Utang RI Tembus  Rp 7.420,47 Triliun, Pemerintah Sebut Masih Dalam Batas Aman

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, posisi utang Pemerintah Republik Indonesia (RI) sudah menembus angka Rp 7.420,47 triliun hingga 30 September 2022. Dalam sebulan utang pemerintah bertambah Rp 183,86 triliun.

Diketahui, realisasi utang Indonesia sebesar Rp 7.420,47 triliun setara dengan 39,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau naik dibandingkan dengan rasio Agustus 2022 yang mencapai 37,9%.

Pemerintah meyakini peningkatan utang hingga 30 September 2022 dibandingkan bulan sebelumnya masih dalam batas aman dan wajar.

“Peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” tulis pemerintah dalam buku APBN Kita edisi September 2022.

Alasan rasio utang masih berada pada batas aman karena masih jauh di bawah batas maksimal yang ditentukan dalam Undang-Undang yang mencapai 60% dari PDB.

Utang pemerintah di September didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6.607,48 triliun atau sekira 89,04%. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp 812,99 triliun atau 10,96%.

Porsi penarikan utang dari SBN terdiri dari domestik senilai Rp 5.242,33 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp 4.254,15 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 998,17 triliun.

Kemudian untuk valas mencapai Rp 1.365,15 triliun, terdiri dari SUN Rp 1.027,39 triliun dan SBSN Rp 337,77 triliun.

Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 16,02 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 796,97 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp260,05 triliun, multilateral Rp492,30 triliun, dan commercial banks Rp 44,63 triliun. (bl)

Pemberlakuan Pajak Ekspor Feronikel Disambut Positif

IKPI, Jakarta: Sejumlah pakar ekonomi dan energi menyambut positif langkah pemerintah untuk memberlakukan pajak ekspor atau bea keluar untuk produk hasil hilirisasi seperti feronikel atau nickel pig iron (NPI) yang dianggap masih bernilai rendah.

Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan, kebijakan tersebut merupakan langkah progresif sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bagi produk hasil hilirisasi komoditas tambang.

Selain itu lanjut Ferdy, kebijakan itu juga bisa menjadi instrumen untuk meredam pelaku usaha yang ingin mengirim feronikel ke luar negeri, kebijakan tersebut juga dinilai dapat menambah penerimaan negara lewat pungutan yang dikenakan kepada pelaku usaha yang kekeh melakukan ekspor feronikel.

“Ini kebijakan progresif karena dengan pungutan pajak ekspor penerimaan negara menjadi lebih banyak,” kata Ferdy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Senin (24/10/2022).

Meski begitu, Ferdy menaruh perhatian pada mekanisme dan lembaga yang bakal menarik pajak ekspor pada komoditas tambang. Sebab dua hal tersebut belum diatur seperti pada pengenaan tarif pungutan atas ekspor kelapa sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan.

“Kalau untuk pajak ekspor tambang ini apakah ada lembaga khusus yang menangani itu atau berada langsung di bawah Dirjen Pajak atau Kementerian Keuangan,” ujar Ferdy.

Penilaian positif juga dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. Dia menyebut pembelakuan pajak ekspor bagi komoditas hilirisasi nikel setengah jadi tersebut bisa memberikan tambahan pemasukan bagi negara.

Mamit mengatakan, sebelum menerapkan kebijakan tersebut, pemerintah diharap sudah menyiapkan infrastrukur dan industri untuk memastikan feronikel bisa terserap seutuhnya di dalam negeri.

“Apakah mampu menyerap keseluruhan hasil feronikel ini? Kalau belum pemerintah dorong investasi lebih lanjut, program hiliriasai harus end to end,” kata Mamit.

Mamit melanjutkan, kebijakan pajak ekspor feronikel dapat ditingkatkan menjadi larangan ekspor apabila rantai pasok dan ekosistem industri sudah terbentuk dan berjalan baik. Hal ini, ujar Mamit, tentunya bisa menambah nilai tambah pada produk hilirisasi tambang. “Kalau seluruhnya sudah terbentuk dan siap seutuhnya maka wajib larang ekspor 100%. Tapi kalau belum siap, gak ada salahnya untuk ada pajak ekspor,” ujarnya. (bl)

Tujuh Tahun Tak Bayar Pajak, 7,4 Juta Data Kendaraan Bermotor di Jabar Dihapus

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mencatat lebih dari 7,4 juta kendaraan roda dua dan empat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak selama tujuh tahun berturut-turut. Data tersebut diambil dari semua wilayah Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah Wilayah (P3DW) Bapeda Jabar pada semester pertama 2022.

