DJP Perkuat Basis Pajak dengan Penambahan Jumlah WP Aktif

IKPI, Jakarta: Dalam memperluas atau memperkuat basis pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo mengatakan pihaknya akan melakukan ekstensifikasi melalui penambahan jumlah wajib pajak (WP) aktif.

“Perluasan basis pajak dilakukan dengan cara ekstensifikasi Wajib Pajak aktif dan Wajib Pajak baru,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KITA, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (3/6/2024).

Suryo menerangkan, langkah ini sebelumnya sudah dilakukan oleh otoritas pajak pada tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, DJP juga melakukan intensifikasi melalui cara pengawasan terhadap sejumlah transaksi serta penghasilan yang selama ini belum dilaporkan oleh Wajib Pajak kepada otoritas pajak.

“Intensifikasi yang selama ini belum ter-record atau belum terlaporkan kita coba akan ambil supaya mereka dapat melaporkan dengan benar,” ucapnya.

Adapun intensifikasi dilakukan dengan cara pengawasan atas pembayaran pada tahun berjalan dan melakukan uji kepatuhan hingga penegakan hukum atas pembayaran pajak pada tahun-tahun sebelumnya.

Sebagai informasi tambahan, Kemenkeu mencatat, realisasi penerimaan pajak pada Januari hingga April 2024 sebesar Rp 624,19 triliun. Angka ini setara 31,38% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Penerimaan pajak tersebut terkoreksi cukup dalam mencapai 9,29% secara tahunan (yoy). Sementara realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 688,15 triliun pada periode yang sama di tahun lalu. (bl)

Juni Bulan Terakhir Pemadanan NIK, Pahami Risikonya Jika Abai

IKPI, Jakarta: Juni menjadi bulan terakhir Wajib Pajak (WP) untuk melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila Anda telat melakukannya maka ada risiko yang harus ditanggung.

Kewajiban setiap WP untuk memadankan NIK sebagai NPWP tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022. Dalam aturan tersebut, batas waktu yang diberikan kepada WP untuk memadankan NIK sebagai NPWP adalah pada 31 Juni 2024.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Suryo Utomo berkata pemadanan NIK-NPWP ini akan digunakan sebagai nomor untuk bertransaksi dengan DJP dalam core tax administration system.

“Karena dalam penerapan core tax kami akan gunakan ini sebagai nomor untuk bertransaksi dengan DJP. Dan kami terus kerja sama dengan Dukcapil untuk lakukan pemadanan dari sisa 12,3 juta yang saat ini belum padan betul,” kata Suryo saat konferensi pers APBN dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (2/6/2024).

Dia mengatakan bila wajib pajak tak kunjung memadankan NIK-nya sebagai NPWP hingga batas waktu 31 Juni 2024 akan mengalami kendala dalam mengakses layanan perpajakan yang mensyaratkan NPWP. Misalnya saja saat WP ingin memenuhi kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak.

Integrasi NIK sebagai NPWP ini sudah mulai diterapkan sejak 14 Juli 2022. Kebijakan ini seharusnya sudah dimulai sejak 1 Januari 2024. Namun, implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP mundur seiring dengan diluncurkannya core tax system pada Juli 2024.

Perubahan NIK menjadi NPWP menjadi bagian sangat penting dan perlu dipersiapkan sebelum Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax resmi digunakan dan dioperasikan. Dalam sistem tersebut, NIK akan digunakan sebagai common identifier.

Pemadanan NIK dan NPWP juga merupakan upaya untuk membentuk big data basis pajak. Dengan digunakannya NIK sebagai NPWP maka diharapkan tercipta sebuah proses pembentukan data perpajakan yang otomatis dan berkesinambungan.

Berikut ini cara validasi pemadanan NIK menjadi NPWP:

1. Masuk ke laman DJP Online www.pajak.go.id lalu tekan login.

2. Masukkan 16 digit NIK atau NPWP beserta kata sandi yang sesuai dan kode keamanan (captcha) yang tersedia. Setelah berhasil login, masuk ke menu utama ‘Profil’.

3. Pada menu ‘Profil’, pilih tab data lainnya. Update data berupa nomor HP, alamat email yang aktif digunakan. Jika data sudah diinput dengan benar, klik tombol ‘ubah profil’.

