Ini Kriteria Wajib Pajak yang Diperiksa Berdasarkan PMK 15/2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak yang mulai berlaku pada 14 Februari 2025. Regulasi ini mempertegas kriteria Wajib Pajak yang akan diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka menguji kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.

Kriteria Wajib Pajak yang Akan Diperiksa

Berdasarkan PMK Nomor 15 Tahun 2025, berikut adalah beberapa kategori Wajib Pajak yang akan diperiksa DJP:

• Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), sesuai Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

• Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan atau masa yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan restitusi.

• Wajib Pajak yang melaporkan rugi dalam SPT tahunannya.

• Wajib Pajak yang telah mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

• Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan.

• Wajib Pajak yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap.

• Wajib Pajak yang mengalami penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia secara permanen.

• Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak tetapi mengajukan pengembalian pajak masukan.

• Wajib Pajak yang dipilih untuk diperiksa berdasarkan risiko kepatuhan pajak.

• Pihak lain yang tidak melaksanakan kewajiban pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32A ayat (1) UU KUP.

• Terdapat data konkret yang menunjukkan pajak terutang tidak atau kurang dibayar.

• Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Objek Pajak meskipun telah ditegur secara tertulis.

• Terdapat indikasi bahwa jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Objek Pajak berdasarkan hasil analisis dan penilaian lapangan.

Ruang Lingkup Pemeriksaan

Pemeriksaan DJP untuk menguji kepatuhan dapat mencakup satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik dalam satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, maupun tahun pajak penuh. Jenis pajak yang akan diperiksa meliputi:

• Pajak Penghasilan (PPh)

• Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

• Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

• Bea Meterai

• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

• Pajak penjualan

• Pajak karbon

• Pajak lainnya yang diadministrasikan oleh DJP sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan diberlakukannya aturan ini, DJP menegaskan komitmennya untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak di Indonesia. Wajib Pajak diimbau untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan guna menghindari pemeriksaan yang dapat berujung pada sanksi atau denda. (alf)

Pemerintah Penang Perpanjang Pembebasan Denda Pajak Tanah dan Parsel hingga 31 Mei 2025

IKPI. Jakarta: Pemerintah Negara Bagian Penang telah mengumumkan perpanjangan pembebasan 100 persen denda tunggakan pajak tanah dan parsel hingga 31 Mei 2025. Insentif ini berlaku bagi seluruh pemilik tanah dan parsel yang melunasi kewajibannya sebelum tenggat waktu yang telah ditentukan.

Dalam pernyataan yang dirilis oleh Kantor Kepala Menteri Penang, keputusan untuk memperpanjang masa pembebasan yang sebelumnya berakhir pada 2 Maret 2025 telah disetujui dalam rapat Dewan Eksekutif Negara (MMK) awal pekan ini.

Kepala Menteri Penang, Chow Kon Yeow, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi mereka yang memilih untuk membayar secara angsuran. Selain itu, insentif ini tidak berlaku surut dan tidak dapat dinikmati oleh pemilik tanah atau parsel yang telah melunasi tunggakan mereka sebelum periode pembebasan ini.

Chow juga mengungkapkan bahwa sejak 2 Januari hingga 21 Februari 2025, Kantor Tanah dan Galian Negara Penang mencatat peningkatan 14 persen dalam jumlah pembayar pajak tanah dan parsel, dengan tambahan 17.168 akun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Selama periode ini, pendapatan dari pembayaran pajak meningkat sebesar 25 persen, mencapai 4,4 juta Ringgit Malaysia (sekitar Rp14,6 miliar). Total pembebasan denda pajak tanah dan parsel juga meningkat 46 persen, setara dengan 88.637 Ringgit Malaysia (sekitar Rp294 juta).

Namun, Chow juga menyoroti bahwa sebanyak 86.337 pemilik parsel strata masih memiliki tunggakan pajak sebesar 13,9 juta Ringgit Malaysia (sekitar Rp46 miliar). Distrik Timur Laut mencatat jumlah penunggak terbanyak, dengan 37.400 pemilik parsel yang masih belum melunasi pembayaran.

