Sri Mulyani Tegaskan Flat Tax Tak Adil untuk Rakyat Kecil

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan sistem pajak penghasilan satu tarif atau flat tax bukanlah jalan terbaik bagi Indonesia. Respons itu disampaikan menyusul saran dari ekonom senior Amerika Serikat, Arthur Laffer, dalam forum CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Jakarta, kemarin.

Alih-alih mendukung, Sri Mulyani secara tegas menolak gagasan tersebut karena dinilai tak mencerminkan asas keadilan sosial di tengah masyarakat yang memiliki kesenjangan pendapatan cukup besar.

“Di Indonesia kita punya lima bracket tarif PPh. Coba bayangkan, yang penghasilannya UMR disamakan dengan yang miliaran rupiah per tahun, bayar pajaknya sama. Setuju nggak?” tanyanya kepada peserta forum. “Saya hampir yakin, semua tidak setuju.”

Saat ini, sistem pajak penghasilan Indonesia menerapkan tarif progresif mulai dari 5% hingga 35%, menyesuaikan dengan besaran penghasilan wajib pajak. Menurut Menkeu, struktur tarif progresif inilah yang menjaga prinsip keadilan dan distribusi ekonomi.

“Yang penghasilannya Rp60 juta setahun tak mungkin dikenai tarif yang sama dengan yang Rp5 miliar ke atas. Itu logika dasar keadilan,” ujarnya tegas.

Sri Mulyani juga menekankan bahwa kebijakan fiskal Indonesia memiliki pendekatan yang berbeda dari negara-negara maju. Sistem fiskal nasional dirancang tidak semata-mata untuk efisiensi ekonomi, tetapi juga berperan dalam fungsi stabilisasi, alokasi, dan distribusi pendapatan.

“Ketika ekonomi melambat dan perusahaan rugi, otomatis penerimaan pajak turun. Tapi kita tetap harus belanja untuk bantuan sosial, infrastruktur, bahkan subsidi upah. Itulah fungsi countercyclical dari fiskal,” paparnya.

Di sisi lain, Arthur Laffer—tokoh yang dikenal luas karena Laffer Curve-nya—berpendapat bahwa sistem flat tax dengan tarif rendah dan basis yang luas adalah cara terbaik untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ia menilai sistem progresif cenderung “mendiskriminasi” orang-orang sukses.

“Saya tidak berbicara tentang kebijakan spesifik Indonesia. Tapi prinsipnya jelas: Anda butuh flat tax. Itu akan menciptakan sistem yang adil dan mendorong produktivitas,” ujar Laffer, yang pernah menjadi penasihat ekonomi Presiden Donald Trump.

Namun bagi Sri Mulyani, kebijakan pajak bukan semata urusan angka dan efisiensi. Ia menekankan bahwa Indonesia tidak bisa meniru begitu saja model negara lain, sebab konteks sosial, ekonomi, dan konstitusi setiap negara sangat berbeda.

“Pajak bukan hanya soal pungutan. Ini soal siapa yang dibantu dan siapa yang diminta berkontribusi lebih besar. Di situlah negara hadir,” pungkasnya.

Dengan penolakan ini, Sri Mulyani kembali meneguhkan posisi Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip keadilan sosial dalam setiap kebijakan fiskalnya bukan semata mengejar angka pertumbuhan ekonomi semu. (alf)

 

IKPI Surabaya dan CIMB Niaga Hadirkan Forum Bahas Perpajakan dan Kepatuhan

IKPI, Surabaya: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya kembali menegaskan perannya sebagai mitra strategis bagi pelaku usaha melalui kolaborasi bermakna bersama CIMB Niaga Surabaya. Bertempat di Hotel Sheraton Surabaya, forum eksklusif ini diselenggarakan pada Kamis (12/6/2025) malam, menghadirkan atmosfer dialog yang hangat namun sarat wawasan.

Acara menghadirkan para profesional dan pelaku usaha dari berbagai sektor, khususnya yang bergerak dalam industri jasa keuangan dan asuransi. Mereka berkumpul untuk mendalami aspek-aspek terkini mengenai kepatuhan dan regulasi perpajakan, yang terus berkembang seiring dinamika dunia usaha.

