OPSI Minta Pemerintah Lakukan Diplomasi Dagang, Desak Kelonggaran Tarif ke AS

IKPI, Jakarta: Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menghantam industri padat karya dalam negeri. Kali ini, ribuan karyawan PT Victory Chingluh Indonesia pabrikan sepatu pemasok merek global Nike di Kabupaten Tangerang menjadi korban akibat merosotnya pesanan dari Amerika Serikat (AS).

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Wijanarko, menegaskan bahwa langkah PHK massal tersebut merupakan dampak langsung dari tekanan tarif impor tinggi yang diberlakukan pemerintah AS terhadap produk sepatu asal Indonesia.

Menanggapi kondisi itu, Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Saepul Tavip mendesak pemerintah agar segera melakukan diplomasi dagang intensif dengan Amerika Serikat untuk meredam dampak kebijakan tarif tersebut.

“Untuk mencegah PHK akibat kebijakan tarif Presiden Trump, seharusnya pemerintah Indonesia bisa bernegosiasi dengan pemerintah Amerika agar lebih melonggarkan kebijakan tarif tersebut. Diplomasi tingkat tinggi harus dilakukan,” ujar Saepul dikutip dari Kontan, Sabtu (1/11/2025).

Menurut Saepul, pemerintah tidak boleh pasif menghadapi tekanan eksternal semacam ini. Bila negosiasi dengan AS tidak membuahkan hasil, arah ekspor nasional perlu segera dialihkan ke kawasan lain seperti Eropa dan Amerika Latin agar industri tidak terlalu bergantung pada pasar AS.

“Pemerintah harus lincah membangun kerja sama ekonomi dengan negara-negara non-AS,” tegasnya.

Selain faktor kebijakan tarif, Saepul juga menyoroti pentingnya dialog sosial antara pekerja dan pengusaha untuk menjaga keberlangsungan usaha. Ia menilai, persoalan upah seharusnya dapat dikelola di tingkat Dewan Pengupahan Daerah sehingga tidak berujung pada penutupan pabrik.

“Upah bisa dinegosiasikan agar tercapai keseimbangan yang adil tanpa harus mengambil keputusan ekstrem menutup perusahaan,” jelasnya.

Saepul memperingatkan, PHK massal di Chingluh bisa menjadi awal dari tren baru di industri padat karya jika pemerintah tidak segera bertindak.

“Kalau negara tidak proaktif, bukan tidak mungkin gelombang penutupan perusahaan akan menyebar,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan potensi perusahaan mempercepat PHK sebelum revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan diberlakukan sesuai arahan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Bisa jadi mereka buru-buru melakukan PHK dengan pesangon rendah sesuai PP 35/2021, karena khawatir kalau UU yang baru berlaku, nilai pesangon akan kembali seperti ketentuan lama,” katanya.

Lebih jauh, ia menyoroti potensi munculnya praktik tidak sehat, di mana perusahaan membuka kembali usaha dengan nama baru dan sistem kerja berbeda demi menekan biaya tenaga kerja.

“Ada kemungkinan mereka nanti membuka perusahaan baru dengan sistem kontrak, outsourcing, atau magang, dengan labor cost murah dan mudah melakukan PHK,” ujarnya.

Saepul menegaskan, pemerintah harus berada di garda depan menjaga keseimbangan antara kepentingan industri dan perlindungan tenaga kerja.

“Peran negara sangat penting untuk memastikan kebijakan global tidak menjadi bumerang bagi jutaan pekerja Indonesia,” tandasnya. (alf)

Sentimen The Fed Buat Harga Emas Dunia Tertekan

IKPI, Jakarta: Harga emas dunia melemah pada perdagangan Jumat (31/10/2025), tertekan oleh ketidakpastian arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed). Berdasarkan data Refinitiv, harga emas di pasar spot tercatat US$4.001,78 per troy ons, turun 0,53% dibandingkan hari sebelumnya. Dalam sepekan, logam mulia ini telah melemah 2,67%, menjadi penurunan mingguan kedua secara beruntun.

