Anggota IKPI se-Jabotabek Diminta Meriahkan Lomba Gowes Bareng DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Panitia HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Nuryadin Rahman, mengajak seluruh anggota IKPI, khususnya yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, untuk turut serta memeriahkan Lomba Gowes Spesial HUT IKPI yang akan digelar Sabtu, 16 Agustus 2025.

Kegiatan ini akan menempuh rute dari Kantor Pusat IKPI di Pejaten, menyusuri jalan-jalan utama Jakarta menuju Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jalan Jenderal Sudirman, dan kembali finis di titik awal, Pejaten.

“Pesertanya kita harapkan ramai, targetnya sekitar 150 pesepeda. Ini bukan sekadar lomba, tapi momen untuk mempererat silaturahmi antara IKPI dan DJP,” ujar Nuryadin.

Menariknya, rombongan pesepeda akan disambut secara langsung oleh Direktur P2 Humas DJP, Rosmauli, saat tiba di Kantor DJP. “Nanti Ibu Direktur juga dijadwalkan akan melepas kembali rombongan gowes untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju Pejaten,” kata Nuryadin.

Ia menegaskan, nantinya yang menyambut dan melepas langsung dari kantir DJP adalah Direktur P2 Humas, Nuryadin berharap anggota IKPI bisa turut berpartisipasi aktif. “Ini bukan hanya sekadar kegiatan fisik, tapi juga bagian dari memperkuat sinergi antara IKPI dan otoritas pajak,” ujarnya.

Menurut Nuryadin, acara gowes ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan HUT ke-60 IKPI yang mengusung semangat kolaborasi, kebugaran, dan kebersamaan antar anggota serta instansi mitra. Ia memastikan bahwa panitia menyiapkan jalur yang aman dan nyaman, dengan dukungan pengawalan dan titik istirahat untuk peserta.

“Kami juga memasang umbul-umbul IKPI di setiap rute yang dilintasi peserta. Tujuannya, bukan hanya sebagai penujuk jalan, tetapi juga bagaimana masyarakat bisa mengetahui apa itu IKPI,” ujarnya. (bl)

Ketua IKPI Jatim Terima Piagam Wajib Pajak, Tegaskan Komitmen Kolaborasi dan Kepatuhan

IKPI, Malang: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Jawa Timur, Zeti Arina, menjadi salah satu dari 20 wajib pajak terpilih yang menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayer Charter) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam acara peluncuran resmi yang digelar di Cemara Ballroom, Malang, Kamis (7/8/2025). Penyerahan piagam dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, sebagai simbol penguatan hubungan antara negara dan wajib pajak yang setara, saling menghargai, dan berbasis pelayanan.

Zeti Arina menyampaikan apresiasi atas inisiatif DJP yang dinilai sebagai langkah progresif dalam membangun ekosistem perpajakan yang lebih terbuka dan berkeadilan.

“Piagam ini bukan hanya penghargaan, tapi pengingat akan tanggung jawab kolektif kita dalam menjaga integritas sistem pajak. DJP telah membuka ruang kemitraan yang sehat, dan sebagai konsultan pajak, kami siap menjadi jembatan antara negara dan masyarakat,” ujar Zeti, Jumat (8/8/2025).

Menurutnya, piagam Wajib Pajak adalah dokumen resmi yang memuat delapan hak dan kewajiban wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Isinya mencakup hak atas informasi yang benar, layanan bebas pungli, jaminan perlindungan hukum, hingga kewajiban pelaporan SPT secara jujur dan larangan gratifikasi.

Sementara itu, Bimo Wijayanto menekankan bahwa peluncuran piagam ini merupakan langkah konkret transformasi kelembagaan DJP dalam rangka memperkuat kepercayaan publik dan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela.

“Negara hadir bukan hanya sebagai otoritas, tapi juga sebagai mitra yang menjamin hak-hak wajib pajak dilindungi sepenuhnya. Inilah bentuk pelayanan publik berbasis keadilan,” kata Bimo di acara tetsebut.

Kegiatan ini turut dihadiri jajaran pimpinan Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III, serta berbagai elemen masyarakat perpajakan yang berkomitmen terhadap ketaatan pajak.