4. Sistem akan mengirimkan verifikasi pada nomor HP atau email yang Anda ubah. Klik tombol ‘di sini’ untuk mengirimkan kode verifikasi.

5. Cek inbox HP atau email untuk melihat kode verifikasi. Salin kode verifikasi pada kolom yang disediakan lalu klik ‘ubah profil’.

6. Sistem akan mengupdate data Anda. Tekan ‘Ya’ jika notifikasi sukses telah muncul.

7. Pada bagian ubah profil, Anda juga dapat melengkapi bagian data klasifikasi lapangan usaha (KLU) dan anggota keluarga.

8. Jika sudah selesai update dan melengkapi profil, klik ‘ubah profil’. Sistem akan memastikan kebenaran data yang Anda input. Tekan ‘Ya’ jika yakin data yang diisi sudah sesuai. (bl)

KPP Pratama Kuala Tungkal Minta IKPI Jambi Bantu Ingatkan Wajib Pajak tentang Kewajiban Croscek SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jambi, baru-baru ini melakukan audiensi dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kuala Tungkal Didit Haryanto di kantornya. Hal itu merupakan bagian perwujudan langkah IKPI sebagai mitra strategis dari Direktorat Jenderal Pajak.

Ketua IKPI Cabang Jambi Nurlena mengatakan. Ada beberapa hal menarik yang mereka bahas dalam pertemuan tersebut, yakni banyaknya konsultan pajak “abal-abal” yang masib berpraktek dan melayani klien di wilayah itu. Jasa Konsultan Pajak IKPI terdaftar di Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan lebih banyak digunakan Wajib Pajak Kota Jambi.

Kondisi itu kata Nurlena, tentunya bukan hanya mencoreng kredibilitas konsultan pajak tetapi pastinya juga akan merugikan wajib pajak.

“Terhadap wajib pajak di wilayah itu yang salah dalam melakukan pengisian SPT, diminta klarifikasi kepada pegawai pajak, terjadi hambatan disebabkan konsultan pajak yang mendampingi Wajib Pajak tidak mempunyai pengetahuan di bidang perpajakan padahal wajib pajak sudah menggunakan jasa konsultan untuk membuatkan laporannya” kata Nurlena melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (1/6/2024).

Melalui IKPI Jambi, Kepala KPP minta asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia ini untuk memberitahukan kepada masyarakat dan klien di wilayah Jambi, agar selalu mengkroscek ulang SPT yang akan dilaporkan.

“Jadi wajib pajak juga harus selektif dalam mencari jasa konsultan, dan pengerjaan laporan SPT harus di cek ulang sebelum diserahkan ke kantor pajak,” katanya.

Selain itu lanjut Nurlena, Kepala KPP juga menyampaikan bahwa dirinya mempunyai hubungan yang baik dengan asosiasi dan perkumpulan pengusaha sejak dulu dan siap menerima wajib pajak ataupun asosiasi yang ingin mengadu atau hanya sekadar silaturahmi.

Nurlena mengungkapkan, dalam kesempatan itu IKPI Jambi juga menitipkan 50 buku daftar anggota IKPI Cabang Jambi. Maksudnya, agar KPP juga bisa mengetahui apakah nantinya sedang berhadapan dengan konsultan dari anggota IKPI atau hanya yang abal-abal.

“Sejak tahun 2022, buku daftar anggota juga kita bagikan keseluruh KPP Pratama di Provinsi Jambi,” ujarnya.

Sekadar informasi, KPP Pratama Kuala Tungkal, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

Dalam pertemuan itu Nurlena juga menyampaikan bahwa IKPI alan mengadakan hajatan besar yakni Kongres XII IKPI di Bali pada bulan Agustus 2024.

“Beliau mengaku mengenal baik IKPI karena pernah menghadiri undangan Semnas IKPI di Pacific Place, Jakarta dan mengatakan IKPI selalu ada kegiatan besar di bulan Agustus tiap tahun,” ujarnya. (bl)

 

Menkeu Sebut Kuliah Gratis di Negara Nordik karena Pajak Tinggi

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sistem pendidikan gratis hingga jenjang kuliah atau perguruan tinggi di negara-negara Nordik bisa diterapkan karena pengenaan pajak yang cukup tinggi.