Tekanan terhadap emas meningkat setelah Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland, Beth Hammack, secara terbuka menentang pemangkasan suku bunga lanjutan tahun ini. Ia menilai inflasi masih terlalu tinggi dan kebijakan moneter perlu tetap ketat untuk menjaga stabilitas harga.

“Hammack sedang gencar-gencarnya mengincar emas karena ia menjadi Presiden Fed regional ketiga yang secara terbuka menentang penurunan suku bunga lebih lanjut pada tahap ini mengingat inflasi yang tinggi. Hammack akan menjadi pemilih FOMC pada 2026 dan menunjukkan bahwa pasar terlalu optimistis dalam memperkirakan suku bunga yang lebih rendah,” ujar Tai Wong, pedagang logam independen, dikutip Sabtu (1/11/2025).

The Fed memangkas suku bunga pada Rabu (29/10/2025) lalu. Namun, pernyataan bernada hawkish dari Ketua The Fed Jerome Powell membuat pasar menurunkan ekspektasi terhadap penurunan lanjutan. Berdasarkan alat CME FedWatch, peluang pemangkasan suku bunga pada Desember kini turun menjadi 63%, dari lebih 90% di awal pekan.

Harga emas yang tak menawarkan imbal hasil cenderung kehilangan daya tarik ketika suku bunga tinggi. Meski begitu, secara tahunan, logam mulia ini masih mencatat kenaikan 53%, bahkan sempat menyentuh rekor tertinggi US$4.381,21 per troy ons pada 20 Oktober 2025.

Dalam riset terbarunya, Morgan Stanley menilai prospek emas tetap positif ke depan. Bank investasi itu memperkirakan harga emas dapat mencapai rata-rata US$4.300 per troy ons pada paruh pertama 2026, didorong oleh pemangkasan suku bunga yang lebih agresif tahun depan, arus masuk ETF, serta pembelian emas oleh bank sentral di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Sementara itu, dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Kamis (30/10/2025) bahwa ia akan memangkas tarif terhadap China dari 57% menjadi 47%. Kebijakan itu, menurutnya, merupakan imbalan atas langkah Beijing menindak perdagangan fentanil ilegal, melanjutkan pembelian kedelai AS, serta menjaga kelancaran ekspor tanah jarang.

Kebijakan tersebut disambut positif oleh sebagian pelaku pasar karena dinilai dapat meredakan ketegangan perdagangan AS–China. Namun di sisi lain, turunnya risiko global justru bisa mengurangi permintaan terhadap emas sebagai aset lindung nilai (safe haven). (alf)

Menkeu Purbaya Tegaskan Uang Negara Harus Bergerak, Bukan Mengendap di Meja Birokrasi

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmennya untuk memastikan uang negara benar-benar bekerja bagi rakyat. Ia menampik anggapan bahwa kunjungannya ke sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) bertujuan mencampuri urusan internal, melainkan demi memastikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terserap optimal dan berdampak nyata bagi ekonomi nasional.

“Ketika saya datang ke kementerian-kementerian untuk menanyakan penyerapan APBN, itu bukan untuk mengganggu kebijakan masing-masing, tapi untuk memastikan uang yang kita alokasikan dipakai semaksimal mungkin dan berdampak sebesar-besarnya bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Purbaya dalam Upacara Hari Pemuda ke-97 dan Hari Oeang ke-79, dikutip dari kanal YouTube Kementerian Keuangan, Sabtu (1/11/2025).

Sejak resmi dilantik sebagai Bendahara Negara pada 8 September 2025, Purbaya dikenal aktif turun langsung meninjau berbagai instansi. Beberapa yang telah dikunjungi antara lain Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), serta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Langkah ini dilakukan untuk memastikan setiap program pemerintah berjalan sesuai target dan serapan anggaran tidak tersendat.

Pemerintah, kata Purbaya, tidak segan menarik kembali anggaran dari K/L yang realisasinya masih rendah untuk kemudian dialihkan ke program lain yang lebih siap dan berdampak cepat. Tenggat waktu percepatan serapan diberikan hingga akhir Oktober 2025.

“Penerimaan negara harus dikelola secara optimal, dan belanja publik harus diarahkan seefektif mungkin agar benar-benar mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” tegasnya.

