Faktur Uang Muka Bisa Dibuatkan Nota Retur, Asal Belum Diperiksa!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui layanan contact center resminya, Kring Pajak, menegaskan bahwa faktur pajak atas uang muka dapat dibuatkan nota retur atau diganti, selama belum dilakukan pemeriksaan atas masa pajak yang bersangkutan.

Penjelasan tersebut disampaikan Kring Pajak sebagai tanggapan atas pertanyaan seorang warganet di media sosial, Selasa (29/7/2025), yang mempertanyakan kemungkinan pembuatan nota retur atas faktur uang muka. Dalam cuitan itu, Kring Pajak menyebutkan bahwa mekanisme retur masih dimungkinkan, namun dengan catatan penting: belum ada pemeriksaan atas masa pajak terkait.

“Selama belum dilakukan pemeriksaan atas masa pajak terkait, maka atas faktur pajak dapat dibuatkan nota retur maupun dilakukan penggantian,” jelas Kring Pajak melalui akun resminya.

Langkah Membuat Nota Retur via Coretax

Kring Pajak juga memandu tahapan teknis pembuatan nota retur melalui platform Coretax DJP. Wajib Pajak diminta untuk login ke laman resmi DJP menggunakan NIK atau NPWP, kata sandi, dan captcha. Setelah berhasil masuk ke dashboard, pengguna dapat memilih menu e-Faktur, mencari nomor faktur yang ingin diretur, lalu mengeklik tombol “Retur” berwarna biru yang tersedia.

Setelah diarahkan ke kolom Retur Pajak, pengguna tinggal mengisi jumlah barang yang diretur serta nilai DPP yang sesuai. Sistem akan memproses input tersebut dan mengarahkan pada tahapan selanjutnya.

Dasar Hukum: PMK 81/2024

Aturan mengenai nota retur diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Berdasarkan Pasal 286 ayat (1), pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) mencakup pengembalian baik sebagian maupun seluruhnya oleh pembeli kepada penjual. Namun, jika BKP yang dikembalikan diganti dengan barang yang sama dalam jumlah, jenis, dan harga, maka tidak dianggap sebagai retur.

Dalam kondisi terjadi pengembalian BKP, pembeli wajib membuat nota retur yang kemudian diserahkan kepada PKP penjual pada saat pengembalian dilakukan.

Pasal 288 ayat (3) PMK 81/2024 mengatur bahwa nota retur paling sedikit harus memuat informasi sebagai berikut:

• Nomor nota retur;

• Kode, nomor seri, dan tanggal faktur pajak;

• Dokumen yang dipersamakan dengan faktur (jika berlaku);

• Identitas pembeli dan penjual (nama, alamat, dan NPWP);

• Rincian jenis dan jumlah BKP yang dikembalikan;

• Nilai PPN dan PPnBM (jika ada);

• Tanggal pembuatan nota retur;

• Nama serta tanda tangan pihak yang berwenang.

Syarat Elektronik dan Persetujuan DJP

Tak hanya itu, PMK 81/2024 juga mewajibkan nota retur disusun dalam format elektronik dan dibuat melalui modul Coretax atau platform lain yang terintegrasi dengan sistem DJP. Nota tersebut harus ditandatangani secara elektronik dan mendapatkan persetujuan dari DJP.

Sebagai tambahan, DJP juga telah menyediakan contoh format nota retur serta panduan pengisiannya dalam Lampiran RR PMK 81/2024, untuk memudahkan Wajib Pajak dalam menyusun dokumen sesuai ketentuan. (alf)

 

KPK Desak Pemkot Sorong Tindak Tegas Hotel dan Restoran Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Kota Sorong, Papua Barat Daya, bersikap tegas terhadap hotel dan restoran yang tidak patuh membayar pajak daerah. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kian mengkhawatirkan.

Desakan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, dalam rapat koordinasi bersama jajaran Pemkot Sorong, Selasa (29/7/2025). Agenda utama pertemuan membahas penertiban aset daerah dan optimalisasi penerimaan pajak.

“Kami sudah ingatkan berulang kali. Kalau masih membandel, langkah terakhir yang bisa diambil adalah pencabutan izin usaha,” ujar Dian dengan nada tegas.