Nordik merujuk pada kawasan utara Eropa yang mencakup negara Finlandia, Islandia, Norwegia, Swedia, dan Denmark.

“Saya sebagai Menteri Keuangan sering dapat komentar untuk bisa seperti negara Nordik, bebas biaya pendidikan dari lahir hingga perguruan tinggi. Tapi, itu karena pajak di sana bisa sampai 70 persen dari pendapatan mereka,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Jakarta, seperti dikutip dari AntaraNews.com, Jumat (31/5/2024).

Berdasarkan cerita yang ia dengar dari salah satu koleganya yang tinggal di Finlandia, kata Menkeu, masyarakat di negeri ini tidak keberatan dikenakan pajak tinggi selama berbagai pelayanan disediakan oleh negara, termasuk pendidikan.

“Jadi, kalau dapat 100 ribu dolar AS, mereka cuma dapat 30 ribu dolar AS. Mereka tidak keberatan selama anak-anak bisa masuk gratis sampai perguruan tinggi,” jelas dia.

Menurut dia, sistem tersebut tidak bisa disebut sebagai pendidikan gratis, karena pada dasarnya orang tua membayar biaya pendidikan anak-anak mereka melalui setoran pajak penghasilan yang tinggi.

“Orang menganggap semuanya gratis, tidak ada yang bayar. Tapi, di dunia ini tidak ada yang gratis. Dalam hal ini, jika kita ingin menciptakan jaring pengamanan sosial seperti di Nordik, maka kita harus bersiap dengan penarikan pajak penghasilan yang sangat tinggi,” kata Menkeu.

Sebelumnya, Pemerintah sempat berencana untuk menaikkan biaya kuliah atau uang kuliah tunggal (UKT) tahun ini, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024.

Namun, Pemerintah memutuskan untuk membatalkan rencana tersebut.

“Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT pada tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN (perguruan tinggi negeri),” kata Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

IKPI Apresiasi Wacana Kemenkeu Pisahkan Pengaturan Kuasa dan Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) rencananya akan memisahkan pengaturan tentang Kuasa dan Konsultan Pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan sesuai mandat dari UU HPP. Diharapkan, peraturan tersebut dapat lebih memberi kepastian terhadap persyaratan kompetensi dan pengawasan terhadap Kuasa Konsultan Pajak dan Kuasa Non Konsultan Pajak yang dalam UU HPP disebut sebagi Pihak Lain.

“Jadi istilahnya, tercipta level of playing field. Jika kewenangan setiap Kuasa Wajib Pajak sama atau tidak dibedakan, maka setiap Kuasa harus mempunyai persyaratan kompetensi yang sama juga. Jadi ada kesetaraan dalam pengaturan Kuasa Wajib Pajak, baik itu untuk Kuasa Konsultan Pajak maupun Kuasa Pihak Lain”, kata Ruston usai memenuhi undangan diskusi bersama Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu, Kamis (30/5/2024).

Dengan didampingi empat orang Pengurus Pusat IKPI, Ruston mengatakan undangan diskusi yang membahas Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) membawa angin segar bagi seluruh konsultan pajak, bukan hanya untuk mereka yang bernaung di IKPI tetapi juga buat konsultan pajak dari asosiasi lainnya.

Bagaimana tidak, dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan yang baru nanti, maka persyaratan kompetensi konsultan pajak dan kuasa pajak harus sama. “Jadi kalau hanya dengan bermodalkan sertifikat Brevet dari kursus-kursus perpajakan, kedepan mereka yang merupakan Kuasa Non-Konsultan Pajak tidak bisa lagi menjadi Kuasa Wajib Pajak,” katanya.

Dia menegaskan, terlihat hari ini spirit pemerintah untuk terus memperbaiki peraturan kobsultan pajak dan kuasa pajak. Hal itu dinilai sudah sesuai dengan harapan para konsultan pajak khususnya dari sisi penyetaraan kompetensi dan pengawasan.

“Mudah-mudah itu bisa jalan. Artinya nanti tidak lagi dibedakan persyaratan kompetensi untuk kuas konsultan pajak dan non konsultan pajak,” ujarnya.