Diskusi berlangsung interaktif, membahas bagaimana pelaku usaha dapat menavigasi kewajiban perpajakan secara bijak dan akurat, serta menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi yang semakin kompleks. Para peserta antusias menyampaikan pertanyaan dan berbagi pengalaman, menjadikan forum ini bukan sekadar ruang presentasi, tetapi juga sarana saling belajar antarpraktisi.

Sekretaris Cabang IKPI Surabaya, Renny Anggraeni, menyampaikan bahwa forum ini dirancang sebagai upaya memperkuat literasi perpajakan di kalangan pelaku industri keuangan, terutama dalam menghadapi tantangan kepatuhan yang semakin menuntut ketepatan dan transparansi.

Renny juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membangun pemahaman yang aplikatif dan berdampak langsung pada praktik usaha sehari-hari.

Dikatakannya, kolaborasi antara IKPI Surabaya dan CIMB Niaga diharapkan tidak berhenti sampai di sini. Dengan semangat untuk terus menghadirkan ruang-ruang edukatif dan strategis, kedua institusi membuka peluang penyelenggaraan kegiatan serupa di masa mendatang, khususnya yang menyasar sektor-sektor spesifik seperti asuransi, perbankan, dan teknologi keuangan.

Forum ini menjadi pengingat bahwa di tengah kompleksitas regulasi, sinergi dan pemahaman bersama adalah kunci untuk membangun dunia usaha yang sehat, patuh, dan berdaya saing tinggi. IKPI Surabaya mengajak seluruh komunitas usaha untuk terus terlibat aktif dalam forum-forum semacam ini, sebagai bagian dari gerakan membangun ekosistem bisnis yang lebih berkelanjutan. (alf)

 

IKPI Gandeng Uniga Malang: Sinergi Profesional dan Dunia Pendidikan

IKPI, Malang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas kontribusinya dalam pengembangan pendidikan dan literasi perpajakan di Indonesia. Kali ini, IKPI resmi menjalin kerja sama strategis dengan Universitas Gajayana (Uniga) Malang, ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara kedua institusi.

Penandatanganan MoU dilakukan langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Rektor Uniga, Prof. Dr. Ernani Hadiyati, MS. Acara ini juga dirangkai dengan peluncuran Tax Center Uniga dan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Uniga dan Kanwil DJP Jawa Timur III. Kegiatan tersebut diselenggarakan secara meriah di kampus Uniga, Rabu (18/6/2025) dan dihadiri oleh jajaran pimpinan IKPI, perwakilan Kanwil DJP, dosen, alumni, serta ratusan mahasiswa.

Ketua IKPI Cabang Malang, Ahmad Dahlan, yang menjadi salah satu penggerak utama inisiatif ini, mengungkapkan rasa syukurnya atas kelancaran seluruh rangkaian kegiatan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Malang)

“Alhamdulillah, penandatanganan MoU antara IKPI dengan Universitas Gajayana berjalan dengan lancar dan penuh semangat kolaboratif. Ini bukan hanya seremoni biasa, tetapi langkah konkret yang akan membuka banyak peluang baik bagi mahasiswa, civitas akademika, maupun praktisi perpajakan,” ujar Ahmad Dahlan.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam meningkatkan pemahaman dan kompetensi di bidang perpajakan, khususnya di kalangan generasi muda.

“Kami di IKPI melihat bahwa dunia perpajakan tidak bisa berkembang sendirian. Perlu ada sinergi antara dunia profesional dan dunia pendidikan. Dengan adanya Tax Center di Uniga ini, kami berharap lahir kader-kader konsultan pajak masa depan yang kompeten, profesional, dan berintegritas,” ujarnya.

Ahmad Dahlan juga menyampaikan apresiasi atas antusiasme tinggi dari para mahasiswa selama kuliah tamu yang dibawakan oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld. “Luar biasa semangat mahasiswa Uniga. Mereka aktif bertanya, menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap profesi konsultan pajak. Ini sinyal positif bahwa regenerasi di bidang perpajakan berjalan ke arah yang baik,” ungkapnya.

