Komika Soleh Solihun Curhat Dikejar Pajak

IKPI, Jakarta: Kasus terkait pajak menjerat Komika Soleh Solihun. Dalam akun X nya @solehsolihun, ia memaparkan bahwa tak dipercayai Kantor Pajak terkait pendapatannya dari adsense di YouTube.

Menurut Soleh, ia sudah tiga kali menjelaskan kepada Kantor Pajak hanya memperoleh pendapatan dari YouTube selama dua bulan pada 2018. Setelah itu, ia menyatakan tak lagi pernah dapat uang dari Youtube.

“Sudah tiga kali diberi bukti dari halaman revenue akun youtube saya bahwa saya dapat duit dari youtube cuma 2 bulan di 2018,” kata Soleh dikutip Minggu (15/10/2023).

“Setelah itu akun adsense saya disuspend dan gak dapat duit lagi, orang pajak masih gak percaya juga. Padahal, krosceknya mudah. tonton aja youtube saya,” tegasnya.

Unggahan keluhan Soleh pun direspons akun X Ditjen Pajak @DitjenPajakRI. Akun X Ditjen Pajak itu meminta Soleh supaya mengonfirmasi keluhannya itu ke account representative Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar.

“Terima kasih, Kak. Terkait hal tersebut Kakak dapat melakukan konfirmasi kembali kepada AR di KPP terdaftar,” tulis akun X Ditjen Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memang telah menargetkan profesi Youtuber dan selebritis dari media sosial menjadi salah satu Wajib Pajak (WP) yang harus dipungut Pajak Penghasilannya (PPh).

DJP pun telah gencar melakukan sosialisasi kepada para selebriti media sosial dan juga youtuber untuk membayar dan melaporkan pajaknya.

“Sebagai wajib pajak, Youtuber atau artis wajib melaksanakan kewajiban perpajakannya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, yang saat itu dijabat Neilmaldrin Noor kepada CNBC Indonesia.

“Dengan sistem perpajakan self assessment, kita meminta mereka untuk menghitung pajak dan membayar sendiri pajak yang terutang, serta melaporkannya ke dalam SPT Tahunan mereka,” tambahnya.

Neil pun menuturkan metode penghitungan PPh sendiri bisa dilakukan sesuai dengan mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Penghitungan pajaknya dilakukan 50% dari total peredaran brutonya dalam satu tahun. (bl)

 

 

Delapan Barang Impor Ini akan Dikenakan Pajak Tinggi

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal segera mengenakan tarif pajak lebih tinggi untuk 8 barang impor semisal sepeda, jam tangan hingga kosmetik.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman.

Pemberlakuan PMK 96/2023 akan dipercepat satu bulan menjadi 17 Oktober 2023. Sebelumnya, ada 4 barang impor yang terkena tarif MFN atau tarif reguler berdasarkan HS Code sesuai PMK 199 Tahun 2019.

“Dengan PMK (96/2023) ini ada empat komoditas yang dilakukan penambahan dan dikenakan MFN,” kata Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu, Fadjar Donny Tjahjadi, seperti dikutip dari Lioutan6.com, Kamis (12/10/2023).

Donny beralasan, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menambah 4 item lagi lantaran impor komoditas tersebut jumlahnya cukup tinggi, sehingga turut berdampak terhadap industri dalam negeri.

“Berdasarkan transaksi, misal kosmetik, impor kosmetik sangat tinggi sekali. Akhirnya berdampak pada pertumbuhan industri dalam negeri. Kami juga melihat itu pada sepeda dan jam tangan,” ungkapnya.

Mengacu PMK 199/2019, terdapat empat barang impor yang dikenai tarif MFN. Antara lain, produk tas dengan bea masuk 15-20 persen, buku 0 persen, produk tekstil 15 persen, dan sepatu 25-30 persen.

Sementara dalam PMK 96/2023, produk kosmetik impor nantinya akan dikenai bea masuk 10-25 persen. Kemudian, besi dan baja sebesar 0-20 persen, sepeda 25-40 persen, dan jam tangan sebesar 10 persen.

