DPR Perjuangkan Keringanan Pajak Industri Film dan Animasi Nasional

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Komisi VII DPR RI menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan keringanan pajak bagi industri perfilman dan animasi Indonesia agar mampu bersaing di kancah internasional. Dukungan tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Komisi VII, Chusnunia Chalim, saat melakukan kunjungan kerja ke Infinite Studios di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park, Batam, Kepulauan Riau, baru-baru ini.

Menurut Chusnunia, sejumlah negara telah berhasil memajukan industri kreatifnya melalui insentif fiskal berupa potongan pajak dan sistem tax rebate. Kebijakan itu terbukti mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan minat investor.

“Di negara lain, biaya teknis memang lebih tinggi, tetapi karena ada potongan pajak dan insentif, daya saing mereka justru meningkat,” ujar Chusnunia.

Ia menilai Indonesia memiliki keunggulan dari sisi biaya produksi yang relatif murah, namun belum diimbangi dengan kebijakan fiskal yang mendukung.

“Secara teknis kita lebih efisien, tapi tanpa keringanan pajak sulit bagi industri film dan animasi Indonesia untuk bersaing. Temuan ini akan kami bawa ke Kementerian Keuangan untuk diperjuangkan,” tegasnya.

Sebagai informasi, sistem rabat atau tax rebate merupakan mekanisme pengembalian sebagian pajak berdasarkan nilai pajak yang telah dibayarkan pada tahun berjalan. Skema ini umum diterapkan di negara seperti Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan untuk menarik produksi film internasional.

Chusnunia juga membuka peluang pembentukan Panitia Kerja (Panja) Ekonomi Kreatif di DPR sebagai wadah khusus untuk membahas kebijakan insentif bagi sektor kreatif.

“Begitu dua panja yang sedang kami rampungkan selesai, kami akan dorong panja ekonomi kreatif. Dari sana, kita bisa menindaklanjuti temuan di lapangan, mulai dari potongan pajak, dukungan regulasi, hingga tambahan anggaran,” tambahnya.

Dukungan serupa juga datang dari pihak pemerintah. Staf Ahli Menteri Bidang Sistem Pemasaran dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Septriana Tangkary, menegaskan pentingnya pembahasan kebijakan pajak bersama Kementerian Keuangan.

“Banyak pelaku industri kreatif merasa terbebani dengan pajak. Pemerintah perlu mencari solusi regulatif agar industri ini bisa tumbuh berkelanjutan,” ujarnya.

Sementara itu, General Manager Infinite Studios Batam, Ghea Lisanova, menilai insentif fiskal menjadi kunci agar Indonesia mampu bersaing di tingkat regional.

“Kami berharap pemerintah memberi insentif pajak dan hibah untuk proyek animasi. Thailand sudah memberi insentif 30 persen, Malaysia bahkan 40 persen. Indonesia perlu kebijakan yang setara agar investor global tertarik,” kata Ghea.

Dengan dukungan kebijakan fiskal yang progresif, Indonesia berpeluang besar menjadi salah satu pusat produksi film dan animasi terbesar di Asia Tenggara, sekaligus memperkuat posisi industri kreatif nasional di pasar global. (alf)

Penerimaan Pajak Kripto Tembus Rp 1,61 Triliun

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Penerimaan negara dari sektor aset kripto terus menunjukkan performa gemilang. Hingga Agustus 2025, total pajak yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 1,61 triliun, menandai tren kenaikan signifikan sejak pajak kripto resmi diberlakukan pada 2022.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, Rp 620,4 miliar pada 2024, dan Rp 522,82 miliar selama delapan bulan pertama 2025.

Dari total itu, PPh Pasal 22 atas transaksi aset kripto berkontribusi sebesar Rp 770,42 miliar, sedangkan PPN dalam negeri menyumbang Rp 840,08 miliar.

Tren positif ini dinilai sebagai bukti bahwa adopsi masyarakat terhadap aset digital semakin meluas.