Menurutnya, kehadiran Tax Center di kampus tidak hanya sebagai simbol, tetapi harus benar-benar dimanfaatkan sebagai pusat edukasi, diskusi, dan pelatihan pajak yang berkelanjutan. “Kami di IKPI siap mendampingi dan mendukung semua program edukasi yang akan dijalankan oleh Tax Center ini, baik dalam bentuk kuliah, pelatihan, hingga pendampingan praktik kerja lapangan,” tambahnya.

Acara yang berlangsung hingga sore hari ini diakhiri dengan peresmian Tax Center melalui pengguntingan pita dan pemotongan tumpeng, sebagai bentuk syukur atas terjalinnya kemitraan dan harapan besar di masa depan.

Kerja sama ini diharapkan menjadi model kolaborasi ideal antara lembaga profesi dan perguruan tinggi dalam memperkuat kualitas sumber daya manusia di bidang perpajakan nasional. (bl)

IKPI Makassar Gelar Pelatihan Brevet A & B, Cetak Konsultan Pajak Profesional 

IKPI, Makassar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Makassar resmi memulai kelas perdana pelatihan Brevet A dan B pada Senin (16/6/2025), menandai tonggak penting dalam pengembangan kapasitas profesional perpajakan di kawasan Indonesia Timur.

Peluncuran program Brevet AB ini dilangsungkan bersamaan dengan peresmian sekretariat baru IKPI Makassar, yang dihadiri oleh perwakilan Kanwil DJP Sulselbatra dan Ketua Pengurus Daerah IKPI Sulawesi, Maluku, dan Papua, Drs. Mustamin Anshar.

Ketua IKPI Cabang Makassar, Ezra Palisungan, menjelaskan bahwa kelas perdana Brevet AB diikuti oleh 17 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk staf perpajakan, mahasiswa, dan profesional muda. Pelatihan dijadwalkan berlangsung selama 28 pertemuan, dengan sesi kelas digelar setiap Senin, Rabu, dan Jumat pukul 18.00–21.00 WITA.

“Kami menyelenggarakan Brevet AB dengan pendekatan praktis dan aplikatif. Semua instruktur merupakan anggota IKPI Makassar yang juga berpengalaman sebagai dosen dan konsultan pajak profesional, sehingga peserta akan mendapatkan kombinasi ilmu teori dan praktik lapangan,” ujar Ezra, Rabu (18/6/2025).

Dikatakannya, kelas Brevet ini dilaksanakan sepenuhnya di Sekretariat baru IKPI Cabang Makassar, yang kini menjadi pusat kegiatan pendidikan, diskusi profesional, serta sinergi antaranggota dan pemangku kepentingan perpajakan.

Pelatihan Brevet AB ini menjadi bukti komitmen IKPI Makassar dalam mencetak konsultan pajak yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga menjunjung etika dan profesionalisme tinggi.

“Kami ingin Makassar menjadi pusat pengembangan konsultan pajak unggulan di kawasan timur. Brevet ini adalah langkah awal menuju tujuan tersebut,” tambah Ezra.

Dengan dimulainya program ini, IKPI Makassar berharap dapat mendorong lahirnya generasi konsultan pajak yang siap menghadapi tantangan regulasi dan dinamika perpajakan nasional. (bl)

 

Kuliah Umum: Ketum IKPI Sampaikan Masa Depan Konsultan Pajak di Era Digital

IKPI, Malang: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan kuliah umum di Universitas Gajayana (Uniga) Malang, Rabu (18/6/2025). Dihadapan ratusan mahasiswa ia menyampaikan “Ekosistem Perpajakan Indonesia dan Masa Depan Profesi Konsultan Pajak” .

Kegiatan ini disambut antusias oleh ratusan mahasiswa dan akademisi yang ingin mengenal lebih dekat peran krusial konsultan pajak di tengah dinamika perpajakan global dan nasional.