Kebijakan pembebasan denda ini berlaku secara otomatis bagi seluruh pembayar pajak tanah dan parsel, termasuk mereka yang telah menerima Surat Pemberitahuan Denda 6A (untuk pajak tanah) atau Surat Pemberitahuan Denda 11 (untuk pajak parsel).

Sebelumnya, pada 26 Desember 2024, MMK telah menyetujui pembebasan penuh denda tunggakan pajak tanah dan parsel bagi pemilik yang melunasi pajak antara 2 Januari hingga 28 Februari 2025.

Selain itu, rapat tersebut juga menyepakati pemberian pengurangan 50 persen denda tunggakan untuk pembayaran yang dilakukan antara 1 Maret dan 31 Mei 2025.

Pemerintah Penang tetap mengingatkan pentingnya membayar pajak tepat waktu untuk menghindari permasalahan di masa depan. Pembayaran pajak dapat dilakukan melalui loket Kantor Tanah dan Galian Penang atau secara daring melalui portal PgLAND dalam satu kali pembayaran penuh.

Apa Itu Pajak Parsel di Malaysia?

Dalam konteks ini, parsel mengacu pada unit properti individu dalam sebuah bangunan yang terbagi menjadi beberapa unit, seperti apartemen, kondominium, atau properti strata lainnya. Di Malaysia, pemilik unit strata ini wajib membayar cukai parsel atau parcel rent, yaitu pajak yang dikenakan kepada setiap unit properti terpisah dalam satu bangunan yang sama. Pajak ini berbeda dengan cukai tanah atau quit rent, yang merupakan pajak tahunan untuk tanah yang dimiliki, baik untuk tanah kosong maupun properti yang sudah dibangun.

Dengan demikian, kebijakan pembebasan denda tunggakan pajak ini ditujukan bagi pemilik tanah dan parsel yang belum melunasi kewajiban mereka pada waktu yang ditentukan. Namun, perlu dicatat bahwa pembebasan ini hanya berlaku bagi mereka yang melakukan pembayaran penuh dalam satu kali transaksi dan tidak memilih opsi pembayaran secara angsuran. (alf)

Program Mudik Gratis 2025 Dukung Insentif PPN, Pemerintah Siapkan 100 Ribu Kuota

IKPI, Jakarta: Selain memberikan insentif PPN untuk tiket pesawat ekonomi domestik, pemerintah juga menyiapkan program mudik gratis guna meringankan beban masyarakat yang ingin pulang kampung saat Idulfitri 2025.

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan bahwa Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN akan menyediakan kuota mudik gratis bagi 100 ribu orang dengan menggunakan moda transportasi bus, kereta api, dan kapal laut.

“Ini juga mudah-mudahan bisa sedikit membantu masyarakat yang sudah mempersiapkan diri untuk pulang kampung,” kata AHY.

Selain itu, pemerintah juga memastikan kesiapan infrastruktur dan keamanan selama periode mudik. AHY menegaskan bahwa jalan tol maupun non-tol serta fasilitas pendukung transportasi akan dalam kondisi optimal. Posko keamanan, keselamatan, dan kesehatan juga disiapkan di berbagai titik rawan kecelakaan maupun bencana guna mendukung kelancaran arus mudik.

Dalam rangka pelaksanaan program mudik gratis ini, pendaftaran akan dibuka secara daring maupun luring melalui posko-posko yang ditentukan pemerintah. Calon pemudik diharapkan mendaftar lebih awal karena kuota terbatas dan diutamakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kementerian Perhubungan juga memastikan bahwa moda transportasi yang digunakan dalam program ini akan memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan bagi para pemudik.

Selain itu, pemerintah juga mengimbau agar masyarakat tetap memperhatikan keselamatan selama perjalanan, baik yang mengikuti program mudik gratis maupun yang menggunakan kendaraan pribadi. Diharapkan dengan adanya program ini, angka kecelakaan lalu lintas akibat kepadatan pemudik di jalur darat dapat diminimalisir.

Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat yang ingin merayakan Lebaran bersama keluarga dapat terbantu, sekaligus mengurangi beban finansial selama perjalanan mudik 2025. Pemerintah juga menegaskan akan terus berupaya menghadirkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan kelancaran mobilitas selama musim libur Idulfitri. (alf)

Pemerintah Tanggung 6% PPN untuk Tiket Pesawat Ekonomi Domestik

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk tiket pesawat kelas ekonomi domestik guna mendukung kelancaran arus mudik Lebaran 2025. Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Sabtu (1/3/2025) dan mulai berlaku untuk pembelian tiket sejak 1 Maret 2025.

Insentif ini berupa penanggungan sebagian PPN oleh pemerintah sebesar 6% dari total tarif pajak. Dengan demikian, penumpang hanya perlu membayar PPN sebesar 5%. “PMK ini mengenai pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah sebagian untuk tiket ekonomi domestik bagi masyarakat kita yang akan melakukan traveling,” kata Sri Mulyani di Bandara Soekarno Hatta, Banten.

Kebijakan ini berlaku untuk tiket dengan jadwal penerbangan pada periode 24 Maret 2025 hingga 7 April 2025, yakni seminggu sebelum dan sesudah Idulfitri. Dengan adanya insentif ini, harga tiket pesawat ekonomi domestik diperkirakan turun sekitar 13 hingga 14 %.

Menurut Sri Mulyani, langkah ini diambil untuk memastikan masyarakat dapat menikmati perjalanan mudik dengan harga lebih terjangkau, sekaligus menjaga daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang masih dalam pemulihan pascapandemi.

Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa insentif ini hanya berlaku untuk pembelian tiket mulai 1 Maret 2025. “Bagi yang sudah terlanjur beli mungkin enggak kena ya karena kemarin sudah beli, tapi tanggal 1 Maret masih bisa,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah akan terus memantau efektivitas kebijakan ini dan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut jika diperlukan.

Selain insentif PPN tiket pesawat, pemerintah juga akan melakukan koordinasi dengan maskapai penerbangan untuk memastikan ketersediaan kursi dan penerapan harga yang wajar selama periode mudik. Pemerintah juga mendorong perusahaan penerbangan untuk menambah frekuensi penerbangan di rute-rute dengan permintaan tinggi guna menghindari lonjakan harga yang signifikan.

Pemerintah berharap kebijakan ini dapat membantu masyarakat dalam merencanakan perjalanan mudik dengan lebih terjangkau, sekaligus menjaga stabilitas harga tiket pesawat selama musim libur Lebaran 2025. (alf)

GovTech Diyakini Meningkatkan Kepatuhan Pajak dan Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa implementasi Government Technology (GovTech) bukan hanya sebatas inovasi di bidang teknologi, tetapi juga memiliki dampak luas, terutama dalam meningkatkan kepatuhan pajak.

Menurutnya, salah satu tantangan terbesar dalam meningkatkan penerimaan negara adalah kepatuhan pajak, dan sistem GovTech yang terintegrasi, berbasis data, serta otomatisasi dapat membantu mengatasi permasalahan ini.

“Dengan GovTech, kita dapat membangun sistem yang lebih transparan, akurat, dan berbasis data, sehingga potensi penerimaan pajak dapat ditingkatkan secara signifikan,” ujar Luhut dalam keterangan resminya, Jumat (28/2/2025).

Peningkatan penerimaan negara yang optimal memungkinkan pemerintah mendanai berbagai program pembangunan nasional, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga layanan kesehatan. Hal ini selaras dengan tujuan pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%.

“Saya yakin bahwa GovTech bukan sekadar soal teknologi, tetapi tentang bagaimana kita membangun pemerintahan yang lebih efisien, inklusif, dan berfokus pada hasil nyata,” ujarnya.

Dalam rangka implementasi GovTech, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengadakan pertemuan dengan Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Pertemuan ini membahas langkah-langkah percepatan transformasi digital guna meningkatkan ketepatan kebijakan, efisiensi layanan publik, serta optimalisasi penerimaan negara.

Luhut juga menyoroti potensi besar Bank Indonesia dalam memperkaya Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) melalui data transaksi yang dikelola oleh sistem keuangan digital. Pemanfaatan data ini diharapkan dapat meningkatkan ketepatan kebijakan, khususnya dalam distribusi subsidi dan bantuan sosial.

