, seolah-olah disubsidi. Itu filosofi utama di balik rencana bea keluar batu bara,” kata Purbaya dalam rapat kerja pada Senin (8/12/2025).

Purbaya mengungkapkan, pada periode harga rendah, nilai restitusi yang diajukan eksportir batu bara dapat mencapai Rp25 triliun per tahun. Tren tersebut menekan penerimaan negara dan berkontribusi pada penurunan kinerja pajak.

“Akibatnya, bukan masyarakat yang lebih sejahtera, melainkan pengusaha batu bara yang menikmati keuntungan lebih besar. Tahun ini penerimaan pajak turun karena beban restitusi cukup besar,” ujarnya.

Untuk menyeimbangkan kondisi tersebut, pemerintah kini menargetkan penerimaan dari bea keluar batu bara sekitar Rp20 triliun per tahun. Rancangan tarif masih disusun agar responsif terhadap dinamika harga global sekaligus menjaga iklim usaha tetap kondusif. (alf)

DJP Perketat Kepatuhan Pajak Koperasi Desa lewat Integrasi NPWP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperkuat pengawasan kepatuhan pajak sektor koperasi melalui integrasi data sistem pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan bagi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP). Langkah ini menjadi bagian dari strategi memperluas basis pajak sekaligus memastikan tata kelola koperasi berjalan lebih tertib dan akuntabel.

Penguatan tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dan Deputi Bidang Kelembagaan dan Digital Koperasi Kementerian Koperasi Henra Saragih, Kamis (18/12/2025). Kolaborasi ini melibatkan Direktorat Jenderal Pajak dengan Kementerian Koperasi.

Bimo menegaskan, kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut mandat Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 KDKMP di seluruh Indonesia sebagai kebijakan strategis nasional untuk memperkuat ekonomi desa.

“Melalui PKS ini, kami bersepakat mempercepat implementasi integrasi sistem pendaftaran NPWP badan bagi koperasi desa merah putih,” ujar Bimo dalam keterangannya, Sabtu (20/12/2025).

Dalam skema kerja sama tersebut, kedua instansi menyepakati mekanisme pertukaran data yang bersifat saling menguntungkan. Otoritas pajak memperoleh akses terhadap data profil koperasi, laporan keuangan, serta data potensi usaha KDKMP. Informasi ini akan menjadi basis analisis yang lebih presisi untuk menilai pemenuhan kewajiban perpajakan.

Sebaliknya, Kementerian Koperasi akan menerima data NPWP, laporan pemenuhan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), serta laporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dari koperasi terkait. Data tersebut dimanfaatkan untuk memperkuat pengawasan kinerja dan tata kelola koperasi di lapangan.

“Ini menjadi fondasi data yang sangat kuat untuk analisis yang prudent baik dalam mengamankan penerimaan negara maupun meningkatkan kepatuhan sektor perkoperasian,” tegas Bimo.

Urgensi integrasi kian terasa seiring besarnya potensi wajib pajak baru dari KDKMP. Berdasarkan data DJP per 16 Desember 2025, dari 83.016 KDKMP yang tercatat di basis data Kementerian Koperasi, sebanyak 81.436 entitas telah memiliki NPWP.

Secara rinci, sekitar 56.000 koperasi atau 69,55 persen mendaftarkan NPWP secara sukarela. Sementara itu, sekitar 24.000 koperasi lainnya setara 30,45 persen terdaftar melalui kegiatan ekstensifikasi atau jemput bola yang dilakukan petugas pajak lewat pengumpulan data lapangan. (alf)

PKB Jakarta Timur Tembus 99,28 Persen, Layanan Jemput Bola Efektif Kejar Target Akhir Tahun

IKPI, Jakarta: Realisasi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Jakarta Timur hingga menjelang penutupan tahun anggaran 2025 hampir menyentuh target maksimal. Berdasarkan catatan Unit Pelayanan PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (UP PKB dan BBNKB) Jakarta Timur, capaian PKB telah mencapai 99,28 persen per 19 Desember 2025.