Dalam sesi ini, Vaudy memaparkan berbagai aspek strategis yang membentuk ekosistem perpajakan Indonesia.

(Foto: Istimewa)

Ia menggarisbawahi bahwa profesi konsultan pajak tak lagi sekadar pendamping wajib pajak, melainkan kini menjadi penghubung penting antara pengetahuan, kebijakan, dan teknologi.

“Profesi konsultan pajak adalah mitra strategis dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak. Sertifikasi dan izin praktik menjadi kunci profesionalisme dan legalitas,” ungkapnya.

Dijelaskannya, ada tiga tingkatan izin praktik yang mencakup WP orang pribadi, badan usaha, hingga entitas asing berdasarkan ketentuan terbaru dari Kementerian Keuangan.

Vaudy juga menjelaskan, tren penerimaan pajak menjadi indikator vital untuk membaca arah perkembangan profesi ini. Total penerimaan pajak nasional terus meningkat dari Rp1.716,8 triliun pada 2021 menjadi Rp1.988,9 triliun pada 2023 bahkan tahun 2025 menjadi lebih dari Rp.2.000 triliun. Pertumbuhan ini turut mencerminkan meningkatnya kebutuhan terhadap jasa profesional konsultan pajak di berbagai sektor, baik korporasi multinasional maupun UMKM.

Era Taxologist dan Digitalisasi Sistem Pajak

Pada kesempatan itu, Vaudy menyampaikan konsep “Taxologist” yang sudah berjalan di luar negeri, sebuah profesi hibrida yang memadukan keahlian perpajakan dengan keterampilan teknologi. Taxologist diproyeksikan menjadi ujung tombak dalam digitalisasi sistem perpajakan yang tengah berkembang di dunia.

“Perubahan lanskap global, transparansi data, dan ekonomi digital menuntut transformasi peran konsultan pajak dari sekadar penasihat menjadi inovator,” katanya, yang juga merujuk pada fenomena pertukaran data lintas negara serta teknologi otomasi pajak.

Peta Profesi Konsultan Pajak

Ia mengungkapkan, data per Juni 2025 menunjukkan bahwa dari lebih dari 86 juta wajib pajak orang pribadi dan badan, Indonesia baru memiliki 7.544 konsultan pajak. Ini menunjukkan bahwa peluang di bidang ini masih sangat terbuka, apalagi dengan adanya dukungan regulasi melalui UU P2SK yang mengakui konsultan pajak sebagai bagian dari profesi penunjang sektor keuangan.

Sebagai asosiasi konsultan pajak tertua dan terbesar di Indonesia, IKPI memiliki lebih dari 7.200 anggota aktif yang tersebar di 13 pengurus daerah dan 45 pengurus cabang.

Dalam kuliah umum ini, ia juga menyosialisasikan pentingnya Brevet dan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) sebagai syarat memasuki dunia praktik.

“Konsultan pajak hadir bukan hanya untuk perusahaan besar, tetapi juga untuk membantu UMKM dan individu memahami hak dan kewajiban perpajakan secara benar dan adil,” ujarnya.(bl)

IKPI Pengda Sulampapua Desak Kepastian Aturan dan Perbaikan Coretax

IKPI, Manado: Keresahan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kembali mencuat. Kali ini disuarakan langsung oleh Wakil Ketua Pengurus Daerah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampapua) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Yuli Rawun, dalam pertemuan dengan jajaran pejabat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado, Selasa, (17/6/2025).

Didampingi Wakil Sekretaris Mariza Partika dan anggota Meranti Baud, Yuli menyampaikan sejumlah persoalan serius terkait Coretax yang dirasakan sangat mengganggu kelancaran kewajiban perpajakan klien mereka.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sulampapua)

Pertama, Yuli menyoroti masalah kompensasi kelebihan bayar PPN masa Februari 2025 yang tidak muncul pada bulan berikutnya, bahkan sampai pelaporan SPT PPN saat ini (masa Mei) dalam sistem Coretax, meski telah dilaporkan sejak April 2025. “Lebih bayar yang sudah dilaporkan tidak tercermin kembali, ini membingungkan wajib pajak,” ungkap Yuli, Selasa (18/6/2025).

