Pengembang Usulkan Pemberian Insentif Pajak Properti Hijau

IKPI, Jakarta: Para pengembang properti Tanah Air semakin giat mendorong pengembangan proyek berkonsep hijau dan berkelanjutan. Namun, tingginya biaya investasi menjadi tantangan utama dalam merealisasikan properti ramah lingkungan secara masif. Karena itu, sejumlah pengembang besar mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif fiskal berupa pembebasan atau pengurangan pajak untuk mempercepat adopsi bangunan hijau di Indonesia.

Managing Director PT Ciputra Development Tbk (CTRA), Budiarsa Sastrawinata menuturkan, komitmen membangun properti hijau membutuhkan biaya besar, mulai dari perencanaan desain berorientasi iklim, penggunaan material rendah karbon, hingga pemasangan teknologi hemat energi dan air. “Biaya itu dikeluarkan untuk memenuhi standar agar proyek bisa memperoleh sertifikat properti hijau, seperti EDGE atau Greenship,” katanya, Jumat (27/6/2025).

Ciputra Development sendiri telah mengembangkan tujuh proyek bersertifikat hijau yang terdiri atas lima bangunan tinggi (high rise) dan dua proyek hunian. Enam proyek meraih sertifikasi EDGE dari International Finance Corporation (IFC), dan satu proyek memperoleh Greenship dari Green Building Council Indonesia (GBCI). Budiarsa menjelaskan, efisiensi dari bangunan hijau mencapai 20% dalam penggunaan air, energi, dan bahan bangunan.

Namun, dia tak menampik bahwa implementasi properti hijau belum berjalan mulus. Tantangan besar di lapangan mencakup minimnya baseline data untuk memenuhi kriteria taksonomi hijau, lemahnya ekosistem regulasi, hingga kebutuhan akan kebijakan insentif agar investasi hijau lebih menarik secara komersial.

Senada, Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), Adrianto Pitojo Adhi, mengungkapkan bahwa pembangunan hunian hijau membutuhkan biaya tambahan sebesar 30% hingga 35% dibanding hunian konvensional. “Pemerintah seharusnya mempertimbangkan skema insentif fiskal bagi pengembang hijau agar proyek berkelanjutan ini bisa dijangkau pasar yang lebih luas,” ucapnya.

Sementara itu, PT Intiland Development Tbk (DILD) juga menunjukkan keseriusannya dalam membangun gedung ramah lingkungan. Wakil Direktur Utama Intiland, Utama Gondokusumo, menjelaskan bahwa pendekatan ramah lingkungan diterapkan sejak tahap pengadaan material. Misalnya, pada proyek apartemen Fifty Seven Promenade, mereka bekerja sama dengan produsen kaca untuk meminimalkan limbah hingga tinggal 5%, dari sebelumnya 34%.

Namun, dia mengakui bahwa penerimaan pasar terhadap properti hijau masih rendah, terutama karena harganya lebih tinggi. “Tantangannya memang soal harga. Tapi tren ke depan menunjukkan konsumen, khususnya generasi muda, semakin peduli pada isu keberlanjutan,” imbuhnya.

Hal ini diperkuat oleh Vice President Market Research & Product Strategy Sinar Mas Land, Dwi Novita Yeni, yang menyebutkan bahwa generasi milenial dan Z mulai beralih ke gaya hidup eco-living. Dalam survei global Deloitte, mayoritas generasi muda kini mengutamakan lingkungan dan mendukung produk yang ramah bumi. “Namun teknologi hijau masih mahal, dan untuk bisa menjangkau segmen menengah, diperlukan insentif pemerintah,” jelasnya.

Sinar Mas Land sendiri telah menerapkan penghematan energi, pengelolaan air limbah, dan pemanfaatan panel surya. Bahkan, 29% material bangunan yang digunakan sudah tergolong ramah lingkungan.

Ketua Umum Green Building Council Indonesia (GBCI) Ignesjz Kemalawarta menyebut jumlah properti hijau di Indonesia masih sangat minim dibanding negara tetangga. Per 2024, baru ada sekitar 100 proyek tersertifikasi Greenship dan 150 proyek tersertifikasi EDGE. “Malaysia, Singapura, dan Filipina sudah memberikan insentif fiskal untuk bangunan hijau. Indonesia justru belum punya regulasi insentif sama sekali,” ujarnya.

GBCI menilai penting adanya insentif seperti diskon Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 30% selama 3 tahun, atau pemberian tambahan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) untuk proyek hijau. Menurut Ignesjz, investasi awal properti hijau memang lebih mahal 3%-4%, namun penghematan jangka panjang dapat mencapai 15%-40% selama usia bangunan 40 tahun.

Tak hanya pengembang, kalangan analis properti juga menilai insentif fiskal sebagai langkah strategis untuk mempercepat adopsi green building. CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengusulkan skema insentif pajak khusus untuk green financing, agar hunian hijau bisa lebih terjangkau. “Selama ini, konsep green living baru dinikmati oleh kelas menengah atas. Segmen menengah ke bawah belum tersentuh karena harga masih menjadi kendala,” jelasnya.

