Pengurus IKPI se-Jatim Audiensi ke Kanwil DJP I: Dorong Sosialisasi Coretax dan Usulkan Dummy SPT Tahunan

IKPI, Pengda Jatim: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) Jawa Timur bersama tiga Pengurus Cabang (Pengcab) Surabaya, Sidoarjo, dan Malang melakukan audiensi dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Timur I, Samingun, di Surabaya, Kamis (24/7/2025).

Ketua IKPI Pengda Jatim Zeti Arina mengatakan kunjungan ini bertujuan silaturahim, mengucapkan selamat datang dan selamat bertugas di Kantor Wilayah Jawa Timur 1, memperkenalkan jajaran pengurus sekaligus membangun sinergi antara IKPI dengan otoritas pajak, khususnya dalam mendukung implementasi sistem Coretax, yang tahun ini mulai digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan.

“Kami ingin bersinergi dalam kegiatan sosialisasi bersama terkait aktivasi akun dan pengisian SPT melalui Coretax, ujar Zeti, Kamis (24/07/2025)

Enggan selaku ketua cabang Surabaya juga telah memaparkan kegiatan bersama dengan beberapa Kantor Pelayanan Pajak di Surabaya.

Ika selaku pengurus dan pengajar juga mengusulkan adanya dummy SPT Tahunan OP dan Badan sebagai alat bantu dalam edukasi masyarakat dan materi ajar di kampus. Dummy ini akan sangat membantu wajib pajak dan para konsultan pajak pemula dalam memahami alur pengisian SPT di platform digital terbaru tersebut. Usulan ini dinilai penting agar edukasi bisa berjalan lebih efektif, terutama bagi pengguna baru Coretax.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Kepala Kanwil DJP Jatim I Samingun menyambut baik rencana sosialisasi bersama tersebut. Ia menekankan pentingnya kegiatan ini dilakukan lebih awal, agar masyarakat memiliki waktu yang cukup memahami sistem sebelum batas pelaporan.

“Kalau terlalu mepet waktunya, kami khawatir pelaporan SPT jadi chaos karena banyak masyarakat yang belum paham aktivasi dan pengisian Coretax. Kami siap mendukung sosialisasi ini ke berbagai komunitas, asosiasi, hingga warga tingkat kecamatan,” ungkap Samingun yang saat itu didampingi tim Humas Kanwil.

Terkait waktu pelaksanaan, bu Yayuk selaku team humas menyampaikan bahwa sosialisasi untuk pelaporan SPT Tahunan melalui Coretax masih menunggu arahan resmi dari kantor pusat DJP yang dijadwalkan berlangsung Agustus mendatang. Namun, untuk klien konsultan yang tahun bukunya tidak mengikuti tahun kalender DJP dapat memberikan jadwal sosialisasi lebih cepat.

Audiensi ini juga dihadiri sejumlah pengurus daerah dan cabang, di antaranya dari Pengda Jatim: Eddy Tajib (Bendahara), Ika Fransisca (Keanggotaan), Vivi Violeta (PPL), dan David (Kemitraan Instansi).

Dari Cabang Surabaya: Enggan Nursanti (Ketua), Renny Anggraeni (Sekretaris), Niniek Helina Kurniawan (Bendahara), Kuswijanti Kawarno, Diana Herawati, Yenny Purnamasari, Wibowo, Andy Setiabudi, Ferry Vincentius, Heru Suryanto, Albert H. Suriawidjaja, dan Arief Budianto.

Sementara dari Cabang Malang hadir Nanang Hemanto (Humas), serta dari Cabang Sidoarjo hadir Ghafiki dan Haryoko dari Bidang Hukum dan Litbang Organisasi.

Audiensi ini diakhiri dengan komitmen kedua pihak untuk terus berkolaborasi mendukung edukasi perpajakan berbasis teknologi serta mendekatkan layanan pajak kepada masyarakat. (bl)

DJP Dorong Wajib Pajak Segera Aktivasi Akun dan Sertifikat Digital di Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah gencar mengedukasi wajib pajak untuk segera melakukan aktivasi akun serta registrasi kode otorisasi atau sertifikat digital dalam sistem inti administrasi perpajakan (Coretax). Imbauan ini disampaikan DJP melalui email blast yang dikirimkan secara massal kepada para wajib pajak.