Kepala Bapeda Jabar Dedi Taufik menuturkan, data kendaraan-kendaraan tersebut akan dihapus dan bukan disita.

“Sebelumnya, kami dan juga kepolisian juga tidak langsung melakukan penghapusan data. Upaya sosialisasi dan edukasi terkait kebijakan penerapan penghapusan data kendaraan akan dilakukan secara masif di Jawa Barat. Termasuk upaya dalam melaksanakan program pemutihan pajak pada Juli hingga Agustus lalu,” ujar Dedi, Senin (24/10/2022).

Diketahui, Dari 34 wilayah P3DW Bapeda Jabar, ada lima wilayah dengan potensi penghapusan data kendaraan tertinggi. Di antaranya, Kabupaten Bekasi 791,850 unit, Kota Bekasi 773,145 unit. Lalu, Kabupaten Bogor 697,492 unit, Kota Bandung 673,204 unit dan Kota Depok 565,807 unit kendaraan bermotor.

Dia mengukapkan, pihaknya mendata potensinya mencapai 7 juta unit. Artinya data STNK dapat dihapus karena tidak menggunakan kesempatan dan tidak mengindahkan peringatan. Berdasarkan aturan penghapusan data kendaraan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 74.

Dalam pasal tersebut, ayat (2) disebutkan bahwa penghapusan regident kendaraan dilakukan bagi kendaraan yang tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku STNK nya.

Ia menjelaskan, unit kendaraan yang masuk dalam daftar penghapusan data itu, karena selama lima tahun STNK-nya mati, tidak diperpanjang. Kemudian, dalam rentang waktu itu itu ditambah dua tahun tidak kunjung membayar pajak.

“Secara keseluruhan, ada jeda waktu hingga tujuh tahun untuk pemilik kendaraan menyelesaikan kewajibannya. Dalam prosesnya, pemilik kendaraan diberikan peringatan kepada pemilik kendaraan beberapa bulan,” ujarnya.

Sementara itu, Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi menuturkan, pihaknya dan stakeholder terkait segera memberlakukan aturan penghapusan data kendaraan. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap pajak dan meningkatkan validitas data kendaraan bermotor.

Sebagai informasi tambahan, penghapusan data kendaraan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 74 yang pada ayat pertama berbunyi, Kendaraan Bermotor yang telah diregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor atas dasar: a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor; atau b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.

Pada ayat dua, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan; atau b. Pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Ayat (3) Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali. (bl)

Pemerintah Optimis Penerimaan Pajak 2022 Lampaui Target

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proyeksi penerimaan pajak 2022 berpotensi melampaui target dalam Perpres 98/2022 sebesar Rp 1.485,0 triliun.

“Kami masih memiliki waktu 2,5 bulan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor, Selasa (25/10/2022).

Namun lanjut Neil, penerimaan pajak hingga akhir tahun 2022 tidak terlepas dari tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi ekspansif, implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) seperti program Pengungkapan Sukarela (PPPS), pajak fintech, aset kripto, dan perubahan tarif PPN serta basis yang rendah di tahun 2021.

Menurutnya, saat ini DJP terus bekerja semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan penerimaan hingga akhir tahun 2022. Untuk capaian kinerja pajak hingga kuartal III 2022 (Januari-September) cukup positif. DJP telah mengantongi Rp 1.310,5 triliun atau telah mencapai 88,30% dari target.

Diketahui, hasil pendapatan tersebut  menjadikan pemerintah semakin optimistis bahwa penerimaan pajak akan melampaui target 2022 sehingga akan mempengaruhi rasio pajak atau tax ratio. Sebagai informasi, tax ratio yakni perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) periode sama.

Outlook tax ratio 2022, sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan(Sri Mulyani) pada paparan nota keuangan dan RAPBN 2023 lalu yakni akan berada di angka 9,99%,” katanya.

