Pajak Impor Naik 2026, Produsen Mobil Listrik Pilih Bangun Pabrik di RI

IKPI, Jakarta: Pemerintah bersiap mengetatkan kebijakan fiskal pada sektor kendaraan listrik mulai 2026. Sejumlah produsen mobil listrik global dikabarkan akan memindahkan basis produksi ke Indonesia demi menghindari kenaikan bea masuk impor yang akan diberlakukan tahun depan.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Muhammad Rachmat Kaimuddin, menegaskan produsen yang tidak membangun fasilitas produksi di dalam negeri bakal dikenai tarif pajak impor lebih tinggi mulai 2026.

“Kalau mereka enggak berproduksi di Indonesia pada 2026, pajak impor-nya akan naik. Pilihannya beragam, bisa membangun pabrik sendiri atau bekerja sama dengan pabrikan assembler dalam negeri,” ujar Rachmat, Jumat (19/12/2025).

Rachmat mengungkapkan, terdapat sembilan merek otomotif yang telah menyatakan komitmen memproduksi kendaraan listrik di Tanah Air. Kesembilan brand tersebut adalah Geely, BYD, Citroen, VinFast, GWM, Volkswagen, Xpeng, Maxus, dan AION.

Pernyataan tersebut sejalan dengan penjelasan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani. Ia menyebutkan, tujuh produsen kendaraan listrik telah membangun fasilitas produksi di Indonesia, yakni VinFast, Volkswagen, BYD, Citroen, AION, Maxus, dan Geely.

Total investasi dari ketujuh produsen tersebut telah mencapai sekitar Rp15,4 triliun dengan kapasitas produksi gabungan sekitar 281.000 unit per tahun. Capaian ini dinilai memperkuat fondasi industri kendaraan listrik nasional sekaligus memperluas basis penerimaan pajak dari sektor manufaktur.

Sementara itu, GWM diketahui telah memiliki fasilitas perakitan di Wanaherang, Bogor. Adapun Xpeng juga telah mengoperasikan pabrik perakitan di Purwakarta, Jawa Barat. Rachmat menambahkan, BYD saat ini tengah membangun fasilitas perakitannya di Indonesia untuk memenuhi ketentuan produksi lokal.

Dengan semakin masifnya fasilitas perakitan dalam negeri, kesembilan brand tersebut dipastikan tidak terdampak kenaikan bea masuk, sepanjang kendaraan listrik yang dipasarkan tidak lagi diimpor secara utuh (completely built up/CBU), melainkan dirakit di dalam negeri (completely knocked down/CKD).

“Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk menaikkan harga,” kata Rachmat.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan tidak akan memperpanjang insentif bagi kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang masuk melalui skema impor CBU pada 2026. Hingga akhir Desember 2025, pemerintah masih memberikan pembebasan bea masuk serta keringanan PPnBM dan PPN, dengan syarat produsen merealisasikan produksi dalam negeri dengan rasio 1:1 dari jumlah kendaraan yang diimpor.

Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen kendaraan listrik diwajibkan memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU, sesuai ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Kebijakan ini diharapkan mendorong substitusi impor, memperkuat rantai pasok domestik, dan meningkatkan kontribusi pajak sektor otomotif listrik secara berkelanjutan. (alf)

Indef Ingatkan Bahaya “Ilusi Ruang Fiskal” dari Pemakaian SAL

IKPI, Jakarta: Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah agar penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup celah defisit tidak berubah menjadi kebiasaan yang justru menggerus disiplin fiskal jangka menengah.

Peringatan itu muncul seiring langkah Kementerian Keuangan yang mengoptimalkan SAL sebesar Rp85,6 triliun sebagai bantalan pembiayaan APBN 2025. Strategi tersebut ditujukan menjaga defisit tetap sesuai outlook di kisaran 2,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), sekaligus menahan tambahan penerbitan surat utang di tengah ketidakpastian global.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai kebijakan tersebut sah secara pragmatis. Namun, ia mengingatkan risiko “ilusi ruang fiskal” bila SAL terus dijadikan sandaran utama. “Defisit yang tampak terkendali secara angka bisa menyembunyikan masalah struktural jika ditopang oleh pengurasan cadangan,” ujarnya, Jumat (19/12/2025).