Langkah ini merupakan bagian dari transformasi digital layanan perpajakan yang menekankan transparansi, efisiensi, dan kemudahan dalam menjalankan kewajiban perpajakan.

Dalam email bertanggal Jumat (25/7/2025), DJP menyatakan bahwa aktivasi akun menjadi prasyarat penting untuk mengakses berbagai fitur dalam coretax system, termasuk pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2025 yang akan berlangsung pada awal 2026.

“Aktivasi akun ini juga dibutuhkan untuk menggunakan tanda tangan elektronik dalam seluruh proses administrasi perpajakan di sistem coretax,” tulis DJP dalam email tersebut.

DJP menjelaskan bahwa sertifikat digital berfungsi sebagai kunci otorisasi utama untuk layanan elektronik, seperti pelaporan SPT, pengajuan pemindahbukuan, hingga layanan lainnya yang sebelumnya memerlukan tatap muka langsung.

Wajib pajak dapat melakukan proses aktivasi dan registrasi tersebut melalui laman resmi: https://coretaxdjp.pajak.go.id. DJP menekankan pentingnya menyelesaikan proses ini lebih awal agar tidak terkendala saat masa pelaporan pajak tiba.

Adapun manfaat aktivasi akun dan sertifikat digital antara lain:

• Akses cepat dan aman ke layanan perpajakan digital,

• Proses administrasi yang lebih ringkas,

• Menghindari antrean fisik dan potensi kendala teknis saat tenggat waktu pelaporan.

Dalam email tersebut, DJP juga menyampaikan apresiasi kepada wajib pajak yang telah menyelesaikan aktivasi dan registrasi lebih awal.

Sebagai tambahan, DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap modus penipuan yang mengatasnamakan implementasi coretax system. Wajib pajak diminta untuk hanya mengakses layanan melalui saluran resmi dan menghindari tautan mencurigakan.

Bagi wajib pajak yang membutuhkan bantuan, DJP menyediakan berbagai kanal informasi seperti laman panduan aktivasi akun dan panduan sertifikat digital, layanan Kring Pajak di 1500200, serta bantuan langsung di kantor pelayanan pajak terdekat. (alf)

 

IKPI Jakarta Pusat dan Kanwil DJP Kolaborasi Gelar Seminar PER-11/PJ/2025

IKPI, Jakarta Pusat: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat bekerja sama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Pusat menggelar seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dengan tema “Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025” di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Kamis (23/7/2025). Seminar ini menjadi bukti nyata kolaborasi strategis antara asosiasi profesi dan otoritas pajak dalam menyosialisasikan regulasi terbaru.

Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani dalam sambutannya menjelaskan bahwa seminar ini merupakan respons atas terbitnya aturan baru yang kini menjadi perhatian utama praktisi perpajakan. “PER-11/PJ/2025 merupakan aturan besar yang sinkron dengan sistem baru perpajakan berbasis Cortex. Karena itu, kami berinisiatif bekerja sama dengan Kanwil DJP untuk mensosialisasikannya secara menyeluruh kepada para anggota,” ujarnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Suryani juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Kanwil DJP Jakarta pusat, Eddi Wahyudi yang telah mendukung acara ini.

Hadir empat narasumber dari Kanwil DJP Jakarta Pusat, Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Kurnia, Kepala Bidang P2 Humas Muktia, yang mewakili Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat. Mereka membedah poin-poin penting dalam seminar tersebut.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Materi seminar difokuskan pada dua sesi utama, yaitu pembaruan ketentuan PPN dan PPnBM di sesi pagi, serta SPT PPh unifikasi di sesi siang.

Ia menekankan bahwa aturan baru ini membawa sejumlah perubahan signifikan, dalam UU PPN terutama dalam aspek pembuatan faktur pajak.