Menurutnya, ketidaktegasan pemerintah daerah dalam menindak penunggak pajak justru dapat menjadi preseden buruk dan merugikan pelaku usaha yang sudah taat aturan. Ia menyebut salah satu hotel dengan tunggakan paling besar adalah Hotel Vega, dengan akumulasi utang pajak mencapai Rp1,9 miliar sejak 2024 hingga pertengahan 2025.

“Kalau sudah ditegur, dipasangi plang, tapi tetap tidak digubris, jangan ragu cabut izinnya. Kita tidak boleh terus-menerus mentolerir kerugian daerah,” tegas Dian.

KPK, lanjutnya, berkomitmen untuk terus mendampingi Pemkot Sorong dalam membenahi tata kelola pajak daerah, khususnya dari sektor hotel, restoran, dan hiburan yang menjadi penyumbang utama PAD.

Di tempat yang sama, Kepala Pajak dan Retribusi Daerah Kota Sorong, Demianus Nako, menyebut potensi pajak dari sektor perhotelan cukup besar, namun banyak pelaku usaha yang tidak menunaikan kewajibannya.

“Selain Hotel Vega, kami mencatat beberapa hotel lain juga menunggak, seperti M-Hotel, Hotel Royal Mamberamo, Hotel Marina Mamberamo, Kasuari Valley, Hotel Luxio, Hotel Belagri, The Belagri Hotel, dan F-Two Hotel,” ungkap Demianus.

Ia mengaku pihaknya sudah melakukan berbagai upaya persuasif, mulai dari pemasangan stiker penanda tunggakan hingga pelayangan tiga kali surat teguran. Namun, mayoritas pengelola usaha tidak menunjukkan itikad baik.

“Kami bahkan sudah turun langsung ke lapangan. Tapi tidak ada respons. Ini sangat menghambat target peningkatan PAD,” ucapnya.

Sebagai bentuk peringatan terbuka, KPK bersama Pemkot Sorong turut memasang plang informasi tunggakan pajak di dua lokasi usaha yang paling menonjol yakni Hotel Vega dan Hotel Mamberamo. (alf)

 

 

 

 

Tindak Pidana Perpajakan Di Era KUHP Nasional

Salah satu hal yang paling dihindari oleh Konsultan Pajak adalah terlibat dalam tindak pidana perpajakan. Sekalipun Konsultan Pajak dengan kliennya didasari oleh hubungan keperdataan, Konsultan Pajak tidak terlepas dari ancaman sanksi pidana perpajakan ketika menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban pajak kliennya. Pasal 43 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menyebutkan:

“(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.”

Lebih lanjut Penjelasan Pasal 43 ayat 1 UU KUP menjelaskan:

“Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, pegawai Wajib Pajak, Akuntan Publik, Konsultan Pajak, atau pihak lain, tetapi juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.”

Sebagaimana disebutkan Pasal 43 UU KUP di atas, Konsultan Pajak merupakan salah satu pihak yang terancam dikenakan sanksi pidana dalam hal terbukti melanggar Pasal 39, 39A, 41, dan 41B UU KUP. Pasal 43 ayat 1 UU KUP menyebutkan terdapat 5 (lima) peran yang diancam sanksi pidana, peran-peran tersebut yaitu:

1. Pihak yang melakukan;

2. Pihak yang menyuruh melakukan;

3. Pihak yang turut serta melakukan;

4. Pihak yang menganjurkan;

5. Pihak yang membantu melakukan;

Tindak pidana di bidang perpajakan.

Kelima peran di atas dikenakan sanksi pidana jika terbukti melanggar Pasal 39 dan Pasal 39A UU KUP, sedangkan Pasal 43 ayat 2 UU KUP menyebutkan 3 (tiga) peran yaitu pihak yang menyuruh melakukan, pihak yang menganjurkan, dan pihak yang membantu melakukan dikenakan sanksi pidana jika terbukti melanggar Pasal 41A dan Pasal 41B UU KUP disamping pelakunya itu sendiri. Pasal 43 UU KUP tersebut menyamaratakan ancaman sanksi pidana, baik terhadap pelaku maupun terhadap peran yang turut serta atau yang turut membantu melakukan tindak pidana. Hal tersebut tentunya sangat memberatkan bagi Konsultan Pajak yang sehari-hari menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban pajak kliennya. Sewaktu-waktu Konsultan Pajak dapat terseret baik sebagai pelaku maupun sebagai penyerta atau pembantu dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 39, 39A, 41A dan Pasal 41B UU KUP.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional) yang berlaku efektif pada 2 Januari 2026 mendatang, pada akhirnya akan menyudahi penyamarataan sanksi pidana yang selama ini diatur dalam Pasal 43 UU KUP. Bab XXXVI Ketentuan Peralihan Pasal 613 KUHP Nasional menyebutkan bahwa:

“(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan ketentuan Buku Kesatu Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan mengenai penyesuaian ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang.