Lebih lanjut Zeti berharap Piagam Wajib Pajak ini bisa menjadi titik awal yang memperkuat edukasi dan literasi perpajakan di masyarakat, serta meningkatkan kolaborasi antara DJP dan para konsultan pajak sebagai mitra strategis dalam membangun kepatuhan yang berkelanjutan. (bl)

IKPI Sumbagut dan Cabang Medan Bersama Kanwil DJP Bahas Kolaborasi Donor Darah Serentak

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan IKPI Cabang Medan melakukan audiensi ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara I, Senin (4/8/2025). Kegiatan ini disambut langsung oleh Kepala Kanwil DJP Sumut I, Arridel Mindra, beserta jajaran.

Audiensi dihadiri oleh jajaran pengurus IKPI Sumbagut, antara lain Wakil Ketua Hery, Sekretaris Lai Han Wie, Bendahara Mayawaty, serta anggota Koennady Tjing dan Robby Sumargo. Sementara dari Cabang Medan, hadir Ketua Ebenezer Simamora, Wakil Ketua I Pony, Wakil Ketua II Hang Bun, Sekretaris Silvia Koesman, dan jajaran pengurus lainnya.

Dalam pertemuan itu, Hery menyampaikan bahwa salah satu agenda utama adalah mengajak Kanwil DJP Sumut I turut berpartisipasi dalam kegiatan donor darah serentak yang akan digelar dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-60 IKPI. Kegiatan kemanusiaan tersebut direncanakan berlangsung secara serentak di seluruh cabang IKPI di Indonesia.

Selain itu, IKPI juga membahas peluang kolaborasi dalam kegiatan sosialisasi pengisian SPT di sistem Coretax, serta membuka kemungkinan kerja sama lebih luas dengan asosiasi profesi lainnya dan institusi pendidikan, seperti universitas.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumatera Bagian Utara)

“Kami berharap kegiatan ini tidak hanya memperkuat silaturahmi, tapi juga membangun kolaborasi nyata antara IKPI dan DJP dalam mengedukasi masyarakat dan mendorong kepatuhan perpajakan,” ujar Hery.

Kakanwil DJP Sumut I Arridel Mindra menyambut baik ajakan tersebut dan menyatakan kesiapan pihaknya untuk mendukung agenda-agenda positif yang diinisiasi oleh IKPI.

“Kami berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan dan edukasi yang terbaik kepada stakeholder dan wajib pajak,” ujarnya.

Pertemuan ini menjadi langkah awal memperkuat kemitraan strategis antara konsultan pajak dan otoritas perpajakan, dalam membangun kesadaran pajak dan memperluas dampak sosial kepada masyarakat. (bl)

 

DJP Kalselteng Sita 34 Aset Penunggak Pajak Senilai Rp2,83 Miliar

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengintensifkan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang membandel. Terbaru, Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) menyita 34 aset milik penunggak pajak dengan total nilai taksiran mencapai Rp2,83 miliar.

“Sebanyak 34 aset disita dalam penindakan ini, terdiri dari berbagai jenis barang bergerak maupun tidak bergerak,” ungkap Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, saat konferensi pers di Banjarmasin, Rabu (6/8/2025).

Aset-aset tersebut merupakan milik 24 penanggung pajak yang memiliki total tunggakan mencapai Rp34,4 miliar. Langkah penyitaan ini, lanjut Syamsinar, dilakukan setelah DJP menempuh serangkaian upaya persuasif mulai dari imbauan, surat teguran, hingga surat paksa.

Jenis aset yang disita sangat beragam, mulai dari rekening tabungan dan giro, kendaraan bermotor, hingga tanah dan/atau bangunan yang tersebar di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Secara geografis, penyitaan paling banyak dilakukan di Kalimantan Selatan. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat menyita 22 aset dengan nilai taksiran mencapai Rp1,88 miliar. Sementara itu, KPP di Kalimantan Tengah menyita 12 aset dengan nilai sekitar Rp951 juta.

“Penyitaan ini adalah bentuk komitmen kami dalam menjalankan penegakan hukum perpajakan. Ini juga menjadi peringatan keras bagi wajib pajak lainnya untuk tidak mengabaikan kewajibannya,” tegas Syamsinar.

Ia menambahkan, langkah ini bukan semata untuk menindak, tetapi juga untuk mendorong penyelesaian tunggakan dan memastikan penerimaan negara tetap terjaga.

“Setiap rupiah yang berhasil diamankan akan sangat berarti bagi pembangunan nasional. Kami berharap tindakan ini memberi efek jera dan meningkatkan kesadaran pajak masyarakat,” pungkasnya.