Menurut Rizal, penarikan SAL dalam jumlah signifikan mencerminkan tekanan nyata pada sisi penerimaan negara, sementara struktur belanja pemerintah relatif kaku. Jika “tabungan” negara itu terlalu sering dipakai untuk menutup kebutuhan pembiayaan rutin, fungsi SAL sebagai peredam kejut (shock absorber) akan tereduksi.

Dampaknya, ruang gerak fiskal berpotensi menyempit ketika terjadi guncangan eksternal yang lebih besar. “Ada risiko preseden fiskal yang keliru—stabilitas defisit dijaga lewat optimalisasi kas, bukan lewat penguatan kualitas APBN,” tambahnya.

Indef juga menilai ketergantungan pada SAL dapat melemahkan disiplin fiskal karena mendorong penundaan reformasi fundamental, seperti perbaikan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) dan peningkatan efisiensi belanja. Karena itu, Indef mendesak adanya aturan main yang jelas terkait pemanfaatan SAL.

“Idealnya, SAL hanya ditarik untuk menutup guncangan penerimaan yang bersifat sementara, bukan membiayai belanja rutin. Harus ada batas minimum SAL yang dijaga agar tidak menciptakan ilusi ruang fiskal yang semu,” tegas Rizal.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan optimalisasi SAL Rp85,6 triliun menjadi salah satu strategi utama pembiayaan APBN 2025 untuk menjaga defisit tetap terkendali tanpa menambah kewajiban utang.

Hingga 30 November 2025, realisasi pembiayaan utang tercatat Rp614,9 triliun atau 84,06 persen dari outlook Laporan Semester (Lapsem) I/2025 sebesar Rp731,5 triliun. Pada periode yang sama, defisit APBN berada di level 2,35 persen PDB dan diproyeksikan bergerak menuju target akhir tahun 2,78 persen PDB.

Suahasil menegaskan penarikan utang tersebut masih berada dalam koridor kehati-hatian fiskal. “Itu on track. Defisit bergerak sesuai desain APBN, sebagaimana laporan semester di DPR,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis (18/12/2025). (alf)

Dasnin J. Lahay: Investasi SDM dan Lisensi Jadi Fondasi Kantor Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Anggota Departemen SPPBA Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Dasnin J. Lahay, mengungkapkan bahwa pembangunan kantor konsultan pajak yang berkelanjutan harus dimulai dari investasi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berlisensi.

Menurut Dasnin, “mesin” utama dalam bisnis jasa konsultan pajak adalah manusia. Oleh karena itu, langkah awal yang krusial adalah merekrut pegawai dengan pendidikan, keterampilan, dan sikap profesional yang tepat.

“Kalau di perusahaan manufaktur kita beli mesin terbaik, maka di consulting firm kita harus berinvestasi pada orang terbaik,” ujarnya dalam Webinar IKPI bertema ‘Jalan Sukses Menjadi Konsultan Pajak’, Jumat (19/12/2025) pagi.

Ia menyarankan agar kantor konsultan yang baru berdiri mempertimbangkan merekrut tenaga supervisor atau manajer yang sudah berpengalaman dan memiliki lisensi. Hal ini dinilai penting agar pemilik atau partner dapat lebih fokus pada pengembangan klien dan bisnis.

Dasnin juga menekankan pentingnya kepemilikan lisensi USKP sebagai daya tawar profesional. Saat ini, menurutnya, klien tidak lagi hanya melihat pengalaman, tetapi juga legalitas dan sertifikasi konsultan pajak.

“Lisensi menjadi bargaining power. Baik untuk mencari klien maupun meningkatkan performa karier di consulting firm,” jelasnya.

Terkait strategi mendapatkan klien, Dasnin menilai personal branding dan networking jauh lebih efektif dibandingkan promosi konvensional. Ia menegaskan bahwa konsultan pajak terikat kode etik sehingga tidak dapat beriklan secara bebas.

“Branding konsultan itu ada pada CV, latar belakang pendidikan, lisensi, serta keaktifan di asosiasi seperti IKPI,” katanya.

Ia mendorong anggota IKPI untuk aktif mengikuti seminar dan kegiatan organisasi sebagai sarana membangun jejaring dan kolaborasi. Selain itu, penyelenggaraan webinar gratis dinilai efektif untuk menunjukkan kompetensi sekaligus membuka peluang kerja sama jangka panjang.