Adapun perubahan lain dalam PMK 96/2023, yakni terkait pemberlakuan penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik atau PPMSE.

Menurut PMK 199/2019, PPMSE dijadikan sebagai mitra oleh Ditjen Bea Cukai. Dengan PMK 96/2023, skema kemitraan antara PPMSE dan Ditjen Bea Cukai merupakan mandatory, sehingga mereka akan diperlakukan sebagai importir.

Pemprov DKI Usul Olshop – Transportasi Online Kena Pajak

IKPI, Jakarta: Sekretaris DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengusulkan agar toko online (olshop) hingga perusahaan angkutan online dikenakan pajak layanan. Joko memandang sektor tersebut menjadi potensi untuk menggenjot pendapatan daerah (PAD).

Hal tersebut disampaikan Joko dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD DKI Jakarta 2024 tingkat Komisi C di Grand Cempaka Resort, Bogor, Jawa Barat. Usulan tersebut menjawab permintaan dewan mencari potensi pengenaan pajak yang belum tersentuh Pemprov DKI.

“Terkait potensi pajak yang bisa dikembangkan, ada sebenarnya pajak online. Gojek, Go-Food dan sebagainya perlu kita pikirkan kedepan pajaknya. Karena apa? Pasar Tanah Abang sekarang sepi karena apa? Karena online sehingga kita perlu membuat kebijakan terhadap online, bagaimana kita perlakukannya,” kata Joko seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (13/10/2023).

Meski begitu, Joko menekankan perlu adanya keterlibatan pemerintah pusat dalam menangkap peluang tersebut.

“Kita tak bisa sendiri, harus melibatkan pemerintah pusat. Kalau kita ingin menambah pajak itu. dan ini potensinya luar biasa,” jelasnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Sejauh ini, kata dia, pemerintah pusat pun telah melakukan uji coba pengenaan pajak setiap transaksi online sambil menggodok regulasi.

“Untuk sementara pempus pun baru uji coba, jadi dikenakannya cuman 1% semua transaksi online. Jadi dari pemerintah pusat memformulasikan regulasinya,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi memandang adanya potensi besar PAD apabila pajak transportasi online diterapkan. Menurutnya, usulan tersebut sudah lama disampaikan komisinya kepada eksekutif.

“Dari Komisi C itu (usulan) udah lama. Pertama, potensi. Dengan adanya itu kemungkinan bermain-main itu kurang karena kelihatan,” jelas Rasyidi saat ditemui di sela rapat, Kamis (12/10/2023).

Di sisi lain, Rasyidi menyorot besaran retribusi daerah yang jauh dari target, yakni hanya sekitar Rp 360 miliar dari target awal sebesar Rp 800 miliar.

“Ya gimana mau ideal, targetnya Rp 800, ini cuma dapat Rp 360,” terangnya.

“Dari situ lah makanya kita minta real time. jadi kita bisa langsung lihat. kalau pajak parkir kendalanya banyak sekali kan,”tambah dia. (bl)

 

 

Pemerintah Pacu Penerimaan Negara dari Sektor Pajak

IKPI, Jakarta: Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan gejolak harga komoditas, pemerintah terus memacu penerimaan negara dari sektor pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, pencapaian penerimaan pajak hingga September Rp 1.387,77 triliun.

Realisasi penerimaan pajak itu setara 80,78% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2023 sebesar Rp 1.718,03 triliun.

Setoran pajak tersebut tumbuh 5,89% dibandingkan penerimaan di periode yang sama tahun lalu Rp 1.310,5 triliun.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, dengan pencapaian tersebut, penerimaan pajak sepanjang tahun ini berpotensi kembali melampaui target.

Penerimaan pajak pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp 1.819,18 triliun, atau 106,34% dari target.

“Misalkan hanya tumbuh 5% di akhir tahun juga masih aman. Realisasinya 105,89%,” ungkap Fajry seperti dikutip dari  Kontan, Selasa (10/10/2023).