Langkah tegas Kanwil DJP Kalselteng ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas sistem perpajakan dan memastikan keadilan fiskal diterapkan secara konsisten di seluruh penjuru negeri. (alf)

 

DJP Siap Cabut Penunjukan dan Putus Akses Marketplace yang Mangkir Bayar Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menunjukkan ketegasan dalam mengawasi kepatuhan pajak platform digital. Marketplace yang lalai menjalankan kewajiban sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 kini terancam bukan hanya sanksi administratif, tapi juga pemutusan akses secara teknis.

Ketentuan ini ditegaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2025, yang memberi DJP wewenang mencabut penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22, baik atas permintaan platform itu sendiri maupun secara jabatan apabila tak lagi memenuhi syarat.

Namun, sikap DJP lebih tegas terhadap platform yang tetap ditunjuk tetapi tidak menjalankan kewajibannya. Setelah proses teguran sesuai regulasi, DJP dapat mengenakan sanksi administratif hingga pemutusan akses terhadap platform tersebut.

“Pihak yang tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perpajakan dapat dikenai sanksi berupa pemutusan akses setelah diberi teguran,” bunyi aturan dalam Diktum KETIGA beleid tersebut.

Langkah ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pelaku usaha digital, baik lokal seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, maupun global seperti Amazon dan Alibaba. Selama platform memenuhi kriteria tertentu salah satunya memiliki omzet di atas Rp600 juta per tahun maka mereka wajib menjalankan tugas sebagai pemungut PPh Pasal 22.

Penunjukan ini bukan status permanen. Jika trafik atau omzet turun di bawah batas yang ditetapkan, DJP dapat mengakhiri penunjukan tersebut. Namun jika kewajiban tetap diabaikan selama masa penunjukan, konsekuensinya bisa fatal.

Langkah ini sekaligus menunjukkan transformasi DJP dalam menyikapi dinamika ekonomi digital yang terus berkembang, serta upaya untuk menciptakan level playing field yang adil antara pelaku bisnis konvensional dan digital. (alf)

 

 

Pemerintah Tawarkan Super Tax Deduction bagi Perusahaan yang Dukung Riset

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus mendorong keterlibatan sektor swasta dalam mendukung kegiatan riset dan pengembangan (R&D) nasional. Dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri 2025 yang digelar di Bandung, Kamis (7/8/2029). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa insentif pajak dalam bentuk super tax deduction disiapkan untuk perusahaan yang berinvestasi di bidang penelitian.

“Kami menyiapkan instrumen fiskal dalam bentuk tax incentive untuk penelitian, yang disebut super tax deduction,” ujar Sri Mulyani di hadapan para peneliti dan pelaku industri, Kamis (7/8/2025).

Ia menjelaskan, insentif ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi beban pajaknya hingga tiga kali lipat dari nilai investasi R&D yang dikeluarkan. “Kalau sebuah perusahaan mengeluarkan Rp 1 miliar untuk penelitian dan pengembangan, maka mereka bisa mengurangi pajaknya hingga Rp 3 miliar,” terangnya.

Langkah ini diharapkan dapat memicu lebih banyak kolaborasi antara industri dan lembaga riset. Sri Mulyani menekankan pentingnya pendekatan yang lebih proaktif dari kalangan peneliti untuk menggandeng mitra industri.

“Saya berharap para peneliti juga bersikap lebih entrepreneurial. Ajak industri untuk kolaborasi. Katakan bahwa kalau mereka keluar Rp 1 miliar untuk penelitian bersama, itu bisa mengurangi pajak sampai tiga kali lipat. Mestinya ini justru menguntungkan,” imbuhnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga saat ini telah tercatat 30 wajib pajak yang mengajukan 224 proposal untuk memanfaatkan insentif super tax deduction. Nilai pengurangan pajak yang diajukan diperkirakan mencapai Rp 1,46 triliun.

Program ini menjadi bagian dari strategi fiskal pemerintah untuk memperkuat ekosistem inovasi nasional, sejalan dengan agenda transformasi ekonomi berbasis pengetahuan. Pemerintah berharap semakin banyak perusahaan yang terlibat aktif dalam membiayai inovasi demi meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. (alf)

 

Stimulus Pajak BBKB Disebut Bisa Dorong Pemulihan Ekonomi dan Ringankan Beban Rakyat

IKPI, Jakarta: Kebijakan Pemerintah Provinsi Bengkulu yang menurunkan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari 10 persen menjadi 7,5 persen menuai apresiasi dari pelaku usaha dan masyarakat. Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI) menyebut langkah tersebut sebagai stimulus pajak yang tepat sasaran dan pro-rakyat, sekaligus mendorong pemulihan ekonomi daerah.