Dengan langkah-langkah strategis ini, pemerintah berharap dapat menciptakan tata kelola yang lebih efisien serta mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (alf)

Realisasi Penerimaan Pajak di Papua Januari 2025 Capai Rp485,59 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) mencatat realisasi penerimaan pajak di Papua sepanjang Januari 2025 mencapai Rp485,59 miliar. Namun, angka ini mengalami kontraksi sebesar 41,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Papabrama, Theresia Naniek Widyaningsih, Jumat (28/2/2025), mengatakan bahwa penurunan penerimaan pajak ini terjadi di tengah masa transisi sistem perpajakan. Meski demikian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menunjukkan tren yang stabil di tengah perubahan sistem tersebut.

“Setoran Pajak Penghasilan (PPh) mengalami kontraksi signifikan sebesar 71,17% secara tahunan (year-on-year/yoy), yang disebabkan oleh implementasi Coretax. Sistem ini mengakibatkan pemusatan setoran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang ke pusat, terutama dari sektor pertambangan,” ujar Theresia.

Sebaliknya, PPN mencatat pertumbuhan positif sebesar 18,67% (yoy), yang didorong oleh peningkatan belanja pemerintah untuk barang dan jasa. Kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak berasal dari PPN dengan porsi 65,99%, sementara PPh menyumbang 32,49%.

Lebih lanjut, Theresia menjelaskan bahwa PPh Pasal 21 mengalami kontraksi akibat pemusatan setoran NPWP cabang ke pusat, terutama dari sektor pertambangan di wilayah Papua Tengah. Sementara itu, PPN dalam negeri tumbuh positif berkat peningkatan belanja pemerintah untuk barang dan jasa.

Selain itu, PPh Final juga mengalami kontraksi karena implementasi Coretax dan kebijakan pemusatan setoran NPWP cabang ke pusat. Meski terjadi penurunan dalam penerimaan pajak dari PPh, tren positif pada PPN memberikan optimisme dalam pencapaian target penerimaan pajak ke depan.

Pemerintah terus berupaya melakukan penyesuaian sistem perpajakan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi penerimaan pajak, seiring dengan perubahan kebijakan yang sedang berlangsung di berbagai sektor. (alf)

Meski Bertepatan dengan Libur Lebaran, Batas Pelaporan SPT Tahunan 2024 Tetap 31 Maret 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan bahwa batas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi tetap pada 31 Maret 2025. Hal ini berlaku meskipun tanggal tersebut bertepatan dengan libur Lebaran Hari Raya Idul Fitri.

Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan DJP, Tirta, menegaskan bahwa batas akhir penyampaian SPT Tahunan telah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sesuai regulasi tersebut, wajib pajak orang pribadi harus menyampaikan SPT Tahunan paling lambat tiga bulan setelah tahun pajak berakhir, yakni 31 Maret 2025. Sementara itu, batas pelaporan SPT Tahunan untuk wajib pajak badan adalah 30 April 2025, atau empat bulan setelah tahun pajak berakhir.

“Sesuai dengan ketentuan yang ada, batas akhir pelaporan SPT Tahunan ini sudah pasti. Meskipun pada hari H bertepatan dengan hari libur nasional atau cuti bersama, batas akhir pelaporan tidak berubah,” kata Tirta dikutip dari Podcast Cermati, Kamis (27/2/2025).

Menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi, terdapat dua hari besar keagamaan, yakni Hari Raya Nyepi pada 28 Maret 2025 dan Idul Fitri pada 31 Maret 2025. Akibatnya, kantor pelayanan pajak akan tutup dari 28 Februari hingga 7 Maret 2025 seiring dengan cuti bersama dan hari libur nasional.

Meskipun demikian, DJP mengimbau wajib pajak untuk tetap menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu, terutama melalui layanan online yang tersedia. Tirta mengingatkan bahwa pengalaman tahun-tahun sebelumnya menunjukkan lonjakan akses ke DJP Online menjelang tenggat waktu. Oleh karena itu, wajib pajak disarankan untuk melapor lebih awal guna menghindari potensi gangguan sistem.

“Tentu akan lebih baik dan lebih nyaman kalau pelaporannya tidak menunggu batas akhir pelaporan,” ujar Tirta.