Kepala UP PKB dan BBNKB Jakarta Timur, Alberto Ali, menyebut capaian tersebut tidak lepas dari strategi layanan jemput bola pembayaran pajak yang digencarkan hingga tingkat kecamatan. Menurutnya, pendekatan ini efektif menjangkau wajib pajak, khususnya mereka yang menunggak lebih dari satu tahun.

“Kami mendekatkan layanan ke masyarakat agar potensi tunggakan bisa segera tertagih. Ini efektif untuk mendorong capaian PKB dan BBNKB tahun 2025,” ujar Alberto.

Antusiasme warga terlihat sejak hari pertama pelaksanaan. Meski diguyur hujan, masyarakat tetap memanfaatkan layanan tersebut. Tercatat 244 kendaraan melakukan pembayaran pajak pada Kamis (18/12) dengan total penerimaan lebih dari Rp170 juta.

Selain itu, pembayaran Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tunggakan di atas satu tahun turut menyumbang pajak pokok sebesar Rp28 juta, memperkuat realisasi penerimaan daerah.

Alberto optimistis capaian tersebut masih dapat ditingkatkan hingga akhir Desember. Layanan jemput bola diharapkan mampu menjaring lebih banyak wajib pajak untuk melunasi kewajibannya sebelum tutup tahun anggaran.

Sebagai upaya lanjutan, layanan Samsat keliling dijadwalkan berlangsung di halaman Kantor Kecamatan Pasar Rebo pada 22–24 Desember 2025, guna menjangkau lebih banyak masyarakat.

Berdasarkan data UP PKB Jakarta Timur, target PKB 2025 sebesar Rp1,938 triliun telah terealisasi Rp1,924 triliun. Sementara itu, target Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar Rp902 miliar telah terealisasi Rp862 miliar atau 95,57 persen.

Salah seorang warga Cilangkap, Wahyudi (41), mengaku sangat terbantu dengan layanan pembayaran pajak jemput bola. Ia melunasi PKB sepeda motornya yang menunggak selama lima tahun dengan total pembayaran Rp1,1 juta, termasuk SKP sekitar Rp780 ribu.

“Layanan seperti ini sangat membantu karena tidak perlu mengantre panjang, efektif dan efisien,” kata Wahyudi. (alf)

Menjaring Kejernihan dalam Kerancuhan

Sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun 2025, waktu yang kita tinggalkan ini, pasti bermakna dan penuh kenangaan. waktu itu sendiri bukanlah panggung yang terputus-putus, melainkan sebuah  panggung yang berproses  dan  terus mengalir.

Bung Karno memiliki catatan sendiri soal ini, “berubahnya tahun bukan hanya sekedar penggantian kalender, tapi kesempatan kita untuk merefeleksikan diri, memperbaiki diri juga membangun masa depan yang lebh baik”

Sebentar lagi akan masuk ke 2026, maka banyak sifat buruk yang akan kita tinggalkan dan merubahnya menjadi sifat baik dalam diri kita masing-masing. Catatan lain soal situasi nasional ditahun 2025 ada banyak, namun berapa hal yang menarik untuk dikaji adalah: 

Dalam bidang perpajakan ditahun  2025, kita diberikan sistem Coretax dan mendapat menteri keuangan baru  lalu ada banyak peraturan-peraturan perpajakan yang semuanya bertujuan memberikan kebaikan buat negara dan rakyat kebanyakan.

Dalam bidang perekonomian ditahun 2025, ada banyak kejutan-kejutan yang menarik, misalnya digelontorkan 200 triliun rupiah untuk memperkuat sektor ekonomi riil. Sistem ini meningkatnya likuditas perbankan, sehingga bank-bank dapat lebih mudah memberikan kredit  kepada sektor-sektor produkktif. Saat ini ekonomi mulai mengalami perbaikan. Hal ini dapat dilihat dengan naiknya IHSG pada 16 Desember 2025, IHSG mencapai 8.686 poin.