Kendati begitu, hal yang perlu dikhawatirkan adalah tren pertumbuhan penerimaan pajak yang cenderung menurun hingga akhir tahun nanti.

Sebut saja dari 48,6% secara tahunan pada Januari 2023 kini hanya tumbuh 6,41% pada Agustus 2023.

“Tak heran jika kini otoritas pajak sedang bekerja keras menggali potensi penerimaan,” kata Fajry.

Pemerintah juga realistis menyikapi kondisi terkini terhadap potensi penerimaan pajak.

Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Kemenkeu Ihsan Priyawibawa memperkirakan kinerja penerimaan pajak di paruh kedua 2023 lebih rendah.

Kendati begitu, pihaknya tetap optimistis realisasi penerimaan pajak akan mencapai target di sepanjang tahun 2023. (bl)

Ini yang Harus Dilakukan Wajib Pajak Jika Menerima SP2DK

IKPI, Jakarta: Kantor pajak kerap kali mengirimkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan Keterangan atau SP2DK kepada para Wajib Pajak (WP). Bila anda menjadi penerima surat itu, lantas apa yang harus dilakukan?

Mengutip Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak, SP2DK adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada dalam rangka pelaksanaan P2DK.

Dikutip dari penjelasan Ditjen Pajak, surat ini muncul atas dugaan belum terpenuhinya kewajiban pajak oleh wajib pajak. Maka, wajib pajak yang menerima surat itu hanya tinggal merespons dengan data dan fakta yang dimiliki.

“Kamu cuma perlu menanggapi dengan tenang berdasarkan data-data yang kamu miliki,” kata Ditjen Pajak dari melalui akun instagram @ditjenpajakri, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (12/10/2023).

Melalui surat itu, sebetulnya Ditjen Pajak memberikan kesempatan kepada para wajib pajak untuk melakukan pelaporan atau pembetulan atas laporan pajaknya, sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.

Biasanya, Kantor Pajak memberikan surat ini melalui pos, jasa ekspedisi, faksimili, atau menyampaikan langsung melalui kunjungan ke lokasi wajib pajak, maupun melalui daring atau video conference. Tanggapan terhadap surat itu pun bisa langsung atau secara tertulis.

“Jika memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi kontak account representative yang disediakan (tertera dalam SP2DK),” tulis penjelasan Ditjen Pajak.

Bilamana SP2DK tidak ditanggapi, maka Ditjen Pajak akan menindaklanjutinya dengan pemeriksaan sesuai ketentuan perundang-undangan. Pemeriksanya adalah ASN di lingkungan Ditjen Pajak ataupun tenaga ahli yang ditunjuk Ditjen Pajak.

“Selama tanggapan atau klarifikasi mu berdasarkan data dan bukti kongkret yang menunjukkan bahwa kewajiban pajakmu sudah dilaksanakan dengan benar, tentu tidak ada pajak yang harus dibayar,” kata Ditjen Pajak. (bl)

Pemprov DKI Bebaskan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

IKPI, Jakarta: DKI Jakarta membebaskan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) kendaraan kedua dan seterusnya. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 29 Tahun 2023 dan berlaku hingga akhir 2023.

BBNKB kedua terdiri dari beberapa jenis, seperti alih nama kepemilikan kendaraan bekas, alih kepemilikan kendaraan karena waris, alih kepemilikan kendaraan karena hibah, dan alih kepemilikan kendaraan karena lelang.

Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono berharap masyarakat pemilik kendaraan bermotor bisa memanfaatkan program tersebut. Hal ini bertujuan dalam upaya validasi data kepemilikan kendaraan bermotor, khususnya di wilayah DKI Jakarta.

“Selain itu, juga untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk meregistrasikan kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya,” ujarnya.