Vice President Indodax, Antony Kusuma, menyebutkan bahwa kebijakan pajak yang konsisten justru memperkuat kepercayaan investor sekaligus mendorong pertumbuhan ekosistem kripto nasional.

“Ketika regulasi pajak selaras dengan karakteristik aset digital, dampaknya bukan hanya pada meningkatnya kepercayaan investor, tetapi juga pada volume transaksi yang lebih sehat dan transparan di bursa lokal,” ujar Antony dalam keterangan tertulis, Minggu (5/10/2025).

Ia menegaskan bahwa penerimaan pajak kripto kini menjadi indikator legitimasi industri kripto di Indonesia.

“Semakin besar kontribusinya ke kas negara, semakin jelas bahwa investasi kripto bukan lagi sekadar tren, melainkan bagian resmi dari sistem keuangan digital Indonesia. Regulasi yang konsisten akan menjadikan Indonesia salah satu pusat perdagangan aset digital terbesar di kawasan,” tambahnya.

Antony juga menekankan pentingnya sinergi antara pelaku industri dan pemerintah. “Bagi kami, pajak kripto adalah jembatan yang mempertemukan kepentingan negara dan industri. Selama sinergi ini terjaga, kontribusi kripto terhadap perekonomian Indonesia akan semakin besar,” tegasnya.

Sementara itu, dinamika pasar global turut memberikan angin segar. Harga Bitcoin (BTC) kembali mencatat rekor baru di kisaran US$ 120.000 atau sekitar Rp 2 miliar, didorong oleh volume perdagangan ETF Bitcoin spot yang menembus US$ 5 miliar dalam sehari serta arus masuk institusional senilai US$ 676 juta.

Produk unggulan seperti BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT) menyerap US$ 405 juta, sementara Fidelity menambah 1.570 BTC senilai US$ 179 juta. Secara teknikal, Bitcoin kini berada pada fase price discovery, dengan potensi penguatan menuju US$ 128.000–US$ 135.000 (setara Rp 2,1–Rp 2,3 miliar), meski analis mengingatkan adanya zona support penting di US$ 110.000–US$ 112.000.

Kombinasi antara penerimaan pajak kripto nasional yang solid dan tren kenaikan harga global menunjukkan bahwa industri kripto kini telah bertransformasi menjadi pilar strategis dalam ekonomi digital Indonesia menopang penerimaan fiskal, membuka peluang investasi, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di panggung keuangan digital dunia. (alf)

Ketum Vaudy Starworld Teken Kerja Sama dengan Pringgodani Golf Driving: IKPI Bangun Jaringan Pajak di Green Fairway

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) dengan Marketing Pringgodani Golf Driving, Dhintje, di Arena Golf Driving, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (5/10/2025).

Langkah ini diinisiasi oleh IKPI Cabang Kota Bekasi sebagai bagian dari upaya memperluas jejaring profesional anggota IKPI melalui kegiatan rekreatif dan kolaboratif di luar forum formal.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dalam sambutannya, Vaudy menjelaskan bahwa kegiatan golf bukan hanya soal olahraga, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi dan memperluas koneksi lintas wilayah dan profesi.

“Golf memang kelihatannya mahal, tapi manfaatnya jauh lebih besar. Di lapangan kita bisa bertemu banyak orang dari pemerintah, pengusaha, sampai akademisi. Dari situ jejaring profesional terbentuk secara alami,” ujar Vaudy di lokasi acara.

Ia menambahkan, kegiatan seperti ini menjadi wadah interaksi positif antaranggota IKPI dari berbagai cabang, mulai dari Medan hingga Bali. Selain memperkuat hubungan internal, kegiatan golf juga menjadi jembatan komunikasi dengan pihak luar yang berpotensi membutuhkan layanan konsultasi pajak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Kadang bukan dari rapat atau seminar kita dapat peluang, tapi dari ngobrol santai di lapangan golf. Jadi ini bukan sekadar olahraga, tapi investasi jaringan,” tuturnya.