Lebih lanjut, terkait realisasi restitusi hingga September 2022 mencapai Rp 166,93 triliun atau mengalami kenaikan 3,84% (yoy).

Neil merinci restitusi per jenis pajak didominasi restitusi PPN Dalam Negeri (PPN DN) sebesar Rp 128,84 triliun atau tumbuh 16,40% (yoy) dan restitusi dari PPh pasal 25/29 sebesar Rp 36,22 triliun mengalami kontraksi hingga 20,41% (yoy).

Di sisi lain, restitusi berdasarkan sumbernya, terdapat restitusi dipercepat Rp 69,88 triliun atau terpantau tumbuh 50,85% (yoy). “Restitusi dari upaya hukum tercatat Rp 23,47 triliun atau menurun 7,87% (yoy). Restitusi normal tercatat Rp 73,57 triliun atau turun 17,29% (yoy),” kata dia.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono memproyeksi penerimaan pajak sampai akhir tahun dapat mencapai Rp 1.747 triliun. Proyeksi ini menyusul penerimaan pajak yang impresif hingga September sebesar Rp 1.310 triliun. “Sehingga diharapkan hingga akhir Desember 2022, penerimaan pajak dapat mencapai Rp 1.747 triliun. Jika proyeksi ini menjadi kenyataan, target di Perpres 98/2022 terlampaui,” ujarnya.

Adapun jika mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2022 mencapai Rp 4.919,9 triliun. Apabila data ini dianggap konstan selama 2022, PDB 2022 akan mencapai 4 dikali Rp 4.919,9 triliun dengan total Rp 19.679,60 triliun.

Prianto menjabarkan apabila menggunakan rumus tax ratio yakni jumlah penerimaan pajak dibagi PDB dan jika berdasarkan asumsi yang dipaparkannya, maka tahun ini dapat menghasilkan proyeksi tax ratio 2022 sebesar Rp 1.747 triliun yang dibagi Rp 19.679,60 triliun. Maka tax ratio tahun ini akan mencapai 8,88%.

Meski demikian, proyeksi rasio ini berbeda dari rasio perpajakan 2022 yang diramal Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenku sebesar 9,55% terhadap PDB. “Perbedaan tersebut sangat wajar karena tergantung asumsi yang digunakan untuk menghitung proyeksi penerimaan pajak dan PDB di 2022,” ucapnya.

Sementara itu merespons keluhan dunia usaha untuk mendapatkan stimulus sebagai imbas ketidakpastian global yang meningkat mulai resesi, melemahnya nilai tukar rupiah hingga suku bunga acuan naik Prianto menegaskan stimulus pajak belum diperlukan. Hal yang terpenting bagi pemerintah adalah menggali sektor penerimaan pajak di dalam negeri.

“Contohnya adalah dengan memperbanyak penunjukan pemungut PPh 22 dan PPN atas transaksi online. Transaksi online tersebut mencakup transaksi pemerintah dengan rekanan marketplace, transaksi business to consumer (B2C) dan consumer to consumer (C2C), termasuk transaksi yang dilakukan melalui game online,” kata dia.

NIK Sudah Bisa Digunakan untuk Akses Layanan Pajak Pribadi

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan telah melakukan pemutakhiran data Nomor Induk Pependudukan (NIK). Ini menjadikan, mulai Saat ini wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan NIK untuk mengakses layanan perpajakan secara terbatas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Transisi penggunaan NIK sebagai NPWP tengah dilaksanakan secara bertahap di seluruh instansi, baik pemerintah maupun swasta. Dengan transisi ini, layanan atau produk yang mensyaratkan NPWP seperti layanan perbankan, bisa diakses menggunakan NIK.

Disadur dari laman resmi DJP, pemanfaatan NIK sebagai nomor identitas perpajakan akan memudahkan wajib pajak orang pribadi dalam melaksanakan administrasi perpajakan seperti pengisian bukti potong atau faktur pajak untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki NIK dilakukan menggunakan NIK.

Anda dapat melakukan pemutakhiran mandiri data wajib pajak agar bisa mulai menggunakan NIK untuk mengakses layanan DJP online. Bagaimana caranya?

