Sri Mulyani Soroti Lemahnya Lembaga Multilateral Hadapi Tarif Trump

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatiran mendalam atas merosotnya peran lembaga multilateral dunia dalam menjaga stabilitas global. Dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI, Selasa (8/7/2025), Sri Mulyani menyebut lembaga-lembaga seperti WTO, PBB, IMF, dan Bank Dunia kini berada dalam posisi lemah dan tidak lagi dihormati oleh negara-negara besar.

Menurutnya, fenomena tersebut menciptakan kondisi dunia yang semakin rentan terhadap konflik terbuka, baik dalam bentuk perang dagang maupun potensi ketegangan militer. Ia mencontohkan kebijakan sepihak yang pernah dilakukan Presiden AS Donald Trump melalui pemberlakuan tarif impor tinggi sebagai bukti nyata memudarnya peran penyelesaian melalui jalur multilateral.

“Peranan lembaga-lembaga multilateral saat ini sangat lemah atau bahkan tidak dihormati. Ini hampir mirip dengan situasi sebelum Perang Dunia II, ketika negara yang merasa memiliki kekuatan bisa memaksakan kehendaknya kepada negara lain,” tegas Sri Mulyani.

Ia mengingatkan bahwa lembaga-lembaga multilateral dibentuk pasca Perang Dunia II dengan tujuan utama meredam konflik dan menjadi forum penyelesaian sengketa antarnegara. Namun kini, menurutnya, semangat kerja sama global bergeser ke arah ego nasionalisme yang ekstrem.

Kondisi ini berimbas pada situasi ekonomi global yang semakin tidak menentu dan penuh tekanan. Ketidakstabilan ini tercermin dari proyeksi ekonomi global yang terus direvisi ke bawah oleh lembaga internasional. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia hanya akan mencapai 2,8 persen pada 2025 dan 3 persen pada 2026. Sementara Bank Dunia bahkan lebih pesimistis, dengan estimasi pertumbuhan hanya 2,3 persen tahun ini dan 2,4 persen tahun depan.

“Inilah realita yang kita hadapi sekarang. Jika dulu negara-negara bisa tumbuh bersama, kini ada kecenderungan bahwa jika satu negara makmur, negara lain harus berkorban. Ini bukan skenario yang sehat bagi masa depan dunia,” ujar Sri Mulyani.

Pernyataan tersebut menjadi alarm bagi komunitas global untuk merefleksikan kembali pentingnya memperkuat peran lembaga internasional guna menjaga keseimbangan, keadilan, dan perdamaian dunia dalam menghadapi era yang kian kompleks. (alf)

 

Cukai MBDK Berlaku Mulai 2026, Pemerintah dan DPR Sepakat Tambah Objek Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyepakati langkah penting dalam reformasi fiskal dengan menetapkan tahun 2026 sebagai awal penerapan cukai untuk Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK). Kebijakan ini merupakan bentuk perluasan barang kena cukai (BKC) untuk meningkatkan penerimaan negara serta mendukung pengendalian konsumsi masyarakat.

Kesepakatan itu mengemuka dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Komisi XI DPR RI, Selasa (8/7/2025), yang turut dihadiri oleh Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia. Ketua Komisi XI DPR, Mukhammad Misbakhun, menegaskan bahwa cukai MBDK merupakan bagian dari strategi ekstensifikasi cukai yang tengah dipersiapkan.

“Ekstensifikasi BKC, antara lain melalui penambahan objek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK,” ujar Misbakhun dalam rapat tersebut.

Meskipun sebelumnya sempat direncanakan mulai berlaku tahun ini, penerapan cukai MBDK ditunda dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi dan kesiapan regulasi. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Djaka Budhi Utama, memastikan bahwa pihaknya siap menyusun aturan teknis pelaksanaan cukai MBDK yang akan diberlakukan tahun depan.

“Kalau dari DPR kan intinya sudah setuju, tinggal aturannya yang kita buat. Tentu semua bergantung pada situasi ekonomi tahun depan,” kata Djaka.

Djaka mengungkapkan, penundaan penerapan cukai MBDK disampaikan dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi Juni 2025. Meski begitu, potensi penerimaan yang tertunda dari MBDK akan diimbangi melalui optimalisasi sektor lain yang dikelola Ditjen Bea dan Cukai.

“Pemberlakuan MBDK hingga tahun perencanaan 2025 tidak akan diterapkan. Namun ke depannya sangat mungkin untuk diberlakukan,” jelasnya.