Menurut Rivan, insentif ini diberikan secara otomatis tanpa memerlukan pengajuan permohonan khusus kepada wajib pajak, melalui penyesuaian sistem informasi pajak daerah

Banten 18 Agustus – 31 Desember
Pemutihan pajak ini berdasarkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 24 Tahun 2022. Program pemutihan berupa:

– Pembebasan denda pajak kendaraan bermotor
– Pembebasan tarif pokok dan denda BBN II dan seterusnya
– Pengurangan pajak pokok senilai 20 persen (khusus kendaraan mutasi masuk dari luar Provinsi Banten).

Jawa Timur 1 April – 31 September
Pemutihan di Jawa Timur sebelumnya hanya berlaku 1 April hingga 30 Juni, namun diputuskan diperpanjang 92 hari menjadi sampai 30 September.

Jawa Timur memberi pemutihan berupa pemotongan sanksi administrasi untuk pengurusan PKB dan BBN.

Pemutihan PKB, BBN dan pajak lainnya tanpa sanksi administrasi.

Bengkulu 1 Agustus – 30 November
Ada tiga jenis pemutihan yang diberikan, yaitu pembebasan tunggakan PKB, pembebasan denda PKB dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), serta pembebasan BBN 2.

Sumatera Selatan 1 Agustus – 31 Desember
Pemutihan pajak di Sumsel yakni penghapusan BBN serta sanksi administrasi denda dan bunga PKB.

Sumatera Utara 6 September – 30 November
Warga diberikan bebas denda PKB, BBN 2, denda BBN 2, tunggakan PKB tahun kelima dan seterusnya, denda SWDKLLJ untuk tahun sebelumnya.

Kalimantan Timur 17 Agustus – 31 Oktober
Terdapat diskon 2 persen untuk pembayaran 0-30 hari sebelum jatuh tempo, diskon 4 persen untuk pembayaran 31-60 sebelum jatuh tempo, penunggakan PKB lebih dari empat tahun hanya membayar PKB selama tiga tahun.

Bebas denda administrasi, bebas pajak progresif, bebas BBN 2, dan bebas SWDKLLJ tahun sebelumnya.

Kalimantan Utara 1 April – 30 September
Pemutihan hanya berlaku untuk BBN 2.

Papua 1 Agustus – 31 Oktober
Terdapat relaksasi berupa pembebasan denda PKB, denda BBN, denda BBN 2, dan denda SWDKLLJ untuk tahun sebelumnya.

Pengumpulan Pajak di Wilayah DJP III Baru 74 Persen dari Target

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat (Kanwil DJP  Jabar) III per 30 September 2023, mengumpulkan Rp 20,8 triliun pajak dari Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Jumlah itu mencakup 74,03 persen dari target yang diamanahkan pada tahun ini.

“Hingga triwulan III tahun 2023, kami berhasil mencapai 74,03 persen dari target. Target Kanwil DJP Jawa Barat III untuk tahun 2023 senilai Rp 28,13 triliun. Masih ada waktu hingga akhir tahun dan kami optimis untuk mencapai 100 persen dari target,” kata Kepala Kanwil DJP Jabar III Lucia Widiharsanti, seperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (10/10/2023).

Dia menyebutkan, lima sektor tertinggi yang mendominasi kontribusi terhadap penerimaan Kanwil DJP Jabar III, yaitu industri pengolahan sebesar 35,8 persen atau Rp 7,4 triliun, perdagangan besar dan eceran 25,4 persen atau Rp 5,2 triliun, real estat 5,8 persen atau Rp 1,2 triliun, dan konstruksi 5,45 persen atau Rp 1,1 triliun.

Selain itu, administrasi pemerintahan menyumbang 4,5 persen atau Rp 956 miliar.

Sedangkan, menurut Lucia, untuk setiap jenis pajak, lima kontribusi tertinggi terhadap penerimaan didominasi dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar 38,9 persen atau Rp 8 triliun dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sebesar 16,05 persen atau Rp 3,3 triliun.