“Pengisian keterangan pada faktur pajak kini lebih rinci. Misalnya, pada kolom nama barang harus diisi rinci: penjualan komputer merek ABC sebanyak 3 (unit) dengan harga jual sebesar Rp 5 juta per unit. Sedangkan sudah ada kolom tersendiri atas pengisian jumlah dan harga ” ungkapnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Hal tersebut memicu diskusi hangat dari para peserta, yang menyoroti potensi peningkatan beban administrasi. “Bagi konsultan pajak, ini bukan soal menolak, tetapi berharap agar kewajiban administratif bisa disederhanakan, agar tidak menyita waktu,” tambahnya.

Sebanyak 147 peserta hadir dalam seminar ini, jumlah terbanyak yang pernah dicapai dalam sejarah IKPI Jakarta Pusat. Ketua cabang pun mengapresiasi panitia kecil yang berjumlah enam orang yang telah bekerja keras di bawah pengawasan pengurus.

“Kolaborasi dengan Kanwil DJP ini sangat positif, karena menjadi ruang diskusi dua arah. DJP sudah lebih dulu mengikuti pelatihan internal, jadi mereka bisa menjawab langsung kebingungan anggota di lapangan,” jelasnya.

Ke depan lanjut Suryani, IKPI Jakarta Pusat berkomitmen terus membangun sinergi dengan otoritas pajak dalam mendukung edukasi dan implementasi aturan secara efektif. “Seminar ini bukan sekadar penyampaian materi, tapi juga menyuarakan aspirasi anggota atas praktik-praktik baru perpajakan,” katanya. (bl)

IKPI Tangsel Gelar Darmawisata, Tingkatkan Keakraban dan Kekompakan

IKPI, Tangerang Selatan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Tangerang Selatan (Tangsel) menggelar kegiatan darmawisata ke Hidden Dragon Hill, Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/7/2025). Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 40 orang yang terdiri dari anggota dan pengurus IKPI Tangsel.

Ketua IKPI Tangsel. Rully Erlangga mengungkapkan, darmawisata ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi antaranggota, serta membangun kekompakan dan keakraban dalam suasana santai dan penuh kebersamaan. Selain itu, dalam kesempatan tersebut juga dilakukan persiapan pengambilan video ucapan Hari Ulang Tahun IKPI ke-60, yang akan menjadi bentuk partisipasi aktif IKPI Tangsel dalam rangkaian perayaan nasional organisasi.

Rully juga menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya kegiatan ini. Ia menegaskan pentingnya membangun kekompakan di antara anggota IKPI sebagai pondasi utama untuk mendukung kiprah organisasi di berbagai kegiatan profesional maupun sosial.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tangerang Selatan)

“Kami berharap melalui kegiatan seperti ini, para anggota semakin solid, senang dan aktif dalam setiap kegiatan IKPI Tangsel. Kebersamaan adalah kunci utama untuk membangun organisasi yang kuat dan bermanfaat,” ujar Rully, Jumat (25/7/2025).

Dengan penuh semangat, kegiatan darmawisata yang dikemas santai ini diharapkan mampu meningkatkan rasa kebersamaan dan loyalitas anggota terhadap organisasi.

Ia juga menegaskan, IKPI Tangsel berkomitmen untuk terus mengadakan kegiatan-kegiatan positif yang tidak hanya mempererat hubungan antaranggota, tetapi juga berkontribusi terhadap eksistensi profesi konsultan pajak di Indonesia. (bl)

IKPI Angkat Tantangan Administrasi Pajak 2025 Lewat Edukasi Virtual

IKPI, Jakarta: Dinamika perubahan sistem pelaporan pajak yang terus berkembang menjadi sorotan dalam diskusi mingguan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yang digelar Kamis (24/7/2025) secara daring melalui Zoom. Diskusi bertema “Tantangan Administrasi Perpajakan di 2025” ini menghadirkan praktisi perpajakan, Michael yang juga merupakan anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan sebagai narasumber, dengan dipandu moderator Tuti Nuryati dari IKPI Cabang Kota Bekasi.