Kerja sama dengan Pringgodani Golf Driving menjadi salah satu langkah konkret IKPI untuk memperluas kemitraan di berbagai sektor. Vaudy menuturkan, IKPI juga tengah menyiapkan sejumlah kolaborasi lain yang memberikan manfaat langsung bagi anggota, seperti:

• Kerja sama pendidikan dengan Universitas Indonesia (UI) dan MAKSI UGM, termasuk program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) bagi pemegang brevet pajak.

• Kemitraan dengan Universitas Pelita Harapan (UPH) untuk program S1–S3 Fakultas Hukum dengan tarif khusus bagi anggota IKPI.

• Fasilitas potongan harga di berbagai hotel seperti Aston, Swiss-Belhotel, dan Akola untuk kegiatan organisasi maupun pribadi.

• Kerja sama kesehatan dengan Prodia dan Pramita, yang memberikan diskon layanan bagi anggota.

“Kami ingin setiap anggota IKPI benar-benar merasakan manfaat keanggotaan. Cukup tunjukkan kartu anggota, sudah bisa menikmati berbagai fasilitas mitra kerja sama,” kata Vaudy.

Penandatanganan MOU di Pringgodani Golf Driving turut dihadiri jajaran pengurus pusat IKPI, di antaranya:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld

2. Wakil Ketua Umum, Nuryadin Rahman

3. Wakil Sekretaris Umum, Novalina Magdalena

4. Ketua Departemen SPPBA, Donny Rindorindo

5. Tjhia Paulus Gunawan

6. Ketua IKPI Cabang Kota Bekasi, Iman Julianto beserta jajaran pengurus cabang

7. Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik.    

Lebih lanjut, Vaudy juga mengajak seluruh anggota untuk terus aktif menjalin interaksi dengan berbagai komunitas dan pihak eksternal.

“Jaringan tidak tumbuh di ruang rapat. Ia tumbuh dari interaksi, dari silaturahmi, dari kegiatan seperti ini. Kita ingin konsultan pajak dikenal luas bukan hanya karena keahlian, tapi karena keterbukaan dan profesionalismenya,” pungkas Vaudy. (bl)

Trump Ngamuk: Film Asing Kena Tarif 100%, Hollywood Harus Diselamatkan

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat gebrakan kontroversial. Kali ini, ia mengumumkan rencana mengenakan tarif 100 persen terhadap seluruh film yang diproduksi di luar negeri. Alasannya, industri perfilman AS sebagai ikon budaya sekaligus mesin ekonomi raksasa menurut Trump telah “dicuri” oleh negara lain.

“Industri film kita telah dicuri dari Amerika Serikat oleh negara lain, seperti mengambil permen dari bayi,” tulis Trump melalui platform Truth Social dikutip, Selasa (30/9/2025).

Trump bahkan menuding Gubernur California Gavin Newsom sebagai biang lemahnya pertahanan Hollywood. “California, terutama Los Angeles, sangat terpukul oleh persaingan asing karena kepemimpinan yang lemah dan tidak kompeten,” sindirnya.

Hollywood Jadi Benteng Nasionalisme Ekonomi

Hollywood yang selama ini menjadi pusat global perfilman kini diposisikan Trump sebagai benteng nasionalisme ekonomi. Tarif setinggi itu dikhawatirkan memicu balasan dari negara lain, mengingat film asing dari Asia hingga Eropa semakin digemari di pasar internasional, termasuk Amerika.

Namun, Trump justru melihat kebijakan ini sebagai upaya “mengembalikan kejayaan” industri hiburan dalam negeri. “Untuk menyelesaikan masalah lama ini, saya akan menerapkan tarif 100 persen untuk semua film yang dibuat di luar Amerika Serikat,” tegasnya.

Bukan Hanya Film, Furnitur Juga Jadi Target

Tak berhenti di layar lebar, Trump juga menyiapkan serangan tarif untuk sektor furnitur. Ia menyoroti North Carolina, negara bagian yang dulu dikenal sebagai pusat furnitur AS sebelum industri tersebut kalah bersaing dengan produk impor, khususnya dari China.