Cara menggunakan NIK untuk NPWP Tata cara pemutakhiran NIK agar bisa digunakan untuk mengakses layanan DJP online sebagai berikut:

1.Login ke situs web https://pajak.go.id/ menggunakan NPWP dan kata sandi

2.Setelah berhasil login, ubah profil dengan cara masuk di menu profil

3.Anda dapat melakukan pemutakhiran data secara mandiri tanpa perlu datang ke kantor pelayanan pajak

4.Jenis data yang bisa diperbarui meliputi data utama (NIK), nomor handphone, alamat email, jenis usaha atau pekerjaan, serta data anggota keluarga

5.Setiap kali selesai melakukan pembaruan data, pastikan untuk menyimpannya dengan klik tombol Ubah Profil

6.Khusus bagian data NIK, apabila melihat status validitas perlu pemutakhiran, maka bisa langsung melakukan validasi dengan mengisi NIK di kotak NIK/NPWP16

Apabila setelah dicek data NIK valid dan sesuai nama yang tercantum pada sistem, maka akan muncul pesan “Data ditemukan” Di samping tombol Cek, akan muncul tanda centang dan tulisan valid Klik tombol Ubah Profil dan ikuti petunjuk selanjutnya Setelah selesai melakukan proses transisi, maka NIK sudah bisa digunakan sebagai NPWP untuk mengakses layanan DJP online. (bl)

PP Insentif Pajak untuk Investor di Proyek IKN Nusantara Selesai Oktober

IKPI, Jakarta: Pemerintah segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang ditargetkan rampung Oktober tahun ini. Jika RPP itu sudah diberlakukan, makan berbagai insentif yang memanjakan investor pada proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, sudah bisa dinikmati.

Diketahui, pemberian insentif pajak investasi atau keringanan pajak (tax allowance) menjadi salah satu strategi pemerintah dalam upaya menarik investor proyek Ibu IKN Nusantara. Perluasan insentif pajak dan aturan keinginannya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2022 Senin (24/10/2022) mengatakan RPP IKN sedang dalam pembahasan dan akan selesai Oktober ini. “PP untuk insentif itu di kementerian investasi itu lagi dibahas, selesai Oktober ini,” katanya.

Sebelumnya, dikutip Senin (19/9/2022) dari instagram resmi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa @suharsomonoarf, RPP ini rencananya akan mengatur mengenai pemberian perizinan usaha, kemudahan usaha, dan fasilitas khusus pembiayaan di Ibu Kota Nusantara.

Ia juga menyebutkan bahwa pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di IKN diberikan fasilitas penanaman modal berupa pajak penghasilan badan bagi wajib pajak badan dalam negeri, pajak pertambahan nilai dan atau pajak penjualan atas barang mewah, kepabeanan dan atau cukai.

Terkait gambaran insentif tersebut, Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Bambang Susantono, dalam acara Pre Market Sounding Proyek Ibu Kota Negara, di Djakarta Theater, Jakarta, Selasa (18/10/2022) mengungkapkan salah satu contohnya adalah tax holiday untuk infrastruktur umum senilai minimal Rp 5-10 miliar yang akan diberikan selama 30 tahun.

Sedangkan untuk pembangunan pusat perbelanjaan, kawasan wisata atau MICE bisa mendapatkan fasilitas tax holiday selama 20 tahun. Bagi investor di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) tertentu akan diberikan super tax deduction sampai 350%. (bl)

Penerapan SIN Diklaim Bisa Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Hingga Berantas Korupsi

IKPI, Jakarta: Pengagas Single Identity Number (SIN) Hadi Poernomo menyayangkan belum diterapkannya kebijakan tersebut oleh pemerintah. Padahal, penerapan kebijakan itu diyakini bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memberantas korupsi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) periode 2001-2005 ini juga mengungkapakan, sudah lebih dari satu dekade dia memunculkan gagas tersebut.

“SIN adalah identitas unik yang dimiliki oleh individual. Identitas unik ini berisi bermacam informasi terkait dengan individu seperti informasi diri, data keluarga, kepemilikan aset dan lain-lainnya. Dalam kaitan pajak, SIN sebagai sistem yang mengintegrasikan seluruh data agar terpusat dan terbuka bagi Ditjen Pajak(DJP),” kata Hadi, Senin (24/10/2022).