Diskusi terbuka ini sukses menarik perhatian 513 peserta dari berbagai kalangan, menandakan tingginya kepedulian terhadap isu teknis dan administratif perpajakan di era digital.

Dalam pemaparannya, Michael menggarisbawahi sejumlah tantangan utama yang dihadapi wajib pajak dan konsultan di tahun 2025, salah satunya adalah perubahan proses pelaporan melalui sistem Cortex yang menuntut ketelitian lebih tinggi.

“Kalau dulu kita bisa hitung, bayar, baru lapor. Sekarang wajib input dulu, submit, lalu aktivasi lewat kode otentikasi (KO). Setelah itu baru bisa lanjut ke pelaporan,” jelasnya.

Michael menekankan pentingnya penguasaan teknis administrasi pelaporan seperti pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) secara benar, lengkap, dan jelas, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang KUP. Jika salah input dan sudah disubmit, pengguna harus menunggu 7 hari agar sistem dapat mengembalikan ke posisi awal.

Lebih lanjut, ia juga menyinggung tantangan yang kerap muncul di lapangan, termasuk kasus-kasus keterlambatan pelaporan, kesalahan data, hingga permasalahan SP2DK. Ia membagikan tips praktis dalam menangani pemeriksaan, salah satunya dengan memastikan asal-usul data pajak didokumentasikan dengan baik.

“SPT itu bukan sekadar form, tapi alat untuk melaporkan apa yang kita peroleh dan pertanggungjawabkan. Harus lengkap, benar, jelas jangan sampai asal isi,” ujar Michael.

Dalam diskusi, Michael juga menyinggung peran penting konsultan pajak dalam menyampaikan edukasi terkini tentang peraturan seperti PER-11/PJ/2025 yang memperkenalkan perubahan besar pada sistem pelaporan SPT Masa dan Tahunan. Ia menyarankan agar para pelaku usaha dan WP (wajib pajak) rutin mengikuti perkembangan aturan terbaru karena sifat perpajakan yang rule-based dan dinamis.

Topik lain yang mencuat dalam diskusi adalah keberlanjutan insentif tarif final 0,5% bagi pelaku UMKM sesuai PMK 164/2023, serta ketentuan pembukuan dan audit laporan keuangan yang semakin menjadi sorotan seiring peningkatan integrasi data otoritas pajak dengan sistem perbankan.

Diskusi edukatif ini menjadi bukti nyata peran IKPI dalam mendorong literasi perpajakan yang lebih luas dan inklusif, khususnya dalam menghadapi transisi sistem perpajakan yang semakin digital dan kompleks. (bl)

 

 

IKPI Balikpapan Gelar PPL Terbatas Bahas Pelaporan Pajak di Era Coretax

IKPI, Balikpapan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Balikpapan menggelar kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) terbatas khusus anggota, Kamis (24/7/2025). Acara ini diikuti oleh 26 peserta dari IKPI Cabang Balikpapan dan IKPI Cabang Samarinda, bertujuan memperkuat pemahaman terhadap pelaporan PPN dan PPh dalam sistem Coretax sebagaimana diatur dalam PER-11/PJ/2025.

Ketua IKPI Cabang Balikpapan, Juliasyah, dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud nyata tanggung jawab organisasi dalam mendukung peningkatan kompetensi anggota. Menurutnya, IKPI harus terus hadir memberi dampak langsung terhadap perkembangan profesionalisme anggotanya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Balikpapan)

“IKPI maju, anggota maju,” tegasnya.

Juliasyah juga menyampaikan bahwa kegiatan ini sengaja dikhususkan untuk anggota karena materi yang disampaikan bersifat teknis dan strategis dalam mendukung tugas sehari-hari konsultan pajak. Ia menambahkan, ke depan IKPI Balikpapan akan menjalin kolaborasi dengan Cabang Samarinda untuk menyelenggarakan seminar atau workshop terbuka bagi masyarakat umum dengan topik-topik terkini dan relevan.