Adapun target penerimaan Bea dan Cukai dalam APBN 2025 mencapai Rp301,6 triliun. Untuk mencapainya, selain MBDK, pemerintah juga akan memperkuat intensifikasi cukai hasil tembakau (CHT) yang tetap mengacu pada empat pilar: pengendalian konsumsi, penerimaan negara, keberlanjutan tenaga kerja, dan pengawasan rokok ilegal.

Misbakhun menambahkan bahwa dana bagi hasil (DBH) CHT juga akan dimanfaatkan sebagai bantalan kebijakan dalam memperkuat perekonomian. (alf)

 

 

Ketum IKPI Tekankan Sinergi dan Edukasi dalam Silaturahmi Bersama Pengurus Pusat, Pengda dan Pengcab di Pekanbaru

IKPI, Pekanbaru: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan pentingnya sinergi dan penataan organisasi dalam kegiatan perpajakan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam acara silaturahmi dan diskusi yang mempertemukan Pengurus Pusat (PP), Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), Pengurus Cabang (Pengcab), serta para anggota IKPI Cabang Pekanbaru, Senin (7/6/2025).

Diskusi ini digelar untuk menjadi ajang penyamaan persepsi dan perumusan langkah strategis untuk memperkuat kontribusi organisasi di bidang perpajakan nasional. Vaudy menyambut baik semangat kolaborasi dari para pengurus daerah dan cabang, serta mendorong agar peran IKPI makin terasa hingga ke tingkat cabang.

(Foto: Istimewa)

“Salah satu kunci kemajuan organisasi adalah kejelasan peran dan ruang lingkup antar lini kepengurusan. Kita perlu mengatur lebih lanjut terkait pelaksanaan seminar oleh Pengda maupun Pengcab, agar tidak terjadi tumpang tindih dan tetap selaras dengan misi organisasi,” ujar Vaudy, dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025).

Diskusi juga mencatat rencana strategis Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) yang akan menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) pada Sabtu, 2 Agustus 2025 mendatang. Rakorda ini dirancang sebagai forum penting untuk menyinergikan program kerja antar Pengda dan Pengcab di wilayah Sumbagteng.

(Foto: Istimewa)

Tak kalah penting lanjut Vaudy, edukasi kepada Wajib Pajak turut menjadi fokus pembahasan. Para peserta sepakat bahwa IKPI harus terus memperluas peran aktif dalam memberikan pemahaman perpajakan kepada masyarakat. Dengan semakin kompleksnya regulasi pajak, kebutuhan akan edukasi yang berkelanjutan menjadi semakin mendesak.

“IKPI bukan hanya mitra profesional bagi otoritas pajak, tetapi juga agen literasi pajak bagi masyarakat. Kita harus hadir di tengah wajib pajak, memberikan edukasi yang membumi dan solutif,” tegas Vaudy.

Lebih lanjut pemegang sertifikasi ahli kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga menegaskan, bahwa dirinya mendorong Pengda dan Pengcab mengadakan edukasi online kepada Wajib Pajak di wilayah masing-masing dengan narasumber dari anggota yang juga berasal dari wilayah masing-masing Pengda atau Pengcab.

Ia meyakini diskusi ini menjadi momentum berharga bagi seluruh elemen IKPI untuk memperkuat solidaritas, menyamakan langkah, serta memastikan peran organisasi tetap relevan dan adaptif terhadap dinamika kebijakan perpajakan nasional. (bl)

Hari Pajak 2025: Donor Darah Kanwil DJP Jaksel II Kumpulkan 65 Kantong untuk PMI

IKPI, Jakarta: Dalam semangat memperingati Hari Pajak 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II (Kanwil DJP Jaksel II) menggandeng Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Jakarta Selatan menggelar aksi donor darah sebagai wujud kepedulian sosial, Selasa (8/7/2025). Bertempat di Aula Lantai 2, Revenue Tower, District 8 SCBD, kegiatan ini sukses menjaring 95 peserta dan menghasilkan 65 kantong darah untuk disalurkan ke PMI Provinsi DKI Jakarta.

Aksi kemanusiaan ini dimulai pukul 09.00 hingga 12.30 WIB dengan serangkaian proses, mulai dari registrasi, pengisian formulir kesehatan, hingga pemeriksaan fisik seperti berat badan, tekanan darah, kadar hemoglobin, serta skrining riwayat penyakit dan konsumsi obat-obatan. Para pendonor terdiri dari pegawai Kanwil DJP Jaksel II dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) yang antusias berpartisipasi dalam kegiatan ini.