Sebagai informasi, untuk pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2024 yang dilakukan pada 2025, sistem Coretax belum diterapkan. Pelaporan masih menggunakan cara lama melalui DJP Online dengan e-filing atau e-form.

DJP juga mengingatkan bahwa wajib pajak yang tidak atau terlambat melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100 ribu bagi wajib pajak orang pribadi dan Rp 1 juta bagi wajib pajak badan.

Dengan adanya kepastian batas waktu ini, DJP berharap masyarakat dapat lebih disiplin dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya demi mendukung pembangunan nasional. (alf)

DJP Terbitkan Peraturan Penghapusan Sanksi Administratif Pajak Terkait Implementasi Coretax

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo, baru saja menerbitkan keputusan penghapusan sanksi administratif terkait keterlambatan pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai dampak dari implementasi sistem Coretax DJP. Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025, yang ditetapkan pada 27 Februari 2025.

Suryo Utomo menjelaskan bahwa penghapusan sanksi administratif ini dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP telah terbit sebelum keputusan ini berlaku, maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara otomatis (ex officio).

“Dengan diterbitkannya keputusan ini, wajib pajak akan mendapatkan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, serta pelaporan atau penyampaian SPT,” ujar Suryo Utomo dalam keterangan tertulis yang disampaikan oleh Ditjen Pajak (KT-10/2025) pada Jumat (28/2/2025).

Ketentuan Penghapusan Sanksi Administratif

Beberapa ketentuan penting terkait penghapusan sanksi administratif yang tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak antara lain:

  1. Pajak Penghasilan (PPh)
    • PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 26 yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2025 dan dibayar setelah tanggal jatuh tempo hingga 28 Februari 2025.
    • PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang disetor setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025 (Masa Pajak Desember 2024) dan 28 Februari 2025 (Masa Pajak Februari 2025).
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
    PPN dan PPnBM untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo hingga 10 Maret 2025.
  3. Bea Meterai
    Bea Meterai yang dipungut Pemungut Bea Meterai untuk Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025, dan Masa Pajak Januari 2025 hingga 28 Februari 2025.

Pelaporan SPT yang Dikenakan Penghapusan Sanksi

Penghapusan sanksi administratif juga berlaku bagi pelaporan SPT, di antaranya untuk:

  1. PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Unifikasi
    SPT Masa untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo hingga 28 Februari 2025, Masa Pajak Februari 2025 hingga 31 Maret 2025, dan Masa Pajak Maret 2025 hingga 30 April 2025.
  2. PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
    SPT yang disampaikan untuk Masa Pajak Desember 2024 hingga 31 Januari 2025, Masa Pajak Januari 2025 hingga 28 Februari 2025, dan seterusnya.
  3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo hingga 10 Maret 2025, Masa Pajak Februari 2025 hingga 10 April 2025, dan Masa Pajak Maret 2025 hingga 10 Mei 2025.
  4. Bea Meterai
    SPT Masa Bea Meterai untuk Masa Pajak Desember 2024 hingga 31 Januari 2025, dan seterusnya hingga 30 April 2025.

Keputusan ini bertujuan untuk memberi kelonggaran bagi wajib pajak yang terpengaruh oleh implementasi sistem Coretax yang mulai berlaku pada awal tahun 2025. Suryo Utomo berharap langkah ini dapat mengurangi beban administratif dan memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakan mereka tanpa dikenakan sanksi administratif.

Dengan penghapusan sanksi ini, diharapkan proses transisi menuju penerapan Coretax dapat berlangsung lebih lancar dan lebih banyak wajib pajak yang mematuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu. (alf)

Penerimaan Pajak Indonesia Terus Menurun, Tax Ratio 2024 Capai 10,07% PDB

IKPI, Jakarta: Penerimaan perpajakan Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2024, rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya mencapai 10,07%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tax ratio tahun 2023 yang tercatat sebesar 10,31% PDB.

Secara historis, rasio perpajakan Indonesia pernah mencapai 20% PDB pada dekade 1980-an. Namun, sejak saat itu, terjadi tren penurunan yang berlanjut hingga sekarang. Penurunan tersebut menggambarkan adanya penurunan kapasitas fiskal Indonesia, yang semakin terbatas dalam mendukung pembangunan dan berbagai program ekonomi.