Penjelasan:

Dalam ketentuan ini, penyesuaian ketentuan pidana tidak termasuk bagi ancaman pidana denda yang diatur dalam Undang-Undang Pidana Administratif.”

Jika merujuk pada Pasal 613 ayat 1 KUHP Nasional di atas, maka ketentuan Pasal 43 UU KUP yang menyamaratakan ancaman sanksi pidana terhadap pelaku maupun peran yang turut serta atau yang turut membantu melakukan tindak pidana wajib disesuaikan dengan ketentuan Buku Kesatu KUHP Nasional. Sesuai amanah Penjelasan Pasal 613, penyesuaian ancaman sanksi pidana tersebut tidak mencakup pidana denda. Dengan demikian ancaman sanksi pidana denda dalam Pasal 39, 39A, 41A, 41B UU KUP yang diberlakukan terhadap penyerta dan pembantu tidak mengalami penyesuaian.

Buku Kesatu KUHP Nasional, khususnya Pasal 20 mengatur mengenai penyertaan dan Pasal 21 mengatur mengenai pembantuan tindak pidana. KUHP Nasional membedakan ancaman sanksi pidana dalam penyertaan dengan ancaman sanksi pidana dalam pembantuan. Ancaman sanksi pidana dalam penyertaan diperlakukan sama dengan pelaku tindak pidana, sedangkan ancaman sanksi pidana dalam pembantuan adalah paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok. Dengan demikian setelah KUHP Nasional berlaku efektif, maka ancaman maksimum sanksi pidana pokok bagi pihak yang membantu melakukan tindak pidana Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41A dan Pasal 41B UU KUP adalah menjadi sebagai berikut:

Adanya penyesuaian ancaman maksimum pidana pokok di atas, tentunya merupakan suatu hal yang meringankan baik bagi tersangka, terdakwa maupun terpidana pihak yang membantu melakukan tindak pidana tersebut. Sesuai dengan Asas Lex Favor Reo (asas yang menetapkan bahwa sanksi diterapkan berdasarkan hukuman yang paling ringan ketika terjadi perubahan ketentuan hukum yang berlaku) yang menjiwai Pasal 3 KUHP Nasional, maka sanksi pidana yang disangkakan, dituntut dan dijalani harus disesuaikan dan didasarkan pada aturan pidana yang paling meringankan bagi pihak yang diduga, dituntut bahkan yang sedang menjalani sanksi pidana turut membantu tindak pidana tersebut.

 

 

Demikian benang merah perlakuan sanksi pidana pada pasal penyertaan dan pembantuan tindak pidana perpajakan di era KUHP Nasional yang penulis sampaikan. Semoga tulisan yang jauh dari kata sempurna ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan Konsultan Pajak seprofesi. Teriring harapan agar profesi Konsultan Pajak segera memiliki payung hukum Undang-Undang yang memberikan perlindungan (imunitas) terhadap para Konsultan Pajak yang menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban pajak kliennya dengan itikad baik.

 

 

Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Bandung

Hari Yanto

Email: hari_yanto_sh@yahoo.co.id

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Podcast Spesial Hari Pajak: DJP dan IKPI Ajak Masyarakat “Latihan Ikhlas Bayar Pajak” demi NKRI

IKPI, Jakarta: Dalam semangat memperingati Hari Pajak yang jatuh pada 14 Juli, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) melalui Departemen Humas menghadirkan podcast spesial bertema “Hari Pajak, Bersama Membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Podcast ini menghadirkan penyuluh senior dari Direktorat P2 Humas DJP, Kementerian Keuangan, Ahmad Rif’an, dan dipandu oleh Novia Artini serta Ronsianus B. Daur dari Humas Pengurus Pusat IKPI.