Kolaborasi tersebut diharapkan mampu memperluas jangkauan edukasi perpajakan, terlebih mengingat keterbatasan jumlah anggota di masing-masing cabang.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Balikpapan)

Dikatakan Juliansyah, materi PPL kali ini disampaikan oleh tim penyuluh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara yang dipimpin oleh Azwar Syam.

Para peserta mendapatkan penjelasan teknis terkait pembuatan Faktur Pajak, pelaporan PPN, pelaporan SPT Masa PPh 21 dan Unifikasi, serta persiapan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan Badan untuk Tahun Pajak 2025.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Balikpapan)

Suasana kegiatan berlangsung interaktif dengan diskusi dan tanya jawab yang mengangkat permasalahan nyata di lapangan. Antusiasme peserta menunjukkan pentingnya forum seperti ini dalam memperkuat pemahaman praktis anggota di tengah perubahan kebijakan perpajakan. (bl)

 

Memahami PMK 37 Tahun 2025 untuk UMKM dan Platform Digital

Ekonomi digital terus bertumbuh pesat di Indonesia, dengan UMKM menjadi salah satu penggerak utamanya. Seiring dengan perkembangan ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan regulasi terbaru untuk memastikan keadilan dan kepatuhan perpajakan di ranah digital. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang diundangkan pada 11 Juni 2025, menjadi sorotan penting bagi para pelaku usaha, khususnya UMKM, serta platform perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

PMK 37 Tahun 2025 ini secara spesifik mengatur penunjukan Pihak Lain sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri melalui sistem elektronik. Ini adalah langkah maju pemerintah dalam menyederhanakan dan mengoptimalkan pemungutan pajak di era digital.

Siapa Pihak Lain yang Ditunjuk?

Berdasarkan PMK ini, “Pihak Lain” adalah pihak yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh Pasal 22. Penunjukan ini mewajibkan platform e-commerce untuk memungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang terjadi di platform mereka.

Pentingnya PPh Pasal 22 dalam Transaksi E-commerce

PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak tertentu sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang atau kegiatan usaha. Dalam konteks e-commerce, PMK 37 Tahun 2025 menjelaskan bagaimana PPh Pasal 22 ini diberlakukan:

• Pungutan oleh Pihak Lain: Platform e-commerce yang ditunjuk wajib menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut dalam setiap Masa Pajak ke kas negara.

• Pelaporan Informasi: Selain penyetoran, Pihak Lain juga wajib menyampaikan informasi transaksi dan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada Direktur Jenderal Pajak. Informasi ini mencakup detail pedagang, data omzet, hingga informasi pembeli barang/jasa. Pelaporan ini menjadi lampiran dari Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.

• Sanksi Kepatuhan: Jika Pihak Lain tidak memenuhi kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, mereka dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dan penyelenggara sistem elektronik.

Dampak bagi Pedagang Dalam Negeri (UMKM)

Bagi UMKM sebagai Pedagang Dalam Negeri, PMK ini membawa beberapa poin penting:

• Kriteria Peredaran Bruto Rp500 Juta: PMK ini memperkenalkan ambang batas peredaran bruto. Pedagang Dalam Negeri yang memiliki peredaran bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp500.000.000,00 dapat menyampaikan surat pernyataan kepada Pihak Lain. Jika batas ini terlampaui, pedagang harus mulai mempersiapkan diri untuk skema perpajakan yang berbeda.

• PPh Pasal 22 Sebagai Pembayaran di Muka atau Final: PPh Pasal 22 yang tercantum dalam dokumen pembetulan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan, atau menjadi bagian dari pelunasan PPh yang bersifat final, bagi Pedagang Dalam Negeri yang dikenai PPh final.

• Contoh Penerapan:

• Pengecualian PPh 0,5% bagi UMKM di Bawah Rp500 Juta: Jika Tuan WY memiliki peredaran bruto di bawah Rp500 juta dan telah menyampaikan surat pernyataan, marketplace tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualannya. Namun, jika omzetnya kemudian melebihi batas tersebut, pemungutan PPh 0,5% akan mulai diberlakukan.