Dalam dokumen Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang dirilis pada Jumat (28/2/2025), dinyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan terbatasnya ruang fiskal Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan, khususnya dalam upaya keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan menuju status negara maju.

“Ruang fiskal Indonesia saat ini relatif terbatas di tengah upaya Indonesia untuk keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju. Hal tersebut tercermin dari indikator penerimaan perpajakan Indonesia yang terus menurun secara historis,” tulis dokumen tersebut.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio perpajakan Indonesia tergolong rendah. Pada 2023, Indonesia hanya mencapai rasio penerimaan perpajakan sebesar 10,3 persen PDB, jauh tertinggal dari negara-negara maju seperti Inggris (27,3%), dan bahkan negara-negara berkembang seperti Meksiko (14,3%), Brasil (14,2%), dan Kanada (14,0%). Di kawasan ASEAN, Indonesia juga tertinggal jauh, bahkan dibandingkan dengan negara seperti Kamboja, Vietnam, Filipina, Thailand, Singapura, Laos, Malaysia, dan Timor Leste.

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan negara melalui kebijakan fiskal yang lebih kuat menjadi salah satu syarat utama untuk keluar dari middle income trap. Sebagai contoh, Korea Selatan berhasil melompat ke kategori negara maju pada 1995 dengan rasio penerimaan negara sebesar 17,6% PDB. Chile juga berhasil mencapai status negara maju setelah rasio penerimaan negara mereka mencapai 20,6% PDB pada 2013.

Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal pendanaan pembangunan. Berdasarkan RPJMN 2025-2029, kebutuhan investasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7-6,0% per tahun diperkirakan mencapai Rp35.212,4 triliun hingga Rp35.455,6 triliun. Namun, pemerintah hanya mampu menyumbang 8,4-10,1% dari total investasi yang dibutuhkan. Sebagian besar diharapkan berasal dari masyarakat dan sektor swasta, serta badan usaha milik negara (BUMN) yang berkontribusi 8,5-8,8%.

Selain itu, defisit anggaran negara yang tercatat selama periode 2020-2024 mencapai Rp3.192 triliun, atau sekitar Rp638 triliun per tahun, semakin mempersempit ruang fiskal Indonesia. Dengan tax ratio yang terus menurun, tantangan pendanaan pembangunan semakin membesar.

“Tantangan tersebut juga tampak pada kondisi defisit yang mencapai Rp3.192 triliun selama periode tahun 2020-2024,” ujar dokumen tersebut.

Secara keseluruhan, kondisi fiskal Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar yang memerlukan reformasi perpajakan dan peningkatan kapasitas fiskal agar dapat mendukung upaya Indonesia untuk tumbuh menjadi negara maju. (alf)

IKPI Kepri Fokus Penguatan Edukasi Pajak dan Perluasan Anggota

IKPI, Batam: Ketua Pengurus Daerah IKPI Kepri, Ing Ing Cindy Eva, menegaskan bahwa kepengurusan baru IKPI di Kepulauan Riau (Kepri) akan berfokus pada penguatan edukasi pajak dan perluasan keanggotaan. Saat ini, di Kepri baru terdapat dua cabang IKPI, yakni di Batam dan Bintan.

Namun, ia juga membuka peluang bagi daerah lain untuk membentuk cabang baru jika telah memenuhi jumlah konsultan yang cukup. Saat ini, sekitar 180 konsultan pajak di Kepri tergabung dalam IKPI.
“Mungkin ada yang tergabung di asosiasi lain. Kami selalu membuka pintu bagi konsultan yang ingin bergabung, tentunya harus memiliki izin resmi sebelum masuk ke IKPI,” kata Ing Ing Cindy Eva, Minggu (23/2/2025).

