Pengurus Pusat IKPI Dorong Perubahan AD/ART: Pembentukan Pengda Lebih dari Satu di Tiap Provinsi

IKPI, Jawa Timur: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menyampaikan gagasan besar terkait masa depan organisasi saat menghadiri Rapat Koordinasi Daerah IKPI Pengda Jawa Timur, Jumat (5/12/2025). Dalam forum tersebut, ia mengungkapkan bahwa Pengurus Pusat tengah menyiapkan usulan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) untuk dibahas pada 2028/2029 untuk disahkan pada Kongres 2029.

Salah satu poin paling strategis adalah rencana memperluas struktur kepengurusan daerah. Jika selama ini satu provinsi atau gabungan provinsi hanya memiliki satu Pengurus Daerah (Pengda), nantinya satu provinsi dapat memiliki lebih dari satu Pengda.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

“Ke depan, kami ingin struktur organisasi IKPI lebih adaptif dengan dinamika wilayah. Karena itu, usulannya adalah satu provinsi bisa memiliki dua atau tiga Pengda,” ujarnya di hadapan ratusan anggota IKPI se-Jawa Timur.

Vaudy menjelaskan, pembagian tersebut akan menyesuaikan cakupan kerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan 34 Kantor Wilayah DJP yang tersebar di seluruh Indonesia—beserta ratusan kantor vertikal seperti KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, KPP Pratama, hingga KP2KP, ia menilai struktur IKPI harus mampu mengikuti pola wilayah perpajakan agar kolaborasi dan pembinaan anggota lebih efektif.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Melalui skema baru ini, ia berharap pada periode kepengurusan 2029–2034 dapat lahir susunan baru, misalnya Pengda Jawa Timur 1 hingga Jawa Timur 3 karena di Jawa Timur ada 3 Kanwil DJP, demikian pula Jawa Barat ada 3 Kanwil ke depan diharapkan ada 3 Pengda, nanti DKJ dan daerah lainnya akan mengikuti Kanwil DJP.

“Dengan mengikuti wilayah Kanwil DJP, Pengda di masing-masing provinsi bisa bekerja lebih fokus, menjangkau anggota lebih dekat, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan otoritas pajak,” tambahnya.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Jawa Timur)

Saat ini, AD/ART IKPI menetapkan bahwa satu Pengda membawahi satu provinsi atau gabungan provinsi. Namun Vaudy menilai struktur tersebut tidak lagi sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan organisasi, yang jumlah anggota dan aktivitasnya terus berkembang.

Usulan perubahan ini akan mulai diformulasikan oleh Pengurus Pusat dalam beberapa tahun ke depan sebelum dibahas resmi pada Mukernas 2028 untuk disahkan di Kongres 2029. Jika disetujui, kebijakan tersebut akan menjadi langkah restrukturisasi terbesar dalam tubuh IKPI selama beberapa dekade terakhir.

Hadir dalam acara tersebut:

1. Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld

2. Wakil Ketua Umum IKPI, Nuryadin Rahman

3. Wakil Ketua Departemen Pengembangan Organisasi, IKPI, Syafrianto. (bl)

Kanwil DJP Sumut I Serahkan Dua Tersangka Kasus Faktur Pajak Fiktif ke Kejaksaan

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I resmi menyerahkan dua tersangka berinisial HS dan AZA kepada Kejaksaan Negeri setelah berkas perkara dugaan tindak pidana perpajakan dinyatakan lengkap (P21). Penyerahan dilakukan pada Jumat (5/12/2025), disertai sejumlah barang bukti yang diperoleh selama proses penyidikan.

Dalam keterangan pers yang diterima, kedua tersangka diduga terlibat dalam penerbitan serta penggunaan faktur pajak fiktif yang dipakai untuk menurunkan setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) CV MSS pada periode 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2020. Modus ini dilakukan dengan cara mengkreditkan pajak masukan dari faktur yang tidak berdasar pada transaksi nyata.

Barang bukti yang diserahkan meliputi dokumen perpajakan, catatan transaksi, serta berbagai alat bukti lain yang menguatkan dugaan pelanggaran. Penyidik menyimpulkan bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

HS diduga melanggar Pasal 39A huruf a UU KUP karena menggunakan faktur pajak yang tidak sesuai transaksi sebenarnya untuk pengkreditan pajak masukan melalui CV MSS. Sementara itu, AZA dikenai Pasal 39A huruf a jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP atas perannya sebagai pihak yang menerbitkan faktur fiktif tersebut.