CEO PT Leads Property Services Indonesia, Hendra Hartono menambahkan, walau kesadaran masyarakat akan pentingnya hunian hijau mulai tumbuh, namun faktor harga masih menjadi penentu utama dalam keputusan pembelian rumah. Oleh karena itu, ia menilai insentif bagi pengembang dan konsumen sama-sama penting untuk menciptakan keseimbangan antara keberlanjutan dan keterjangkauan.

Dengan tren properti hijau yang mulai menggeliat, dorongan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan menjadi krusial. Apalagi, pengembang mulai menyadari bahwa proyek ramah lingkungan dapat membuka akses pembiayaan yang lebih mudah, suku bunga lebih rendah, serta peluang kemitraan dengan investor global. (alf)

 

 

Apindo Dukung Pungutan Pajak E-Commerce, Sebut Langkah Pemerintah Sejalan dengan Perkembangan Bisnis Digital

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut positif rencana pemerintah untuk menetapkan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan oleh pedagang daring (online merchant) melalui platform niaga elektronik atau marketplace.

Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo, Suryadi Sasmita, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan hal baru, melainkan bagian dari penyesuaian terhadap pola bisnis yang terus berkembang di era digital. Menurutnya, langkah ini justru memberi kepastian hukum sekaligus kemudahan bagi pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

“Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan PPh final 0,5 persen bagi pelaku usaha online,” ujar Suryadi dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Suryadi menjelaskan bahwa aturan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang sebelumnya telah menetapkan tarif PPh final bagi pelaku UMKM. Dengan rencana ke depan, mekanisme pungutan PPh oleh marketplace akan membuat proses pembayaran pajak menjadi lebih praktis dan efisien.

“Di tengah digitalisasi dan penerapan sistem inti perpajakan (Coretax), pemerintah semakin memiliki kemampuan untuk mengakses data usaha secara transparan. Ini mendukung ekosistem perpajakan yang modern dan akuntabel,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dikenakan PPh final, sehingga tidak perlu merasa khawatir. “Regulasi ini tetap berpihak pada pelaku usaha kecil,” tegasnya.

Lebih jauh, Apindo mengajak seluruh pelaku usaha daring untuk aktif mendukung kebijakan ini. “Dengan kepatuhan bersama, kita bisa menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan. Ini adalah bagian dari kontribusi menuju ekonomi nasional yang inklusif dan pencapaian visi Indonesia Emas 2045,” kata Suryadi.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli, menyebut bahwa kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 merupakan bentuk pergeseran (shifting) dari sistem pelaporan mandiri menjadi pemungutan otomatis di titik transaksi.

“Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan. Justru memberikan kemudahan karena sistem pemungutan dilakukan langsung oleh platform, sehingga pedagang tidak perlu lagi melapor dan menyetor sendiri,” jelas Rosmauli.

DJP menegaskan bahwa langkah ini bertujuan menyederhanakan administrasi perpajakan dan mendorong kepatuhan sukarela di sektor perdagangan digital yang kian berkembang pesat. (alf)

 

DJP Kembali Lakukan Mutasi, 993 Pejabat Dilantik Awal Juli

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melakukan rotasi besar dalam struktur organisasinya. Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-119/PJ/2025, sebanyak 993 pejabat pengawas resmi dimutasi dan diangkat dalam jabatan baru. Langkah strategis ini diumumkan secara resmi oleh Sekretaris DJP, Sigit Danang Joyo, pada 26 Juni 2025.

Pelantikan akan digelar pada Selasa, 1 Juli 2025 pukul 09.00 WIB secara hybrid. Pejabat dari Kantor Pusat DJP (KPDJP) dijadwalkan hadir secara fisik di Auditorium Cakti Buddhi Bhakti, Gedung Marie Muhammad, Jakarta Selatan. Sementara itu, pejabat dari luar KPDJP akan mengikuti pelantikan secara virtual dari unit kerja masing-masing.

Dalam pengumuman ditegaskan bahwa pelantikan bukan sekadar seremonial, melainkan awal dari tanggung jawab baru. Para pejabat diwajibkan hadir tepat waktu, baik secara fisik maupun virtual, serta mengikuti seluruh rangkaian acara pelantikan dengan khidmat, termasuk pengucapan sumpah jabatan sesuai agama masing-masing.

DJP juga menekankan pentingnya menyusun memori alih tugas dan menyelesaikan penilaian kinerja sebelum pelantikan. Bila dalam waktu 30 hari kerja sejak penetapan keputusan terdapat pejabat yang tidak mengikuti pelantikan tanpa alasan sah, maka pejabat tersebut akan diberhentikan dari jabatannya dan dialihkan sebagai pelaksana di unit kerja tujuan.