Purbaya juga menyoroti masih banyaknya daerah yang belum mampu mengelola anggaran secara efektif. Ia berencana agar Kementerian Keuangan lebih proaktif dalam memberikan pendampingan teknis.

“Masih ada daerah yang belum bisa mengelola anggarannya dengan baik. Karena itu, ke depan Kemenkeu akan lebih aktif mengajarkan cara mengelola dan membelanjakan anggaran secara tepat. Jadi kelihatannya Pak Askolani dan tim akan punya tugas tambahan,” ujarnya disambut tawa hadirin.

Purbaya mengingatkan kembali esensi dari APBN yakni uang rakyat harus berputar untuk kepentingan rakyat, bukan mengendap di meja birokrasi. (alf)

UI Gelar Grand Talkshow Tax Competition 2025, Bahas Arah Kebijakan Pajak di Era Pemerintahan Baru

IKPI, Jakarta: Program Studi Administrasi Perpajakan Universitas Indonesia (UI) bersama Himpunan Mahasiswa Program Studi Administrasi Perpajakan (HMP UI) menggelar Grand Talkshow Tax Competition UI 2025 bertema “Amplifying Tax Policy within The New Government Era: The Impact on Tax Revenues to Navigate Economic Growth.” Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Vokasi UI, Jumat (31/10/2025), menjadi ruang dialog inspiratif bagi mahasiswa dan praktisi untuk membahas peran strategis kebijakan pajak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan baru.

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Tax Competition UI 2025 yang telah memasuki tahun ketujuh penyelenggaraan dan diikuti oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Kepala Program Studi Administrasi Perpajakan UI, Thesa Adi Purwanto, mengapresiasi kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan peserta dari berbagai daerah. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya ajang kompetisi, tetapi juga wadah pembelajaran dan inovasi di bidang perpajakan.

“Tax Competition 2025 ini sudah memasuki tahun ketujuh. Kami dari Prodi berterima kasih atas kolaborasi yang terjalin dengan teman-teman mahasiswa dari seluruh Indonesia,” ujar Thesa.

Thesa juga menyoroti pentingnya kesiapan mahasiswa menghadapi perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), yang mulai digunakan dalam sistem perpajakan.

“Perpajakan saat ini sudah mulai dirambah oleh teknologi AI. Tantangannya adalah apakah kita akan tergantikan, atau justru menjadi pihak yang menciptakan inovasinya,” ujarnya.

Ketua HMP UI 2025, Faiz Ghossan, mengatakan tema yang diangkat mencerminkan semangat mahasiswa untuk memahami arah kebijakan fiskal di bawah pemerintahan baru.

“Perubahan pemerintahan selalu menjadi momentum penting bagi arah kebijakan ekonomi suatu negara, terutama di bidang perpajakan,” jelas Faiz.

Ia berharap kegiatan ini dapat memperluas wawasan peserta serta mendorong mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan sistem perpajakan nasional.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap peserta memperoleh wawasan baru, jejaring, serta motivasi untuk terus berkarya dan berkontribusi positif di bidang perpajakan,” tambahnya.

Project Officer Tax Competition UI 2025, Divinia Indriani, berharap acara ini mampu membuka cara pandang baru bahwa perpajakan tidak hanya soal angka dan perhitungan, tetapi juga berperan penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

“Kami ingin Grand Talkshow ini membuka pandangan generasi muda bahwa perpajakan bukan hanya tentang angka, tetapi bagian penting dari kehidupan masyarakat,” ujarnya. (alf)

Ini 10 Negara Bebas Pajak Penghasilan, Surga Bagi Para Ekspatriat dan Investor Dunia

IKPI, Jakarta: Pajak menjadi tulang punggung utama penerimaan negara di hampir seluruh dunia. Namun, tidak semua negara menggantungkan kas negaranya pada pungutan pajak penghasilan (PPh). Sejumlah negara justru mampu bertahan tanpa memungut PPh dari warganya berkat kekayaan alam melimpah atau sektor keuangan yang kuat.

Menariknya, negara-negara bebas pajak ini justru menjadi magnet bagi ekspatriat, investor global, hingga kalangan profesional yang ingin menikmati penghasilan bersih tanpa potongan pajak.