“Demi mengembalikan kejayaan North Carolina, saya akan mengenakan tarif besar terhadap negara-negara yang tidak memproduksi furniturnya di AS,” tulis Trump dalam unggahan terpisah, sambil menjanjikan rincian kebijakan akan segera diumumkan.

Dampak: Pasar Dunia Kembali Gelisah

Langkah Trump ini menegaskan bahwa di periode keduanya, strategi tarif tetap menjadi senjata utama agenda “Make America Great Again”. Sejak Januari, ia gencar menekan mitra dagang dengan tarif di berbagai sektor.

Namun, kebijakan tersebut kerap menimbulkan gejolak di pasar domestik maupun global. Investor kini bersiap menghadapi ketidakpastian baru, sementara negara-negara produsen film dan furnitur asing diperkirakan segera menimbang balasan. (alf)

Liburan Akhir Tahun Makin Murah, Tiket Pesawat dan Kereta Dapat Diskon PPN 50%

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi para pemburu liburan akhir tahun. Pemerintah tengah memfinalisasi insentif diskon PPN sebesar 50% untuk tiket pesawat, kereta api, kapal, hingga transportasi lain yang berlaku khusus pada masa libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut kebijakan ini tinggal menunggu pengumuman resmi pada Oktober mendatang. “Itu sedang dalam proses dengan lintas kementerian, nanti mungkin di bulan Oktober akan diumumkan. Termasuk diskon transportasi, kereta, kapal,” ujar Airlangga, Senin (29/9/2025) malam.

Menurutnya, insentif ini diusulkan oleh Kementerian Pariwisata dan Kementerian Perhubungan sebagai upaya mendukung pariwisata, sekaligus meringankan beban masyarakat yang ingin mudik maupun berwisata saat momen Nataru. “Seperti sebelumnya, akan ada PPN ditanggung pemerintah sebesar 50% di hari dan waktu tertentu,” jelasnya.

Tak hanya itu, masyarakat juga bakal dimanjakan dengan pesta diskon belanja daring lewat Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang digelar 10–16 Desember 2025. Tahun ini, pemerintah menargetkan transaksi Harbolnas bisa tembus Rp33 triliun–Rp35 triliun, tumbuh sekitar 10% dibandingkan realisasi 2024 yang mencapai Rp31,2 triliun.

Airlangga menegaskan, langkah ganda berupa insentif transportasi dan Harbolnas menjadi bagian dari paket stimulus akhir tahun untuk mendorong konsumsi. “Konsumsi rumah tangga menyumbang 54% terhadap pertumbuhan ekonomi. Harbolnas dan PPN DTP diharapkan bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi semester II-2025,” katanya.

Dengan demikian, akhir tahun ini bukan hanya kesempatan berlibur lebih hemat, tetapi juga momentum pemerintah menggerakkan roda perekonomian lewat sektor transportasi, pariwisata, dan belanja masyarakat. (alf)

Penerimaan Pajak Jabar III Tembus Rp16,84 Triliun, Topang Surplus APBN Regional

IKPI, Jakarta: Kinerja fiskal Jawa Barat kembali mencatat prestasi solid. Hingga 31 Agustus 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat III berhasil mengumpulkan penerimaan neto sebesar Rp16,84 triliun atau 52,3 persen dari target tahun berjalan. Angka ini bukan sekadar pencapaian administratif, melainkan bukti resiliensi sektor perpajakan yang tumbuh 4,2 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kontribusi positif dari sejumlah jenis pajak. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan tercatat melonjak 10,7 persen, disusul PPh Final yang tumbuh 4,3 persen. Meski Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) hanya naik tipis 0,1 persen, kontribusinya tetap signifikan bagi stabilitas penerimaan.

“Realisasi penerimaan neto Kanwil DJP Jawa Barat III hingga akhir Agustus 2025 sudah mencapai Rp16,84 triliun, atau 52,3 persen dari target,” tulis Kanwil DJP Jabar III dalam keterangan resmi, Selasa (30/9/2025).