Berikutnya, PPh Pasal 25/29 Badan sebesar 14,1 persen atau Rp2,9 triliun, PPN Impor sebesar 11,4 persen atau Rp 2,3 triliun, dan PPh Final sebesar 8,07 persen atau Rp 1,6 triliun. “Penerimaan Rp20,8 triliun didapat dari sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dan dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya. KPP Madya mengawasi wajib pajak dengan penghasilan besar,” kata Lucia.

Dia menyampaikan, KPP Madya Bogor berhasil mengumpulkan Rp 7,2 triliun atau 76,9 persen dari target. KPP Madya Kota Bekasi berhasil mengumpulkan Rp 5,2 triliun atau 67,1 persen dari target.

Sementara itu, lanjut Lucia, di KPP Pratama Ciawi yang mengawasi sebagian wajib pajak di Kabupaten Bogor berhasil mendapat capaian tertinggi di tingkat Kanwil DJP Jabar III. KPP Pratama Ciawi mengumpulkan Rp 884 miliar atau 83,3 persen dari target Rp 1,06 triliun dengan pertumbuhan 5,53 persen dari penerimaan tahun lalu .

“Kami mengucapkan terima kasih kepada wajib pajak yang telah patuh memenuhi kewajiban perpajakan. Setiap rupiah yang dikumpulkan akan berguna bagi pembangunan negara. Masih ada Rp 7,3 triliun yang harus diperjuangkan untuk mencapai 100 peren target,” ucap Lucia. (bl)

Implementasi Pajak Karbon Diharapkan Ubah Perilaku Masyarakat

IKPI, Jakarta: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adi Budiarso menyatakan, implementasi pajak karbon bukan hanya untuk menggalang penerimaan negara. 

Menurutnya, pajak karbon adalah upaya mendorong perubahan perilaku masyarakat terhadap pengurangan emisi karbon.

“Juga dari bagaimana kita mendorong mekanisme perdagangan karbon,” ujarnyaseperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (10/10/2023).

Ia menuturkan, saat ini pemerintah masih mematangkan regulasi mengenai pajak karbon. Pemerintah tengah mempertimbangkan dorongan mekanisme perdagangan karbon, kesiapan meraih komitmen National Determined Contribution (NDC), serta kesiapan industri dalam menyusun regulasi pajak karbon.

Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), regulasi pajak karbon ditargetkan selesai pada 2024 mendatang. Kemudian nantinya akan dilihat lagi perkembangannya.

“Yang bagus dari kita, coba dorong di UU HPP itu ada mekanisme cap sama trade. Artinya, begitu ada penetapan target emisi, itu dia harus bayar pajak atau dia bisa membeli carbon credit. Mekanisme itu yang kita dorong ke depan,” jelas Adi.

Ia menuturkan, beberapa industri sudah tertarik dalam perdagangan karbon. Pemerintah meliputi Kemenkeu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan, dan Kementerian ESDM pun terus melakukan pemantauan.

Perlu diketahui, pajak karbon dalam UU HPP mengatur tentang pengenaan pajak untuk tiap kelebihan emisi karbon yang dikeluarkan oleh badan usaha dari standar yang telah ditetapkan dalam sektornya. Indonesia sendiri mengejar target penurunan emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030. (bl)

 

DJP Catat Peningkatan Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Hingga 90,23 Persen

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 14,59 juta surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan yang dilayangkan wajib pajak per September 2023. Adapun realisasi ini mendorong rasio kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan tahunan sebesar 90,23 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan, secara nasional jumlah surat pemberitahuan tahunan yang masuk sebanyak 14.598.607 surat pemberitahuan tahunan dari target sebanyak 16.178.999 surat pemberitahuan tahunan.

“Jumlah surat pemberitahuan tahunan yang masuk sebanyak 14.598.607 surat pemberitahuan tahunan dari target sebanyak 16.178.999 surat pemberitahuan tahunan,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.co.id , Selasa (10/10/2023).

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menargetkan rasio pelaporan surat pemberitahuan tahunan sampai akhir tahun ini sebesar 83 persen. Artinya, target rasio pelaporan surat pemberitahuan tahunan melampaui target.