Diceritakan Ruston, selama ini jelas berbeda perlakuan kedua profesi itu. Kalau kuasa konsultan pajak harus lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP), sedangkan kuasa Non Konsultan Pajak, cukup dengan sertifikat kursus Brevet , sudah bisa menjadi Kuasa.

“Nanti kedepan, untuk melindungi Wajib Pajak pemerintah akan mengatur kompetensinya menjadi setara,” katanya.

Menurut Ruston, sebenarnya masalah ini juga telah beberapa kali kita sampaikan dan bahas dengan DJP dan PPPK, tetapi kali ini pembahasannya dengan IKPI lebih mengerucut.

Diungkapkannya, ada beberapa poin lagi yang dibahas pada pertemuan tersebut seperti rencana pemisahan PMK untuk Kuasa dan PMK untuk Konsultan Pajak yang semula hendak diatur dalam satu PMK.

Tadinya PMK itu mau jadi satu untuk kuasa dan konsultan pajak, tetapi dari pembahasan tadi kita mendengar bahwa PMK Konsultan Pajak dan Kuasa akan dipisah,” katanya.

“Tadi teman-teman dari IKPI juga memberikan pendapat dan masukan terhadap wacana pemisahan PMK tersebut,” ujarnya.

Dia mengatakan, secara keseluruhan dari sisi kompetensi dan pengawasan IKPI menyambut baik wacana Kemenkeu mengenai hal tersebut. Namun Kemenkeu harus memastikan peraturan itu bisa berjalan baik di dalam pelaksanaannya di lapangan.

Menurutnya, pengubahan aturan tersebut nantinya akan memberikan hak dan persyaratan kompetensi yang sama antara Kuasa Konsultan Pajak dan Kuasa Non Konsultan Pajak (Pihak Lain). Karena, dengan peraturan baru nantinya Kuasa Pihak Lain juga harus lulus uji kompetensi seperti halnya Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) yang harus ditempuh oleh calon Konsultan Pajak selama ini.

Pemberlakuan sistem ini utamanya adalah untuk melindungi wajib pajak dari orang-orang yang tidak memiliki kompetensi tetapi bertindak selaku Kuasa WP.

Dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang menggunakan jasanya, seorang Kuasa berurusan atau berhadapan dengan fiskus terutama dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Diharapkan dengan terbitnya PMK ini, nantinya tidak ada lagi KPP yang melayani orang yang memperoleh Surat Kuasa dari WP tetapi yang bersangkutan tidak terdaftar di Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK). Kedepan semua Kuasa, baik Kuasa Konsultan Pajak maupun Kuasa Pihak Lain wajib terdaftar di PPPK dan yang terdaftar hanya mereka yang telah lulus ujian kompetensi. Materi ujian akan disamakan,baik terhadap Konsultan Pajak maupun Pihak Lain.

Dijelaskan Ruston, di akuntan publik ada undang-undang yang mengatur jika berpraktik tidak memiliki izin, bukan hanya dikenakan pidana denda tetapi bisa masuk penjara.

Nah untuk konsultan pajak, saat ini memang masih diatur oleh PMK, tetapi kedepannya Ruston dan anggotanya akan terus berjuang untuk menggolkan lahirnya UU Konsultan Pajak agar profesi ini lebih mandiri dan terutama agar Wajib Pajak lebih terlindungi.

Ruston berharap Kemenkeu mendukung langkah IKPI dalam memperjuangkan terwujudnya UU Konsultan Pajak.

Sekadar informasi, hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum IKP Ruston Tambunan beserta jajaran pengurus Pusat, yakni Wakil Sekretaris Umum Toto, Ketua Departemen Humas Henri PD Silalahi, Ketua Bidang Hukum Ratna Febrina dan Lili Tjitadewi dari Dept Litbang dan FGD (bl)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengusaha Rokok Lakukan Tindak Pidana Perpajakadi Penjara 1,6 Tahun

IKPI, Jakarta: Tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, EP selaku pemilik pabrik rokok “SPT” Blitar dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda sebesar Rp1.806.452.440 oleh Pengadilan Negeri Blitar dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri Blitar, Jawa Timur, oleh Ari Kurniawan sebagai hakim ketua, Senin (6/5/2024) lalu.

EP terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a atau Pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (P2IP) Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jatim III. Agus Mulyono, mengatakan kasus bermula saat EP selaku pemilik pabrik rokok “SPT” melakukan penebusan pita cukai hasil tembakau (CK1) pada bulan Januari 2016 s.d. April 2016.