Hadi mengatakan, SIN Pajak sudah ada dalam cetak biru atau blue print kebijakan jangka panjang DJP. Dokumen itu berisi kerangka kebijakan, regulasi, visi, misi dan tujuan telah disusun pada periode 2001-2010.

Dia meyakini SIN Pajak berguna untuk meningkatkan tax ratio sampai memberantas korupsi. Selain itu, tujuan akhir dari penerapan SIN Pajak adalah mencapai kehidupan berbangsa yang sejahtera.

“Indonesia sejahtera itu ada 3 hal intinya, penerimaan negara yang naik, yang tinggi, korupsi kecil, kredit macet kecil,” ujarnya.

Menurutnya, SIN mengintegrasikan semua data untuk dipegang DJP. Dengan kata lain, tidak ada satu pihak pun yang merahasiakan informasi kepada otoritas pajak dan itu adalah kewajiban.

Adapun payung hukum yang mendasari SIN mencakup Pasal 35a UU KUP, UU No.11/2016 tentang Tax Amnesty, dan UU No.9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

Hadi menuturkan semua pihak lain wajib menyerahkan data informasi ke DJP. Dirjen Pajak memiliki wewenang untuk meminta data tambahan dan pihak-pihak yang tidak memberikannya dapat dipidana.

Dengan begitu, sambungnya, kondisi keterbukaan itu memaksa orang-orang, perusahaan, perbankan, bahkan jajaran pemerintah untuk jujur. Jujur untuk memberi data, informasi, laporan keuangan, SPT Tahunan

“Kalau sudah terpaksa jujur, tentu tax ratio naik. Kalau tax ratio naik, pasti penerimaan negara naik, kredit macet kurang, korupsi kurang. Apa terbitnya? Ya, Indonesia sejahtera,” kata Hadi.

Mantan Ketua BPK itu menambahkan keterbukaan yang menyeluruh itu dapat dijalankan dengan menyingkirkan amandemen undang-undang penghambat pajak.

Seperti halnya, aturan kerahasiaan perbankan dalam Pasal 40 dan 41 UU No.10/1998, lalu lintas devisa dan transaksi keuangannya, serta mengembangkan sistem perpajakan yang terintegrasi dan online. (bl)

Pengamat: Insentif Pajak di Proyek IKN Nusantara Tak Tepat

IKPI, Jakarta: Insentif pajak (tax hilday) dari pemerintah untuk menarik calon investor di proyek pembangunan Ibu Kota (IKN) Nusantara, dinilai sebagaian kalangan sebagai kebijakan tidak tepat. Sebab, sudah banyak proyek-proyek pembangunan pemerintah yang menawarkan tax holiday yang nyatanya tetap tak membuat investor tertarik untuk berinvestasi seperti di kawasan ekonomi khusus (KEK).

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, permasalahan yang diinginkan investor sebenarnya bukan dari diskon pajak. Mereka melihat dari segi demand (permintaan), serta jarak lokasi dengan bahan baku yang dibutuhkan.

“Contoh proyek industri, faktor segi kedekatan lokasi dengan bahan baku menjadi pertimbangan. Sedangkan IKN yang dijanjikan menjadi smart city, investor akan melihat infrastruktur dasarnya seperti internet. “Yang jadi pertimbangan justru kondisi makro ekonomi dan stuasi politik jelang pemilu,” kata Bhima di Jakarta, Senin (24/10/2022).

Bhima menuturkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengungkapkan semua proyek-proyek infrastruktur Proyek Startegi Nasional (PSN) memberikan imbal hasil yang sesuai. Dia mencontohkan kereta cepat Jakarta Bandung, meski itu business to business (B2B), yang orientasinya komersil, malah terjadi ada risiko kontingensi yang akhirnya negara bantu permodalan ke konsorsium BUMN.

“Jadi di situ sudah jelas juga proyek yang B2B sekalipun itu ujungnya tetap ada suntikan modal negara yang cukup besar,” tutur dia.

Selain itu, Bhima menambahkan, investor mempertimbangkan cost overrun, khususnya masalah pembebasan lahan. Pasalnya, 40 persen biaya infrastruktur itu pembebasan lahan.