Selain itu, penerbitan dokumen kepegawaian seperti SPMT, SPP, dan SPMJ harus diselesaikan paling lambat 14 hari kalender setelah pelantikan, untuk menjamin kelancaran pembayaran hak-hak pegawai yang dimutasi.

DJP mengimbau seluruh unit kerja dan pejabat terkait agar segera menyesuaikan diri dengan pengumuman ini, dan memastikan kelancaran transisi di lingkungan masing-masing.

Pengumuman lengkap disampaikan melalui surat resmi PENG-246/PJPJ.01/2025. (bl)

Marketplace Bakal Dipilih Jadi Pemungut Pajak, DJP Tegaskan Bukan Pajak Baru

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya buka suara terkait rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang yang dilakukan oleh pedagang dalam ekosistem Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah pengenaan pajak baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan pajak yang lebih praktis dan efisien.

“Ini bukan menambah jenis pajak. Kami hanya menggeser mekanisme pembayaran PPh dari sebelumnya dilakukan mandiri oleh pedagang, menjadi sistem pemungutan otomatis oleh marketplace,” tegas Rosmauli dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (27/6/2025).

UMKM Kecil Tak Kena Pajak

Rosmauli memastikan bahwa pelaku usaha mikro yang beromzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap dibebaskan dari kewajiban pajak ini. Skema penunjukan marketplace sebagai pemungut hanya berlaku bagi pelaku usaha yang sudah melampaui batas penghasilan tidak kena pajak sesuai peraturan yang berlaku.

Adil, Mudah, dan Proporsional

Lebih jauh, DJP menyebut bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mudah. Melalui skema pemungutan terintegrasi oleh marketplace, para pedagang online tak perlu lagi repot menghitung dan membayar pajaknya sendiri.

“Ini akan meningkatkan kepatuhan sekaligus menyederhanakan administrasi perpajakan bagi para pedagang,” ujar Rosmauli.

Lawan Shadow Economy

Selain meningkatkan kepatuhan, kebijakan ini juga diarahkan untuk menutup celah shadow economy, yaitu aktivitas ekonomi digital yang luput dari radar pajak. Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, DJP berharap mampu menjangkau pelaku usaha yang selama ini belum tersentuh kewajiban perpajakan.

Masih dalam Proses Finalisasi

Meski begitu, Rosmauli mengungkapkan bahwa aturan ini masih berada dalam tahap finalisasi internal pemerintah. DJP menjanjikan, begitu beleid resmi ditetapkan, pihaknya akan menyampaikannya kepada publik secara transparan.

Libatkan Industri dan Pemangku Kepentingan

DJP juga menegaskan bahwa penyusunan kebijakan ini telah melalui proses komunikasi lintas sektor dan melibatkan pelaku industri e-commerce, kementerian, serta lembaga terkait lainnya.

“Prosesnya dilakukan melalui prinsip meaningful participation. Kami bersyukur karena sejauh ini, banyak pihak mendukung langkah ini demi tata kelola perpajakan yang adil dan sejalan dengan perkembangan teknologi,” ujarnya.

Kebijakan ini menjadi langkah penting pemerintah dalam menata ulang sistem perpajakan di era digital, sekaligus menjaga kesetaraan perlakuan antara pelaku usaha konvensional dan digital. (bl)

Disperindag Jatim Gandeng IKPI Surabaya Beri Edukasi Perpajakan Pengusaha Rokok

IKPI, Surabaya: Dalam upaya meningkatkan pemahaman perpajakan di kalangan pelaku industri hasil tembakau, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur (Disperindag Jatim) menggandeng Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya sebagai mitra penyelenggara dalam kegiatan edukasi perpajakan yang dilaksanakan di Hotel Senyiur, Prigen, Kabupaten Pasuruan, Selasa (24/6/2025).

Kegiatan ini secara khusus menyasar para pengusaha rokok yang tergabung dalam binaan Disperindag, sebagai bentuk perhatian terhadap sektor industri yang memiliki karakteristik perpajakan dan cukai yang kompleks dan dinamis. Dalam sesi ini, IKPI Surabaya menugaskan dua narasumber, yaitu Joseph Yulianto dan Renny Anggraini, untuk menyampaikan materi teknis dan menjawab berbagai persoalan langsung yang dihadapi para pelaku usaha.

Berbagai pertanyaan dari peserta seputar pelaporan pajak, pengenaan cukai, hingga aspek teknis perpajakan lainnya disampaikan secara terbuka. Diskusi yang berlangsung bahkan melewati waktu yang dijadwalkan, menandakan besarnya minat peserta terhadap topik yang dibahas serta kebutuhan nyata akan informasi yang jelas dan aplikatif.

Dalam sambutannya, Ketua IKPI Cabang Surabaya, Enggan Nursanti, memperkenalkan peran dan keberadaan IKPI sebagai asosiasi resmi yang mewadahi para konsultan pajak berizin di Indonesia. Ia menegaskan bahwa kehadiran IKPI di tengah masyarakat bukan sekadar untuk mengedukasi, tetapi juga menjadi jembatan komunikasi yang sehat antara pelaku usaha dan otoritas perpajakan.