Melansir The Economic Times, berikut 10 negara yang hingga 2025 masih konsisten tidak memungut pajak penghasilan pribadi:

1. Bahama

Negara kepulauan di kawasan Karibia ini dikenal sebagai surga finansial dengan kebijakan bebas pajak penghasilan, pajak warisan, hingga pajak hadiah.

Pemerintah Bahama bahkan memberikan kemudahan bagi investor asing untuk memperoleh izin tinggal tetap, cukup dengan membeli properti minimal senilai US$750.000. Selain itu, pantainya yang indah membuat Bahama tak hanya ramah pajak, tetapi juga destinasi wisata premium.

2. Bahrain

Bahrain termasuk negara Teluk dengan perekonomian kuat berkat sektor minyak dan keuangan. Negara ini tidak mengenakan pajak penghasilan pribadi dan menawarkan program Golden Residency Visa berdurasi 10 tahun yang bisa diperpanjang.

Meski peluang menjadi warga negara cukup sulit, Bahrain tetap menarik bagi pelaku bisnis regional dan ekspatriat yang mencari stabilitas jangka panjang.

3. Bermuda

Bermuda memang tidak memiliki pajak penghasilan, namun perusahaan tetap wajib membayar pajak atas gaji yang dibayarkan.

Dengan pemandangan pantai berpasir merah muda dan keamanan tinggi, Bermuda menjadi pilihan ideal bagi profesional asing yang bekerja dalam jangka pendek maupun pebisnis internasional.

4. Brunei Darussalam

Negara tetangga Indonesia ini mampu menghapus pajak penghasilan berkat kekayaan minyak dan gasnya. Pemerintah Brunei bahkan menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis untuk warga negaranya.

Namun, kebijakan imigrasinya sangat ketat. Izin tinggal permanen atau kewarganegaraan hanya dapat diperoleh melalui persetujuan langsung Sultan.

5. Kepulauan Cayman

Kepulauan Cayman dikenal sebagai pusat keuangan dunia tanpa pajak penghasilan, pajak keuntungan modal, maupun pajak perusahaan.

Untuk memperoleh izin tinggal, investor perlu menanam modal minimal US$1,2 juta dengan pendapatan tahunan di atas US$145.000. Setelah lima tahun, mereka dapat mengajukan status kewarganegaraan.

6. Kuwait

Sebagai salah satu produsen minyak terbesar dunia, Kuwait tidak memberlakukan pajak penghasilan. Populasi ekspatriat di negara ini bahkan mencapai dua pertiga dari total penduduk.

Namun, untuk mendapatkan status penduduk tetap atau kewarganegaraan, prosesnya tergolong sangat ketat.

7. Monako

Monako menjadi simbol kemewahan di Eropa dengan kebijakan bebas pajak atas pendapatan, dividen, hingga keuntungan modal.

Untuk menetap secara permanen, calon penduduk wajib menyimpan minimal €500.000 di bank lokal dan memiliki tempat tinggal tetap. Tak heran, negara mungil di tepi Laut Mediterania ini menjadi rumah bagi banyak miliarder dunia.

8. Maladewa

Pemerintah Maladewa tidak memungut pajak penghasilan bagi warga berpenghasilan di bawah batas tertentu.

Namun, aturan kewarganegaraan di negara kepulauan ini cukup eksklusif—hanya diperuntukkan bagi Muslim Sunni—dan tidak ada program residensi jangka panjang bagi warga asing. Maka, Maladewa lebih cocok sebagai destinasi wisata bebas pajak ketimbang tempat menetap.

9. Oman

Negara di Semenanjung Arab ini juga bebas pajak penghasilan berkat pendapatan besar dari sektor energi. Meski ekonominya stabil, Oman dikenal konservatif dan selektif terhadap ekspatriat asing.

Investor asing umumnya memerlukan jaringan lokal yang kuat untuk bisa memperoleh izin tinggal di sana.

10. Qatar

Sebagai salah satu negara terkaya di dunia, Qatar memiliki pendapatan per kapita yang tinggi berkat industri minyak dan gasnya. Tidak ada pajak penghasilan pribadi di negara ini, dan ekspatriat berpenghasilan tinggi menjadi salah satu kelompok terbesar di sana.