Faktor suku bunga pinjaman menjadi salah satu aspek keputusan investasi yang lain. Karena investor tak hanya mengandalkan modal inti namun juga melakukan pinjaman salah satunya melalui obligasi. Jika bunganya semakin naik, beban proyek juga membesar.

Bhima menegaskan sebagian infrastruktur mendapatkan kritik karena kebutuhan barang impor tidak sedikit. “Dengan konten impor cukup besar tadi, apakah variabel kurs rupiah ini tidak membuat biaya pembangunan menjadi lebih mahal terutama untuk besi baja?,” ujarnya.

Ongkos logistik pengiriman materialnya menjadi sorotan investor karena kebanyakan bahan baku proyek IKN diperoleh dari daerah di luar Kalimantan.

“Itu juga jadi pertimbangan, pasirnya, material besi bajanya, mungkin nanti diambilnya dari Sulawesi atau Surabaya yang paling dekat. Itu kan ada ongkos2seperti itu yang harus dipertimbangkan,” kata Bhima.

Sebelumnya, untuk menarik minat para investor IKN, pemerintah bakal memberikan relaksasi atau insentif hingga kemudahan izin. Kepala Otorita IKN Bambang Susantono Dia mengatakan pihaknya sedang menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah yang di dalamnya akan memuat relaksasi-relaksasi investasi tersebut.

Kebiasaan Taat Pajak Turut Jaga Keberlangsungan Usaha

IKPI, Jakarta: Ada sebagian pelaku usaha dan perusahaan yang masih menganggap pajak sebagai momok yang menakutkan. Setidaknya ada dua alasan mengapa pajak seakan begitu menakutkan bagi perusahaan.

Alasan pertama, tentu karena pajak secara langsung mengurangi pendapatan penghasilan atau menambah beban biaya. Contohnya dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mau tidak mau membuat barang atau jasa yang dijual menjadi sedikit lebih mahal. Dengan adanya Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan menjadi tambahan beban biaya dalam berusaha.

Sementara alasan kedua, mengapa pajak seakan begitu menakutkan bagi pengusaha dan perusahaannya adalah karena dengan adanya pajak, maka kewajiban administrasi perusahaan juga akan bertambah.

​Namun merespons alasan pertama, kembali pada fungsi pajak sebagai budgetair, pajak yang terhimpun akan menjadi anggaran pendapatan dalam komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Anggaran pendapatan tersebut kemudian dibelanjakan oleh negara melalui program-program pemerintah dalam rangka mewujudkan tujuan negara yang telah ditetapkan.

Program tersebut dapat dilihat melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan mutu pendidikan, hingga bantuan sosial dengan tujuan untuk terus memajukan bangsa.

Dengan bangsa yang semakin maju, maka keadaan ekonomi pun meningkat. Sejalan dengan perekonomian yang meningkat, maka dampaknya akan membuat keadaan pasar perdagangan juga semakin baik, sehingga peluang berusaha pun semakin besar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada akhirnya pajak akan dinikmati dan dirasakan oleh para pengusaha dan perusahaannya, sehingga usaha yang dimiliki dapat berkembang dengan baik.

Selain itu pajak diharapkan dapat menjadi alat untuk meredistribusi pendapatan. Pendapatan dari mereka yang berpenghasilan tinggi dengan usaha skala besar dialirkan kepada mereka yang berpenghasilan rendah, dengan usaha mikro, kecil dan menengah.

Harapannya hal tersebut dapat mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya di kalangan pengusaha.

​Sementara untuk merespons alasan kedua, terkait adanya pajak menambah beban administrasi, dapat disampaikan bahwa berbagai kewajiban yang sifatnya formal memang bermunculan. Pengusaha dan perusahaannya harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Perusahaan juga diwajibkan mencatat peredaran usahanya. Lebih dari itu pada momen tertentu, perusahaan, bahkan diwajibkan membuat laporan keuangan, baik laba rugi maupun neraca secara komersial maupun fiskal. Khusus untuk perusahaan skala besar, bahkan wajib diawasi, baik dari pihak independen, seperti akuntan publik maupun badan pemerintah, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan lainnya.

Administrasi dan Perpajakan

​Selain fungsi budgetair dan redistribusi, pajak juga memiliki fungsi regulerend dan stabilitas. Pajak terkait fungsi regulerend yang dimaksud adalah pajak dapat menjadi alat pengatur untuk mencapai berbagai macam tujuan.