Dibidang politik sempat ada demo besar dan kerusuhan, namun akhirnya dapat berujung damai dan selesai. Hal ini bagai riak dalam gelombang laut yang besar.

Sekarang kita semua  sedih karena dipenghujung tahun 2025 ini Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Aceh mengalami bencana alam banjir bandang yang sampai saat ini masih berprores penanganannya. Semoga segera pulih seperti sediakala. Amin.

Namun kita perlu sikap yang masuk akal dalam melihat zaman kedepan, sesuai dengan teori eksistensialisme dari Jean Paul Sartre, bahwa kebebasan dan tanggung jawab untuk mencapai potensi yang mumpuni.  Akhir kata dari  artikel ini salam dan doa buat kita semua, semoga tahun  depan menjadi lebih baik dari tahun 2025. Terus bersikap jernih walau ada kerancuhan…Amin.

Penulis adalah Anggota Departemen Penelitian dan Pengkajian Fiskal, IKPI

Dr. Irwan Wisanggeni

Email: irwanwisanggeni@yahoo.co.id

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Di Webinar IKPI, Dasnin J. Lahay Tegaskan Konsultan Pajak Harus Adaptif, Siap Belajar, dan Bangun Personal Branding

IKPI, Jakarta: Anggota Departemen SPPBA Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Dasnin J. Lahay, menegaskan bahwa profesi konsultan pajak masih memiliki masa depan yang kuat di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Namun, keberlanjutan profesi tersebut sangat bergantung pada kemampuan konsultan untuk beradaptasi, belajar, dan membangun kompetensi secara berkelanjutan.

Dalam pemaparannya pada Webinar yang dihadiri sekitar 250 anggota IKPI, Jumat (19/12/2025) pagi, Dasnin membagikan perjalanan kariernya yang dimulai dari firma konsultan pajak internasional hingga menempati posisi strategis sebagai tax partner. Ia mengakui, meskipun dirinya tergolong masih “junior” ketika bergabung dengan asosiasi profesi, pengalaman lintas firma dan lintas negara justru membentuk pola pikir yang lebih terbuka terhadap perubahan.

Menurut Dasnin, tantangan terbesar konsultan pajak saat ini bukan semata pada kompleksitas sistem perpajakan digital, melainkan pada kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan tersebut. Ia menilai, sistem baru sering kali masih mengalami kendala teknis, namun kondisi itu justru menuntut konsultan untuk lebih lincah dan solutif.

“Semakin sulit teknologinya, sebenarnya semakin baik bagi konsultan pajak. Selama kita siap belajar dan beradaptasi, teknologi justru menjadi peluang,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa makna sukses bagi konsultan pajak, khususnya bagi mereka yang baru memulai karier di kantor konsultan, tidak selalu identik dengan aspek finansial. Menurutnya, kesuksesan awal dapat diukur dari tingkat kepercayaan yang diberikan oleh partner, manajer, maupun klien terhadap kualitas kerja seorang konsultan.

Dasnin menambahkan, kesiapan untuk terus belajar merupakan fondasi utama dalam profesi ini. Ia mencontohkan bagaimana para konsultan senior di lingkungan IKPI, meskipun telah memiliki jam terbang tinggi dan kesibukan yang padat, tetap meluangkan waktu untuk mengikuti pelatihan dan memperbarui pengetahuan.

Dalam konteks pengembangan kantor konsultan pajak, Dasnin menilai investasi terbesar harus diarahkan pada sumber daya manusia. Ia mengibaratkan consulting firm sebagai perusahaan berbasis jasa yang “mesinnya” adalah manusia, sehingga kualitas pegawai menjadi penentu utama keberhasilan jangka panjang.

“Langkah awal yang penting adalah merekrut pegawai terbaik, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, maupun sikap profesional. Idealnya mereka juga sudah memiliki lisensi,” jelasnya.