Kanwil DJP Sumatera Utara I menegaskan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menindak penyimpangan perpajakan, terutama praktik faktur pajak fiktif yang kerap digunakan untuk mengurangi kewajiban PPN secara tidak sah. DJP juga mengingatkan para pelaku usaha untuk selalu mematuhi aturan dan menghindari tindakan yang dapat berujung pada sanksi pidana serta kerugian negara.

Setelah tahap penyerahan ini, perkara akan dilanjutkan oleh jaksa penuntut umum menuju proses penuntutan hingga persidangan di pengadilan. (alf)

Kanwil DJP Sumut II Blokir 107 Rekening Penunggak Pajak, Tunggakan Capai Rp33,9 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara II bersama delapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di jajarannya melakukan aksi penagihan aktif dengan memblokir 107 rekening milik wajib pajak dan/atau penanggung pajak yang masih memiliki tunggakan. Total nilai tunggakan yang dibidik mencapai sekitar Rp33,9 miliar.

Tindakan tegas tersebut dilaksanakan berlandaskan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. Regulasi ini memberikan kewenangan kepada DJP untuk melakukan penagihan aktif, termasuk pemblokiran rekening, guna menjamin pelunasan utang pajak.

“Kami melakukan blokir serentak terhadap 107 wajib pajak maupun penanggung pajak yang masih belum melunasi utang pajaknya,” ujar Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Sumut II, Rundy Satria Nugraha, dalam keterangan tertulis, Jumat (5/12/2025).

Rundy menjelaskan, para penunggak pajak tersebut berasal dari berbagai sektor usaha dan jenis pajak. Hal ini menunjukkan komitmen DJP untuk menegakkan hukum secara adil dan tidak tebang pilih. Pemblokiran rekening dilakukan melalui kerja sama dengan 27 Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sebagaimana diatur dalam PMK 61/2023. Berdasarkan Pasal 27, DJP berwenang mengajukan permintaan tertulis kepada bank untuk memblokir dana sebesar jumlah utang pajak berikut biaya penagihan yang masih terutang.

Sebelum sampai pada tahap pemblokiran rekening, aparat pajak terlebih dahulu menempuh seluruh prosedur penagihan yang diamanatkan aturan, mulai dari penerbitan surat teguran, pemberitahuan surat paksa, hingga penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Pemblokiran dilakukan jika wajib pajak tetap tidak menunjukkan itikad baik melunasi kewajiban setelah seluruh tahapan tersebut ditempuh.

Melalui aksi blokir serentak ini, Kanwil DJP Sumut II menegaskan keseriusannya dalam mengamankan penerimaan negara sekaligus mendorong peningkatan kepatuhan sukarela. Wajib pajak yang telah menerima pemberitahuan pemblokiran diimbau segera menghubungi KPP terkait dan menyelesaikan tunggakan untuk menghindari tindakan penagihan lanjutan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Rundy menambahkan, pemblokiran rekening tidak bersifat permanen. “Rekening dapat dibuka kembali setelah wajib pajak menyelesaikan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan dalam PMK 61/2023,” tuturnya. Ia berharap, langkah tegas ini menjadi pengingat bagi wajib pajak mengenai pentingnya memenuhi kewajiban perpajakan demi mendukung pembiayaan pembangunan nasional dan penyediaan layanan publik. (alf)

IKPI Imbau Anggota Persiapkan Kompetensi untuk Beracara di Pengadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengimbau seluruh anggotanya untuk mulai mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan penyesuaian regulasi mengenai kuasa hukum di Pengadilan Pajak setelah lembaga tersebut dialihkan ke Mahkamah Agung (MA). Imbauan ini disampaikan oleh Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menyusul pembahasan intensif terkait masa transisi pengalihan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke MA sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023.

Dalam situasi perubahan besar yang akan terjadi, Jemmi menegaskan pentingnya kesiapan kompetensi anggota IKPI untuk tetap dapat beracara di Pengadilan Pajak dalam rezim tata kelola yang baru.