Dalam skala negara, pajak digunakan untuk mengatur arah dan tujuan serta pertumbuhan perekonomian nasional.

Contoh lainnya adalah dengan kebijakan pajak pemerintah dapat mengatur penanaman modal maupun menjaga investor untuk meningkatkan persaingan pasar.

Sementara fungsi pajak sebagai stabilitas adalah pajak dapat digunakan untuk menjaga dan menyeimbangkan perekonomian.

Dalam skala kenegaraan, pajak menjadi komponen penjaga inflasi, sehingga stabilitas perekonomian negara dapat terjaga.

Selain itu pajak dapat mengatur peredaran uang di masyarakat melalui penyesuaian tarif, kebijakan pemungutan pajak, dan penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Dalam hal administrasi, fungsi pajak regulerend dan stabilitas juga dapat mengatur dan menjaga stabilitas di internal perusahaan.

Yang pertama, dengan mewajibkan perusahaan memiliki NPWP, maka profil para pengusaha yang memiliki perusahaan tersebut beserta usaha yang dimiliki menjadi jelas.

Subjek maupun objek pajaknya pun dapat dikenali. Sinkronisasi data administrasi antarlembaga negara, termasuk Direktorat Jenderal Pajak, melalui NPWP, akan meningkatkan keamanan dalam bertransaksi.

Pengusaha dan perusahaan yang memiliki NPWP pasti mempunyai nilai tambah dan citra yang baik daripada pengusaha dan perusahaan yang tidak memiliki NPWP.

Dengan demikian pajak dapat menjadi pengatur transaksi perusahaan, sehingga dapat lebih aman dalam bertransaksi. Potensi penipuan, pemalsuan dan tindak pidana lainnya, termasuk korupsi dalam transaksi keuangan, dapat diminimalisir dengan adanya NPWP.

Sebagaimana semua ketahui sejak dulu terdapat banyak kasus penipuan dalam transaksi keuangan yang disebabkan minimnya profil perseorangan atau pengusaha, sehingga transaksinya pun tidak dapat ditelusuri.

Dengan adanya NPWP yang mampu memprofil perusahaan beserta pengusaha yang memilikinya, maka akan meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, sehingga kasus penipuan, pemalsuan dan tindak pidana lainnya, termasuk korupsi dapat semakin berkurang.

Setelah memiliki NPWP, tahapan selanjutnya adalah perusahaan diwajibkan untuk mencatat peredaran usahanya atau biasa disebut pencatatan.

Keberlangsungan usaha

Pada momen tertentu, wajib pajak diwajibkan untuk merinci pendapatan dan biaya serta transaksi lainnya untuk kemudian dibukukan atau yang lazim disebut dengan pembukuan.

Baik pencatatan maupun pembukuan dilakukan dengan kaidah dan prinsip akuntansi. Kewajiban yang melibatkan komponen akuntansi tersebut akan menghasilkan data keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk mengambil kebijakan di perusahaannya, para investor dan kreditor sebagai pemberi modal, juga regulator, termasuk pemerintah dalam mengawasi keberlangsungan usaha yang ada di masyarakat.

Kinerja suatu unit usaha dapat dilihat dari berbagai data yang tersedia melalui pencatatan dan pembukuan yang disandingkan dengan data-data lain yang telah ada sebelumnya.

​Penyandingan data tersebut berguna untuk memberikan peringatan dini kepada perusahaan dan pihak lainnya berkaitan dengan kewajaran usaha dan kekuatan keuangan pengusaha.

Data tersebut dapat diolah menjadi berbagai macam rasio keuangan yang berguna untuk mengukur risiko keuangan. Para investor dan kreditor juga dapat menentukan keputusannya demi menjaga modal yang diberikan.

Regulator pun dapat “menyegel” perusahaan yang tidak wajar secara keuangan untuk menghindari kondisi yang lebih parah. Jangan sampai ada perusahaan yang tiba-tiba bangkrut kemudian para pengusaha yang memilikinya tidak dapat mempertanggungjawabkan modal dan kewajiban.