“Akumulasi nilai harga jual eceran (HJE) atas penebusan CK1 tersebut senilai Rp19 miliar rupiah,” katanya, Selasa (28/5/2024).

Nilai tersebut telah melampaui batasan pengusaha kecil, yaitu senilai Rp4,8 miliar, sehingga seharusnya EP melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Namun, EP tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Hal ini membuat penebusan pita cukai pada masa Mei tahun 2016 dan seterusnya yang seharusnya telah terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dibayarkan oleh EP. Perbuatan EP tersebut mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp920.012.200.

Sebelum ini, dia menegaskan, EP juga telah dijatuhi hukuman pidana penjara atas perbuatan turut serta dalam kasus tindak pidana perpajakan yang melibatkan pabrik rokok lainnya.

EP terbukti sebagai pihak yang membantu, menganjurkan, atau yang membantu terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan bersama tersangka CA selaku pemilik Pabrik Rokok “JR”.

Atas perbuatan tersebut, terdakwa EP dijatuhi hukuman sesuai putusan Kasasi 26 Juli 2023 berupa pidana penjara selama 2 tahun, dengan kewajiban pembayaran utang pokok pajak sejumlah Rp1.636.452.330 serta denda sebanyak 1 (satu) kali hutang pokok pajak yaitu sejumlah Rp1.636.452.330. Sehingga, jumlah total denda yang harus dibayarkan EP sejumlah Rp3.272.904.660.

“Kasus ini menjadi peringatan bagi wajib pajak untuk mematuhi dan tertib dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Perlu diingat bahwa DJP selalu mengedepankan asas ultimum remedium, yaitu pemidanaan sebagai upaya terakhir penegakan hukum perpajakan,” ujar Agus. (bl)

Penerimaan Pajak RI Kembali Bergantung Kepada Harga Komoditas

IKPI, Jakarta: Penerimaan negara dari pajak terus anjlok sejalan dengan melandainya harga komoditas. Penurunan tersebut semakin menegaskan jika pemerintah sangat tergantung kepada harga komoditas untuk mendongkrak penerimaan.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan pajak Januari-April 2024 mencapai Rp 624,19 triliun atau terkontraksi 9,29% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Amblesnya penerimaan disebabkan oleh turunnya setor Pajak Penghasilan (PPh) non-migas. Hingga April 2024, setoran PPh non-migas menembus Rp 377 triliun atau terkoreksi 8,25%.

“PPh non migas menurun karena penurunan PPh tahunan badan yang mencerminkan penurunan profitabilitas 2023 terutama pada sektor komoditas,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (28/5/2024).

Harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan sawit melandai pada tahun ini setelah terbang pada 2022 karena perang Rusia-Ukraina.

Data Refinitiv menunjukkan rata-rata harga batu bara sepanjang tahun ini di angka US$ 131,43 per ton. Harga tersebut jauh di bawah rata-rata harga batu bara pada 2023 (US$ 172,05/ton) dan 2022 (US$ 345,41 per ton).

Harga rata-rata minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sepanjang tahun ini di angka MYR 3.968,04 per ton sementara pada 2022 mencapai US$ 4.928,36 per ton.

Penurunan ini membuat keuntungan perusahaan batu bara turun. Laba PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) mencapai US$ 374,3 juta pada kuartal I-2024. Laba tersebut turun 18,2% dibandingkan kuartal I-2023.
Laba PT Bayan Resources Tbk (BYAN) turun 26,7% menjadi US$ 418,91 juta per ton pada kuartal I-2024.

Data Kementerian Keuangan dalam enam tahun terakhir (2018-2019) menunjukkan pendapatan pajak, terutama PPh non-migas hanya terbang tinggi pada 2022 dan 2021 di mana harga komoditas terbang.

Pendapatan pajak Januari-April 2019, misalnya hanya tumbuh 1,02% dan PPh non-migas naik 5,22%. Sementara itu, pendapatan pajak pada Januari-April 2022 terbang 51,4% dan PPh non-migas sebesar 58,39% karena ada berkah kenaikan harga komoditas usai perang Rusia-Ukraina meletus pada akhir Februari 2022.