Kedua, untuk proses retur faktur pajak, Yuli menjelaskan bahwa nomor faktur retur yang seharusnya bisa diinput oleh wajib pajak tidak muncul dalam sistem, sehingga menyulitkan proses pembetulan.

Ketiga, faktur pajak (FP) masukan yang belum dikreditkan pada bulan berjalan tidak dapat dikreditkan di bulan berikutnya, padahal aturan memperbolehkan pengkreditan hingga tiga bulan.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sulampapua)

“FP masukan yang tidak dikreditkan bulan ini, seharusnya bisa dikreditkan di bulan berikutnya. Tapi tidak muncul lagi di CT bulan selanjutnya. Ini jelas merugikan,” tambahnya.

Selain soal teknis sistem, Yuli juga menyinggung belum terbitnya peraturan lanjutan terkait tarif PPh Final UMKM pasca berakhirnya masa berlaku PP 55 Tahun 2022. PP tersebut menetapkan tarif final 0,5% bagi pelaku usaha orang pribadi dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar, namun hanya berlaku hingga akhir 2024.

“Pemerintah katanya mau perpanjang sampai 2025, tapi aturannya belum keluar juga sampai sekarang. UMKM jadi bingung, mau setor pakai tarif berapa?” ujar Yuli.

Menurutnya, jika UMKM dipaksa menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, beban pajaknya menjadi terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan kemampuan pelaporan mereka.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Pengda Sulampapua, Mariza Partika, turut menambahkan kekhawatiran soal perlakuan pemeriksaan pajak yang tidak merata. Ia mempertanyakan mengapa wajib pajak yang sudah pernah diperiksa dan menyelesaikan kewajiban dengan SP2DK kembali dipanggil di akhir tahun untuk pemeriksaan yang sama.

“Padahal mereka sudah bayar dan selesai dengan AR (Account Representative), tapi tetap saja dapat surat pemeriksaan lagi. Ini menimbulkan ketidakpercayaan,” ujarnya.

Respons KPP Pratama Manado

Pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu dihadiri oleh Kepala KPP Pratama Manado, Udji Setiono, dan Kepala Seksi Waskon Strategis, James Hendra Wayong. Keduanya menyimak masukan dengan serius dan berjanji akan meneruskan keluhan kepada otoritas di tingkat pusat.

Dengan segala problematika yang ada, pertemuan tersebut menjadi momentum penting untuk mendorong perbaikan sistem pajak yang lebih adil, jelas, dan mudah dijangkau oleh UMKM sebagai motor utama penggerak ekonomi. (bl)

Ekonom Ingatkan Menaikkan Tarif Pajak Ciptakan Perlambatan Ekonomi

IKPI, Jakarta: Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati dalam menaikkan tarif pajak. Bukannya menambah pemasukan negara, kebijakan ini justru berisiko menciptakan masalah baru yang berujung pada penurunan penerimaan negara dan perlambatan ekonomi.

Peringatan tersebut disampaikan oleh ekonom senior asal Amerika Serikat, Arthur Betz Laffer, dalam acara Economic Update 2025 yang digelar Rabu, 18 Juni 2025.

Laffer, yang dikenal luas lewat teori Kurva Laffer, menilai bahwa penaikan tarif pajak sering kali menghasilkan efek sebaliknya dari yang diharapkan.

“Ketika tarif pajak dinaikkan 10 persen, pembuat kebijakan kerap berasumsi pendapatan juga akan naik 10 persen. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu,” kata Laffer.

Menurutnya, respons wajib pajak terhadap kenaikan tarif bisa sangat beragam, mulai dari mencari celah legal untuk menghindari pajak, mengurangi aktivitas usaha, hingga hengkang ke negara lain yang tarifnya lebih rendah. Akibatnya, basis pajak menyusut dan penerimaan negara justru bisa merosot.