Menurut Dasnin, membangun kantor konsultan pajak bukan proses instan. “Hasilnya tidak terlihat dalam dua atau tiga tahun. Biasanya setelah lima tahun baru terasa. Yang penting nama kita sudah dikenal dan dipercaya,” pungkasnya.

Hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini:

  1. Ebenezer Simamora – Ketua IKPI Cabang Medan
  2. Dasnin J. Lahay – Anggota Departemen SPPBA IKPI
  3. Moderator Laras Setyawita – Anggota IKPI

(bl)

Wajib Pajak Kini Bisa Ajukan Pembebasan Pemotongan PPh Lewat SKB

IKPI, Jakarta: Wajib pajak kini memiliki peluang untuk mengurangi beban administrasi pajak melalui mekanisme Surat Keterangan Bebas (SKB). Melalui fasilitas ini, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan maupun pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) oleh pihak lain kepada Direktorat Jenderal Pajak.

SKB diberikan untuk sejumlah jenis pajak, mulai dari PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan Pasal 22 Impor, hingga PPh Pasal 23. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 8/PJ/2025 yang menjadi acuan terbaru dalam pengajuan pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan PPh.

Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71 regulasi tersebut, terdapat beberapa kategori wajib pajak yang berhak mengajukan SKB. Pertama, wajib pajak yang dapat membuktikan tidak akan terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal. Kondisi ini mencakup wajib pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi, belum memasuki tahap produksi komersial, atau mengalami peristiwa di luar kemampuan atau force majeure.

Kategori kedua adalah wajib pajak yang tidak akan terutang PPh karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal. Dalam hal ini, kerugian yang dimaksud harus tercantum dalam SPT Tahunan PPh atau dokumen resmi lain seperti surat ketetapan pajak, keputusan keberatan, putusan banding, hingga putusan peninjauan kembali yang masih memiliki kekuatan hukum.

Sementara itu, kategori ketiga mencakup wajib pajak yang dapat membuktikan bahwa PPh yang telah dibayarkan lebih besar dibandingkan PPh yang akan terutang. Selain itu, wajib pajak yang penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final juga termasuk dalam kelompok yang dapat mengajukan SKB.

Proses pengajuan SKB kini sepenuhnya dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem Coretax DJP. Wajib pajak cukup masuk ke akun Coretax, memilih menu layanan administrasi, lalu mengajukan permohonan SKB sesuai dengan jenis PPh yang dimohonkan pembebasannya.

Dalam proses tersebut, wajib pajak diminta mengisi formulir permohonan, menentukan jenis pemotongan atau pemungutan PPh, alasan permohonan, serta tahun pajak yang diajukan. Sistem akan mengisi sebagian data secara otomatis, sementara wajib pajak melengkapi informasi yang diperlukan dan mengunggah dokumen pendukung, termasuk perhitungan PPh yang diperkirakan terutang.

Setelah seluruh data dilengkapi, wajib pajak wajib menyetujui pernyataan, melakukan tanda tangan elektronik dengan passphrase atau kode otorisasi DJP, lalu mengirimkan permohonan. Status permohonan SKB dapat dipantau melalui menu notifikasi atau fitur “Dokumen Saya” di Coretax.

SKB yang diterbitkan berlaku sejak tanggal penerbitan hingga akhir tahun pajak yang bersangkutan. DJP akan memberikan keputusan berupa penerbitan SKB atau surat penolakan paling lama lima hari kerja setelah bukti penerimaan diterbitkan. Apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan, wajib pajak akan menerima surat penolakan sebagai dasar perbaikan atau penyesuaian di masa mendatang. (alf)

Menkeu Buka Peluang Insentif Pembiayaan untuk Dongkrak Daya Saing Industri Furnitur

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan permintaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin Indonesia) terkait insentif pembiayaan bagi industri furnitur diarahkan untuk memperkuat daya saing pelaku usaha nasional di pasar global. Tekanan kompetisi, terutama dari negara-negara dengan biaya modal lebih murah seperti Vietnam, dinilai menjadi tantangan utama sektor ini.

Usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Purbaya menjelaskan bahwa perbedaan tingkat bunga pembiayaan menjadi salah satu faktor yang menggerus daya saing industri furnitur dalam negeri. Negara pesaing dinilai mampu menawarkan biaya pendanaan yang lebih rendah bagi pelaku usahanya.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah tengah menelaah kemungkinan skema pembiayaan yang dapat menekan beban biaya modal industri furnitur. Salah satu instrumen yang dipertimbangkan adalah optimalisasi peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI).

Namun demikian, Purbaya mengakui penyaluran pembiayaan LPEI ke sektor furnitur masih terbatas. Saat ini, nilai pembiayaan yang terserap disebut baru sekitar Rp200 miliar, jauh di bawah estimasi kebutuhan industri yang dapat mencapai Rp16 triliun.

“Bukan hanya soal bunga, tetapi juga kapasitas penyaluran dan efektivitas dukungan. Ini yang akan kami evaluasi,” ujar Purbaya, Jumat (19/12/2025). Ia menegaskan evaluasi menyeluruh diperlukan mengingat LPEI sebelumnya menghadapi sejumlah persoalan internal yang perlu dibenahi agar kebijakan yang diambil tepat sasaran.

Pemerintah, lanjut Purbaya, pada prinsipnya terbuka memberikan insentif maupun dukungan pembiayaan sepanjang kebijakan tersebut mampu meningkatkan daya saing industri nasional dan berdampak nyata pada kinerja ekspor, khususnya sektor furnitur yang memiliki potensi besar.

Sebelumnya, pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia mengajukan usulan insentif hingga deregulasi kepada pemerintah. Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menyebut diskusi dengan Kementerian Keuangan mencakup berbagai opsi, mulai dari pendanaan, deregulasi, hingga penguatan strategi industrialisasi.

Menurut Anindya, peluang pasar furnitur global diperkirakan mencapai sekitar 300 miliar dolar AS. Namun, kontribusi Indonesia saat ini baru sekitar 2,5 miliar dolar AS, menunjukkan ruang pertumbuhan yang masih sangat besar.

Selain dukungan pembiayaan, pengusaha juga mendorong diversifikasi pasar ekspor. Pasalnya, sekitar 60 persen ekspor furnitur Indonesia masih bergantung pada pasar Amerika Serikat. Diversifikasi dinilai penting untuk memperkuat ketahanan industri di tengah dinamika perdagangan global yang kian kompetitif. (alf)

Pemerintah Siapkan Bea Keluar Batu Bara Mulai 2026, Skema Disesuaikan Harga Pasar

IKPI, Jakarta: Pemerintah berencana mengenakan bea keluar terhadap ekspor batu bara mulai 1 Januari 2026 sebagai bagian dari penguatan pengelolaan sumber daya alam dan optimalisasi penerimaan negara. Kebijakan ini digodok Kementerian Keuangan dan mendapat dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan pendekatan yang dinilai adil bagi negara maupun pelaku usaha.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, rencana tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatkan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurutnya, seluruh kementerian mengikuti arahan Presiden agar setiap potensi penerimaan negara dioptimalkan tanpa mengabaikan prinsip keadilan.

“Pasal 33 selalu menjadi rujukan. Kita harus mampu memanfaatkan seluruh potensi, termasuk peningkatan pendapatan negara. Di dalamnya ada bea keluar,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Meski demikian, Bahlil menekankan bea keluar tidak akan diberlakukan secara menyeluruh. Pemerintah akan mempertimbangkan kondisi harga global dan kemampuan perusahaan sebelum pungutan diterapkan. Artinya, bea keluar baru dikenakan ketika harga pasar mencapai ambang tertentu yang tengah diformulasikan.

“Kalau harga rendah dan profit perusahaan kecil, pengenaan bea keluar justru tidak membantu. Negara harus fair. Tetapi jika harga ekspor tinggi dan nilai jual besar, wajar negara meminta kontribusi melalui bea keluar,” jelasnya.

Dari sisi fiskal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya memaparkan filosofi kebijakan ini di hadapan Komisi XI DPR RI. Ia menilai, selama ini terdapat ketimpangan perlakuan ketika harga batu bara berfluktuasi. Saat harga turun, eksportir ramai mengajukan restitusi pajak; sebaliknya, ketika harga naik, tidak ada bea keluar yang dipungut sehingga menyerupai subsidi tidak langsung.