Dari sisi sektoral, Industri Pengolahan tampil sebagai penyumbang terbesar dengan pertumbuhan 11,2 persen, diikuti sektor Konstruksi dan Real Estat yang naik 2,8 persen, serta Administrasi Pemerintahan dengan pertumbuhan 0,5 persen.

Kinerja pajak tersebut berkontribusi langsung terhadap surplus APBN regional Jawa Barat yang mencapai Rp11,59 triliun. Surplus terbentuk dari pendapatan sebesar Rp90,11 triliun (58,53 persen dari target) dengan realisasi belanja Rp78,54 triliun (64,18 persen dari pagu). Secara keseluruhan, penerimaan negara di Jawa Barat tumbuh 5,31 persen yoy, meski dihadapkan pada tantangan berupa penurunan konsumsi dan meningkatnya restitusi.

Sektor kepabeanan dan cukai pun mencatat capaian positif dengan realisasi Rp19,66 triliun atau 64,25 persen dari target, tumbuh 5,06 persen berkat relaksasi pembayaran cukai hasil tembakau.

Belanja Langsung Menyentuh Rakyat

Belanja negara di Jawa Barat tercatat Rp78,54 triliun, ditopang oleh optimalisasi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp49,37 triliun dan Dana Desa Rp5,59 triliun. Anggaran ini benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menjangkau 1,37 juta penerima manfaat, sementara Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) membantu 38 ribu keluarga di 1.576 lokasi.

Pemerintah juga menjalankan 13 Sekolah Rakyat di 11 kabupaten/kota dengan 1.480 siswa, menggulirkan Revitalisasi Sekolah senilai Rp10,13 triliun, serta meresmikan SMA Unggul Garuda di Bogor. Di sisi ketahanan pangan, produksi beras Jawa Barat mencapai 4,02 juta ton.

Tak kalah penting, akses pembiayaan terus diperluas melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp18,65 triliun untuk 345 ribu debitur dan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Rp1,19 triliun bagi 246 ribu debitur.

Kinerja fiskal yang solid memperkuat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Kuartal II-2025 mencatat pertumbuhan 5,23 persen yoy dengan PDRB ADHK sebesar Rp459,80 triliun. Inflasi Agustus 2025 pun terkendali di level 1,77 persen yoy.

Dari sisi perdagangan, Jawa Barat menutup Juli 2025 dengan surplus 2,47 miliar dolar AS, hasil dari ekspor 3,51 miliar dolar AS dan impor 1,03 miliar dolar AS. Meski Nilai Tukar Petani (NTP) sedikit melemah menjadi 115,61, sektor pertanian tetap menjadi penopang ekonomi daerah.

Dengan capaian ini, Jawa Barat menegaskan perannya sebagai salah satu lokomotif fiskal nasional. Penerimaan pajak yang terjaga, belanja yang terarah, dan fundamental ekonomi yang kuat menjadi sinyal optimisme menghadapi sisa tahun anggaran 2025. (alf)

CELIOS Dorong Wealth Tax 2 Persen, Potensi Rp81 Triliun dari 50 Crazy Rich

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai sudah saatnya pemerintah menagih lebih serius pajak dari kalangan superkaya. Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mendorong penerapan wealth tax sebesar 2 persen dari aset bersih orang terkaya Indonesia. Jika diterapkan, pajak tersebut berpotensi menyumbang penerimaan hingga Rp81,56 triliun per tahun hanya dari 50 konglomerat.

“Orang superkaya atau HNWI (high net worth individual) punya seribu cara untuk menghindari pajak, dibantu konsultan pajak mereka. Karena itu, Menkeu perlu mengkaji penerapan wealth tax 2 persen. Angka ini juga konsensus yang sedang didorong di PBB dan G20,” tegas Bhima, Selasa (30/9/2025).

Bhima mengkritisi bahwa pajak atas kekayaan di Indonesia selama ini masih parsial melalui PBB, PPnBM, maupun PPh final atas dividen namun belum menyasar total kekayaan bersih individu. “Administrasi perpajakan kita juga belum optimal. Analisis forensik dan audit aktual aset HNWI masih terbatas. Wealth tax bisa sekaligus menjadi instrumen penelusuran aset dan sumber penerimaan negara,” jelasnya.