Pendapatan PPh non-migas mencerminkan penerimaan negara dari setoran pajak PPh yang dipungut dari Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP), Badan, dan Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan dari pelaksanaan kegiatan hulu non-migas, yang diperolehnya dalam satu tahun pajak.

Pendapatan sektor ini juga menjadi salah satu cerminan kinerja Direktorat Jenderal Pajak karena menyangkut kemampuan menjaring WP.

Hal ini berbeda dengan PPh migas yang mencerminkan PPh yang diterima oleh pemerintah dari usaha kegiatan hulu migas. Perhitungan PPh migas merupakan fungsi dari asumsi lifting dan harga minyak mentah Indonesia atau dikenal Indonesian Crude oil Price (ICP). (bl)

Pemerintah Beri Insentif Pajak Pengusaha yang Bangun Mal dan Tol di IKN

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Aturan itu berisi insentif pajak bagi pengusaha yang mau membangun infrastruktur di IKN, Kalimantan Timur.

Kebijakan itu telah ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 29 April 2024. Pada pasal 2, angka 1 menyatakan bagi penanam modal di IKN akan diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Kepabeanan.

Pada pasal 4 mengatur fasilitas PPh badan akan diberikan sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang terutang. Kemudian fasilitas PPh badan mulai dimanfaatkan sejak tahun pajak saat mulai beroperasi komersial.

Investor harus memenuhi syarat agar bisa mendapatkan fasilitas pajak tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1:

a merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri

b. melakukan kegiatan usaha melalui kantor pusat dan/atau unit usaha yang berada di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra

c. berstatus sebagai badan hukum Indonesia

d melakukan Penanaman Modal dengan nilai paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); dan

e. melakukan Penanaman Modal:

1. di bidang usaha yang memiliki nilai strategis untuk mempercepat pembangunan pengembangan Ibu Kota Nusantara; atau dan

2. di bidang usaha infrastruktur dan layanan umum di Daerah Mitra

Dalam pasal 6 diatur apa saja infrastruktur yang akan mendapatkan insentif dari pemerintah:

Infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:

a. pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan

b. pembangunan dan pengoperasian jalan tol

c. pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut; pembangunan dan

d pengoperasian bandar udara

e. pembangunan dan penyediaan air bersih

f. pembangunan dan pengoperasian fasilitas kesehatan

g. pembangunan dan penyelenggaraan pendidikan satuan

h. pembangunan dan penyediaan infrastruktur telekomunikasi dan informatika

i. pembangunan dan pengelolaan hutan taman kota pembangunan

j perumahan, kawasan pemukiman, dan perkantoran

k. pembangunan dan pengelolaan air limbah

l pembangunan dan pengelolaan sistem jaringan, utilitas bawah tanah;

m. pembangunan dan pengoperasian kawasan industri serta pusat riset dan inovasi (industrial and science park);

n pembangunan dan pengoperasian pasar rakyat

o. penyediaan transportasi umum

p. pembangunan dan pengoperasian terminal kendaraan angkutan penumpang atau barang; dan

q pembangunan dan pengoperasian stadion/sarana olahraga

Infrastruktur untuk kebangkitan ekonomi:

a. pembangunan dan pengoperasian pusat perbelanjaan (mall)

b. penyediaan sarana wisata dan jasa akomodasi/hotel berbintang

c. penyediaan fasilitas Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) dan

d. stasiun pengisian bahan bakar dan/atau pengisian daya untuk kendaraan listrik (battery charging).

(4) Bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa:

a budidaya pertanian dan/atau perikanan perkotaan

b. industri dan/atau rekayasa industri bernilai tambah

c. industri perangkat keras (hardware) dan/atau perangkat lunak (software)

d. jasa perdagangan

e. jasa konstruksi

f. jasa perantara real estat; dan

g. jasa pariwisata dan ekonomi kreatif

 

 

DJP Siapkan Jurus Hadapi Turunnya Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak loyo hingga akhir April 2024, dipicu turunnya setoran beberapa jenis pajak dan sektor usaha. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun telah mempersiapkan sejumlah jurus untuk menghadapi mulai lemahnya penerimaan pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, total penerimaan pajak hingga 30 April 2024 terealisasi Rp 624,2 triliun atau turun 9,3% dibandingkan realisasi per akhir April 2023 yang sebesar Rp 688,2 triliun. Realisasi itu bun baru 31,4% dari target penerimaan pajak tahun ini Rp 1.988,9 triliun.