“Ini jadi aneh. Saat untung besar, seolah-olah disubsidi. Itu filosofi utama di balik rencana bea keluar batu bara,” kata Purbaya dalam rapat kerja pada Senin (8/12/2025).

Purbaya mengungkapkan, pada periode harga rendah, nilai restitusi yang diajukan eksportir batu bara dapat mencapai Rp25 triliun per tahun. Tren tersebut menekan penerimaan negara dan berkontribusi pada penurunan kinerja pajak.

“Akibatnya, bukan masyarakat yang lebih sejahtera, melainkan pengusaha batu bara yang menikmati keuntungan lebih besar. Tahun ini penerimaan pajak turun karena beban restitusi cukup besar,” ujarnya.

Untuk menyeimbangkan kondisi tersebut, pemerintah kini menargetkan penerimaan dari bea keluar batu bara sekitar Rp20 triliun per tahun. Rancangan tarif masih disusun agar responsif terhadap dinamika harga global sekaligus menjaga iklim usaha tetap kondusif. (alf)

DJP Perketat Kepatuhan Pajak Koperasi Desa lewat Integrasi NPWP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperkuat pengawasan kepatuhan pajak sektor koperasi melalui integrasi data sistem pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan bagi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP). Langkah ini menjadi bagian dari strategi memperluas basis pajak sekaligus memastikan tata kelola koperasi berjalan lebih tertib dan akuntabel.

Penguatan tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dan Deputi Bidang Kelembagaan dan Digital Koperasi Kementerian Koperasi Henra Saragih, Kamis (18/12/2025). Kolaborasi ini melibatkan Direktorat Jenderal Pajak dengan Kementerian Koperasi.

Bimo menegaskan, kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut mandat Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 KDKMP di seluruh Indonesia sebagai kebijakan strategis nasional untuk memperkuat ekonomi desa.

“Melalui PKS ini, kami bersepakat mempercepat implementasi integrasi sistem pendaftaran NPWP badan bagi koperasi desa merah putih,” ujar Bimo dalam keterangannya, Sabtu (20/12/2025).

Dalam skema kerja sama tersebut, kedua instansi menyepakati mekanisme pertukaran data yang bersifat saling menguntungkan. Otoritas pajak memperoleh akses terhadap data profil koperasi, laporan keuangan, serta data potensi usaha KDKMP. Informasi ini akan menjadi basis analisis yang lebih presisi untuk menilai pemenuhan kewajiban perpajakan.

Sebaliknya, Kementerian Koperasi akan menerima data NPWP, laporan pemenuhan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), serta laporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dari koperasi terkait. Data tersebut dimanfaatkan untuk memperkuat pengawasan kinerja dan tata kelola koperasi di lapangan.

“Ini menjadi fondasi data yang sangat kuat untuk analisis yang prudent baik dalam mengamankan penerimaan negara maupun meningkatkan kepatuhan sektor perkoperasian,” tegas Bimo.

Urgensi integrasi kian terasa seiring besarnya potensi wajib pajak baru dari KDKMP. Berdasarkan data DJP per 16 Desember 2025, dari 83.016 KDKMP yang tercatat di basis data Kementerian Koperasi, sebanyak 81.436 entitas telah memiliki NPWP.

Secara rinci, sekitar 56.000 koperasi atau 69,55 persen mendaftarkan NPWP secara sukarela. Sementara itu, sekitar 24.000 koperasi lainnya setara 30,45 persen terdaftar melalui kegiatan ekstensifikasi atau jemput bola yang dilakukan petugas pajak lewat pengumpulan data lapangan. (alf)

PKB Jakarta Timur Tembus 99,28 Persen, Layanan Jemput Bola Efektif Kejar Target Akhir Tahun

IKPI, Jakarta: Realisasi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Jakarta Timur hingga menjelang penutupan tahun anggaran 2025 hampir menyentuh target maksimal. Berdasarkan catatan Unit Pelayanan PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (UP PKB dan BBNKB) Jakarta Timur, capaian PKB telah mencapai 99,28 persen per 19 Desember 2025.

Kepala UP PKB dan BBNKB Jakarta Timur, Alberto Ali, menyebut capaian tersebut tidak lepas dari strategi layanan jemput bola pembayaran pajak yang digencarkan hingga tingkat kecamatan. Menurutnya, pendekatan ini efektif menjangkau wajib pajak, khususnya mereka yang menunggak lebih dari satu tahun.