• Pajak Jasa Pengiriman dan Asuransi: PMK ini juga mengatur pemungutan PPh Pasal 22 atas penghasilan dari jasa pengiriman dan asuransi yang difasilitasi oleh platform e-commerce. Tarif yang dikenakan adalah 0,5%.

• Jasa Sewa atau Lainnya: Transaksi lain seperti persewaan ruangan juga dapat dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%, yang merupakan bagian dari pelunasan PPh final atas persewaan tanah dan/atau bangunan. Pedagang masih memiliki kewajiban untuk menyetor kekurangan PPh final dan melaporkannya.

• Pengecualian Khusus: Beberapa jenis transaksi, seperti penjualan pulsa, tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 berdasarkan PMK ini. Demikian pula dengan jasa angkutan oleh mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi.

Transisi dan Kesiapan UMKM

Ketentuan mengenai penyampaian informasi untuk Tahun Pajak 2025 paling lama disampaikan 1 bulan terhitung sejak penunjukan Pihak Lain sebagai pemungut pajak. Ini berarti UMKM memiliki waktu untuk beradaptasi dan memastikan pencatatan omzet mereka rapi.

Langkah ke Depan bagi UMKM

• Konsolidasi Data Omzet: Penting bagi UMKM untuk mencatat semua penjualan dari berbagai platform digital ke dalam satu sistem pembukuan terpusat. Ini krusial untuk perhitungan PPh Final 0,5% dan untuk melacak status peredaran bruto terhadap batas Rp500 juta.

• Pahami Batas Omzet dan Laporkan: Jika omzet Anda mendekati atau melebihi Rp500 juta, segera siapkan diri untuk skema perpajakan yang berbeda (Pajak Penghasilan Umum) dan pertimbangkan bantuan akuntan. Pastikan untuk menyampaikan surat pernyataan yang sesuai kepada platform.

• Manfaatkan Fitur Platform: Beberapa platform e-commerce dan aplikasi pembayaran digital mulai menyediakan fitur laporan transaksi yang dapat mempermudah perhitungan pajak. Manfaatkan fitur ini semaksimal mungkin.

• Pantau Informasi Resmi DJP: Tetaplah aktif mencari informasi terbaru dari situs web pajak.go.id, media sosial resmi DJP, atau konsultasi ke KPP terdekat mengenai insentif atau program keringanan pajak yang sedang berlaku.

Dengan pemahaman yang baik tentang PMK 37 Tahun 2025, UMKM dapat beroperasi dengan lebih tenang dan patuh dalam lingkungan ekonomi digital yang terus berkembang. Regulasi ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih terstruktur dan adil bagi semua pelaku ekonomi.

Penulis adalah Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo

Muhammad Ikmal

Email: ikmal.patarai@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

Panitia Apresiasi 147 Peserta di Seminar IKPI Jakarta Pusat, Peserta Terbanyak Sepanjang Sejarah

IKPI, Jakarta: Ketua Panitia Seminar dan Rapat Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat, Kurnia Eka Putri, menyampaikan apresiasi atas tingginya antusiasme peserta dalam acara yang digelar di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025). Seminar bertema “Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025” ini mencatatkan rekor jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah penyelenggaraan seminar di lingkungan IKPI Jakarta Pusat, yakni 147 orang.

“Ini luar biasa. Biasanya peserta kami di bawah 100 orang. Tapi kali ini jumlahnya melampaui ekspektasi, dan ini membuktikan bahwa tema PER-11/PJ/2025 ini memang sedang hangat dibahas di kalangan konsultan pajak,” ujar Kurnia.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ia menuturkan bahwa kesuksesan ini tak lepas dari strategi komunikasi yang dijalankan secara masif. Selain menggalang partisipasi aktif melalui grup internal IKPI, Kurnia juga memanfaatkan media sosial pribadi dan relasi profesionalnya untuk menjangkau peserta dari luar cabang.