“Melalui kegiatan seperti ini, kami berharap para pelaku industri tidak hanya memahami aspek teknis pajak dan cukai, tetapi juga merasa terbantu dan terfasilitasi dalam menjalankan kewajiban perpajakannya secara benar,” ujar Enggan.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Disperindag Jatim atas kepercayaannya kepada IKPI Surabaya untuk terlibat aktif dalam agenda pembinaan industri.

Kegiatan ini diharapkan menjadi awal dari sinergi yang berkelanjutan antara IKPI Surabaya dan Disperindag Jawa Timur. Kolaborasi ini bukan hanya mendukung terciptanya kepatuhan pajak di sektor industri, tetapi juga membuka ruang pengenalan lebih luas mengenai peran profesi konsultan pajak di tengah masyarakat.

Sebagai mitra strategis, IKPI Surabaya siap untuk terus hadir dalam berbagai forum edukatif yang mendorong literasi pajak dan menciptakan budaya kepatuhan berbasis pemahaman. Karena pada akhirnya, industri yang tumbuh sehat adalah industri yang memahami dan menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik. (bl)

IKPI Jaksel Gelar Brevet Pajak Batch 1: Komitmen Cetak Konsultan Pajak Berkualitas

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan resmi memulai Pelatihan Brevet Pajak A & B Terpadu Batch 1, di Gedung IKPI Pejaten, Sabtu (21/6/2025) . Pelatihan ini digelar secara hybrid setiap akhir pekan, dan diikuti oleh 31 peserta, terdiri dari 13 peserta offline dan 18 peserta online.

Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Selatan, Faryanti Tjandra, menyampaikan bahwa program ini menjadi langkah nyata IKPI dalam mencetak konsultan pajak yang tidak hanya memahami aturan, tetapi juga mampu mengaplikasikannya secara etis dan profesional di tengah dinamika regulasi perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Selatan)

“Pelatihan ini adalah bagian dari ikhtiar kami untuk menjawab kebutuhan industri akan tenaga konsultan pajak yang kompeten. Dengan sistem pembelajaran yang fleksibel dan narasumber berpengalaman, kami yakin para peserta akan mampu menyerap materi secara maksimal,” ujar Faryanti, Jumat (27/6/2025).

Kegiatan perdana diisi oleh Sonny Soebagyo, yang memberikan pemahaman menyeluruh mengenai dasar-dasar ketentuan perpajakan. Dengan pendekatan interaktif dan studi kasus aktual, sesi ini sukses membangkitkan semangat peserta sejak awal pelatihan.

Ketua Bidang Brevet IKPI Jakarta Selatan, Deden Tarmidi, menambahkan bahwa seluruh materi disusun berdasarkan standar nasional yang ditetapkan oleh IKPI.

“Kami memastikan setiap peserta memperoleh pembekalan yang relevan dengan praktik dunia nyata, agar mereka siap bersaing dan memberikan layanan profesional kepada masyarakat,” ucapnya.

Program ini dijadwalkan berlangsung selama beberapa pekan ke depan dan akan menghadirkan berbagai pengajar dengan latar belakang praktisi maupun akademisi. IKPI Jakarta Selatan menargetkan seluruh peserta tidak hanya lulus ujian, tetapi juga siap terjun sebagai konsultan pajak yang kredibel dan berintegritas. (bl)

Aspek Perpajakan Transaksi Debt to Equity Swap 

Secara umum, sumber permodalan suatu perusahaan berasal dari dua instrumen utama, yaitu setoran modal dari pemegang saham dan pinjaman dari kreditur. Untuk memahami kedua sumber permodalan tersebut secara lebih mendalam, penting untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaannya.

Pemahaman ini akan membantu dalam menentukan posisi masing-masing instrumen dalam laporan posisi keuangan (neraca), yang pada gilirannya berimplikasi pada kewajiban perpajakan yang timbul dari transaksinya.

Perbedaan Modal dan Utang dalam Perspektif Akuntansi:

• Setoran Modal Pemegang Saham

Dalam laporan posisi keuangan, setoran modal diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas dengan akun seperti “modal saham disetor” (paid-in capital). Pemegang saham umumnya memiliki dua tujuan utama dari perspektif motif keuntungan finansial:

• Dividen, yaitu bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Jumlah dividen biasanya ditentukan dalam satuan Rupiah per lembar saham, dan nilainya sangat tergantung pada kinerja keuangan perusahaan setiap tahunnya.

• Capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh ketika harga pasar saham perusahaan lebih tinggi dari nilai bukunya.

• Pinjaman dari Kreditur

Pinjaman dicatat sebagai kewajiban pada neraca dengan nama akun seperti “utang jangka panjang” (long-term payables). Sebagai kewajiban, perusahaan berkewajiban membayar kembali pokok pinjaman disertai bunga dalam jumlah dan jangka waktu yang telah disepakati. Imbalan ini dikenal sebagai bunga pinjaman.