“Mahkamah Agung kemungkinan akan menetapkan standar baru mengenai siapa yang dapat menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Jika anggota IKPI ingin tetap dapat beracara, maka sejak sekarang harus mulai mempersiapkan kompetensinya,” ujar Jemmi usai mendampingi Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan jajaran pengurus pusat IKPI beraudiensi di Gedung Sekretariat MA, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).

Menurutnya, kompetensi yang dimaksud tidak lagi sebatas pengalaman teknis perpajakan, tetapi sangat mungkin akan mencakup persyaratan keilmuan yang lebih tinggi dan lebih terstruktur.

“Ada kemungkinan syarat kompetensi akan menuntut penguasaan ilmu perpajakan, ilmu hukum, atau bahkan kombinasi keduanya. Artinya, anggota harus mulai meningkatkan kapasitas — baik melalui pendidikan formal, sertifikasi lanjutan, maupun pelatihan kompetensi,” jelasnya.

Jemmi juga mengingatkan bahwa seluruh keputusan mengenai standar kuasa hukum nantinya berada sepenuhnya di bawah kewenangan MA. Karena itu, IKPI mengambil posisi proaktif: memberikan masukan kepada MA, sekaligus mempersiapkan anggotanya untuk menghadapi skenario regulasi yang mungkin berubah.

“Semua keputusan akan berada di tangan Mahkamah Agung. IKPI tentu memperjuangkan agar peran konsultan pajak tetap mendapatkan tempat dalam sistem peradilan pajak ke depan, tetapi kita juga harus bersiap dengan skema regulasi apa pun yang diputuskan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa perubahan tata kelola Pengadilan Pajak harus dipandang sebagai momentum untuk memperkuat profesionalitas konsultan pajak.

“Ini saatnya kita memperkuat diri. Jangan menunggu aturan baru keluar baru kita bergerak. Lebih baik mempersiapkan diri sejak sekarang agar ketika regulasi ditetapkan, anggota IKPI sudah siap dan tidak tertinggal,” kata Jemmi. (bl)

Hakim Yustisial MA Minta IKPI Ajukan Rumusan Tertulis Syarat Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Hakim Yustisial Mahkamah Agung Dr. Ayi Solehudin, S.H., M.H meminta Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) segera menyiapkan rumusan tertulis mengenai syarat ideal bagi kuasa hukum yang ingin beracara di Pengadilan Pajak. Rumusan tersebut akan dibahas dalam sejumlah forum resmi MA, termasuk revisi Buku Dua yang digelar pada 10–12 Desember 2025.

Dalam audiensi dengan pengurus pusat IKPI, di Gedung Sekretariat MA, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025), Ayi menegaskan bahwa MA membutuhkan masukan konkret dari pemangku kepentingan, terutama dari pihak-pihak yang selama ini terlibat langsung dalam penyelesaian sengketa perpajakan.

“Kalau bisa, sebelum tanggal 10 Desember sudah ada usulan tertulis dari IKPI. Itu sangat penting untuk pembahasan revisi Buku Dua dan penyusunan regulasi berikutnya,” jelas Ayi.

Ia menjelaskan bahwa model kuasa hukum Pengadilan Pajak tidak bisa mengikuti format advokat umum. Selain kompetensi hukum acara, kuasa hukum Pengadilan Pajak harus memahami substansi perpajakan dan kepabeanan secara mendalam.

“Pengadilan Pajak itu ada dua sisi: sisi hukumnya dan sisi teknis pajaknya. Dua-duanya harus terakomodir,” tegasnya.

Ayi menilai masukan IKPI sangat strategis untuk memastikan profesionalisme kuasa hukum tetap terjaga setelah Pengadilan Pajak resmi berada di bawah lingkungan MA.

Ia juga menekankan bahwa usulan IKPI harus bersifat inklusif dan mempertimbangkan berbagai profesi yang selama ini beracara di Pengadilan Pajak.

“Usulannya jangan hanya mengakomodir satu pihak. Advokat yang belum paham pajak perlu diberikan jalan melalui pelatihan, begitu juga sebaliknya untuk ahli pajak yang belum advokat. Harus dicari titik tengahnya,” katanya.

Dorongan Standar Kompetensi Baru

Ayi menyebut, ke depan, MA mempertimbangkan adanya syarat kompetensi tambahan, baik bagi advokat maupun konsultan pajak, guna memastikan kualitas kuasa hukum tetap terjaga.