Ia menyoroti bahwa kepemilikan lisensi Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) kini menjadi kebutuhan mutlak dan sekaligus daya tawar bagi konsultan pajak. Klien, menurut Dasnin, tidak lagi hanya melihat pengalaman kerja, tetapi juga legalitas dan sertifikasi profesional sebagai jaminan kualitas layanan.

Terkait strategi memperoleh klien, Dasnin menekankan pentingnya personal branding dan jejaring profesional. Karena konsultan pajak terikat kode etik dan tidak dapat beriklan secara bebas, maka reputasi pribadi, rekam jejak pendidikan, lisensi, serta keaktifan dalam kegiatan asosiasi menjadi sarana branding yang paling efektif.

Ia juga mendorong konsultan pajak untuk aktif mengikuti kegiatan dan seminar yang diselenggarakan IKPI sebagai wadah networking dan kolaborasi. Menurutnya, di era kolaborasi saat ini, pertumbuhan klien akan lebih cepat tercapai melalui kerja sama dan saling melengkapi antaranggota.

Dasnin mengingatkan bahwa membangun kantor konsultan pajak bukan proses instan. Hasil kerja keras biasanya baru terlihat setelah lima tahun berjalan. “Yang terpenting, nama kita dikenal dan dipercaya. Penolakan hari ini bisa menjadi peluang dua tahun ke depan,” pungkasnya.

Hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini:

1. Ebenezer Simamora – Ketua IKPI Cabang Medan

2. Dasnin J. Lahay – Anggota Departemen SPPBA IKPI

3. Moderator Laras Setyawita – Anggota IKPI

(bl)

APBN 2026 Siapkan Rp60 Triliun untuk Pulihkan Bencana di Sumatra

IKPI, Jakarta: Pemerintah menyiapkan langkah cepat untuk mempercepat pemulihan dampak banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatra. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan anggaran sebesar Rp60 triliun telah dialokasikan dalam APBN 2026 untuk mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Keputusan penganggaran tersebut diambil dalam Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Senin (15/12/2025). Purbaya menyebut, arahan presiden menjadi dasar kesiapan pemerintah dalam merespons kebutuhan pendanaan pemulihan bencana secara cepat dan terukur.

“Kemarin sore hingga jelang malam, saya juga mengikuti arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara,” tulis Purbaya melalui akun Instagram resminya, @menkeuri, yang diunggah Rabu (17/12/2025).

Menurut Purbaya, dana Rp60 triliun tersebut berasal dari hasil efisiensi belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang telah dilakukan sejak awal penyusunan APBN 2026. Anggaran hasil penghematan itu kemudian dialihkan untuk membiayai pemulihan di wilayah terdampak bencana.

“Kami siap mengalihkan anggaran hasil efisiensi belanja kementerian/lembaga sebesar Rp60 triliun untuk pemulihan dampak bencana Aceh-Sumatera,” ujarnya. Ia menegaskan, dana tersebut sudah tersedia sehingga dapat segera digunakan ketika dibutuhkan. “Uangnya tersedia, jadi begitu dibutuhkan yang disebutkan oleh Pak Presiden, kami sudah siap,” tambahnya.

Sebelumnya, Purbaya menyebut estimasi kebutuhan pemulihan bencana di tiga provinsi tersebut mencapai sekitar Rp51 triliun. Meski demikian, pemerintah memutuskan menyiapkan anggaran lebih besar guna memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan optimal tanpa hambatan pendanaan.

“Sudah kita sisir semuanya. Bahkan sebelum bencana terjadi, kita sudah mengumpulkan sekitar Rp60 triliun dari hasil efisiensi. Jadi ketika dibutuhkan, anggaran itu bisa langsung dieksekusi,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025). (alf)

Menkeu Tanggapi Prediksi Bank Dunia soal Defisit APBN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi santai proyeksi Bank Dunia yang memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia akan melebar dalam beberapa tahun ke depan. Menurutnya, proyeksi makroekonomi bersifat dinamis dan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan yang tengah dan akan dijalankan pemerintah.