“Alhamdulillah, akhirnya pemerintah daerah membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Kami menyambut hal ini dengan gembira,” ujar Ketua Umum HPMPI Steven di Bengkulu, Kamis (7/8/2015).

Menurut Steven, penurunan tarif PBBKB akan berdampak luas, tidak hanya pada sektor energi, tetapi juga terhadap stabilitas biaya hidup masyarakat dan operasional dunia usaha. Ia menilai kebijakan ini dapat meringankan beban energi masyarakat sekaligus memacu pertumbuhan aktivitas ekonomi di daerah.

Dengan PBBKB yang lebih rendah, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi seperti Pertamax diperkirakan turun sekitar Rp300 per liter. Di SPBU, harga bisa turun dari Rp12.700 menjadi Rp12.500 per liter, bahkan di Pertashop menjadi sekitar Rp12.400 per liter.

Penurunan ini diyakini akan memberikan ruang gerak lebih besar bagi konsumen dan pelaku usaha dalam mengatur pengeluaran mereka.

“Penurunan harga ini adalah bentuk nyata stimulus ekonomi. Beban energi berkurang, daya beli meningkat, dan biaya distribusi bisa ditekan,” jelasnya.

Selain itu, stimulus fiskal melalui penyesuaian tarif pajak ini juga dinilai berkontribusi mengurangi potensi penyalahgunaan BBM bersubsidi.

Selama ini, disparitas harga antara BBM subsidi dan non-subsidi menjadi pemicu maraknya penjualan eceran ilegal. Dengan selisih harga yang makin kecil, insentif untuk melakukan praktik tersebut akan menurun.

Steven menjelaskan bahwa kondisi ini juga membawa dampak positif bagi konsumen. Mereka akan lebih terlindungi dari risiko membeli BBM oplosan atau takaran tidak tepat. Di sisi lain, penyalur resmi seperti Pertashop mendapat peluang yang lebih sehat dalam bersaing.

Lebih lanjut, HPMPI menilai penurunan PBBKB ini bisa mendorong masyarakat beralih ke BBM berkualitas dan lebih ramah lingkungan. “Selama ini, banyak warga enggan membeli BBM non-subsidi karena selisih harganya terlalu tinggi. Sekarang, dengan selisih yang lebih kecil, masyarakat punya alasan untuk memilih BBM yang lebih baik untuk kendaraan dan lingkungan,” kata Steven.

Sebelum kebijakan ini diterapkan, tarif PBBKB Bengkulu sebesar 10 persen merupakan salah satu yang tertinggi di Sumatera. Hal ini berdampak pada tingginya harga BBM non-subsidi lokal, yang pada akhirnya menekan margin usaha dan daya beli masyarakat.

Kini, dengan tarif 7,5 persen yang lebih kompetitif, Steven berharap akan terjadi perbaikan ekosistem distribusi energi di daerah. Ia juga menyoroti fakta bahwa banyak unit usaha BBM skala kecil yang sempat gulung tikar akibat tingginya tekanan biaya.

“Dari sekitar 210 unit Pertashop di Bengkulu, yang aktif tinggal sekitar 110 hingga 130. Kami berharap penyesuaian tarif ini bisa menghidupkan kembali unit-unit yang tutup, sekaligus membuka jalan bagi ekspansi pelayanan BBM hingga pelosok,” ujarnya.(alf)

 

 

Tolak Diperiksa Pajak? Ini Konsekuensi yang Harus Dihadapi Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Penolakan terhadap pemeriksaan pajak bukanlah perkara sepele. Meskipun wajib pajak memiliki hak untuk menyatakan keberatan terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), namun penolakan tersebut tetap memiliki konsekuensi hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak.

Dalam ketentuan Pasal 15 PMK 15/2025, dijelaskan bahwa apabila wajib pajak, wakil, atau kuasanya tidak bersedia untuk diperiksa, maka mereka diwajibkan menyampaikan surat pernyataan penolakan pemeriksaan paling lambat tujuh hari sejak diterbitkannya surat pemberitahuan pemeriksaan. Surat ini harus ditandatangani oleh pihak yang menolak pemeriksaan.

Namun penolakan tidak hanya terbatas pada penyampaian surat saja. Wajib pajak juga dianggap menolak pemeriksaan apabila setelah tujuh hari sejak dilakukan penyegelan, mereka tetap tidak memberikan akses kepada petugas pajak untuk memasuki tempat yang disegel atau tidak memberikan bantuan yang diperlukan selama proses pemeriksaan.