“Kegiatan ini bukan sekadar memperingati Hari Pajak, tetapi juga mencerminkan nilai solidaritas dan kepedulian antarpegawai. Ini adalah langkah konkret kami dalam membangun budaya empati di lingkungan kerja,” ujar salah satu panitia kegiatan.

Akhmad, salah seorang peserta donor darah, menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya acara tersebut. Menurutnya, kegiatan seperti ini sangat penting mengingat permintaan darah yang tinggi setiap harinya di rumah sakit dan klinik. “Saya menyadari bahwa kebutuhan darah setiap harinya sangat tinggi, sementara stok darah di PMI sering kali terbatas. Melalui kegiatan ini, saya berharap dapat turut berkontribusi dalam menyelamatkan nyawa saudara-saudara kita yang membutuhkan,” tuturnya.

Kanwil DJP Jaksel II menegaskan komitmennya untuk menjadikan kegiatan donor darah sebagai agenda rutin tahunan. Harapannya, semakin banyak instansi dan masyarakat umum yang tergerak untuk berpartisipasi aktif sebagai pendonor darah, guna memperkuat semangat kemanusiaan yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan antusiasme yang tinggi dan hasil yang positif, kegiatan ini menjadi cerminan nyata bahwa peringatan Hari Pajak bukan hanya soal angka dan pelaporan, tetapi juga tentang kontribusi nyata untuk sesama. (alf)

 

 

Pemerintah Kaji Penghapusan Pajak Tubuh Bumi, Dorong Investasi Panas Bumi Lebih Kompetitif

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah menyiapkan revisi besar terhadap regulasi panas bumi demi menciptakan iklim investasi yang lebih menarik, khususnya untuk proyek-proyek pemanfaatan tidak langsung sumber energi tersebut. Salah satu poin penting yang tengah dibahas adalah kemungkinan penghapusan pajak tubuh bumi yang selama ini membebani pengembangan energi panas bumi di Indonesia.

Langkah ini akan dimuat dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017, yang kini digodok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menyebutkan bahwa upaya ini bertujuan memperbaiki tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) yang saat ini dinilai masih rendah, yakni hanya berkisar 8–9%.

“Salah satu yang ingin kita dorong adalah penghapusan pajak tubuh bumi, sebagaimana insentif perpajakan yang telah diterapkan di sektor migas. Ini akan menjadi langkah strategis untuk meningkatkan IRR proyek panas bumi,” ungkap Eniya dikutip dari program Economic Update, Rabu (9/7/2025).

Selain itu, isu perpajakan lain yang turut dikaji meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bea masuk, terutama dalam konteks penggunaan produk dalam negeri. Saat ini, produk lokal justru dikenakan PPN, sedangkan produk impor dikecualikan. Ketimpangan ini dinilai menjadi hambatan dalam mendorong penggunaan komponen dalam negeri di sektor energi bersih.

“Kalau komponen dari luar negeri masuk tidak kena PPN, tetapi yang dalam negeri justru kena. Ini tidak adil dan perlu diselaraskan agar industri nasional bisa lebih terlibat,” jelas Eniya.

Revisi PP 7/2017 ini juga mencakup setidaknya 17 poin perbaikan, mulai dari penyederhanaan mekanisme lelang, pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, hingga dukungan pemanfaatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Kita harap revisi ini bisa selesai tahun ini. Semua masukan dan perubahan akan dikompilasi demi menciptakan kepastian regulasi yang bisa menarik lebih banyak investor ke sektor panas bumi,” kata Eniya. (alf)

 

 

Tarif Impor 32% dari AS Ancam Industri Padat Karya, Apindo Desak Langkah Cepat Pemerintah

IKPI, Jakarta: Kalangan dunia usaha mendesak pemerintah Indonesia segera merumuskan strategi responsif dan antisipatif menghadapi kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi mengganggu stabilitas sektor industri nasional, khususnya yang bergantung pada ekspor ke Negeri Paman Sam.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa dunia usaha masih menunggu sikap resmi pemerintah untuk dijadikan acuan bersama dalam menyikapi tekanan tarif tersebut. Ia menyebut tim diplomatik Indonesia masih berada di Washington DC untuk menjajaki jalur negosiasi.

“Tenggat implementasi tarif pada 1 Agustus masih membuka ruang diplomasi. Ini adalah momen krusial yang harus dimanfaatkan dengan pendekatan konstruktif,” ujar Shinta dalam pernyataan tertulis, Selasa (8/7/2025).