Persamaan antara Modal dan Utang:

Kedua instrumen memiliki kesamaan utama, yaitu sama-sama meningkatkan kas perusahaan. Dana tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan operasional maupun ekspansi usaha.

Dengan demikian, perusahaan dapat menciptakan nilai tambah yang pada akhirnya akan tercermin dalam bentuk laba perusahaan di laporan keuangan.

Dividen dan Capital Gain

Pemegang saham yang menyetorkan tambahan modal ke dalam perusahaan umumnya mengharapkan imbal hasil dalam bentuk dividen dan capital gain. Kedua jenis imbal hasil ini memiliki perlakuan perpajakan yang berbeda, dengan rincian sebagai berikut:

• Pajak atas Dividen

• Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOP DN), Dividen yang diterima dari perusahaan dalam negeri dikenakan PPh Final sebesar 10%. Namun, dividen tersebut dapat dikecualikan sebagai objek pajak apabila seluruhnya diinvestasikan kembali di Indonesia, sesuai ketentuan PP No. 9 Tahun 2021 dan PMK No. 18/PMK.03/2021.

• Wajib Pajak Badan Dalam Negeri, Dividen yang diterima dari dalam negeri tidak dikenakan PPh dan termasuk kategori non-objek pajak, tanpa kewajiban reinvestasi.

• Wajib Pajak Luar Negeri, Dividen dikenai PPh Pasal 26 sebesar 20% yang bersifat final. Tarif ini dapat lebih rendah apabila terdapat perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara domisili penerima dividen.

• Pajak atas Capital Gain

Ketentuan perpajakan atas capital gain dibedakan berdasarkan jenis perusahaan:

• Capital Gain dari Perusahaan Privat, Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi: dikenakan tarif pajak progresif sesuai lapisan penghasilan & Untuk Wajib Pajak Badan: dikenakan tarif tunggal (single tariff) sesuai tarif umum PPh Badan.

• Capital Gain dari Perusahaan Publik, Tidak dibedakan antara wajib pajak orang pribadi dan badan. Capital gain atas transaksi saham di bursa dikenai PPh Final sebesar 0,01% dari harga jual saham (bukan dari selisih capital gain-nya).

Imbalan atas Investasi Kreditur dan Aspek Perpajakannya

Kreditur yang menyalurkan dananya kepada perusahaan dalam bentuk pinjaman tentu mengharapkan imbal hasil berupa bunga. Secara sederhana, bunga atas pinjaman dapat dianalogikan sebagai “ongkos” yang harus dibayar oleh pihak peminjam atas pemanfaatan dana milik pihak lain—mirip seperti penumpang yang membayar tarif taksi untuk mencapai tujuannya.

Dalam analogi ini, kendaraan taksi hanya dapat digunakan oleh penumpang yang membayar ongkos; demikian pula, perusahaan sebagai peminjam memperoleh manfaat eksklusif dari dana pinjaman, dan karena itu berkewajiban memberikan imbalan kepada kreditur dalam bentuk bunga.

Dari sisi perpajakan, perlakuan atas bunga pinjaman dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan asal pemberi pinjaman:

• Pinjaman dari Lembaga Perbankan, Bunga yang dibayarkan oleh perusahaan kepada bank tidak dikenakan PPh Pasal 23. Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (4) huruf a UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

• Pinjaman dari Non-Perbankan, Bunga atas pinjaman yang berasal dari pihak selain bank dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto bunga yang dibayarkan, dan bersifat dipotong di sumber oleh pihak peminjam.

Transaksi Debt to Equity Swap:

Transaksi Debt to Equity Swap merupakan mekanisme konversi utang menjadi saham, yang umumnya dilakukan ketika perusahaan mengalami kesulitan likuiditas dan tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman.

Dalam kondisi ini, perusahaan dapat menawarkan kepada kreditur untuk mengubah statusnya dari pemberi pinjaman menjadi pemegang saham.

Dengan perubahan status tersebut, kewajiban perusahaan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman dianggap selesai. Sebagai gantinya, kreditur memperoleh hak sebagai pemegang saham, termasuk potensi imbal hasil berupa dividen dan capital gain.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Debt to Equity Swap:

• Penilaian Kembali Kewajiban, Menghitung ulang nilai utang perusahaan kepada kreditur, termasuk denda atas keterlambatan pembayaran pokok dan bunga, guna memperoleh nilai kewajiban yang akurat.

• Penilaian Nilai Saham Perusahaan, Untuk perusahaan publik: merujuk pada harga pasar saham di bursa dan Untuk perusahaan privat: menggunakan pendekatan seperti discounted free cash flow atau metode penilaian lainnya yang lazim digunakan.

• Penentuan Rasio Konversi, Setelah nilai utang dan harga saham disepakati, dilakukan konversi dengan membagi total nilai utang dengan harga per lembar saham untuk menentukan jumlah saham yang akan diterbitkan kepada kreditur.