Total peserta mencakup 147 orang, terdiri dari 8 peserta umum, 10 dari cabang IKPI lainnya, dan sisanya dari IKPI Jakarta Pusat. Sementara undangan yang hadir mencapai 16 orang, termasuk 6 perwakilan dari DJP dan Kanwil, 2 pengurus IKPI Pusat, serta 2 dari unsur Pengda.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Menariknya, narasumber yang dihadirkan bukan hanya dari kalangan konsultan pajak, tetapi juga langsung dari pihak pembuat regulasi, yakni pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Wilayah.

“Kami ingin memberi ruang dialog langsung antara konsultan pajak dengan regulator. Ini penting agar pemahaman atas PER-11/PJ/2025 tidak lagi berada di area abu-abu,” kata Kurnia.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ia berharap seminar ini mampu memberikan pemahaman yang lebih dalam dan praktis bagi para peserta, khususnya terkait ketentuan terbaru dalam pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sesuai PER-11/PJ/2025.

“Semoga ke depan partisipasi dalam kegiatan seperti ini terus meningkat. Karena update regulasi dan diskusi langsung dengan otoritas sangat penting bagi para profesional pajak,” tutupnya.

Selain itu lanjut Kurnia, acara ini juga menjadi bagian dari program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang menjadi kewajiban anggota IKPI demi menjaga kompetensi dan kredibilitas profesi konsultan pajak di tengah dinamika kebijakan perpajakan nasional. (bl)

Seminar IKPI Jakarta Pusat Soroti Dampak Administratif PER-11/PJ/2025

IKPI, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat menggelar seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dengan tema “PER-11/PJ/2025” di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Kamis (23/7/2025). Kegiatan ini dihadiri 147 peserta dan menjadi seminar dengan partisipasi tertinggi sepanjang sejarah cabang Jakarta Pusat.

Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, menyatakan bahwa seminar ini digelar sebagai bentuk respons atas terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 yang saat ini tengah menjadi perhatian besar di kalangan praktisi perpajakan.

“Ini aturan baru yang sedang hangat dibicarakan. Hampir seluruh cabang IKPI menyelenggarakan seminar serupa untuk membedah dampaknya. Materi hari ini saja mencapai 202 lembar,” ujarnya.

Seminar menghadirkan empat narasumber dari Kanwil DJP Jakarta Pusat, Kepala Bidang P2 Humas dan Kepala seksi bimbingan penyuluhan , yang mewakili Kepala Kanwil yang berhalangan hadir. Topik pembahasan dibagi menjadi dua sesi utama, pertama tentang ketentuan baru PPN dan PPnBM, serta sesi kedua membahas PPh unifikasi dan pelaporan SPT.

Dalam diskusi, banyak peserta menyoroti peningkatan beban administratif akibat regulasi baru tersebut. Salah satu yang disorot adalah cara pengisian faktur pajak yang kini jauh lebih rinci.

“Kalau dulu cukup menulis ‘uang muka penjualan komputer merek X, sekarang dlm contoh PER 11 tersebut ada tambahan kata menjadi; uang muka penjualan komputer XXX sebanyak 10 unit dengan harga jual Rp 5 juta , padahal kolom harga jual dan unit sdh ada. ,” kata Suryani.

Ia menegaskan bahwa meski tujuannya baik, penambahan ini berpotensi membebani wajib pajak secara administrasi. “Kami berharap aturan ini dapat dipertimbangkan ulang, khususnya dalam hal pengisian faktur pajak. Bukan menolak, tetapi semoga bisa disederhanakan katanya.

Suryani juga menyampaikan terima kasih kepada panitia kecil yang telah menyukseskan seminar, serta memberikan apresiasi kepada peserta yang aktif berdiskusi. “Antusiasmenya luar biasa. Ini membuktikan bahwa konsultan pajak sangat peduli dengan perkembangan regulasi. Kami akan terus menjadi mitra kritis dan konstruktif bagi pemerintah,” pungkasnya.