Dalam obrolan yang disiarkan melalui kanal YouTube resmi IKPI, Ahmad Rif’an menegaskan bahwa mencintai pajak adalah bagian dari mencintai negeri. “Pajak itu kontribusi. Dan kontribusi itu lahir dari cinta pada Indonesia. Masyarakat perlu menyadari bahwa setiap rupiah yang dibayarkan akan kembali untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Refleksi Sejarah dan Makna Hari Pajak

Rif’an menjelaskan, Hari Pajak tidak hanya sekadar mengenang sejarah, tetapi menjadi momentum refleksi diri bagi jajaran DJP. “Pada 14 Juli 1945, istilah ‘pajak’ untuk pertama kalinya dicantumkan dalam naskah UUD 1945. Ini menunjukkan bahwa sejak awal, para pendiri bangsa sudah menyadari pentingnya pajak bagi kemandirian negara,” paparnya.

Novia pun menimpali bahwa nilai sejarah tersebut menjadi pengingat bahwa pajak bukanlah beban, melainkan bentuk gotong royong bangsa.
“Dengan patuh pajak, kita bersama-sama menjaga Indonesia tetap berdiri kokoh,” ujar Novia.

Ia menambahkan, salah satu inovasi yang dapat membantu wajib pajak menjaga kepatuhan adalah fitur deposit yang kini tersedia dalam sistem Coretax.

“Dengan adanya menu deposit pada Coretax, ini sangat membantu Wajib Pajak untuk menghindari denda apabila lupa atau berhalangan membayar pajak sebelum jatuh tempo. Fitur ini juga bisa menjadi semacam ‘tabungan’ untuk menyisihkan cadangan dana guna membayar kekurangan pajak di akhir masa pajak, sehingga tidak terasa terlalu berat di ujung,” jelas Novia.

Dari Mesin Tik ke Cortax: Evolusi Pelayanan DJP

Perbincangan mengalir membahas perkembangan sistem administrasi pajak, termasuk upaya DJP dalam menghadirkan Coretax sebuah sistem berbasis teknologi terbaru.

Ahmad menekankan bahwa reformasi perpajakan telah berlangsung selama empat dekade, dan kini berfokus pada kemudahan serta keterbukaan layanan.

“Kalau dulu wajib pajak lapor dengan kertas karbon dan mesin tik, sekarang semua serba digital. Kita punya prinsip 3C: Klik, Call, dan Counter. Masyarakat tetap bisa walk-in ke kantor pajak, tapi kita juga sediakan edukasi online, video tutorial, hingga podcast,” jelasnya.

Ikhlas Bayar Pajak: Latihan Cinta Negeri

Dalam segmen yang paling menggelitik sekaligus menyentuh, Rif’an membagikan cerita dari lapangan saat berdiskusi dengan pelaku UMKM. “Ada yang bilang, ‘Pak, saya ikhlas latihan bayar pajak.’ Itu luar biasa. Artinya, kita sudah mulai menanamkan mindset positif terhadap pajak,” ujarnya.

Ronsianus menambahkan, “Justru pajak itu bisa menjadi bahan bakar semangat untuk para pelaku usaha. Bayar pajak bukan berarti dicekik, tapi jadi tanda bahwa usahanya bertumbuh.”

Ahmad juga mengangkat analogi menarik, “Kalau jual 20 cangkir kopi sebulan, cukup sisihkan satu cangkir untuk negara. Yang 19 tetap bisa dinikmati keluarga. Satu cangkir itu bisa untuk bangun sekolah, bantu layanan kesehatan, dan infrastruktur.”

Diskusi juga menyoroti tantangan UMKM yang seringkali terkena “surat cinta” dari kantor pajak karena kurang memahami kewajiban perpajakan. Ahmad menjelaskan bahwa DJP secara aktif mengadakan sosialisasi dan membuka akses konsultasi, bahkan bekerja sama dengan asosiasi seperti IKPI.

“Kami paham, bukan karena bandel, tapi karena belum tahu. Itulah tugas kami sebagai penyuluh untuk mendampingi. Bahkan kami pernah punya program sunset policy dan PPS sebagai ruang pemutihan bagi wajib pajak yang ingin memperbaiki diri,” tegasnya.

Pajak Jadi Romantis?

Dalam balutan guyon segar, Rif’an juga menggambarkan pajak sebagai indikator ‘kualitas calon pasangan’. “Kalau dipotong pajak Rp10 juta, langsung hitung THP-nya. Bukan matre, tapi bijak. Cinta negeri, apalagi cinta pasangan,” ucapnya sambil disambut gelak tawa Novia dan Ronsianus.

Podcast ini ditutup dengan pesan inspiratif: Pajak bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga wujud kepedulian terhadap sesama warga negara. Dari pemuda, pelaku UMKM, hingga profesional semua punya peran dalam membangun NKRI lewat pajak.