“Kami mendekatkan layanan ke masyarakat agar potensi tunggakan bisa segera tertagih. Ini efektif untuk mendorong capaian PKB dan BBNKB tahun 2025,” ujar Alberto.

Antusiasme warga terlihat sejak hari pertama pelaksanaan. Meski diguyur hujan, masyarakat tetap memanfaatkan layanan tersebut. Tercatat 244 kendaraan melakukan pembayaran pajak pada Kamis (18/12) dengan total penerimaan lebih dari Rp170 juta.

Selain itu, pembayaran Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tunggakan di atas satu tahun turut menyumbang pajak pokok sebesar Rp28 juta, memperkuat realisasi penerimaan daerah.

Alberto optimistis capaian tersebut masih dapat ditingkatkan hingga akhir Desember. Layanan jemput bola diharapkan mampu menjaring lebih banyak wajib pajak untuk melunasi kewajibannya sebelum tutup tahun anggaran.

Sebagai upaya lanjutan, layanan Samsat keliling dijadwalkan berlangsung di halaman Kantor Kecamatan Pasar Rebo pada 22–24 Desember 2025, guna menjangkau lebih banyak masyarakat.

Berdasarkan data UP PKB Jakarta Timur, target PKB 2025 sebesar Rp1,938 triliun telah terealisasi Rp1,924 triliun. Sementara itu, target Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar Rp902 miliar telah terealisasi Rp862 miliar atau 95,57 persen.

Salah seorang warga Cilangkap, Wahyudi (41), mengaku sangat terbantu dengan layanan pembayaran pajak jemput bola. Ia melunasi PKB sepeda motornya yang menunggak selama lima tahun dengan total pembayaran Rp1,1 juta, termasuk SKP sekitar Rp780 ribu.

“Layanan seperti ini sangat membantu karena tidak perlu mengantre panjang, efektif dan efisien,” kata Wahyudi. (alf)

Di Webinar IKPI, Dasnin J. Lahay Tegaskan Konsultan Pajak Harus Adaptif, Siap Belajar, dan Bangun Personal Branding

IKPI, Jakarta: Anggota Departemen SPPBA Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Dasnin J. Lahay, menegaskan bahwa profesi konsultan pajak masih memiliki masa depan yang kuat di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Namun, keberlanjutan profesi tersebut sangat bergantung pada kemampuan konsultan untuk beradaptasi, belajar, dan membangun kompetensi secara berkelanjutan.

Dalam pemaparannya pada Webinar yang dihadiri sekitar 250 anggota IKPI, Jumat (19/12/2025) pagi, Dasnin membagikan perjalanan kariernya yang dimulai dari firma konsultan pajak internasional hingga menempati posisi strategis sebagai tax partner. Ia mengakui, meskipun dirinya tergolong masih “junior” ketika bergabung dengan asosiasi profesi, pengalaman lintas firma dan lintas negara justru membentuk pola pikir yang lebih terbuka terhadap perubahan.

Menurut Dasnin, tantangan terbesar konsultan pajak saat ini bukan semata pada kompleksitas sistem perpajakan digital, melainkan pada kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan tersebut. Ia menilai, sistem baru sering kali masih mengalami kendala teknis, namun kondisi itu justru menuntut konsultan untuk lebih lincah dan solutif.

“Semakin sulit teknologinya, sebenarnya semakin baik bagi konsultan pajak. Selama kita siap belajar dan beradaptasi, teknologi justru menjadi peluang,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa makna sukses bagi konsultan pajak, khususnya bagi mereka yang baru memulai karier di kantor konsultan, tidak selalu identik dengan aspek finansial. Menurutnya, kesuksesan awal dapat diukur dari tingkat kepercayaan yang diberikan oleh partner, manajer, maupun klien terhadap kualitas kerja seorang konsultan.

Dasnin menambahkan, kesiapan untuk terus belajar merupakan fondasi utama dalam profesi ini. Ia mencontohkan bagaimana para konsultan senior di lingkungan IKPI, meskipun telah memiliki jam terbang tinggi dan kesibukan yang padat, tetap meluangkan waktu untuk mengikuti pelatihan dan memperbarui pengetahuan.