Hal ini sejalan dengan informasi terbaru yang ia terima mengenai rencana penambahan persyaratan dalam aturan teknis pengadilan, termasuk kemungkinan standar sertifikasi baru.

“Sepertinya akan ada syarat tambahan terkait kompetensi. Bukan hanya brevet atau pendidikan formal, tapi sertifikasi yang lebih spesifik,” jelasnya.

Bahan Kajian untuk Perubahan Undang-Undang Pengadilan Pajak

Ayi juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2026, Pusat Penelitian dan Pengembangan MA (Puslitbang) akan mulai menyusun Naskah Akademik RUU Pengadilan Pajak. Masukan IKPI terkait syarat kuasa hukum berpeluang masuk dalam kajian tersebut.

“Kalau ada masukan tidak hanya soal syarat kuasa hukum, tapi juga terkait sinkronisasi undang-undang lainnya, itu bisa menjadi bahan Puslitbang,” katanya.

Dengan begitu, usulan IKPI bisa memberi dampak jangka panjang dalam pembentukan norma baru yang akan mengatur Pengadilan Pajak ketika sudah berada sepenuhnya di bawah MA.

IKPI Harus Aktif Menyusun Konsep

Ia kembali menegaskan agar IKPI segera menyiapkan dokumen resmi berisi:

• standar kompetensi minimal kuasa hukum,

• model sertifikasi yang diusulkan,

• penyetaraan antara ahli pajak dan advokat,

• serta penajaman Pasal 4 PMK 184/2017.

“Silakan susun saja versi IKPI tentang syarat kuasa hukum yang ideal. Itu akan sangat membantu kami dalam pembahasan di MA,” ujarnya.

Ayi menutup dengan penegasan bahwa MA berkomitmen menyerap masukan IKPI sebagai mitra strategis dalam penyelesaian sengketa perpajakan.

“Masukan IKPI akan menjadi pertimbangan penting. Tujuannya satu: memastikan kuasa hukum di Pengadilan Pajak benar-benar kompeten, adil, dan tidak menyulitkan pencari keadilan,” ujarnya. (bl)

MA Siap Akomodir Masukan IKPI Soal Syarat Kuasa Hukum Pengadilan Pajak: “Wajib Punya Kompetensi Perpajakan”

IKPI, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) menegaskan akan mengakomodir masukan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terkait penyempurnaan syarat beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Pajak, terutama menjelang proses pengalihan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke MA.

Hal itu disampaikan Hakim Yustisial Ditjen Badilmiltun MA, Agus Abdur Rahman, S.H., M.H.saat menerima audiensi delegasi IKPI yang dipimpin Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld di Gedung Sekretariat MA, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).

Agus menjelaskan bahwa masukan IKPI mengenai standardisasi kompetensi kuasa hukum merupakan isu prioritas, terutama di tengah rencana revisi regulasi dan penyusunan Peraturan Presiden tentang pengalihan Pengadilan Pajak.

“Terkait kuasa hukum, saya setuju bahwa harus ada syarat khusus. Tidak harus sarjana hukum tapi harus memiliki kompetensi perpajakan atau kepabeanan,” tegas Agus.

Masukan IKPI Akan Dibawa ke Forum Pokja

Dalam pertemuan itu, IKPI menyampaikan kekhawatiran mengenai kemungkinan penyamarataan syarat kuasa hukum Pengadilan Pajak dengan pengadilan umum ketika lembaga tersebut berada di bawah MA. IKPI menilai, sengketa pajak adalah perkara teknis yang membutuhkan keahlian substantif di bidang perpajakan.

Agus menyebut masukan ini sangat relevan dan akan dibawa dalam pembahasan tim Pokja Pengalihan Pengadilan Pajak.

“Masukan dari IKPI ini akan kami bawa ke Pokja. Saya setuju bahwa kuasa hukum Pengadilan Pajak harus orang-orang yang memang expert—baik di perpajakan maupun kepabeanan,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa konsep kuasa hukum Pengadilan Pajak tidak bisa disamakan dengan advokat umum karena kebutuhan teknisnya berbeda.

Regulasi Saat Ini Akan Direvisi Setelah Pengadilan Pajak Beralih ke MA

Agus menjelaskan bahwa aturan saat ini masih mengikuti PMK 184/2017 dan SK Ketua Pengadilan Pajak Nomor 10/2024, sebab MA belum dapat menerbitkan aturan baru sebelum struktur Pengadilan Pajak resmi berada di bawah kewenangan MA.