“Bayar pajak itu bukan urusan besar kecil, tapi urusan cinta negeri,” pungkas Ahmad Rif’an. Tonton podcast lengkapnya di YouTube IKPI dan jadikan pajak sebagai bagian dari gaya hidup cinta tanah air. (bl)

https://youtu.be/oBsm8TG4OZk?si=boPSZumKNcJ6SYvp

IKPI Sumbagsel Apresiasi Semangat Edukasi Perpajakan, PPL Cabang Lampung Catat Rekor Peserta Terbanyak

IKPI, Lampung: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Nurlena, menyampaikan apresiasi tinggi atas antusiasme dan inisiatif cabang-cabang IKPI di wilayahnya dalam menyelenggarakan kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Hal ini disampaikannya usai menghadiri seminar perpajakan yang digelar oleh Pengurus IKPI Cabang Lampung bertema “Transformasi Pajak 2025: Ketentuan Terbaru Pelaporan Pajak Berdasarkan PER-11/PJ/2025 dan Kiat-Kiat Menanggapi SP2DK Era Coretax System”, di Hotel Emersia, Bandar Lampung, Selasa (29/7/2025).

“Sebagai Ketua Pengda Sumbagsel, saya sangat mengapresiasi penyelenggaraan seminar oleh Pengcab IKPI Lampung yang berhasil mencatatkan jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah pelaksanaan PPL mereka, yaitu 160 orang. Ini termasuk 40 anggota dari IKPI Lampung, Palembang, dan Jambi, serta 120 peserta umum,” ujar Nurlena.

(Foto: Istimewa)

Ia berharap keberhasilan ini menjadi pemacu semangat bagi cabang-cabang lainnya untuk semakin aktif dalam kegiatan edukasi dan sosialisasi perpajakan, khususnya di tengah dinamika kebijakan baru dan implementasi sistem Coretax.

Rangkaian kegiatan PPL di wilayah Sumbagsel tahun ini terbilang padat. Sebelumnya, Pengcab IKPI Palembang telah melaksanakan seminar pada 19 Juli 2025 di Hotel Aston Palembang yang diikuti 58 anggota internal. Sementara itu, Pengcab IKPI Jambi dijadwalkan menggelar kegiatan serupa pada 12 Agustus 2025 di BW Luxury Hotel Jambi.

Tak hanya itu, Pengcab Pangkalpinang juga tengah mempersiapkan seminar pada Oktober 2025, dan Pengda IKPI Sumbagsel akan turut menggelar kegiatan di Kota Muara Bungo dan Kota Jambi pada September dan Oktober mendatang, dengan target peserta dari kalangan umum di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo, Provinsi Jambi.

(Foto: Istimewa)

“Kami terus mendorong semangat kolaboratif antar-cabang, agar IKPI tidak hanya menjadi organisasi profesi, tetapi juga pilar edukasi perpajakan yang aktif di daerah masing-masing,” kata Nurlena.

Acara PPL Lampung turut dihadiri jajaran pejabat dari Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung yakni, Kepala Kanwil yang diwakili oleh Kepala Bidang P2Humas Tunas Hariyulianto, serta perwakilan dari KPP di wilayah Lampung, yaitu:

• KPP Madya Lampung diwakili oleh Bapak Billy (Penyuluh Pajak)

• KPP Pratama Bandar Lampung 1 diwakili oleh Kepala Seksi Pengawasan IV, Ibu Arini Dyah Rahmawati

• KPP Pratama Bandar Lampung 2 diwakili oleh Kepala Seksi Pengawasan III, Bapak Amston Sipahutar

Dari IKPI, turut hadir Ketua Umum Vaudy Starworld, Wakil Ketua Departemen Hubungan Internasional yang juga menjabat sebagai President IFA-Asia Pasifik Ichwan Sukardi, Ketua Pengda Sumbagsel Nurlena, Bendahara Pengda Kita, Ketua Pengcab Lampung Teten Dharmawan dan Ketua Pengcab Palembang Susanti. (bl)

Sebanyak 120 Peserta Umum Padati Seminar IKPI Lampung, Ketum Vaudy: Bukti Tingginya Minat pada Regulasi Pajak

IKPI, Lampung: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi atas tingginya animo peserta dalam seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar IKPI Cabang Lampung di Hotel Emersia, Selasa (29/7/2025). Dari total 160 peserta, sebanyak 120 orang berasal dari kalangan umum, menunjukkan meningkatnya perhatian publik terhadap isu-isu perpajakan terkini.