Menurut Shinta, tarif 32% yang dicanangkan Presiden AS Donald Trump mencerminkan dinamika negosiasi dagang yang memanas. Namun jika diterapkan penuh, kebijakan ini dapat menjadi pukulan keras bagi industri padat karya, terutama sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, dan mainan anak yang selama ini menjadi kontributor utama ekspor Indonesia ke AS.

Ia mengingatkan bahwa dampak tarif ini makin berat karena bersamaan dengan penurunan indeks manufaktur, melonjaknya biaya produksi, serta permintaan global yang lesu.

“Ekspor ke AS memang hanya menyumbang sekitar 10% dari total ekspor nasional, namun efek domino terhadap pelaku industri, tenaga kerja, dan stabilitas usaha tidak bisa dianggap ringan,” tambahnya.

Shinta mengusulkan sejumlah langkah konkret untuk merespons kondisi ini, di antaranya:

• Menerapkan skenario timbal balik dengan mendorong peningkatan impor komoditas strategis asal AS seperti kedelai, kapas, jagung, produk susu, dan minyak mentah;

• Diversifikasi pasar ekspor dengan memperluas jangkauan pasar nontradisional dan meningkatkan efisiensi rantai pasok;

• Reformasi regulasi nasional untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif dan memperkuat perlindungan terhadap sektor industri terdampak.

“Momentum ini justru bisa menjadi titik tolak untuk mempercepat agenda reformasi struktural, melalui deregulasi menyeluruh dan sinergi antar kementerian dan lembaga,” tegasnya.

Senada dengan Apindo, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, menilai tarif 32% tersebut sebagai ancaman serius bagi produk ekspor nasional.

“Daya saing kita di pasar AS jelas akan terpukul. Sektor padat karya berisiko mengalami penurunan permintaan, bahkan bisa terjadi pengurangan tenaga kerja jika tidak segera diantisipasi,” ujar Sarman.

Ia mengajak semua pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, dunia usaha, maupun asosiasi industri untuk segera duduk bersama menyusun peta jalan mitigasi, termasuk kemungkinan relokasi pasar dan insentif fiskal bagi pelaku ekspor. (alf)

 

IKPI Pekanbaru Perkuat Sinergi dengan Kanwil DJP dan Dunia Kampus Lewat Seminar Inovatif

IKPI, Pekanbaru: Dalam upaya memperluas kolaborasi dan membangun sinergi lintas sektor, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru menggelar seminar dan workshop perpajakan dua hari berturut-turut, pada 7–8 Juli 2025. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang belajar bagi para konsultan, tapi juga menjadi jembatan kolaborasi antara IKPI, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan kalangan akademisi.

Ketua IKPI Pekanbaru, Rubialam Sitorus Pane, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah konkret memperkuat peran konsultan pajak dalam sistem perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

“Kami ingin agar anggota IKPI tidak hanya kompeten, tapi juga berperan aktif dalam edukasi dan advokasi perpajakan, serta menjalin kerja sama erat dengan otoritas pajak dan dunia kampus,” ujar Rubi (sapaan akrab Rubialam).

Dalam acara ini, hadir perwakilan dari Universitas Riau, UIN Suska Riau, Universitas Lancang Kuning, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas Awal Bros, Universitas Persada Bunda, serta Politeknik Caltex Riau. Kehadiran mereka membuka ruang dialog antara praktisi dan akademisi.

Bahkan, Dekan FEB Universitas Riau, Alvi Purwanti Alvie, menyatakan komitmennya untuk menjalin kerja sama lebih erat dengan IKPI dalam bentuk magang mahasiswa dan pengembangan kurikulum perpajakan berbasis praktik.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Seminar juga dihadiri langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, yang membuka acara secara resmi dengan memukul gong, menandai dimulainya kegiatan.

Dalam sambutannya, Vaudy juga menyampaikan rencana pelaksanaan Lomba Cerdas Cermat Pajak yang akan melibatkan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. “Kegiatan ini bisa menjadi medium regenerasi sekaligus pengenalan profesi konsultan pajak kepada generasi muda,” jelasnya.

Selain seminar dan moot court, IKPI juga memanfaatkan momen ini untuk melakukan kunjungan audiensi ke Kanwil DJP Riau. Dalam audiensi tersebut, Kepala Kanwil DJP Riau, Ardiyanto Basuki, menyambut baik kunjungan IKPI dan mengapresiasi semangat kolaboratif yang dibawa.