“Sepanjang Undang-Undang Pengadilan Pajak belum diubah, PMK dan peraturan turunannya juga belum berubah. Baru nanti setelah pengalihan, Mahkamah Agung bisa melakukan penyesuaian besar-besaran,” tegasnya.

Agus juga membuka peluang penyusunan syarat berbeda berdasarkan kompleksitas perkara, misalnya sertifikasi khusus untuk menangani sengketa pajak internasional atau kepabeanan tertentu.

“Tidak satu izin kuasa hukum itu bisa sakti untuk semua jenis sengketa pajak. Perkara pajak internasional mungkin perlu sertifikasi tambahan. Ini sedang kami kaji,” jelasnya.

Hal ini, menurut Agus sekaligus menegaskan bahwa MA ingin memastikan perubahan kebijakan yang diputuskan nantinya tidak merugikan wajib pajak maupun kuasa hukum yang profesional.

“Jangan sampai kebijakan baru menyusahkan pencari keadilan. Masukan IKPI sangat penting agar syarat kuasa hukum dirumuskan lebih baik,” pungkasnya. (bl)

China Mulai Kenakan PPN pada Alat Kontrasepsi Mulai Januari

IKPI, Jakarta: China akan menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 13 persen untuk obat dan alat kontrasepsi termasuk kondom mulai Januari mendatang. Kebijakan ini mengakhiri pengecualian pajak selama 30 tahun dan menjadi langkah terbaru pemerintah dalam menghadapi penurunan angka kelahiran yang kian mengancam pertumbuhan ekonomi.

Mengutip laporan The Straits Times, revisi Undang-Undang PPN tersebut menghapus status bebas pajak yang diberlakukan sejak 1993, ketika China masih menerapkan kebijakan satu anak dan aktif menekan angka kelahiran. Kini, arah kebijakan berbalik: pemerintah berupaya mendorong warga memiliki lebih banyak anak di tengah populasi yang terus menyusut selama tiga tahun berturut-turut. Pada 2024, jumlah kelahiran hanya mencapai 9,54 juta — kurang dari setengah angka satu dekade lalu.

Di saat tarif baru diberlakukan untuk kontrasepsi, pemerintah justru memberikan stimulus di sektor lain. Layanan pengasuhan anak, mulai dari daycare hingga taman kanak-kanak, dibebaskan dari PPN. Keringanan serupa diberikan untuk layanan perawatan lansia, penyandang disabilitas, hingga layanan terkait pernikahan. Ini menjadi bagian dari paket kebijakan pronatal yang juga mencakup bantuan uang tunai, perluasan fasilitas childcare, serta perpanjangan cuti melahirkan dan cuti ayah.

Meski demikian, sejumlah analis menilai langkah ini lebih bersifat simbolis daripada strategis. Menurut demografer YuWa Population Research Institute, He Yafu, pengenaan PPN pada kontrasepsi tidak akan mengubah tantangan demografi secara signifikan. Namun kebijakan tersebut dianggap mencerminkan upaya pemerintah membentuk lingkungan sosial yang lebih ramah bagi kelahiran serta menekan angka aborsi yang tidak memiliki alasan medis.

Di sisi lain, keputusan itu memicu perdebatan luas di platform Weibo. Banyak warganet khawatir harga kondom yang lebih mahal justru membuat masyarakat enggan menggunakan alat kontrasepsi, terutama di tengah meningkatnya kasus HIV. Data Pusat Pengendalian Penyakit menunjukkan, antara 2002 hingga 2021, kasus HIV/AIDS di China melonjak dari 0,37 menjadi 8,41 per 100.000 penduduk. Rendahnya pendidikan seksual dan stigma disebut turut memperburuk kondisi tersebut.

“Dengan meningkatnya infeksi HIV di kalangan anak muda, menaikkan harga seperti ini mungkin bukan ide yang baik,” tulis seorang pengguna. Komentar lain bahkan mempertanyakan efektivitas kebijakan itu dalam mendorong angka kelahiran: “Kalau seseorang tak mampu membeli kondom, bagaimana mereka bisa membesarkan anak?”