Jika wajib pajak enggan menandatangani surat pernyataan penolakan, maka pemeriksa pajak akan membuat berita acara penolakan pemeriksaan, yang ditandatangani oleh pemeriksa sebagai dokumentasi resmi.

Bisa Berujung Pemeriksaan Bukti Permulaan

Konsekuensi hukum dari penolakan ini cukup serius. Bila penolakan terjadi dalam rangka pemeriksaan untuk menguji kepatuhan perpajakan, maka berdasarkan Pasal 15 ayat (4), petugas pajak dapat menetapkan besarnya pajak secara jabatan atau bahkan mengusulkan dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi pelanggaran pidana perpajakan.

Sementara itu, jika pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain (misalnya restitusi atau penerbitan NPWP), dokumen penolakan yang telah dibuat tetap dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam pengambilan keputusan.

Penolakan untuk diperiksa bukan berarti menghentikan langkah DJP. Justru sebaliknya, penolakan ini bisa memperkuat posisi fiskus untuk menetapkan kewajiban pajak secara sepihak. Jika ditemukan bukti awal yang mengarah pada tindak pidana pajak, maka pemeriksaan akan ditingkatkan menjadi proses penegakan hukum yang lebih serius.

Dari sudut pandang regulasi, PMK 15/2025 memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak. Namun ketika hak itu digunakan untuk menolak tanpa dasar yang kuat, maka negara tetap berwenang untuk menjalankan fungsi pengawasannya. (alf)

Pengurus IKPI se-Banten Minta Dukungan DJP untuk Literasi Pajak dan Pemberdayaan UMKM

IKPI, Serang: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) se-Banten mengunjungi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Banten untuk mempererat sinergi dan membahas berbagai isu strategis perpajakan. Dalam pertemuan tersebut, Ketua IKPI Pengda Banten, Kunto, meminta dukungan konkret dari otoritas pajak, khususnya di tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP), terhadap program literasi pajak dan pemberdayaan UMKM yang diinisiasi IKPI.

“Kegiatan literasi dan pembinaan UMKM yang kami jalankan akan lebih berdampak jika mendapat dukungan aktif dari KPP. Harapannya, ini bisa mendorong perubahan positif di lapangan, terutama dalam meningkatkan kepatuhan dan pemahaman pajak,” ujar Kunto, Kamis (7/8/2025).

(Foto: Istimewa)

Turut hadir dalam kunjungan tersebut jajaran pengurus IKPI dari berbagai cabang di Banten, antara lain:
• Pengurus Pengda Banten: Kunto (Ketua), Nasrullah, dan Budi Pranowo
• IKPI Kabupaten Tangerang: Dhaniel Hutagalung (Ketua), Indri (Wakil Ketua)
• IKPI Kota Tangerang: Hendra (Wakil Ketua), Istanti
• IKPI Tangerang Selatan: Rully (Ketua), Vivi, dan Yoyo

Kunjungan diterima langsung Kepala Kanwil DJP Banten, Aim Nursalim, bersama jajaran pejabat Kanwil, seperti Solikhun (P2 Humas), Riza Pahlevi (Kabid KP3), Heni Purwanti (Kabid Keberatan dan Banding), Edwin (Kabid P2IP), dan Yatmi (Kabag Umum).

(Foto: Istimewa)

Pada kesempatan yang sama, Ketua IKPI Cabang Kabupaten Tangerang, Dhaniel Hutagalung, menegaskan pentingnya membangun kesadaran pajak sejak usia muda. Pihaknya berencana menggelar program edukasi perpajakan bagi pelajar SMA, SMK, hingga mahasiswa di wilayah Tangerang dan sekitarnya.

“Kami ingin agar pemahaman pajak tidak hanya menjadi urusan profesional, tapi juga bagian dari pendidikan karakter. Literasi sejak dini akan menumbuhkan generasi yang lebih sadar pajak dan patuh,” ujar Dhaniel.

Dalam diskusi tersebut, Kanwil DJP Banten juga menyampaikan bahwa sistem Coretax masih dalam proses penyempurnaan dan akan terus ditingkatkan selama satu tahun ke depan. Para konsultan diharapkan turut membantu menyampaikan informasi ini kepada wajib pajak (WP) dengan sikap tenang, sabar, dan solutif, demi menjaga kepercayaan WP di masa transisi sistem.