“Kami sangat terbuka untuk bekerja sama dengan konsultan pajak, asalkan tujuannya sama-sama mendorong kepatuhan dan kontribusi positif bagi negara,” katanya.

Kegiatan audiensi berlangsung hangat dan dihadiri oleh sejumlah tokoh penting seperti Ketua Departemen PPL dan SDA, Benny Wibowo dan Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum IKPI, Andreas serta pengurus IKPI Sumbagteng dan Pekanbaru.

Ia mengungkapkan, diskusi yang terjadi menyoroti pentingnya memperkuat koordinasi dalam menyikapi perubahan regulasi dan mendorong transparansi dalam pelayanan pajak. (bl)

 

Urus Pajak Makin Gampang, Kode Billing hingga NPWP Bisa Lewat M-Pajak

IKPI, Jakarta: Era digital tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi dan berbelanja, tetapi juga bagaimana kita mengurus pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berinovasi dengan menghadirkan aplikasi M-Pajak, sebuah platform digital yang dirancang untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya.

Aplikasi ini telah hadir sejak 2021 dan kini semakin lengkap berkat pembaruan terbaru ke versi M-Pajak 2.0.4. Pengguna hanya perlu mengunduhnya melalui AppStore atau PlayStore, dan beragam layanan perpajakan bisa diakses langsung dari ponsel.

Solusi Komplit dalam Satu Aplikasi

M-Pajak menyediakan berbagai fitur yang relevan bagi kebutuhan wajib pajak masa kini. Mulai dari riwayat perpajakan, NPWP digital, info terkini soal pajak, hingga pengingat tenggat waktu pelaporan dan pembayaran semuanya dirancang untuk membantu masyarakat agar lebih patuh pajak secara praktis.

Tak hanya itu, ada juga fitur pencatatan omzet dan perhitungan PPh terutang, serta pencarian kantor pajak terdekat untuk yang membutuhkan layanan secara langsung.

Lebih Lengkap dan Responsif

DJP tak berhenti di situ. Di pembaruan versi 2.0.4, sejumlah fitur baru ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas layanan digital:

• Pembuatan Kode Billing Mandiri

Wajib pajak kini bisa membuat kode billing langsung dari aplikasi, tanpa perlu datang ke kantor pajak.

• Layanan KSWP, SKF, dan Suket PP 55

Termasuk pengajuan Surat Keterangan Fiskal dan konfirmasi status wajib pajak secara daring.

• Peraturan Pajak Terkini

Akses mudah ke status dan isi regulasi perpajakan terbaru.

• Verifikasi Dokumen Resmi DJP

Cek keaslian dokumen pajak lewat pemindaian QR code.

• Profil dan NPWP Elektronik

Tampilkan data pribadi dan identitas perpajakan pengguna secara digital.

• Layanan Lupa EFIN

Jika lupa EFIN, wajib pajak bisa melakukan pemulihan mandiri langsung dari aplikasi.

• Kalkulator Pajak

Hitung pajak sendiri sesuai jenis pajak yang berlaku.

• Live Chat Kring Pajak 1500200

Konsultasi langsung dengan petugas DJP tanpa harus antre.

Cara Buat Kode Billing

Proses membuat kode billing lewat M-Pajak pun sangat simpel:

• Unduh aplikasi M-Pajak dari AppStore atau PlayStore.

• Pilih menu Billing.

• Masukkan data pembayaran sesuai kebutuhan.

• Kode billing akan muncul dan bisa langsung dibayarkan melalui internet banking.

Semua proses itu bisa diselesaikan dalam hitungan menit tanpa antre, tanpa repot.

Inovasi seperti M-Pajak menjadi langkah nyata DJP dalam mewujudkan sistem perpajakan modern dan berbasis teknologi. Dengan mengandalkan gawai di genggaman, masyarakat kini bisa lebih mudah dan cepat memenuhi kewajiban perpajakan tanpa batasan waktu maupun tempat. (alf)

 

Wajib Pajak UMKM Bisa Pilih Skema PPh Umum, Ini Syarat dan Prosedurnya

IKPI, Jakarta: Wajib pajak orang pribadi maupun badan dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun kini memiliki pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 (PMK 164/2023), mereka dapat memilih dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Final atau berdasarkan ketentuan umum.