Namun, untuk menjadi penduduk tetap, seseorang harus tinggal legal selama 20 tahun, menguasai bahasa Arab, serta membuktikan stabilitas finansial.

Surga Bebas Pajak, Tapi Tidak Tanpa Syarat

Meski tampak menggiurkan, tinggal di negara bebas pajak tidak selalu mudah. Sebagian besar negara tersebut menerapkan aturan imigrasi yang sangat ketat, dan biaya hidupnya cenderung tinggi.

Namun, bagi para profesional global dan investor, negara-negara ini tetap menjadi pilihan menarik untuk mengoptimalkan penghasilan tanpa potongan pajak. (alf)

Jemmi Sutiono Paparkan Masa Depan Pajak Digital di UGM: “Coretax Jadi Fondasi Smart Taxation Indonesia”

IKPI, DIY: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jemmi Sutiono menegaskan bahwa masa depan sistem perpajakan Indonesia akan sepenuhnya bergerak menuju era digital. Melalui penerapan Core Tax Administration System (CTAS), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah membangun dan menstabilkan sistem perpajakan nasional yang terpadu, adaptif, dan berorientasi pada pelayanan cerdas (smart taxation).

Pemaparan tersebut disampaikan Jemmi dalam kuliah umum Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) bertajuk “Digitalisasi Perpajakan: Coretax Membangun Sistem Pajak Digital yang Terpadu dan Adaptif”, Rabu (29/10/2025).

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yakni Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, serta dimoderatori oleh Ketua IKPI Cabang Sleman, Hersona Bangun.

Dalam paparannya, Jemmi menjelaskan bahwa di masa depan, seluruh interaksi antara wajib pajak dan otoritas pajak akan berbasis digital. Mulai dari pendaftaran hingga pemeriksaan pajak dapat dilakukan secara daring tanpa tatap muka langsung, sehingga wajib pajak tidak direpotkan.

“Digitalisasi memungkinkan transparansi, mengurangi potensi penyimpangan, dan mendorong kepercayaan antara fiskus dan wajib pajak. Ini arah masa depan yang harus kita siapkan bersama,” ujar Jemmi.

Ia menilai bahwa masa depan Indonesia adalah digital, dan sektor perpajakan tidak boleh tertinggal dari transformasi tersebut. Menurutnya, digitalisasi bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendasar untuk memperluas basis pajak, meningkatkan efisiensi proses dan kerja, serta memperkuat penerimaan negara.

“Kita tidak bisa bicara pajak masa depan tanpa bicara digitalisasi. Sistem fiskal harus sejalan dengan arah transformasi nasional menuju pemerintahan digital,” tambahnya.

Jemmi menjelaskan bahwa reformasi perpajakan Indonesia telah berjalan selama dua dekade dan kini memasuki fase paling strategis, yaitu transformasi digital DJP. Transformasi ini meliputi empat aspek utama proses bisnis, organisasi, SDM, dan teknologi informasi dengan Coretax sebagai pengikat seluruh pilar tersebut.

“Coretax bukan hanya perangkat lunak, tapi simbol perubahan cara berpikir. Ia menjadi alat untuk memastikan reformasi berjalan konsisten,” jelasnya.

Jemmi memaparkan tujuh manfaat utama Coretax bagi sistem perpajakan nasional, yaitu:

1. Integrasi seluruh data wajib pajak dalam satu sistem;

2. Otomasi proses administrasi;

3. Peningkatan efisiensi pelayanan pajak;

4. Akurasi data penerimaan negara;

5. Transparansi dan akuntabilitas pelaporan;

6. Deteksi dini potensi pelanggaran;

7. Penguatan pengawasan berbasis analitik data.

“Dengan satu aplikasi terintegrasi, DJP dapat memantau secara real-time perilaku kepatuhan wajib pajak. Ini pondasi menuju smart taxation,” terang Jemmi.

Ia juga menjelaskan bahwa smart taxation merupakan sistem perpajakan yang cerdas, responsif, dan berbasis data. Dengan dukungan teknologi big data, artificial intelligence (AI), dan machine learning, kebijakan fiskal dapat diambil secara prediktif dan lebih tepat sasaran.