(Foto: Istimewa)

Terkait kepatuhan, DJP menyoroti masih adanya WP yang belum melakukan pembayaran dari data yang telah dikantongi. IKPI diharapkan aktif mendampingi dan mendorong penyelesaian kewajiban WP.

Selain itu, DJP kembali mengingatkan agar WP tidak melakukan tindakan pidana pajak seperti TBTS (Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya). Penghindaran pajak yang sah diperbolehkan selama tidak merugikan negara dan sesuai dengan ketentuan hukum, namun segala bentuk penyalahgunaan, terutama dalam fasilitas pengembalian pendahuluan, harus dihindari.

Diinformasikan, hingga awal Agustus 2025, penerimaan pajak Kanwil DJP Banten telah mencapai 43,4% atau sekitar Rp607 miliar. Meski demikian, tantangan masih besar untuk mengejar target tahunan. Dalam diskusi tersebut, disepakati empat fokus utama yang perlu didorong bersama:

• Membangun kepercayaan (trust) WP terhadap DJP
• Penyempurnaan sistem administrasi dan pelayanan pajak
• Pembayaran langsung ke kas negara untuk transparansi
• Kampanye pemulihan kepercayaan melalui kolaborasi dan komunikasi efektif

Kepala Kanwil DJP Banten, Aim Nursalim, menyampaikan apresiasi atas inisiatif dan peran aktif IKPI dalam mendukung tugas-tugas DJP di lapangan. “Kami membuka pintu selebar-lebarnya untuk sinergi. Konsultan pajak adalah mitra strategis kami dalam membangun kepatuhan yang berbasis kesadaran, bukan sekadar penegakan,” ujarnya.

Pada pertemuan itu, kedua mitra strategis ini berkomitmen untuk memperkuat kerja sama antara DJP dan IKPI di seluruh tingkatan demi sistem perpajakan yang makin kredibel, inklusif, dan dipercaya masyarakat. (bl)

KPP Pratama Surabaya Genteng Bersama IKPI Surabaya Perkuat Komitmen Menuju ZI-WBK

IKPI, Surabaya: Dalam upaya memperkuat sinergi kelembagaan dan membangun ekosistem perpajakan yang kredibel, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surabaya Genteng melakukan kunjungan silaturahmi ke Sekretariat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya. Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi mempererat kemitraan dan menyamakan langkah dalam mewujudkan sistem perpajakan yang bersih, akuntabel, dan berpihak pada pelayanan publik.

Kunjungan yang berlangsung hangat tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Pengawasan I, KPP Genteng, Firsta, bersama jajaran timnya. Dalam kesempatan tersebut, Firsta menyampaikan tekad KPP Pratama Genteng untuk meraih predikat Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI-WBK) pada tahun 2025.

“Kami tidak bisa bergerak sendiri. Dukungan dari para mitra strategis seperti IKPI sangat penting dalam membangun pelayanan pajak yang tidak hanya profesional, tetapi juga berintegritas dan dipercaya oleh masyarakat,” ujar Firsta.

Sementara itu, Wakil Ketua IKPI Cabang Surabaya, Ali Yus Isman. Ia menegaskan bahwa profesi konsultan pajak siap berperan aktif sebagai jembatan antara otoritas dan Wajib Pajak, sekaligus mitra kritis dalam memastikan kebijakan perpajakan berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.

“Semangat reformasi pajak harus menjadi milik bersama. Kami di IKPI Surabaya siap mendukung KPP Pratama Genteng dalam membangun sistem yang makin transparan dan melayani,” ungkap Ali.

Tak hanya sebagai ajang silaturahmi, menurut Ali, pertemuan ini juga menjadi forum diskusi strategis membahas isu-isu aktual, mulai dari tantangan edukasi perpajakan, penyederhanaan administrasi, hingga implementasi kebijakan terbaru yang berdampak langsung kepada Wajib Pajak.

Baik KPP Genteng maupun IKPI Surabaya sepakat bahwa kolaborasi yang erat antara otoritas dan pemangku kepentingan adalah kunci utama untuk mewujudkan penerimaan negara yang optimal dan adil.

Ia menegaskan, dengan semangat kebersamaan yang terus dirawat, diharapkan transformasi perpajakan yang sedang berjalan tidak hanya menghasilkan sistem fiskal yang tangguh, tetapi juga memperkuat fondasi pembangunan nasional yang inklusif dan berkeadilan. (bl)

 

en_US