Namun, untuk berpindah dari skema PPh Final ke ketentuan umum, ada prosedur administratif yang wajib dipenuhi. Wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar. Pemberitahuan ini dapat disampaikan langsung, lewat pos atau jasa kurir, maupun secara elektronik.

Format dan Mekanisme Penyampaian Secara Elektronik

Sesuai dengan PMK 164/2023 Pasal 5, pemberitahuan harus mengikuti format dalam Lampiran A dan kini bisa dilakukan melalui sistem Coretax. Berikut tahapan pengajuannya:

• Masuk ke akun Coretax menggunakan akun wajib pajak atau kuasa.

• Pilih menu Layanan Wajib Pajak → Layanan Administrasi → Buat Permohonan Layanan Administrasi.

• Pada jenis layanan, pilih AS.06 Surat Keterangan Memenuhi Kriteria dan sub-layanan AS.06-02 Surat Pemberitahuan Memilih Dikenakan PPh Berdasarkan Ketentuan Umum.

• Isi bagian informasi umum dan lengkapi kolom kota/kabupaten penandatanganan formulir.

• Simpan formulir, klik Create PDF, isi data, lalu klik Sign dan masukkan passphrase.

• Setelah status menjadi “Tertanda”, klik Submit untuk mengirimkan pemberitahuan.

• Sistem akan menerbitkan dokumen tanda terima secara otomatis.

Perhatikan Tenggat Waktu

Wajib pajak yang ingin mengubah skema PPh harus menyampaikan pemberitahuan paling lambat pada akhir tahun pajak berjalan. Jika disampaikan tepat waktu, skema baru akan berlaku mulai tahun pajak berikutnya.

Bagi wajib pajak yang baru terdaftar, pemberitahuan bisa langsung diajukan saat pendaftaran agar dapat langsung menggunakan ketentuan umum sejak awal. (alf)

 

Tarif Impor 32% dari Trump Tekan Rupiah ke Rp16.273

IKPI, Jakarta: Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk tetap memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap produk Indonesia kembali mengguncang stabilitas nilai tukar rupiah. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menilai kebijakan tersebut menjadi pemicu utama pelemahan kurs rupiah dalam beberapa hari terakhir.

“Indonesia masuk dalam daftar negara yang dikirimi surat langsung oleh Trump. Bila negosiasi tak membuahkan hasil, tarif 32% akan diberlakukan penuh,” ujar Ariston, Selasa (8/7/2025).

Pemerintahan Trump sebelumnya sempat menunda pemberlakuan tarif tersebut, yang awalnya dijadwalkan efektif 9 Juli 2025, menjadi 1 Agustus. Penundaan ini diumumkan lewat perintah eksekutif Gedung Putih di tengah gelombang tekanan dagang yang ditujukan kepada sejumlah negara mitra.

Meski negosiasi dengan Indonesia terus berlangsung secara intensif, Trump tetap mempertahankan tarif resiprokal 32% yang diumumkan sejak April lalu. Ia berdalih Amerika Serikat perlu mengambil tindakan tegas untuk mengurangi defisit neraca perdagangan yang menurutnya “telah berlangsung bertahun-tahun.”

Trump bahkan mengancam akan menaikkan tarif lebih tinggi jika Indonesia dianggap melakukan langkah balasan. “Kalau Indonesia menaikkan tarif, kami akan membalas. Tarif 32% tetap berlaku, bahkan bisa ditambah,” tegasnya.

Namun, Trump juga membuka pintu kerja sama dengan syarat tertentu. “Kalau Indonesia mau bangun pabrik atau produksi di AS, permohonannya akan diproses cepat, bisa disetujui dalam beberapa minggu,” janjinya.

Menanggapi hal ini, Ariston menilai ketidakpastian tersebut memberikan tekanan psikologis terhadap pasar. “Sentimen negatif mulai terasa, terlebih jika pemerintah Indonesia tidak menawarkan skema kerja sama yang menarik. Rupiah bisa melemah hingga Rp16.300 per dolar AS,” ujarnya.

Pagi ini, rupiah terpantau melemah 33 poin atau sekitar 0,20% ke level Rp16.273 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.240. Menurut Ariston, level support berada di kisaran Rp16.200.

Dalam tiga pekan ke depan, nasib tarif dan kurs rupiah disebut akan sangat tergantung pada langkah diplomasi ekonomi yang diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Tampaknya Indonesia tidak mendapat keistimewaan seperti negara lain. Ini akan jadi ujian awal arah kebijakan luar negeri ekonomi Indonesia,” kata Ariston. (alf)

 

id_ID