“Mereka bisa berhenti bekerja, mengalihkan usahanya ke tempat lain, dan negara kehilangan potensi pendapatan,” tambahnya.

Laffer menekankan bahwa pendekatan ideal adalah menerapkan tarif pajak yang rendah, stabil, dan berbasis luas. Dengan begitu, beban pajak terbagi lebih merata tanpa menekan satu kelompok secara berlebihan.

“Pajak yang rendah, berbasis luas, dan tetap itulah resep utama agar sistem perpajakan tidak menjadi beban ekonomi,” ujar Laffer.

Namun ia juga mengakui bahwa dampak dari kenaikan tarif bisa berbeda-beda di tiap negara. Ada kalanya kenaikan tarif memang meningkatkan penerimaan, tapi dalam banyak kasus, data justru menunjukkan sebaliknya.

“Efek ekonomi dan efek akuntansi bekerja ke arah yang berlawanan. Kuncinya ada pada data dan konteksnya,” tegasnya.

Pandangan Laffer ini menjadi bahan refleksi penting di tengah tekanan fiskal yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia, agar tidak gegabah menjadikan penaikan tarif sebagai jalan pintas dalam mengejar target penerimaan. (alf)

 

DJP – Satgassus Polri Kolaborasi Bongkar Shadow Economy di Sektor SDA

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menggandeng Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara dari Polri untuk memberantas aktivitas ekonomi tersembunyi atau shadow economy, khususnya yang merugikan negara dari sektor-sektor strategis. Kolaborasi ini menyasar aktivitas ekonomi ilegal yang kerap luput dari pengawasan dan pelaporan perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa sinergi antara DJP dan Satgassus difokuskan pada sektor berbasis sumber daya alam.

“Sektor yang menjadi perhatian utama adalah illegal fishing, illegal mining, dan illegal logging. Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi penerimaan negara,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulis, Rabu (18/6/2025).

Tak hanya tiga sektor itu, DJP dan Satgassus juga akan menelusuri potensi aktivitas ekonomi ilegal lainnya yang diduga menjadi sumber kejahatan terorganisir dan pencucian uang.

Langkah konkret yang diambil meliputi penguatan pertukaran data, pemetaan potensi penerimaan yang belum tergarap, serta penegakan hukum berbasis intelijen dan analisis risiko.

“Pendekatannya menyeluruh, dari pencegahan hingga penindakan,” tegas Rosmauli.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto telah mengadakan pertemuan intensif dengan jajaran Satgassus, termasuk Ketua Herry Muryanto. Tim Satgassus, kecuali Wakil Ketua Novel Baswedan yang berhalangan hadir, menyambangi kantor DJP guna membahas strategi koordinatif pengamanan penerimaan negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut menanggapi inisiatif ini. Ia mengungkapkan bahwa keberadaan Satgassus bukanlah hal baru, melainkan revitalisasi dari upaya serupa yang pernah diluncurkan.

“Saya pernah hadir saat peluncuran sebelumnya. Ini inisiatif yang baik dan sejalan dengan upaya memperkuat APBN,” ujar Sri Mulyani.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyampaikan bahwa Satgassus ini bertugas mendampingi kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, agar lebih optimal dalam menghimpun penerimaan negara. Tim ini terdiri dari mantan penyidik KPK yang dulu aktif dalam Satgassus Pencegahan Korupsi Polri.

Dengan pengalaman investigatif yang kuat, Satgassus di bawah kepemimpinan Herry Muryanto dan Novel Baswedan diharapkan mampu membongkar praktik-praktik ekonomi ilegal yang selama ini menjadi titik lemah pengawasan fiskal nasional.

Pemerintah optimistis kolaborasi ini akan menjadi salah satu kunci dalam mengamankan target penerimaan negara sekaligus mempersempit ruang gerak ekonomi gelap di Indonesia. (alf)

 

Dirjen Pajak Gandeng Satgassus Polri Amankan Penerimaan Negara, Fokus Pajaki Transaksi Digital

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas penerimaan negara melalui sinergi erat dengan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri. Kolaborasi ini mencakup langkah-langkah strategis dari sisi pencegahan hingga penindakan terhadap potensi kebocoran pajak.