Dengan kewajiban tersebut, penipuan, seperti investasi bodong dan pencucian uang pun, dapat diminimalisir, sehingga kenyamanan dalam dunia usaha pun akan menjadi lebih baik.

Kenyamanan akan semakin bertambah, khususnya untuk pengusaha skala besar yang memiliki kewajiban tambahan yang mengharuskan mendapatkan pengawasan, baik dari pihak independen, seperti akuntan publik maupun badan pemerintah, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan lainnya, dengan persyaratan administrasi tambahan.

Pada akhirnya, berbagai kewajiban pajak pada dasarnya tidak dibuat untuk memberatkan dan menakut-nakuti para pengusaha beserta perusahaannya.

Selain berkewajiban untuk bersama-sama gotong royong sebagai warga negara yang baik dalam membangun bangsa, kewajiban perpajakan juga berguna untuk para pengusahaan dan perusahaannya secara internal.

Oleh karena itu taat kewajiban pajak turut menjaga keberlangsungan perusahaan. Dengan demikian kondisi perekonomian semakin baik dan kesejahteraan bangsa pun semakin meningkat. Pajak Kuat, Indonesia Hebat! (Sumber berita: https://www.antaranews.com/berita/3195385/kebiasaan-taat-pajak-turut-jaga-keberlangsungan-usaha)

Korupsi Pajak, Eks Petinggi Bank Panin Segera Disidangkan

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan berkas perkara dua tersangka kasus dugaan suap soal rekayasa pajak telah lengkap dan segera disidang. Dua tersangka tersebut, yakni eks petinggi PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Bank Panin Veronika Lindawati (VL) dan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo (AS).

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangannya menyatakan, tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) untuk tersangka VL dan Tersangka AS sebagai pihak pemberi pada Angin Prayitno dan kawan-kawan telah selesai dilaksanakan oleh tim penyidik pada tim jaksa karena berkas perkara penyidikannya dinyatakan lengkap.

“Tim jaksa selanjutnya bakal menahan keduanya untuk 20 hari ke depan, mulai 21 Oktober 2022 sampai 9 November 2022. Keduanya ditahan di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya,” kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati, Senin, (24/10/2022).

Dikatakan Ipi, penyusunan dakwaan yang dilanjutkan dengan pelimpahan berkas perkara beserta surat dakwaan ke pengadilan tipikor pada PN Jakarta Pusat dilaksanakan dalam waktu 14 hari kerja..

Diketahui, dalam kasus suap pajak ini, KPK telah menjerat sejumlah pihak dari Ditjen Pajak Kemenkeu, empat mantan pejabat dan sejumlah konsultan pajak. Mereka yang telah dijerat, yaitu mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji; mantan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani; mantan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak Bantaeng Sulawesi Selatan dan Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra), Wawan Ridwan; dan Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II, Alfred Simanjuntak.

Kemudian lanjut Ipi, KPK juga telah menjerat Veronika Lindawati selaku wajib pajak Bank Panin milik Mu’min Ali Gunawan, Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, dan Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama.

Empat mantan pejabat Ditjen Pajak telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Angin Prayitno divonis 9 tahun pidana, Dadan Ramdani 6 tahun pidana, Wawan Ridwan 9 tahun penjara dan Alfred Simanjuntak 8 tahun penjara.

Para mantan pejabat Ditjen Pajak itu terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap terkait perhitungan pajak tiga perusahaan, yakni PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016; PT Bank Pan Indonesia atau Bank Panin tahun pajak 2016; dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017. Suap itu diterima Angin Prayitno dan Dadan Ramdani bersama-sama dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak.

Angin dan Dadan menerima suap senilai Rp 15 miliar dan S$ 4 juta atau sekitar Rp 42 miliar dari para wajib pajak. Uang suap dengan total Rp 57 miliar itu untuk merekayasa hasil penghitungan wajib pajak perusahaan tersebut.

Secara terperinci, Angin dan Dadan menerima uang sebesar Rp 15 miliar dari Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations sekitar Januari-Februari 2018. Kemudian pada pertengahan tahun 2018 sebesar S$ 500.000 yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT Bank Panin Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25 miliar. Kemudian, sekitar Juli-September 2019 senilai total S$ 3 juta diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama. (bl)

id_ID