China kini berada di persimpangan sulit: mencoba meningkatkan angka kelahiran sembari menjaga kesehatan publik. Meski dampak ekonominya diperkirakan kecil, pengenaan PPN atas alat kontrasepsi menegaskan strategi baru Beijing dalam merespons krisis demografi yang semakin mendesak. (alf)

Purbaya Tolak Usulan Penghapusan Pajak BUMN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah menolak permintaan Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Roeslani, yang mengusulkan penghapusan kewajiban pajak sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Usulan tersebut disampaikan Rosan saat bertemu Purbaya di Kementerian Keuangan pada Rabu (3/12/2025).

Purbaya mengungkapkan bahwa Rosan meminta agar kewajiban pajak BUMN yang muncul sebelum tahun 2023 dihapuskan. Namun, permintaan itu langsung ditolak karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum dan tata kelola perpajakan.

“Dia (Rosan) minta keringanan pajak beberapa perusahaan, dulu sebelum tahun 2023 kejadiannya untuk dihilangkan kewajiban pajaknya. Ya nggak bisa!” tegas Purbaya di Kompleks DPR RI, Kamis (4/12/2025).

Meskipun tidak menyebut nama BUMN yang dimaksud, Purbaya menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sedang berada dalam kondisi untung dan bahkan memiliki komponen kepemilikan asing. “Itu kan sudah terjadi di masa lalu. Perusahaannya untung dan ada komponen perusahaan asing juga di situ,” ujarnya.

Kendati demikian, Purbaya menilai permintaan keringanan pajak masih dapat dipertimbangkan untuk BUMN yang sedang menjalankan aksi korporasi. Pemerintah, menurutnya, wajar memberikan ruang konsolidasi usaha dengan batas waktu tertentu.

“Dia bilang kalau bayar pajak semua ya kemahalan. Saya pikir itu masuk akal. Untuk konsolidasi kita kasih waktu 2–3 tahun ke depan. Setelah itu, setiap corporate action akan kita kenakan pajak sesuai aturan,” jelasnya.

Purbaya menambahkan bahwa Danantara merupakan entitas baru yang juga terkait dengan proyek pemerintah, sehingga pemberian fasilitas transisi dianggap masih wajar. Namun ia menegaskan bahwa relaksasi hanya berlaku ke depan, bukan untuk menghapus kewajiban masa lalu.

Sikap tegas ini menunjukkan komitmen pemerintah menjaga integritas sistem perpajakan sekaligus memberi ruang bagi BUMN melakukan penataan struktur usaha secara terukur. (alf)

Roblox Resmi Ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, Setoran Pajak Digital Tembus Rp43,75 Triliun

IKPi, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali memperluas basis pemajakan sektor digital. Pada Oktober 2025, DJP secara resmi menunjuk Roblox Corporation sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penunjukan ini menandai semakin banyaknya platform global yang masuk dalam pengawasan pajak digital Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengungkapkan bahwa Roblox menjadi satu dari lima perusahaan digital yang ditetapkan sebagai pemungut baru pada periode tersebut.

“Pada bulan tersebut, terdapat lima penunjukan baru, yaitu Notion Labs, Inc., Roblox Corporation, Mixpanel, Inc., MEGA Privacy Kft, dan Scorpios Tech FZE,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Di saat yang sama, pemerintah juga melakukan satu pencabutan penunjukan, yakni terhadap Amazon Services Europe S.a.r.l., sehingga tidak lagi berstatus sebagai pemungut PPN PMSE.

Dengan penambahan dan pencabutan tersebut, total pemungut PPN PMSE yang ditunjuk pemerintah hingga Oktober 2025 mencapai 251 perusahaan. Dari jumlah itu, 207 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total kontribusi sebesar Rp33,88 triliun sejak kebijakan ini berlaku.