Ia menambahkan, basis data terkait konglomerat sejatinya sudah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Mulai dari program tax amnesty jilid I (2016–2017), Program Pengungkapan Sukarela (2022), data SPT tahunan, hingga informasi dari luar negeri melalui Automatic Exchange of Information (AEoI).

“Data itu tinggal di-follow up. Pemerintah sudah royal memberi insentif berupa tax holiday dan tax allowance. Kini saatnya menagih ke orang-orang superkaya itu,” kata Bhima.

Berdasarkan kajian CELIOS, dari 50 orang terkaya Indonesia yang memiliki kekayaan terendah Rp15 triliun dengan rata-rata Rp159 triliun, wealth tax 2 persen dapat menghasilkan Rp81,56 triliun per tahun.

“Penerapan wealth tax bukan hanya soal penerimaan negara. Ini manifestasi keadilan sosial, untuk membatasi dominasi segelintir elite atas perekonomian nasional,” pungkas Bhima. (alf)

IYCTC Kritik Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok, Karangan Bunga Protes Banjiri Gedung Kemenkeu

IKPI, Jakarta: Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Selasa (30/9/2025) pagi, mendadak berubah wajah. Puluhan papan bunga berjejer di halaman utama, membawa pesan satir sekaligus kritik pedas terhadap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Aksi ini digagas Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) bersama ratusan jaringan pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan di Indonesia.

Mereka melayangkan protes terhadap keputusan pemerintah yang membatalkan rencana kenaikan cukai rokok 2026 setelah mendengar masukan industri.

Tulisan besar dengan sapaan “Selamat kepada Menteri Koboi” tampak di beberapa papan bunga. Julukan tersebut bukan tanpa makna. Menurut para pemuda, istilah koboi memang identik dengan sikap tegas dan berani, tetapi kebijakan Purbaya justru dinilai kontradiktif.

Keputusan yang dianggap ramah industri tembakau itu dipandang mengorbankan kesehatan publik, terutama generasi muda yang semakin rentan terjebak dalam kecanduan.

Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, menegaskan sikap kritis ini bukan semata-mata sindiran, tetapi peringatan serius. “Kalau mau jadi koboi silakan, Pak Menteri. Tapi jangan koboi-koboian dengan industri rokok. Mestinya tegas: tetap naikkan cukai, bukan malah dibatalkan,” ujarnya di sela aksi.

Menurut Manik, mendengarkan masukan industri memang bagian dari proses, tetapi keputusan akhir seharusnya berpihak kepada masyarakat luas yang menanggung dampak langsung dari rokok, bukan kepada kepentingan bisnis.

Data yang disampaikan IYCTC menunjukkan bahwa hampir enam juta anak Indonesia sudah menjadi perokok aktif, sebagian besar karena murahnya harga rokok. Dalam jangka panjang, kebijakan yang gagal menekan konsumsi rokok berpotensi merugikan negara, baik dari sisi kesehatan maupun produktivitas.

BPJS Kesehatan, misalnya, harus mengeluarkan Rp15,6 triliun pada tahun 2019 hanya untuk menanggung penyakit akibat rokok. Sementara itu, keluarga dengan ekonomi terbatas menghabiskan sekitar 12 persen gajinya untuk membeli rokok, bukan untuk kebutuhan gizi atau pendidikan anak.

“Jadi, siapa sebenarnya yang dilindungi dari kebijakan ini? Kalau anak-anak terus terjerumus, artinya negara gagal melindungi generasi penerus,” lanjut Manik.

IYCTC juga mengingatkan bahwa rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan harga rokok seharusnya dibuat setidaknya 70 persen lebih mahal untuk bisa menekan konsumsi secara signifikan. Penundaan kenaikan cukai dengan alasan menjaga dialog dengan industri justru menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat belum menjadi prioritas utama.