Dalam konteks makro, Jemmi menyoroti pentingnya penerimaan pajak sebagai tulang punggung APBN. Meski penerimaan pajak Indonesia terus meningkat, rasio pajak (tax ratio) masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN.

“Tantangan utama kita bukan menaikkan tarif, tetapi memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan sukarela. Di sinilah teknologi seperti Coretax menjadi sangat penting,” tegasnya.

Konsultan Pajak di Era Digital

Menutup paparannya, Jemmi menyoroti peran strategis profesi konsultan pajak dalam mendukung transformasi digital perpajakan nasional.

Menurutnya, konsultan pajak tidak lagi sekadar penyusun laporan atau pengisi SPT, melainkan penasihat strategis yang membantu wajib pajak memahami sistem, risiko, dan kepatuhan berbasis data.

“Konsultan pajak masa depan harus memahami data, sistem, dan etika profesi. Karena setiap langkah kini terekam secara digital,” ujarnya.

Jemmi juga mengingatkan pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme konsultan pajak, termasuk menjaga kerahasiaan klien, menaati kode etik, serta memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat.

“Digitalisasi tidak akan menggantikan manusia, tetapi akan menggantikan mereka yang tidak mau beradaptasi. Mahasiswa hari ini harus menjadi bagian dari transformasi itu,” pungkasnya. (bl)

USKP Mengulang B dan C Dibuka Lagi! Simak Jadwal, Syarat, dan 13 Kota Pelaksanaannya

IKPI, Jakarta: Komite Pelaksana Sertifikasi Konsultan Pajak (PPSKP) resmi mengumumkan pelaksanaan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) Periode IV Tahun 2025, yang akan digelar pada 1–3 Desember 2025. Ujian ini khusus bagi peserta mengulang Tingkat B dan Tingkat C, dan menjadi kesempatan terakhir tahun ini bagi para calon konsultan pajak untuk memperbarui sertifikasi profesinya.

Dalam pengumuman Nomor PENG-22/KP3SKP/X/2025, PPSKP menyebutkan bahwa peserta yang berhak mengikuti ujian hanyalah mereka yang namanya tercantum dalam lampiran resmi dan telah menerima undangan melalui e-mail pribadi.

Pendaftaran dilakukan secara daring melalui laman bppk.kemenkeu.go.id/uskp sesuai jadwal berikut:

• Tingkat B: 3 November (08.00 WIB) – 5 November (12.00 WIB)

• Tingkat C: 5 November (13.00 WIB) – 6 November (23.59 WIB)

Peserta wajib memastikan seluruh data dan dokumen telah lengkap sebelum melakukan submit pendaftaran dalam sistem.

Digelar di 13 Kota, Kuota 1.900 Peserta

USKP Periode IV akan berlangsung serentak di 13 kota di Indonesia dengan kuota total 1.900 peserta. Kuota terbesar terdapat di Tangerang Selatan (800 peserta) dan Jakarta (280 peserta), disusul Medan, Yogyakarta, Malang, Makassar, dan Denpasar.

Panitia menegaskan, peserta hanya dapat memilih satu lokasi ujian dan tidak dapat mengajukan perpindahan lokasi setelah pendaftaran dikirim. Peserta yang lolos verifikasi dokumen akan diumumkan pada 14 November 2025, sementara lokasi dan unit ujian diumumkan 18 November 2025.

Syarat dan Dokumen Wajib

Untuk mengikuti ujian, peserta harus memenuhi sejumlah persyaratan penting.

• Peserta Tingkat B wajib memiliki Sertifikat Konsultan Pajak Tingkat A.

• Peserta Tingkat C wajib memiliki Sertifikat Konsultan Pajak Tingkat B.

• Ijazah minimal S1/D-IV dari perguruan tinggi terakreditasi/sekolah kedinasan.

• Melampirkan KTP, pas foto formal berlatar merah, surat pernyataan bermeterai Rp10.000, serta scan ijazah dan sertifikat asli berwarna.