• Pencatatan Akuntansi, Secara akuntansi, transaksi ini mengubah klasifikasi utang menjadi bagian dari ekuitas dalam laporan posisi keuangan.

Aspek Perpajakan dalam Transaksi Debt to Equity Swap

Transaksi debt to equity swap berpotensi menimbulkan konsekuensi perpajakan, baik bagi debitur maupun kreditur. Berikut penjabaran atas potensi kewajiban pajak yang dapat timbul:

• Penilaian Jumlah Utang

Dalam proses konversi utang menjadi saham, terdapat dua kemungkinan perubahan nilai utang:

• Penambahan Nilai Utang, jikalau hasil penilaian menunjukkan bahwa nilai utang yang dikonversi lebih besar dari nilai sebelumnya, maka terdapat tambahan piutang bagi kreditur. Tambahan ini dianggap sebagai penghasilan bagi kreditur dan dapat dikenakan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebaliknya, bagi debitur, selisih tersebut dapat dianggap sebagai kerugian yang dapat dibebankan secara fiskal, sehingga berpotensi mengurangi PPh terutang pada tahun berjalan.

• Pengurangan Nilai Utang, jikalau nilai utang yang dikonversi lebih rendah dari nilai tercatat sebelumnya, maka debitur memperoleh keuntungan dari penghapusan utang. Keuntungan ini merupakan objek PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh, dan wajib dilaporkan serta dikenakan pajak penghasilan.

• Penilaian Nilai Saham

Dalam proses konversi, saham yang diterbitkan kepada kreditur juga harus dinilai secara wajar:

• Nilai Saham Lebih Tinggi dari Nilai Buku, jikalau hasil valuasi menunjukkan bahwa nilai saham lebih tinggi dari nilai buku, maka terdapat capital gain bagi pemegang saham. Capital gain ini merupakan objek PPh Final sebesar 10%, sesuai ketentuan yang berlaku untuk perusahaan privat.

• Nilai Saham Lebih Rendah dari Nilai Buku, jika nilai saham lebih rendah dari nilai buku, maka selisih tersebut dianggap sebagai disagio dan dicatat langsung sebagai pengurang ekuitas. Karena tidak memengaruhi laporan laba rugi, maka tidak menimbulkan implikasi perpajakan.

Contoh Kasus:

Sebuah perusahaan memiliki utang kepada kreditur sebesar Rp1.000.000.000. Setelah dilakukan negosiasi dan penilaian, disepakati bahwa utang akan dikonversi menjadi saham perusahaan privat. Harga saham hasil valuasi ditetapkan Rp10.000 per lembar, sehingga perusahaan akan menerbitkan 100.000 lembar saham kepada kreditur. Tidak terdapat selisih nilai utang dan nilai saham yang dikonversi.

Jurnal Akuntansi

• Saat penghapusan utang

Dr. Utang – Kreditur ABC Rp.1.000.000.000

Cr. Modal Saham – Kreditur ABC Rp.1.000.000.000

[Penghapusan utang karena dikonversi menjadi saham, mengubah klasifikasi dari liabilitas menjadi ekuitas]

• Jikalau nilai valuasi saham lebih rendah dari nilai buku, misalnya menjadi Rp.900 Juta, sehingga terdapat keuntungan sebesar Rp.100 Juta bagi debitur

Dr. Utang – Kreditur ABC Rp.1.000.000.000

Cr. Modal Saham – Kreditur ABC Rp.   900.000.000

Cr. Pendapatan Lain-lain Rp.   100.000.000

[Keuntungan dari penghapusan sebagian utang dicatat sebagai pendapatan lain-lain dan menjadi objek PPh]

• Jikalau nilai valuasi saham lebih tinggi dair nilai buku, misalnya menjadi Rp.1.100.000.000, sehingga kreditur memberikan tambahan investasi sebesar Rp.100.000.000

Dr. Utang – Kreditur ABC Rp.1.000.000.000

Dr. Kas Rp.   100.000.000

Cr. Modal Saham – Kreditur ABC Rp.1.100.000.000

Penulis adalah anggota IKPI Cabang Kota Bekasi

Dr. Subur Harahap, SE, Ak, MM, CA, CMA, CFP, CPA, BKP, FPM, MT.BNSP

Email: www.suhaconsulting.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Laos Selaraskan UU Pajak Penghasilan dengan Standar Internasional

IKPI, Jakarta: Pemerintah Laos terus memperkuat komitmennya dalam membangun sistem keuangan negara yang transparan dan berdaya saing melalui langkah besar dengan merevisi Undang-Undang Pajak Penghasilan. Revisi ini menjadi bagian dari strategi reformasi fiskal menyeluruh yang dirancang untuk menutup celah hukum, meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak, dan menyelaraskan sistem perpajakan nasional dengan standar internasional.