Dalam laporan terbarunya berjudul Indonesia Economic Prospects, Bank Dunia memprediksi defisit APBN 2025 mencapai 2,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lalu meningkat menjadi 2,9 persen pada 2027 mendekati ambang batas 3 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.

Menanggapi hal itu, Purbaya menyebut prediksi merupakan hal wajar. Namun, ia mengingatkan agar publik tidak menelan mentah-mentah proyeksi tersebut. “Prediksi boleh, tidak prediksi juga tidak apa-apa. Selama ini juga sering meleset. Jangan terlalu percaya World Bank,” ujarnya saat Konferensi Pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

Purbaya menegaskan, arah dan kesehatan APBN berada sepenuhnya di tangan pemerintah, bukan ditentukan pasar atau lembaga internasional. Kunci pengendalian defisit, menurutnya, terletak pada kecermatan mengelola belanja negara serta kemampuan mengerek pendapatan.

“Defisit bisa melebar, bisa juga tidak. Itu sangat bergantung pada bagaimana kita mengendalikan belanja dan meningkatkan penerimaan,” jelasnya. Penerimaan negara, lanjut Purbaya, bersumber dari berbagai pos, mulai dari pajak, bea dan cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Ia juga menilai proyeksi Bank Dunia dibuat dengan asumsi ceteris paribus seolah-olah tidak ada perubahan kebijakan. Padahal, pemerintah tengah melakukan berbagai penyesuaian dan reformasi. “Prediksi makro biasanya berbasis perilaku masa lalu. Sementara kita sedang berubah,” kata Purbaya.

Selain penguatan pendapatan, pemerintah juga memastikan disiplin belanja tetap dijaga agar defisit berada pada level yang berkesinambungan. “Saya yakin defisit akan kita kendalikan sesuai kebutuhan dan tetap aman ke depan,” tambahnya.

Sebagai gambaran, hingga 30 November 2025, realisasi APBN mencatat defisit Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen terhadap PDB. Angka tersebut masih berada di bawah batas defisit yang ditetapkan dalam UU APBN 2025 sebesar 2,78 persen atau setara Rp662 triliun. (alf)

27 KPP DJP Tembus Target, Dirjen: Kinerja Pajak Lebih Baik dari Tahun Lalu

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sinyal positif di tengah tekanan penerimaan negara menjelang akhir 2025. Sejumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dilaporkan telah menuntaskan target setoran pajak tahunan lebih cepat, bahkan sebelum tutup tahun.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, hingga November 2025 terdapat 27 KPP yang telah mencapai realisasi penerimaan pajak 100 persen. Jumlah ini setara 7,67 persen dari total 352 KPP yang berada di bawah DJP.

“Ada 27 KPP yang sudah mencapai 100 persen dari 352 KPP,” kata Bimo, Jumat (19/12/2025).

Meski belum merinci lokasi KPP-KPP tersebut, Bimo menilai capaian ini patut diapresiasi karena menunjukkan perbaikan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode yang sama di 2024, hanya dua KPP yang mampu menuntaskan target penerimaan pajaknya.

“Tahun lalu baru ada dua KPP pada periode yang sama,” ujarnya.

Namun demikian, tantangan penerimaan pajak secara nasional masih terasa. Hingga akhir November 2025, penerimaan pajak neto tercatat sebesar Rp1.634,43 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.688,64 triliun.

Realisasi tersebut baru setara 78,7 persen dari proyeksi penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun. Proyeksi itu sendiri berada di bawah target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.

Bimo menegaskan, DJP terus mengoptimalkan pengawasan dan pelayanan agar kinerja penerimaan tetap terjaga hingga akhir tahun. Ia berharap tren positif di sejumlah KPP dapat menular ke unit lain, sehingga selisih target penerimaan dapat ditekan dalam sisa waktu yang ada. (bl)

id_ID