Vaudy menilai, kehadiran peserta umum dalam jumlah besar merupakan cerminan dari tingginya minat dan kesadaran wajib pajak untuk memahami regulasi baru, terutama di tengah berlangsungnya transformasi sistem administrasi perpajakan nasional.

“Ini sinyal positif bahwa masyarakat makin ingin terlibat aktif dalam memahami hak dan kewajiban perpajakannya. IKPI hadir untuk menjembatani kebutuhan edukasi itu,” ujar Vaudy saat menyampaikan sambutan.

Seminar bertajuk “Transformasi Pajak 2025: Ketentuan Terbaru Pelaporan Pajak Berdasarkan PER-11/PJ/2025 dan Kiat-Kiat Menanggapi SP2DK Era Coretax System” ini turut dihadiri jajaran pejabat Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, antara lain:

• Kabid P2Humas, Tunas Hariyulianto (Mewakili Kepala Kanwil DJP, Retno Sri Sulistyani yang berhalangan hadir)

• Perwakilan dari KPP di wilayah Lampung:

1. KPP Madya Lampung (Penyuluh Pajak, Billy)

2. KPP Pratama Bandar Lampung 1 (Kasi Pengawasan IV, Arini Dyah Rahmawati)

3. KPP Pratama Bandar Lampung 2 (Kasi Pengawasan III, Amston Sipahutar)

Sementara dari jajaran IKPI turut hadir Ketua Umum Vaudy Starworld, Wakil Ketua Departemen Hubungan Internasional sekaligus President IFA-Asia Pasifik Ichwan Sukardi, Ketua Pengda Sumbagsel Nurlena, Ketua Pengcab Lampung Teten Dharmawan, dan Ketua Pengcab Palembang Susanti.

Vaudy menegaskan, kegiatan seperti ini harus terus digalakkan di berbagai daerah sebagai sarana peningkatan kapasitas konsultan pajak sekaligus literasi perpajakan bagi masyarakat luas.

“Transformasi perpajakan harus dibarengi dengan transformasi pemahaman. Ini tugas kita bersama,” pungkasnya.

Diakhir sambutannya, pemegang sertifikat ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga mengungkapkan, bahwa seminar tersebut sebagai bukti keberhasilan Pengcab Lampung di bawah kepemimpinan Teten Dharmawan dalam mengenalkan IKPI dan memasarkan seminar perpajakan. (bl)

 

Waspadai Penipuan! DJP Bengkulu-Lampung Gandeng IKPI Tingkatkan Edukasi dan Kepatuhan Pajak

IKPI, Lampung: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bengkulu dan Lampung, Retno Sri Sulistyani, mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai maraknya penipuan yang mengatasnamakan DJP. Hal tersebut disampaikan saat menerima audiensi dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), di Kantor Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, Selasa (29/7/2025).

“Penipuan yang mengaku dari DJP semakin marak, terutama melalui pesan instan. Kami mengimbau Wajib Pajak agar lebih waspada dan hanya merespons informasi dari kanal resmi DJP,” tegas Retno.

(Foto: Istimewa)

Dalam kesempatan tersebut, Retno juga menyampaikan apresiasi atas kolaborasi yang telah terjalin bersama IKPI. Ia menekankan pentingnya peran konsultan pajak dalam mendampingi Wajib Pajak (WP) untuk membangun budaya kepatuhan sukarela.
“Kami berterima kasih atas kerja sama dan kolaborasi IKPI. Konsultan pajak adalah mitra strategis kami dalam mengedukasi WP dan menjaga kepatuhan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Dukungan IKPI untuk Survei DJP

Dalam audiensi itu, DJP juga meminta bantuan IKPI untuk membantu menyebarluaskan informasi terkait pelaksanaan Survei Kepuasan Pelayanan dan Efektivitas Penyuluhan dan Kehumasan yang dilakukan oleh PT Sigma Research Indonesia.

Retno menjelaskan bahwa DJP telah menambahkan nomor WhatsApp Centang Biru baru yaitu 0823-1167-5392 atas nama Survei DJP yang digunakan khusus untuk keperluan survei.