Sekadar informasi, IKPI resmi melantik pengurus baru untuk daerah Kepri, mencakup cabang Batam dan Bintan, untuk periode 2024-2029. Acara pelantikan berlangsung di Ballroom Harris Hotel Batam pada Jumat (21/2/2025) dan dipimpin langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Kepri)

Dalam sambutannya, Vaudy mengungkapkan bahwa pelantikan ini merupakan bagian dari agenda besar IKPI di seluruh Indonesia. “Ini pelantikan ke-11 IKPI. Kami melantik 11 pengurus cabang di berbagai daerah, dan masih ada dua daerah lagi yang akan segera menyusul,” ujarnya.

Dikatakan Vaudy, IKPI saat ini memiliki hampir 7.100 anggota dari total sekitar 7.500 konsultan pajak di Indonesia, yang berarti sekitar 89 persen konsultan pajak tanah air berada di bawah naungan IKPI. Lebih dari sekadar organisasi profesi, IKPI juga berperan sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam meningkatkan kesadaran pajak di masyarakat.

Ke depan, IKPI Kepri akan memperkuat bidang edukasi pajak dengan memberdayakan tax centre di universitas-universitas di Batam. Saat ini, tax centre telah terbentuk di Universitas Internasional Batam (UIB), Politeknik Batam, dan Universitas Batam (Uniba).

(Foto: DOK. IKPI Pengda Kepri)

Sementara itu, Ketua IKPI Batam, Bunandi, menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatan edukasi perpajakan kepada wajib pajak, baik itu perseorangan maupun Badan. Implementasinya bisa melalui pembentukan Tax Center dengan Kerjasama bersama DJP dalam hal ini diwakili oleh Kanwil Kepri dan KPP yang mengontrol Tax Center tersebut dengan seluruh Universitas yang ada di Kota Batam.

Menurutnya, dengan adanya Tax Center tersebut maka wajib pajak akan lebih mudah untuk memperoleh informasi tentang perpajakan dan dapat dikembangkan oleh mahasiswa yang turut mengabdi dalam proses pembelajaran maupun pengajaran oleh para dosen di Universitas tersebut. Tentu kami sebagai Konsultan pajak akan turut membina dan memberikan kontribusi dalam Tax Center tersebut.

Kedua, IKPI Batam akan membentuk tim untuk mengembangkan dan memberikan Kursus-Kursus baik kepada mahasiswa maupun masyarakat umum yang ingin belajar keahlian perpajakan melaui Kursus Brevet Pajak.

Dengan adanya Tax Center dan Kursus Brevet Pajak tersebut kami yakin generasi yang mempelajari Ilmu Perpajakan dan pembayar pajak akan meningkat.  Kesadaran untuk membayar pajak perlu dibina sejak dini, dan tentu kita juga harus menjelaskan kepada Generasi kita tentang manfaat pajak bagi nusa dan bangsa. “Pajak Kuat Negara Maju”

IKPI Cabang Batam lanjut Bunandi, juga akan melakukan kolaborasi dengan Asosiasi Pengusaha yang ada dibatam untuk turut bekerja sama dengan mengadakan seminar perpajakan, membahas masalah masalah yang dihadapi oleh para pengusaha di lapangan, membentuk timm FGD untuk membahas isu isu dan peraturan perpajakan terkini.

“Bahkan kami juga terlibat sebagai Pengurus di Asosiasi-Asosiasi tersebut, seperti Kadin dan Apindo,” ujarnya.

Menurutnya, IKPI Batam akan selalu aktif untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat. “Ini kami akan membentuk team dengan melibatkan semua anggota untuk turut berpartisipasi, baik berupa bakti sosial ataupun memberikan pengetahuan perpajakan secara gratis kepada asosiasi sosial atau yayasan sosial yang ada di Batam,” katanya.

Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Bintan, Ernie, menyatakan komitmennya untuk memperkuat peran konsultan pajak di daerah tersebut. Pihaknya akan bekerja sama dengan berbagai pihak guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak bagi pembangunan.

“Tentu kami akan memperkuat kerja sama sebagaimana yang telah diarahkan oleh ketua umum,” katanya.

Dengan kepengurusan baru, IKPI se-Kepri berkomitmen untuk terus berkembang dan memperluas jangkauan, sehingga semakin banyak konsultan pajak di daerah yang dapat berkontribusi bagi kemajuan sektor perpajakan Indonesia. (bl)

id_ID