“Untuk pajak Rp 624,2 triliun, itu turun 9,3%,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita di kantornya, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (28/5/2024).

Berdasarkan jenis pajaknya, hanya dua yang anjlok pertumbuhan setorannya, di antaranya Pajak Penghasilan (PPh) Badan minus 35,5% secara neto, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri yang minus 13,9%. Masing-masing berkontribusi terbesar terhadap total setoran pajak, yakni 22,1% dan 20,4%.

“Untuk PPN ini yang harus kita lihat. Secara bruto sebetulnya masih meningkat, pertumbuhannya tidak buruk, namun secara neto terkontraksi dalam,” tegas Sri Mulyani.

Turunnya setoran PPh Badan dipicu oleh penurunan signifikan harga komoditas pada 2023, yang mengakibatkan penurunan pembayaran PPh Tahunan, serta meningkatnya restitusi. Demikian juga, PPN Dalam Negeri yang turun disebabkan peningkatan restitusi pada sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan, terutama yang berasal dari kompensasi lebih bayar tahun-tahun sebelumnya.

Sejumlah jenis pajak lainnya masih tumbuh, seperti PPh Pasal 21 yang masih tumbuh 41,4% secara neto dengan kontribusi ke keseluruhan jenis pajak 15,7%. Lalu, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,5% dengan kontribusi 1,5%.

PPh Pasal 26 juga masih tumbuh 15,8% dengan kontribusi hanya 5%, PPh Final juga tumbuh 15,1% dengan kontribusinya 7%. Terakhir, PPN Impor masih mampu tumbuh sebesar 0,3% dengan kontribusi sebesar 13,1% terhadap total setoran jenis pajak.

Berdasarkan sektor usaha, setoran pajak yang turun hanya berasal dari industri pengolahan yang terkontraksi 13,8% dengan kontribusi terbesar, yaitu 26%. Lalu, sektor pertambangan yang minusnya mencapai 63,8% meski kontribusinya hanya sebesar 5,9% dari total setoran sektor usaha utama.

Sisanya meningkat, seperti sektor perdagangan yang masih tumbuh 1% dengan kontribusi 23,4%, jasa keuangan dan asuransi 15,1% dengan kontribusi 16,3%. Konstruksi dan real estat yang kontribusinya sebesar 4,7% tumbuh 8,8%, transportasi dan pergudangan tumbuh 1,4% dengan kontribusi 4,7%, jasa perusahaan tumbuh 11,1% dengan kontribusi 3,8%, serta informasi dan komunikasi tumbuh 20,2% dengan kontribusi 3,7%.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, untuk menghadapi pelemahan setoran pajak tersebut, pihaknya akan melakukan penguatan dan perluasan basis pajak melalui metode ekstensifikasi seperti penambahan wajib pajak aktif dan wajib pajak baru. Selain itu, juga ada kebijakan intensifikasi melalui kemudahan pelaporan pajak dan penguatan pengawasan kewajiban dan kepatuhan pajak.

“Juga melakukan upaya penegakan hukum atau uji kepatuhan untuk tahun-tahun sebelum tahun berjalan atau sudah lewat,” tegasnya.

Suryo mengatakan, khusus untuk penguatan mekanisme pengawasan ini akan terus diperkuat ke depan secara profesional. Di antaranya dengan penguatan pemanfaatan data dan informasi para wajib pajak serta pelaksanaan manajemen risiko melalui proses compliance risk management atau CRM.

Ia juga mengingatkan bahwa Ditjen Pajak memiliki kemampuan untuk menggelar forensik digital untuk menguji kepatuhan para wajib pajak. Baik saat pemeriksaan bukti permulaan atau bukper untuk memperoleh bukti dugaan tindak pidana di bidang perpajakan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177 Tahun 2022.

“Tujuannya untuk mendapatkan atau melihat informasi yang biasanya tersimpan secara digital,” tutur Suryo.