(Foto: Istimewa)

Selain itu, nomor resmi DJP yang sudah ada sebelumnya, 0822-3000-9880, juga tetap aktif digunakan untuk pengiriman tautan survei dan informasi lainnya kepada WP.

“Kami harap IKPI dapat turut menyosialisasikan penggunaan nomor WhatsApp resmi DJP kepada klien-kliennya agar tidak terjadi kesalahpahaman atau menjadi korban penipuan,” ujar Retno.

Diketahui. audiensi dihadiri oleh jajaran pejabat dari Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, termasuk Kepala Bidang P2 Humas Tunas Hariyulianto, Kabid Data Pengawasan Potensi Perpajakan Wahyudi, Kabid Pemeriksaan dan Penyidikan Widi Pramono, serta Kabid Keberatan dan Banding Benito Ikrar.

Jajaran lainnya seperti Kepala Seksi Kerja Sama Theresia Helena, Kasi Penyuluhan Juliaty Ardarina, Kasi Pelayanan Anggra Prayoga, dan Penyuluh Pajak Madya Teguh Sri Wijaya juga turut serta dalam diskusi.

Hadir dari IKPI pada pertemuan tersebut yakni, Ketua Umum Vaudy Starworld, Wakil Ketua Departemen Hubungan International yang juga sebagai President İFA – Asia Pasifik Ichwan Sukardi,
Ketua Pengda Sumatera Bagian Selatan Nurlena, Ketua Pengcab. Lampung Teten Dharmawan dan Ketua Pengcab. Palembang Susanti.

Melalui sinergi yang erat antara DJP dan IKPI, diharapkan upaya penguatan edukasi perpajakan dan perlindungan hak-hak WP dapat terus ditingkatkan, serta mendorong kesadaran pajak sebagai bagian dari kewajiban bernegara. (bl)

Muhaimin Iskandar Dorong Rekrutmen Magang Lewat Insentif Pajak: Industri Dapat Super Tax Deduction

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggelontorkan insentif fiskal bagi dunia usaha yang aktif menyelenggarakan program magang. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa industri yang merekrut pemagang melalui pendidikan vokasi akan mendapat “super insentif” berupa pengurangan pajak secara signifikan.

“Dunia industri yang menyelenggarakan pendidikan vokasi pemagangan akan terus diberikan super insentif tax deduction,” ujar Muhaimin dalam konferensi pers usai rapat tingkat menteri, Senin malam (28/7/2025), di Jakarta.

Ia menilai, pemagangan yang dilakukan secara tepat tidak hanya menguntungkan dunia industri, tetapi juga mampu memaksimalkan potensi tenaga produktif di Tanah Air. Menko Muhaimin menyebut pemerintah terbuka untuk menjalin komunikasi erat dengan pelaku usaha guna menyusun skema rekrutmen yang adaptif terhadap kebutuhan industri dan perkembangan keterampilan tenaga kerja.

“Kita siap duduk bersama dengan pelaku industri untuk menyusun format rekrutmen melalui pemagangan dan peningkatan kapasitas keahlian para tenaga kerja serta calon tenaga kerja kita,” ujarnya.

Lebih lanjut, Muhaimin menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor pendidikan dan industri guna mempercepat pemberdayaan pemuda Indonesia. Menurutnya, sinergi yang kuat akan melahirkan generasi muda yang berdaya saing tinggi dan mampu berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kami mengajak dunia industri untuk tidak ragu menjalin kemitraan strategis dengan pemerintah. Kami siap mencari solusi bersama agar program pemagangan ini berjalan efektif dan memberi keuntungan bagi kedua pihak,” imbuhnya.

Rapat koordinasi tersebut turut dihadiri oleh sejumlah pimpinan kementerian dan lembaga, antara lain Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Fauzan; Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara; serta Wakil Menteri Dikdasmen Fajar Riza Ul Haq. Hadir pula Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza, serta tiga Wakil Menteri BUMN: Kartiko Wirjoatmodjo, Aminuddin Ma’ruf, dan Dony Oskaria. Dari kalangan pelaku industri, hadir Chief Operational Officer Danantara, Pandu Sjahrir. (alf)

 

 

 

 

Sidang MK: Yustinus Prastowo Paparkan Alasan UU HPP Layak Dipertahankan

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Selasa (29/7/2025), dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemerintah. Hadir sebagai ahli, Yustinus Prastowo memaparkan bahwa UU HPP merupakan pilar reformasi perpajakan yang menjunjung prinsip keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam perkara bernomor 11/PUU-XXIII/2025 tersebut, Yustinus menyebut UU HPP bukan sekadar penyederhanaan regulasi, melainkan transformasi mendasar dalam sistem perpajakan nasional. Ia mencontohkan berbagai langkah konkret, seperti peningkatan bertahap tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada 2022 dan 12% pada 2025, yang diimbangi dengan perlindungan terhadap kelompok rentan melalui fasilitas pajak bagi UMKM dan masyarakat kecil.