Seluruh proses pendaftaran dilakukan secara daring, dengan fitur “Gunakan Data Sebelumnya” bagi peserta lama yang ingin mempercepat proses pengisian data.

Selain itu, PPSKP memastikan bahwa Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak Periode IV Tahun 2025 tidak dipungut biaya alias gratis.

Sebagai bentuk dukungan pembelajaran mandiri, peserta juga dapat mengakses platform Microlearning Open Access (OA) di http://s.kemenkeu.go.id/OAUSKP.

Namun, panitia memberi peringatan bahwa peserta yang tidak hadir tanpa alasan sah akan dikenakan sanksi larangan mengikuti USKP selama tiga periode berikutnya.

Jadwal Lengkap USKP Periode IV Tahun 2025

Tahapan Jadwal

Pengumuman 31 Oktober 2025

Pendaftaran Online 3–6 November 2025

Hasil Verifikasi 14 November 2025

Pengumuman Lokasi Ujian 18 November 2025

Pelaksanaan Ujian 1–3 Desember 2025

Pengumuman Kelulusan 17 Desember 2025

Penerbitan Sertifikat Desember 2025

Sekadar informasi, seluruh informasi resmi dan pembaruan jadwal dapat diakses melalui laman klc2.kemenkeu.go.id/sertifikasi/uskp.

Bagi peserta yang menghadapi kendala teknis, panitia menyediakan kontak resmi melalui e-mail uskp@kemenkeu.go.id. (bl)

KPP PMA 1 Apresiasi Peran IKPI dalam Menjembatani Wajib Pajak dan Otoritas Pajak

IKPI, Jakarta: Pengurus Daerah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) melakukan kunjungan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 1 pada Rabu (29/10/2025). Rombongan dipimpin oleh Ketua IKPI Pengda DKI Jakarta, Tan Alim, dan diterima langsung oleh Kepala KPP PMA 1, Oding Rifaldi, beserta jajarannya di ruang rapat lantai dua kantor tersebut.

Dalam kesempatan itu, Oding Rifaldi menegaskan pentingnya kepatuhan perpajakan bagi perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Ia mengingatkan agar Wajib Pajak (WP) Penanaman Modal Asing membayar Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku, bukan di luar negeri.

“Kami akan menindaklanjuti Wajib Pajak yang seharusnya membayar PPh di Indonesia tetapi justru membayarnya di luar negeri,” tegas Oding di hadapan pengurus IKPI.

Oding menjelaskan, KPP PMA 1 membawahi sekitar 650 Wajib Pajak, mayoritas bergerak di sektor industri farmasi dan kimia. Banyak di antaranya berlokasi di Bekasi, Karawang, Serang, Mojokerto, Gresik, dan Tuban.

Lebih lanjut, Oding mengapresiasi peran konsultan pajak anggota IKPI yang dinilainya berperan penting dalam memperlancar komunikasi antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Dari pengalaman saya selama berkarir di DJP, konsultan pajak yang tergabung dalam IKPI cukup membantu menjembatani urusan antara Wajib Pajak dan KPP,” ujar Oding.

Ketua IKPI Pengda DKI Jakarta Tan Alim menyampaikan apresiasi atas penerimaan dan keterbukaan KPP PMA 1. Ia menegaskan bahwa IKPI akan terus memperkuat kolaborasi dengan otoritas pajak dalam mendorong kepatuhan pajak dan meningkatkan kualitas profesi konsultan pajak.

“Kami berterima kasih atas sambutan yang hangat. IKPI berkomitmen untuk terus berkontribusi melalui sinergi yang konstruktif dan profesional antara konsultan pajak, Wajib Pajak, dan DJP,” tutur Tan Alim.

Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain:

Pengurus Daerah IKPI DKJ:

• Tan Alim (Ketua)

• Hery Juwana

• Chamdun M.

• Esty Aryani

• Kosasih

Pengurus Cabang IKPI:

• Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara)

• Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur)

• Santoso Aliwarga (Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Pusat)

• Wiwik Budiarti (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Yustinus Taruna (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Barat)

• Herry Purwanto (Seksi PPL IKPI Cabang Jakarta Pusat)

(bl)

Pemerintah Resmi Perpanjang PPh Final 0,5% untuk UMKM hingga 2029

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperpanjang fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5 persen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga tahun 2029. Kebijakan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/10/25).