Kritik serupa disampaikan Daniel Beltsazar Jacob, Advocacy Lead IYCTC. Menurutnya, alasan pemerintah yang kerap menyebut kenaikan cukai akan memicu pemutusan hubungan kerja massal hanyalah narasi lama yang digunakan industri untuk menekan kebijakan fiskal. Ia menegaskan bahwa berbagai studi membuktikan penyerapan tenaga kerja di industri rokok cenderung stagnan atau bahkan menurun bukan karena tarif cukai, melainkan karena mekanisme produksi yang semakin efisien.

“Jangan jadikan pekerja sebagai tameng. Kalau ada PHK, itu lebih karena otomatisasi dan efisiensi pabrik, bukan semata-mata tarif cukai,” tegasnya.

Daniel juga menyoroti alasan lain yang disampaikan Menteri Purbaya, yakni kekhawatiran soal rokok ilegal. Menurutnya, isu tersebut tidak bisa dijadikan dalih menunda kenaikan. Bukti global menunjukkan peredaran rokok ilegal lebih banyak dipengaruhi kelemahan penegakan hukum, rantai suplai gelap, dan praktik kolusi, bukan sekadar tarif cukai tinggi.

Ia menekankan, solusi yang lebih tepat adalah memperkuat peran Bea Cukai dalam sistem pelacakan distribusi, serta mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) secara strategis untuk operasi penertiban di daerah.

Di sisi lain, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok juga langsung tercermin di pasar modal. Saham-saham perusahaan besar di sektor rokok seperti Gudang Garam (GGRM), Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP), dan Indonesian Tobacco (ITIC) melonjak tajam setelah kebijakan ini diumumkan.

Bagi Daniel, lonjakan harga saham itu adalah sinyal yang tidak boleh diabaikan. “Kalau pasar bereaksi positif, artinya industri rokok sedang diuntungkan besar-besaran. Yang rugi siapa? Tentu masyarakat, terutama anak muda yang akan menanggung dampaknya dalam bentuk penyakit dan beban ekonomi di masa depan,” ujarnya. (alf)

Shadow Economy Disebut Bisa Jadi Jalan Keluar Stagnasi Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Stagnasi penerimaan pajak di tengah kebutuhan belanja negara yang terus meningkat membuat pemerintah dituntut mencari terobosan baru. Salah satu jalannya adalah dengan menyasar shadow economy atau ekonomi bayangan yang selama ini belum tergarap maksimal.

Hal ini ditegaskan oleh Dodik Samsu Hidayat, Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, saat menjadi panelis dalam diskusi panel Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertajuk “Tepatkah Menargetkan Shadow Economy sebagai Cara Meningkatkan Penerimaan Pajak?” di Kantor Pusat IKPI, Jakarta Selatan, Jumat (26/9/2025). Acara tersebut dihadiri ratusan peserta baik secara luring maupun daring.

“Shadow economy itu bukan sesuatu yang kecil. Data terakhir menyebutkan nilainya sekitar 8,7 persen dari PDB. Kalau ini bisa digarap, penerimaan pajak bisa melonjak jauh lebih tinggi dari capaian saat ini yang baru 54 persen dari target,” kata Dodik.

Ia menyebutkan bahwa rendahnya kepercayaan publik menjadi salah satu penyebab maraknya aktivitas ekonomi di luar sistem. Banyak pelaku usaha memilih tidak mendaftar atau melaporkan pajak karena merasa terbebani sekaligus tidak percaya uang pajak dipakai untuk kepentingan rakyat.

Meski demikian, Dodik optimistis DJP kini berada di jalur yang tepat. Penerapan pajak digital, regulasi atas kripto, dan kerja sama lintas lembaga seperti dengan BPN, Samsat, hingga Dukcapil lewat pemadanan NIK–NPWP dinilainya akan semakin mempersempit ruang bagi shadow economy.

“Kalau semua data ini bisa diintegrasikan, DJP bisa mengawasi hampir setiap aktivitas ekonomi. Mulai dari izin usaha, properti, kendaraan bermotor, hingga transaksi digital. Itu artinya peluang shadow economy untuk bersembunyi semakin kecil,” jelasnya.