Sekadar informasi, hadir dari Pengurus Pusat IKPI pada kesempatan tersebut:

1. Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld

2. Ketua Pengda IKPI DKI Jakarta Tan Alim

3. Ketua Departemen Pengembangan Organisasi, Nuryadin Rahman

4. Ketua Departemen Pendidikan, Sundara Ikhsan

5. Ketua Departement Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota, Donny Eduardus Rindorindo

6. Ketua Bidang PPL Pengda DKI Jakarta, Humala Setia Leonardo

Dari Kanwil DJP Jakarta Pusat:

1. Kabid P2 Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat, Mukthia Agus Santosa

2. Penyuluh Pajak Ahli Madya, Herman Setyawan

3. Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan Kurnia Hernawan

4. Penyuluh Pajak Ahli Pertama, Adi Wahyu Anggara

5. Penyuluh Pajak Ahli Pertama, Melina Susilowati

6. Penyuluh Muda, Eka Fitri Handayani

(bl)

Pajak Karbon Masih Tunggu Waktu Tepat, Kemenkeu Fokus Bangun Ekosistem Transisi Energi

IKPI, Jakarta: Pemerintah belum menetapkan kapan pajak karbon akan mulai diberlakukan, meski regulasinya telah tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sejak 2021. Kementerian Keuangan menilai, penerapan pajak tersebut harus menunggu kesiapan ekosistem transisi energi dan infrastruktur pasar karbon yang matang.

Direktur Strategi Perpajakan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Pande Putu Oka Kusumawardani, menjelaskan bahwa pihaknya tengah fokus membangun landasan kebijakan yang solid sebelum memberlakukan pungutan berbasis emisi tersebut. Menurut dia, perdagangan karbon, mekanisme penetapan harga karbon (carbon pricing), serta regulasi pendukungnya masih terus dalam tahap pengembangan.

“Kami masih memperhatikan ekosistem yang carbon pricing-nya, kemudian juga pasar karbonnya. Itu masih dalam upaya untuk pengembangan. Kami masih melihat bagaimana kondisi perekonomian kita ke depannya,” ujar Pande kepada wartawan, Kamis (24/7/2025).

Pande menegaskan, penerapan pajak karbon harus selaras dengan peta jalan (roadmap) transisi energi hijau yang telah disusun pemerintah. Oleh sebab itu, penentuan waktu implementasi tidak bisa dipaksakan, tetapi harus berdasarkan kesiapan teknis maupun ekonomi.

“Target implementasinya kita masih melihat roadmap keselarasan tadi, sehingga terus kita perhatikan perkembangannya dan kita masuknya nanti sesuai dengan kebutuhan,” tuturnya.

Adapun, dalam UU HPP yang diteken pada 2021, pajak karbon seharusnya mulai berlaku pada April 2022. Namun, hingga pertengahan 2025, realisasi kebijakan ini belum terlaksana. Pemerintah masih terus menyusun aturan pelaksana dan membentuk infrastruktur pasar karbon sebagai prasyarat utama.

Di sisi lain, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, mendesak Kemenkeu agar segera menetapkan waktu penerapan pajak karbon. Hal itu ia sampaikan usai peluncuran perdagangan karbon internasional pada awal tahun ini.

“Saya harapkan dari Kementerian Keuangan, kami juga akan mendorong secara resmi kepada Bu Menteri Keuangan untuk segera mencermati, mempertimbangkan pengenaan pajak karbon,” kata Hanif, Senin (20/1/2025).

Hanif menilai pajak karbon dapat menjadi pemicu percepatan transaksi karbon, baik di pasar domestik maupun internasional. Terlebih, mayoritas investasi besar di sektor hijau Indonesia saat ini datang dari perusahaan multinasional yang siap mematuhi skema perdagangan karbon berstandar global.

Meski belum ada kepastian waktu, baik Kemenkeu maupun KLHK sama-sama sepakat bahwa instrumen fiskal ini akan menjadi alat penting dalam mendorong agenda pembangunan rendah emisi dan mempercepat peralihan menuju ekonomi hijau. (alf)

en_US