Langkah tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Laos, Santiphab Phomvihane, dalam sidang Majelis Nasional pada Selasa (24/6/2025).

Ia menegaskan bahwa perubahan ini merupakan bagian penting dari upaya modernisasi hukum perpajakan, sejalan dengan kebutuhan ekonomi Laos yang semakin kompleks dan terhubung dengan dinamika global.

“Kerangka hukum perpajakan kita harus mampu menjawab tantangan masa depan. Amandemen ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum, meningkatkan efisiensi, dan menciptakan kepercayaan publik terhadap sistem pajak,” ujar Santiphab.

Menurut laporan resmi Kementerian Keuangan Laos yang dirilis keesokan harinya (25/6), fokus revisi tidak hanya terletak pada penyesuaian teknis terhadap praktik perpajakan global, tetapi juga pada penguatan sistem administrasi dan pengawasan pajak di dalam negeri.

Reformasi ini dipandang strategis dalam memperkokoh fondasi fiskal nasional, sekaligus mempersiapkan Laos menghadapi transisi menuju ekonomi yang lebih mandiri dan kompetitif. Pemerintah berharap dengan harmonisasi regulasi internasional, Laos dapat memperluas jalinan kerja sama global serta meningkatkan minat investor asing melalui sistem perpajakan yang kredibel dan akuntabel.

Undang-undang hasil revisi nantinya akan menjadi landasan utama dalam mengelola penerimaan negara, sekaligus simbol dari tekad pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang stabil dan transparan.

Langkah ini pun mendapat sorotan positif dari berbagai pihak, terutama pelaku ekonomi dan komunitas internasional, yang menilai inisiatif tersebut sebagai bagian dari komitmen Laos untuk membangun ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. (alf)

 

Lelang Aset Sitaan, Kanwil DJP Jakbar Raih Rp840 Juta

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) sukses meraup Rp840 juta dari hasil lelang 12 aset sitaan penunggak pajak dalam gelaran Lelang Bersama Barang Sitaan Pajak Kanwil DJP se-Jakarta Raya yang berlangsung di Aula Chakti Buddhi Bhakti, Kantor Pusat DJP Jakarta, pada Selasa (25/6/2025).

Barang-barang yang dilelang meliputi mobil, alat berat, sepeda motor, dan peralatan elektronik, yang sebelumnya disita oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kanwil DJP Jakbar. Aset tersebut merupakan bagian dari 19 barang sitaan yang dilelang secara serentak oleh seluruh Kanwil DJP se-Jakarta Raya dengan total nilai mencapai Rp2,9 miliar.

Kepala Kanwil DJP Jakbar, Farid Bachtiar, menegaskan bahwa lelang ini merupakan bagian dari strategi Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) penagihan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. “Hingga Mei 2025, capaian realisasi PKM masih di angka 31,7 persen. Oleh karena itu, perlu langkah penagihan yang lebih terukur, masif, dan berdampak nyata terhadap kepatuhan,” ujar Farid dalam keterangan resminya, Kamis (26/6/2025).

Farid mengungkapkan, Kanwil DJP se-Jakarta Raya mengemban target penerimaan dari kegiatan lelang senilai Rp11 triliun atau 52 persen dari total target nasional sebesar Rp20 triliun. Untuk mengejar target tersebut, kegiatan lelang bersama akan digelar dua kali setahun, dengan pelaksanaan berikutnya direncanakan pada November 2025.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, turut mengapresiasi inisiatif ini. Ia menyebut, penyelenggaraan lelang bersama seperti ini membuat proses lebih fokus dan efisien dalam penggunaan sumber daya. “Inisiatif ini luar biasa. Selain efektif dalam menekan tax gap, lelang bersama juga memperkuat sinergi antarunit DJP,” katanya.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jakarta, Dodok Dwi Handoko, menambahkan bahwa pelaksanaan lelang kini makin modern dan terbuka berkat sistem digital yang terus diperbarui. Ia menjelaskan, proses lelang dilakukan sepenuhnya secara daring melalui situs lelang.go.id dengan mekanisme open bidding yang transparan dan efisien.

“Versi terbaru Portal Lelang Indonesia kami hadirkan dengan fitur yang lebih ramah pengguna dan responsif. Ini memudahkan masyarakat dan pelaku usaha untuk mengikuti proses lelang dari mana saja,” jelas Dodok.

Untuk bisa ikut serta, calon peserta harus memiliki akun yang sudah terverifikasi dan menyetorkan uang jaminan paling lambat sehari sebelum lelang. Pemenang ditentukan secara otomatis oleh sistem berdasarkan penawaran tertinggi, dan diwajibkan melunasi seluruh kewajiban maksimal lima hari kerja setelah pengumuman. (alf)

 

IKPI–UI Sepakat Dorong Profesionalisme Konsultan Pajak Lewat Pendidikan

IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Universitas Indonesia (UI) resmi menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) strategis dalam bidang pendidikan program pascasarjana. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang perpajakan melalui jalur pendidikan tinggi yang terstruktur dan berstandar akademik tinggi.