Namun Dodik mengingatkan, tantangan terbesar justru ada pada kualitas sumber daya manusia. “Data besar tanpa kemampuan analisis tidak akan berguna. DJP harus memperkuat kapasitas pemeriksa pajak, memanfaatkan AI, dan menyiapkan sistem komputer yang mumpuni untuk mengolah data. Kalau itu terpenuhi, shadow economy bisa jadi booster penerimaan pajak,” tegasnya.

Ia meyakini bahwa keberanian menargetkan ekonomi bayangan akan menentukan masa depan perpajakan Indonesia. “Kalau hanya pakai cara biasa, hasilnya pasti biasa. Tapi kalau kita berani melangkah lebih jauh, shadow economy bisa jadi jalan keluar dari stagnasi penerimaan,” kata Dodik. (bl)

 

Investasi atau Tarif Tinggi? Jepang–Korsel Didesak Trump Bayar Rp15.003 Triliun

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menggunakan kebijakan tarif impor sebagai senjata tekanan ekonomi. Washington meminta Jepang dan Korea Selatan menyetor investasi jumbo senilai total US$900 miliar atau sekitar Rp15.003 triliun (kurs Rp16.670/US$).

Rinciannya, Korea Selatan diminta menggelontorkan US$350 miliar, sementara Jepang US$550 miliar. Dana itu dijadikan syarat agar produk kedua negara bisa menikmati keringanan tarif impor di pasar AS, dari 25% menjadi 15%. Jika tidak, tarif tinggi tetap berlaku.

Korea Selatan Menolak

Seoul menilai permintaan tersebut mustahil dipenuhi. Penasihat Keamanan Nasional Wi Sung-lac menegaskan, pembayaran tunai sebesar US$350 miliar “secara objektif tidak realistis” dan bukan sekadar strategi negosiasi.

Perdana Menteri Kim Min-seok sebelumnya juga memperingatkan, tanpa adanya skema currency swapdengan Washington, investasi sebesar itu bisa menggerus cadangan devisa Korea Selatan hingga level berbahaya.

Jepang Hitung Ulang

Di sisi lain, Jepang menghadapi kewajiban menyiapkan US$550 miliar dalam 45 hari setelah Trump menunjuk proyek yang akan dibiayai. Dana tersebut harus berbentuk dolar AS dan ditempatkan di rekening khusus Washington.

Namun, Kepala Negosiator Perdagangan Jepang, Ryosei Akazawa, menegaskan lembaga pembiayaan seperti JBIC dan NEXI tidak akan menyalurkan dana ke proyek yang merugikan kepentingan nasional. Ia memperkirakan hanya 1–2% yang bisa berbentuk investasi langsung, sementara sisanya berupa pinjaman atau jaminan kredit.

Sanae Takaichi, kandidat kuat pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP), bahkan menyuarakan kemungkinan renegosiasi. “Kita harus berdiri teguh bila ada ketentuan yang tidak adil bagi Jepang,” tegasnya, dikutip Senin (29/9/2025).

Skema Trump menunjukkan bagaimana pajak perdagangan melalui tarif impor dijadikan alat tawar politik. Keringanan bea masuk hanya diberikan bila Jepang dan Korea Selatan bersedia menyetor dana investasi dalam jumlah raksasa.

Bagi kedua negara, ini berarti pilihan sulit: membayar dengan risiko beban fiskal yang sangat berat, atau menanggung tarif impor tinggi yang bisa melemahkan daya saing ekspor mereka di pasar AS.

Korea Selatan berharap ada jalan tengah saat KTT APEC di Gyeongju bulan depan. Sementara Jepang masih menunggu hasil pemilihan pemimpin baru LDP pada 4 Oktober, yang akan menentukan arah negosiasi berikutnya.

Siapa pun pemimpin baru Jepang, tugas pertamanya jelas: menentukan apakah Tokyo akan mengikuti skema Trump atau melawan tekanan pajak perdagangan terbesar dalam sejarah hubungan bilateral kedua negara. (alf)

id_ID