“Reformasi ini dibangun di atas asas ability to pay. Mereka yang mampu membayar pajak lebih besar akan berkontribusi lebih banyak, sementara kelompok menengah ke bawah tetap dilindungi,” ujarnya di hadapan sembilan hakim konstitusi yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo.

Yustinus juga menekankan bahwa PPN menyumbang hampir setengah dari penerimaan perpajakan nasional, mencapai Rp1.014,47 triliun atau sekitar 43%. Dengan karakteristik netral, efisien, dan konsumtif, menurutnya, PPN menjadi alat fiskal penting yang sejalan dengan praktik internasional dan mendukung struktur pajak nasional yang sehat dan beragam.

Lebih lanjut, ia menyoroti ketentuan Pasal 16B UU HPP yang mengubah status barang dan jasa strategis dari tidak kena pajak menjadi dikenai PPN namun dengan fasilitas pembebasan. Langkah ini, kata Yustinus, penting untuk memperluas basis perpajakan dan memastikan insentif fiskal diberikan secara tepat sasaran.

“Pendekatan ini memperkuat keadilan vertikal dan horizontal, sambil memperbaiki data perpajakan agar lebih akurat dan inklusif,” tambahnya.

Yustinus juga merinci keberadaan PMK Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain. Dengan pengaturan ini, barang non-mewah tetap dibebani tarif efektif 11%, sementara tarif 12% hanya diterapkan pada barang mewah. Menurutnya, kebijakan ini dirancang untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat kecil.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kebijakan PPN perlu terus dievaluasi agar tetap adil dan adaptif terhadap perubahan kondisi ekonomi. Fasilitas PPN, lanjutnya, harus diarahkan kepada barang dan jasa strategis yang menyentuh kebutuhan dasar rakyat.

“Rekomendasi ke depan adalah memastikan fasilitas PPN tidak meluas tanpa arah, melainkan difokuskan pada sektor-sektor prioritas yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” tutup Yustinus.

Sidang lanjutan pengujian UU HPP ini menjadi panggung penting untuk menguji keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan keadilan sosial dalam kebijakan perpajakan. (alf)

 

Gubernur DKI: Pemangkasan Pajak BBM untuk Kendalikan Inflasi dan Dukung Pertahanan

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah strategis dengan memangkas Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) hingga 80 persen untuk kategori tertentu. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan kebijakan ini sebagai upaya nyata Pemprov menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi di ibu kota.

“Kami ingin inflasi tetap terkendali, tidak melonjak. Jakarta merupakan salah satu daerah yang sangat serius dalam mengendalikan inflasi,” ujar Pramono saat memberikan keterangan di Jakarta Timur, Senin (28/7/2025).

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 542 Tahun 2025 tentang Pengurangan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Dalam beleid tersebut, terdapat tiga skema pengurangan pajak:

• 50 persen untuk kendaraan pribadi

• 50 persen untuk kendaraan umum

• 80 persen untuk kendaraan yang digunakan di sektor pertahanan dan keamanan.

Insentif terbesar diberikan kepada kendaraan operasional militer dan layanan darurat seperti tank, panser, kendaraan taktis, ambulans, pesawat pertahanan, dan kapal rumah sakit.

Menurut Pramono, keringanan ini dimungkinkan karena kinerja pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak, menunjukkan tren positif. “Penerimaan pajak Jakarta sudah lebih baik, jadi tidak masalah jika sebagian dikembalikan dalam bentuk keringanan,” tambahnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati, berharap insentif ini juga mampu mendorong kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan dan penyetoran PBBKB. “Kami harap masyarakat semakin patuh dan aktif melaporkan serta menyetor pajak sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Kebijakan ini dinilai sebagai kombinasi ideal antara penguatan fiskal daerah dan responsif terhadap dinamika ekonomi nasional, khususnya dalam menjaga daya beli masyarakat serta mendukung operasional sektor strategis negara. (alf)

 

en_US