“Dan saat ini kami sedang menyusun aturan main sebetulnya, lebih riil, bagaimana kita melakukan kegiatan forensik digital dan juga menyiapkan laboratorium forensik, dan kami ingin di setiap Kanwil memiliki laboratorium forensik, jadi aktivitas kami berada di seluruh Indonesia, seluruh KPP dan Kanwil,” tegasnya. (bl)

Kemenkeu Catat Penerimaan Pajak Baru 31,38 Persen

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri MulyaniIndrawati mencatat penerimaan pajak hingga April 2024 mencapai Rp624,19 triliun atau 31,38 persen dari APBN 2024.

“Penerimaan pajak sampai akhir April Rp624,19 triliun. Ini artinya 31,38 persen dari APBN dikumpulkan sampai akhir April,” ujar wanita uang akrab disapa Ani itu dalam Konferensi Pers APBN KiTA seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (28/5/2024).

Dalam paparannya, penerimaan pada Januari tercatat sebesar Rp149,25 triliun atau 7,50 persen dari pagu, kemudian naik menjadi Rp269,02 triliun pada Februari atau 13,53 persen dari pagu, kemudian naik menjadi Rp393,91 triliun pada Maret atau 19,81 persen pagi, dan pada April menjadi Rp624,19 triliun pada April.

Menurut Bendahara Negara itu, akselerasi penerimaan pajak pada April dipengaruhi oleh setoran Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan korporasi.

Secara rinci, penerimaan pajak melalui pajak penghasilan (PPh) non migas tercatat mencapai Rp377 triliun atau 35,45 persen dari target APBN.

“Ini masih cukup on track untuk kinerja empat bulan, tapi growth-nya negatif 5,43 persen,” lanjut dia.

Terkontraksinya PPh non migas dipengaruhi oleh melemahnya serapan PPh tahunan badan yang mencerminkan penurunan profitabilitas pada 2023. Sehingga, kewajiban pajak pun mengalami penurunan.

Hal ini terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan di sektor komoditas, termasuk pertambangan.

Kemudian, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tercatat sebesar Rp218,5 triliun atau 26,93 persen dari pagi. Secara progres, kinerja PPN dan PPnBM lebih lanmat dari yang seharusnya berada di kisaran 33 persen. Namun, penerimaan pajak ini mengalami pertumbuhan sebesar 5,93 persen.

Kemudian pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp3,87 triliun atau 10,27 persen dari pagu. Lalu penerimaan PBB dan pajak lainnya terkontraksi 22,59 persen akibat tidak terulangnya tagihan pajak pada 2023.

Sementara PPh migas tercatat Rp24,81 triliun atau 32,49 persen dari pagu, terkontraksi 23,24 persen akibat penurunan lifting minyak dan gas dari tahun ke tahun.

Lebih lanjut, Sri Mulyani melaporkan penerimaan kepabeanan dan cukap mencapai Rp95,7 triliun pada empat bulan pertama 2024. Angka ini naik tipis 1,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Rinciannya, penerimaan bea masuk tercatat Rp15,7 triliun, turun 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Penurunan tarif bea masuk dari 1,47 persen jadi 1,35 persen menjadi kontribusi penurunan penerimaan. Komoditas utama kita seperti kendaraan roda empat, suku cadang kendaraan, gas alam itu mengalami penurunan dari masuknya ke dalam negeri,” tutur dia.

Kemudian penerimaan bea keluar pada Januari-April tercatat Rp5,8 triliun, melonjak 40,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.

“Terutama untuk bea keluar barang mineral yang tumbuh 6 kali lipat karena ada relaksasi ekspor mineral,” ujar Ani.

Tercatat, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp203,3 triliun, terkontraksi 6,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Penerimaan PNBP ini tercatat lebih rendah jika dibandingkan tahun lalu, yakni sebesar Rp217,9 triliun.

Menurut Ani, PNBP tahun lalu tinggi dikarenakan kontribusi dari SDA migas dan non migas. Sayangnya, kontribusi ini berangsur-angsur menurun. PNBP migas dan non migas SDA sama-sama tercatat mengalami penurunan.

“Untuk migas itu kontraksi 10,4 persen, yaitu dari Rp40,9 triliun tahun lalu. Untuk non migas SDA turun lebih tajam Rp39,2 triliun dari Rp57,6 triliun, turunnya 31,9 persen,” ungkapnya. (bl)

en_US