Angka tersebut juga masih bersifat sementara mengingat pelaporan surat pemberitahuan tahunan masih bisa dilakukan sampai akhir tahun ini. Adapun batas penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan telah berakhir. 

 Namun, ini bukan berarti menutup kesempatan wajib pajak untuk melapor pajak. Wajib pajak yang belum lapor pajak masih tetap dapat melaporkan surat pemberitahuan tahunan kapanpun, walaupun tentunya dengan risiko pengenaan denda keterlambatan pelaporan pajak. (bl)

 

Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Penerimaan Rp 44 Triliun di Kwartal II 2023

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat (Jakbar) mampu mengumpulkan penerimaan bruto pajak sebesar Rp 47,06 triliun di kuartal III 2023. Sedangkan penerimaan neto pajak sebesar Rp 44,12 triliun.

Jika dilihat persentase capaian penerimaan 80,24% dari target penerimaan sebesar Rp 54.983,75 miliar. Adapun capaian pertumbuhan penerimaan pajak neto sebesar 10,28% (tanpa PPS) dan -6,67% (dengan PPS).

Seperti dikutip dari Liputan6.com, Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat Suparno menjelaskan, penerimaan pajak DJP secara nasional dalam periode yang sama telah mencapai angka penerimaan bruto sebesar Rp 1.552,47 triliun. “Sedangkan penerimaan netto sebesar Rp 1.387,77 triliun atau 80,78% dari target penerimaan sebesar Rp 1.718,03 Triliun,” kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (10/10/2023).

Ia pun merinciankan, realisasi penerimaan Kanwil DJP Jakarta Barat per jenis pajak terdiri dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 19,38 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Rp24,66 triliun, Pajak Lainnya Rp69,16 miliar serta penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp1,36 miliar.

Capaian penerimaan pajak dari empat sektor dominan Kanwil DJP Jakarta Barat yaitu sektor perdagangan Rp 21,01 triliun, sektor industri pengolahan Rp 8,06 triliun, sektor pengangkutan pergudangan Rp 2,51 triliun, dan sektor konstruksi Rp 2,10 triliun.

“Keempat sektor ini memberikan kontribusi sebesar 76,38% dari total penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Barat,” kata dia.

Melanjutkan strategi pillars of success yang telah diterapkan secara konsisten di Kanwil DJP Jakarta Barat, terdapat kenaikan data sebagai berikut:

  • WP Bayar Naik 1,06%
  • WP Terdaftar Naik 5,16%
  • WP Bayar Teratur naik 7,24%
  • WPBayar Wajar naik 6,93%.

Sampai dengan 30 September 2023, jumlah SPT Tahunan yang telah masuk sebanyak 341.699 SPT dari target sebanyak 392.775 SPT.

Dari data ini, tingkat kepatuhan pelaporan wajib pajak di Kanwil DJP Jakarta Barat adalah sebesar 87%. Secara nasional, jumlah SPT Tahunan yang masuk sebanyak 14.598.607 SPT dari target sebanyak 16.178.999 SPT, atau capaian tingkat kepatuhan DJP secara nasional yaitu 90,23%.

Suparno menyampaikan apresiasi kepada seluruh wajib pajak yang telah berkontribusi dalam pembayaran pajak dan telah menyampaikan pelaporan SPT Tahunan. Ucapan terima kasih juga disampaikannya kepada seluruh pihak, baik para pemangku kepentingan maupun pegawai di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Barat yang turut bersinergi dan berkontribusi.

Menyongsong akhir tahun 2023, Suparno mengajak seluruh wajib pajak dan pengampu kepentingan untuk terus bersama-sama meningkatkan peran serta dalam kesadaran dan kepatuhan perpajakan, untuk terus melanjutkan perjuangan dan pembangunan, berkolaborasi bersama untuk mewujudkan Indonesia Maju. Terus Melaju Untuk Indonesia Maju. (bl)

id_ID