Penandatanganan dilakukan pada acara Studium Generale oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, serta disaksikan langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Prof. Dr. Retno Kusumastuti Hardjono, di Gedung Balai Purnomo Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (26/6/2025).

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Sejumlah pengurus pusat IKPI nampak turut hadir mendampingi ketua umum antara lain Ketua Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Benny Wibowo dan Ketua Departemen Hukum Ratna Febrina.

Perkuat Kompetensi Anggota Lewat Pendidikan Tinggi

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari langkah strategis organisasi dalam menjawab tantangan profesi konsultan pajak yang semakin kompleks.

“Profesi konsultan pajak dihadapkan pada tantangan yang terus berkembang, baik secara regulasi, teknologi, maupun ekspektasi masyarakat. Melalui kerja sama ini, kami ingin anggota IKPI memiliki bekal akademik yang kuat, agar mereka mampu memberikan layanan profesional yang lebih komprehensif, kredibel, dan berintegritas,” ujar Vaudy.

Ia menambahkan, program pascasarjana ini juga akan membuka ruang bagi para anggota untuk memahami isu-isu perpajakan dari sudut pandang administrasi publik, tata kelola kebijakan fiskal, dan strategi pembangunan nasional secara lebih mendalam.

Program Pascasarjana yang Relevan dan Fleksibel

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dalam kerja sama ini, Fakultas Ilmu Administrasi UI akan membuka akses pendidikan program Magister Ilmu Administrasi yang dirancang khusus untuk anggota IKPI. Program ini tidak hanya mengedepankan pendekatan teoretis, tetapi juga menyentuh aspek praktis yang relevan dengan dunia profesi perpajakan.

Kurikulum dirancang untuk mendukung:

• Fleksibilitas waktu kuliah, yang disesuaikan dengan kesibukan anggota yang sudah aktif bekerja;

• Keseimbangan antara teori dan praktik, melalui pendekatan studi kasus, analisis kebijakan, dan pemahaman administratif;

• Pemahaman sistemik, terhadap peran perpajakan dalam tata kelola pemerintahan dan pembangunan ekonomi.

Manfaat Nyata Bagi Anggota IKPI

Melalui perjanjian kerja sama ini, anggota IKPI akan memperoleh banyak manfaat strategis, di antaranya:

• Peningkatan kredensial akademik dari institusi pendidikan tinggi ternama;

• Kemampuan analitis dan strategis yang lebih tajam dalam menyikapi regulasi dan kebijakan perpajakan;

• Akses terhadap jejaring akademik dan profesi, termasuk kemungkinan kolaborasi riset atau publikasi ilmiah;

• Penguatan integritas dan profesionalisme, sejalan dengan prinsip kode etik profesi konsultan pajak.

Lebih lanjut Vaudy menegaskan, adapun ruang lingkup perjanjian ini adalah pelaksanaan program belajar di Universitas Indonesia bagi anggota IKPI yang telah memenuhi persyaratan dan dinyatakan lulus sebagai mahasiswa baru pada Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Tahun Akademik 2025/2026.

“Jadi persyaratan administrasi perkuliahan tetap harus ditempuh, karena itu merupakan syarat formal,” ujarnya.

Sinergi Dunia Akademik dan Profesi

Dalam sambutannya, Prof. Heri Hermansyah, menegaskan bahwa dirinya tidak menginginkan adanya kerja sama yang hanya dilakukan di atas kertas (seremonial).

Ia menginnginkan, adanya implementasi nyata dari setiap perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh Universitas Indonesia.

“Jadi jangan hanya tandatangan, tetapi segera diimplementasikan perjanjian tersebut melalhi kegiatan nyata, sesuai dengan isi yang sudah disepakati,” ujarnya.

Sementara itu, Prof. Retno Kusumastuti, menilai kolaborasi ini sebagai bentuk sinergi positif antara dunia akademik dan dunia profesi. “Kami merancang program ini untuk memenuhi kebutuhan praktisi, dengan tetap menjunjung tinggi mutu akademik. Tujuannya bukan hanya melahirkan lulusan, tetapi juga agen perubahan yang dapat berkontribusi bagi sistem perpajakan nasional,” ujarnya dalam acara tersebut.

Ia juga turut mengapresiasi kerja sama ini, dan berharap kolaborasi ini menjadi model bagi institusi pendidikan tinggi dalam menjalin hubungan dengan organisasi profesi secara produktif dan berkelanjutan.

IKPI Tegaskan Komitmen Jangka Panjang

Dengan penandatanganan kerja sama ini, IKPI menegaskan bahwa pendidikan tinggi adalah salah satu pilar utama dalam membangun konsultan pajak yang tangguh, andal, dan mampu berperan aktif dalam menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

“Ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya bermanfaat bagi individu anggota, tetapi juga bagi dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas,” ujar Vaudy. (bl)

en_US