Airlangga menjelaskan bahwa perpanjangan aturan PPh Final ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga perekonomian nasional tetap solid di tengah dinamika global, sekaligus mendorong pertumbuhan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

“Regulasi pendukung sudah relatif siap. Selain PPh Final untuk UMKM, pemerintah juga menyiapkan PPh 21 untuk sektor pariwisata dan padat karya, PPN Ditanggung Pemerintah untuk sektor perumahan, serta penerima diskon iuran JKK dan JKM,” ujar Airlangga kepada media, Kamis (30/10/25).

Sebelumnya, PP Nomor 55 Tahun 2022 memberikan fasilitas PPh Final 0,5 persen bagi UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar, selama tujuh tahun, empat tahun untuk CV, dan tiga tahun untuk PT. Namun, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang pemanfaatan tarif ini hingga 2029 agar UMKM dapat terus mengembangkan usaha dengan kepastian fiskal.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menambahkan bahwa penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait perpanjangan PPh Final 0,5 persen sudah memasuki tahap finalisasi. Izin prakarsa telah diberikan Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara pada 25 Agustus 2025.

“Proses penyusunan regulasi sudah kami koordinasikan dengan kementerian terkait, termasuk Kemenko Perekonomian, Kementerian Koperasi, dan Kementerian UMKM. Saat ini tinggal tahap penyelesaian,” ungkap Bimo.

Dengan kepastian perpanjangan ini, pemerintah berharap UMKM akan semakin terdorong untuk tumbuh dan berkontribusi dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional yang berkelanjutan. (alf)

Bank Indonesia Luncurkan Katalis P2DD, Dorong Digitalisasi Pajak dan Retribusi Daerah

IKPI, Jakarta: Bank Indonesia resmi meluncurkan program Peningkatan Kapasitas serta Literasi Sinergi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Katalis P2DD) dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) dan Indonesia Financial Services Expo (IFSE) 2025, Jumat (31/10/2025) di JICC, Jakarta.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menekankan bahwa pemerintah daerah memiliki peran strategis tidak hanya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan layanan publik, tetapi juga dalam pengelolaan pajak dan retribusi yang lebih transparan dan efisien melalui digitalisasi.

“Dengan Katalis P2DD, digitalisasi daerah bukan sekadar layanan publik dan pertumbuhan ekonomi, tapi juga memperkuat kanal pembayaran digital untuk pajak dan retribusi, meningkatkan literasi transaksi digital, serta akuntabilitas pengelolaan keuangan publik,” ujar Perry.

Program ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan transformasi digital ekonomi dan keuangan secara nasional maupun daerah. Katalis P2DD difokuskan sebagai wadah pembelajaran dan kolaborasi bagi pemerintah daerah dalam menerapkan digitalisasi keuangan secara adaptif dan terarah.

Perry menambahkan, hingga saat ini 590 dari 640 pemerintah daerah sudah menerapkan digitalisasi, termasuk kanal pembayaran pajak dan retribusi, melalui program percepatan dan perluasan digitalisasi daerah. Dengan Katalis P2DD, penetrasi digital ini akan diperluas, termasuk dalam memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan meningkatkan literasi digital terkait pajak dan retribusi.

“Program ini akan memperluas penggunaan kanal pembayaran digital, memudahkan wajib pajak dan meningkatkan akuntabilitas keuangan publik, sehingga pajak daerah dapat dikelola lebih transparan dan efisien,” kata Perry.

Gubernur BI mengajak seluruh lembaga untuk bersinergi mewujudkan ekonomi dan keuangan digital Indonesia yang inklusif, inovatif, dan berdaulat, sekaligus memperkuat pengelolaan pajak dan retribusi daerah melalui Katalis P2DD.

“Melalui FEKDI IFSE 2025, mari wujudkan ekonomi dan keuangan digital Indonesia yang berdaya tahan, inklusif, inovatif, dan berdaulat, sejalan dengan program Asta Cita di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto,” tutup Perry. (alf)

id_ID