Dalam pertemuan yang digelar pada Senin sore (17/6/2025), Bimo mengundang seluruh anggota Satgassus kecuali Novel Baswedan ke kantor pusat Ditjen Pajak. Ia menyatakan bahwa pertemuan ini menjadi tonggak awal koordinasi lintas lembaga demi mengamankan setoran negara dari potensi pelanggaran perpajakan.

“Satgassus datang full team ke kantor kami, dan kami berkomitmen untuk bersinergi mengamankan penerimaan negara, baik dari sisi pencegahan maupun penindakan,” ujar Bimo.

Bimo juga mengungkapkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak tengah menyiapkan strategi khusus untuk mengoptimalkan penerimaan negara, terutama dalam rangka mendongkrak tax ratio nasional yang selama satu dekade terakhir stagnan di kisaran 10 persen.

Salah satu fokus utama adalah ekstensifikasi perpajakan lewat pengenaan pajak pada transaksi digital. Menurutnya, regulasi terkait sudah rampung dan siap diterapkan.

“Beberapa kerangka regulasi pemajakan transaksi digital sudah kami selesaikan. Ini menjadi langkah konkret kami untuk memperluas basis pajak,” jelasnya.

Sementara itu, dari sisi intensifikasi, Bimo menekankan pentingnya peningkatan layanan perpajakan. Ia menyebut sistem administrasi Coretax atau Cortex telah menunjukkan perkembangan positif. “Registrasi dan pembayaran melalui Cortex kini sudah stabil. Kami sedang menyempurnakan aspek pelaporan SPT dan pelayanan lainnya,” imbuhnya.

Langkah-langkah ini dinilai krusial untuk memastikan pencapaian target penerimaan negara 2025 dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional. (alf)

 

 

APBN Mei 2025 Kembali Defisit Rp21 Triliun, Penerimaan Pajak Masih Loyo

IKPI, Jakarta: Setelah sempat mencatatkan surplus di bulan April, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mengalami defisit pada Mei 2025 sebesar Rp21 triliun. Angka ini setara dengan 0,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menunjukkan tekanan fiskal yang mulai terasa akibat lemahnya kinerja penerimaan negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa yang digelar di Kementerian Keuangan, Selasa (17/6/2025), menjelaskan bahwa total pendapatan negara hingga akhir Mei tercatat sebesar Rp995,3 triliun atau baru 33,1% dari target tahun 2025.

Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp1.016,3 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp694,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp322 triliun.

“Posisi defisit terjadi karena belanja negara lebih besar dari pendapatan. Ini juga mencerminkan tantangan dari sisi penerimaan, khususnya pajak,” ujar Sri Mulyani.

Pendapatan dari sektor pajak memang menunjukkan tren perlambatan. Hingga Mei, penerimaan pajak hanya terkumpul Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target tahunan senilai Rp2.189,2 triliun. Angka ini turun signifikan 11,28% dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp760,38 triliun.

Sebelumnya, pada April 2025, APBN mencatatkan surplus Rp4,3 triliun atau 0,02% dari PDB, mengakhiri tren defisit tiga bulan berturut-turut sejak awal tahun. Surplus tersebut sempat menjadi sinyal positif sebelum akhirnya defisit kembali terjadi di bulan berikutnya.

Meski demikian, Sri Mulyani mencatat adanya capaian positif dari sisi keseimbangan primer. Per Mei 2025, keseimbangan primer surplus sebesar Rp192,1 triliun, naik dari Rp184,2 triliun pada Mei tahun lalu dan Rp173,9 triliun pada April 2025.

Pemerintah sendiri telah merancang defisit fiskal 2025 sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB. Dengan realisasi defisit yang masih di bawah 5% dari target tahunan, pemerintah menganggap posisi fiskal masih cukup terjaga, meskipun tekanan penerimaan perlu diwaspadai, terutama dari sektor pajak. (alf)

 

 

en_US