Dalam konteks pengembangan kantor konsultan pajak, Dasnin menilai investasi terbesar harus diarahkan pada sumber daya manusia. Ia mengibaratkan consulting firm sebagai perusahaan berbasis jasa yang “mesinnya” adalah manusia, sehingga kualitas pegawai menjadi penentu utama keberhasilan jangka panjang.

“Langkah awal yang penting adalah merekrut pegawai terbaik, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, maupun sikap profesional. Idealnya mereka juga sudah memiliki lisensi,” jelasnya.

Ia menyoroti bahwa kepemilikan lisensi Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) kini menjadi kebutuhan mutlak dan sekaligus daya tawar bagi konsultan pajak. Klien, menurut Dasnin, tidak lagi hanya melihat pengalaman kerja, tetapi juga legalitas dan sertifikasi profesional sebagai jaminan kualitas layanan.

Terkait strategi memperoleh klien, Dasnin menekankan pentingnya personal branding dan jejaring profesional. Karena konsultan pajak terikat kode etik dan tidak dapat beriklan secara bebas, maka reputasi pribadi, rekam jejak pendidikan, lisensi, serta keaktifan dalam kegiatan asosiasi menjadi sarana branding yang paling efektif.

Ia juga mendorong konsultan pajak untuk aktif mengikuti kegiatan dan seminar yang diselenggarakan IKPI sebagai wadah networking dan kolaborasi. Menurutnya, di era kolaborasi saat ini, pertumbuhan klien akan lebih cepat tercapai melalui kerja sama dan saling melengkapi antaranggota.

Dasnin mengingatkan bahwa membangun kantor konsultan pajak bukan proses instan. Hasil kerja keras biasanya baru terlihat setelah lima tahun berjalan. “Yang terpenting, nama kita dikenal dan dipercaya. Penolakan hari ini bisa menjadi peluang dua tahun ke depan,” pungkasnya.

Hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini:

1. Ebenezer Simamora – Ketua IKPI Cabang Medan

2. Dasnin J. Lahay – Anggota Departemen SPPBA IKPI

3. Moderator Laras Setyawita – Anggota IKPI

(bl)

APBN 2026 Siapkan Rp60 Triliun untuk Pulihkan Bencana di Sumatra

IKPI, Jakarta: Pemerintah menyiapkan langkah cepat untuk mempercepat pemulihan dampak banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatra. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan anggaran sebesar Rp60 triliun telah dialokasikan dalam APBN 2026 untuk mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Keputusan penganggaran tersebut diambil dalam Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Senin (15/12/2025). Purbaya menyebut, arahan presiden menjadi dasar kesiapan pemerintah dalam merespons kebutuhan pendanaan pemulihan bencana secara cepat dan terukur.

“Kemarin sore hingga jelang malam, saya juga mengikuti arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara,” tulis Purbaya melalui akun Instagram resminya, @menkeuri, yang diunggah Rabu (17/12/2025).

Menurut Purbaya, dana Rp60 triliun tersebut berasal dari hasil efisiensi belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang telah dilakukan sejak awal penyusunan APBN 2026. Anggaran hasil penghematan itu kemudian dialihkan untuk membiayai pemulihan di wilayah terdampak bencana.

“Kami siap mengalihkan anggaran hasil efisiensi belanja kementerian/lembaga sebesar Rp60 triliun untuk pemulihan dampak bencana Aceh-Sumatera,” ujarnya. Ia menegaskan, dana tersebut sudah tersedia sehingga dapat segera digunakan ketika dibutuhkan. “Uangnya tersedia, jadi begitu dibutuhkan yang disebutkan oleh Pak Presiden, kami sudah siap,” tambahnya.

Sebelumnya, Purbaya menyebut estimasi kebutuhan pemulihan bencana di tiga provinsi tersebut mencapai sekitar Rp51 triliun. Meski demikian, pemerintah memutuskan menyiapkan anggaran lebih besar guna memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan optimal tanpa hambatan pendanaan.

“Sudah kita sisir semuanya. Bahkan sebelum bencana terjadi, kita sudah mengumpulkan sekitar Rp60 triliun dari hasil efisiensi. Jadi ketika dibutuhkan, anggaran itu bisa langsung dieksekusi,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025). (alf)

id_ID