Kontribusi tersebut terdiri atas:

• 2020: Rp731,4 miliar

• 2021: Rp3,9 triliun

• 2022: Rp5,51 triliun

• 2023: Rp6,76 triliun

• 2024: Rp8,44 triliun

• 2025: Rp8,54 triliun hingga Oktober

Selain PPN PMSE, pemerintah juga mencatat setoran pajak signifikan dari tiga subsektor digital lainnya:

• Pajak aset kripto: Rp1,76 triliun

• Pajak fintech (P2P lending): Rp4,19 triliun

• Pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP): Rp3,92 triliun

Jika digabungkan, total penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menembus Rp43,75 triliun per 31 Oktober 2025. Untuk tahun berjalan, setoran mencapai:

• Aset kripto: Rp675,6 miliar

• P2P lending: Rp1,15 triliun

• Pajak SIPP: Rp1,07 triliun

DJP menegaskan bahwa sektor ekonomi digital terus menjadi salah satu pilar utama penerimaan negara. Pemerintah berkomitmen mengoptimalkan kebijakan pemajakan digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif, sejalan dengan pesatnya transformasi digital di Indonesia. (alf)

Ketua IFA Indonesia Tekankan Kesiapan RI Hadapi Perubahan Cepat Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Ketua IFA Indonesia sekaligus Ketua IFA Regional Asia Pacific, Ichwan Sukardi, menegaskan bahwa Indonesia harus berada di garis terdepan dalam merespons perkembangan perpajakan internasional yang berubah sangat cepat. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam The 13th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar yang diselenggarakan di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Ichwan menekankan bahwa Indonesia tengah memasuki fase penting dalam menghadapi implementasi Pillar 1 dan Pillar 2 di berbagai yurisdiksi.

(Foto: Istimewa)

“Kita semua harus siap dan aktif mengamati lanskap perpajakan internasional yang terus berubah secara cepat. IFA Indonesia berupaya memberikan perspektif komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Narasumber dari Indonesia dan Mancanegara

Dikatakan Ichwan, Seminar internasional tahunan IFA kali ini menghadirkan 18 narasumber berkaliber tinggi, baik dari regulator, praktisi global, akademisi, hingga konsultan pajak internasional. Para narasumber tersebut membawakan topik-topik yang menjadi sorotan dunia perpajakan global, antara lain:
• Pengembangan Pilar 2 dan dampaknya terhadap wajib pajak
• Isu-isu strategis transfer pricing dan kebijakan domestic law
• Global anti-avoidance measures
• Implikasi perpajakan atas cross-border mergers and acquisitions
• Principal Purpose Test, OECD Model Commentary 2025, serta putusan-putusan pengadilan terkini terkait pajak internasional

(Foto: Istimewa)

Menurutnya, kehadiran mereka menjadi bukti kuat bahwa Indonesia semakin diperhitungkan sebagai pusat diskusi perpajakan internasional di kawasan Asia Pasifik.

Acara ini juga mendapat dukungan kuat dari komunitas perpajakan internasional. Direktur Perpajakan Internasional, Kementerian Keuangan, Dr. Mekar Satria Utama, membuka acara dengan menegaskan fokus Indonesia pada Pillar 1, Pillar 2, dan Transfer Pricing, serta menyebut komitmen Indonesia yang sudah diwujudkan melalui PMK No. 136/2024 terkait penerapan Pilar 2.

Sementara itu, President IFA Global, Natalia Quiñones, memberikan perspektif global mengenai posisi Indonesia dalam OECD Inclusive Framework. Ia juga mendorong partisipasi aktif anggota IFA Indonesia di IFA Congress Tokyo (regional) dan Melbourne (global) pada tahun depan.

Peran Strategis IFA Indonesia

Dalam forum tersebut, Ichwan menegaskan bahwa reformasi pajak global tidak hanya memengaruhi yurisdiksi besar, tetapi juga berimplikasi langsung pada kebijakan domestik Indonesia.

“IFA Indonesia berkomitmen menjadi ruang dialog inklusif bagi regulator, pelaku usaha, akademisi, dan praktisi pajak internasional untuk bersama-sama memahami perubahan global dan merumuskan langkah terbaik bagi Indonesia,” ujarnya.

(Foto: Istimewa)

Sekadar informasi, seminar ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dan ditutup dengan panel diskusi mengenai isu-isu paling mutakhir, termasuk Principal Purpose Test, anti-avoidance rules, dan analisis berbagai putusan pengadilan pajak internasional yang menjadi rujukan banyak negara.

Dengan rangkaian diskusi mendalam tersebut, IFA Indonesia kembali mengukuhkan dirinya sebagai salah satu forum paling kredibel dalam memperkuat pemahaman dan kesiapan Indonesia menghadapi transformasi perpajakan global yang semakin kompleks. (bl)

id_ID