IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah menolak permintaan Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Roeslani, yang mengusulkan penghapusan kewajiban pajak sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Usulan tersebut disampaikan Rosan saat bertemu Purbaya di Kementerian Keuangan pada Rabu (3/12/2025).
Purbaya mengungkapkan bahwa Rosan meminta agar kewajiban pajak BUMN yang muncul sebelum tahun 2023 dihapuskan. Namun, permintaan itu langsung ditolak karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum dan tata kelola perpajakan.
“Dia (Rosan) minta keringanan pajak beberapa perusahaan, dulu sebelum tahun 2023 kejadiannya untuk dihilangkan kewajiban pajaknya. Ya nggak bisa!” tegas Purbaya di Kompleks DPR RI, Kamis (4/12/2025).
Meskipun tidak menyebut nama BUMN yang dimaksud, Purbaya menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sedang berada dalam kondisi untung dan bahkan memiliki komponen kepemilikan asing. “Itu kan sudah terjadi di masa lalu. Perusahaannya untung dan ada komponen perusahaan asing juga di situ,” ujarnya.
Kendati demikian, Purbaya menilai permintaan keringanan pajak masih dapat dipertimbangkan untuk BUMN yang sedang menjalankan aksi korporasi. Pemerintah, menurutnya, wajar memberikan ruang konsolidasi usaha dengan batas waktu tertentu.
“Dia bilang kalau bayar pajak semua ya kemahalan. Saya pikir itu masuk akal. Untuk konsolidasi kita kasih waktu 2–3 tahun ke depan. Setelah itu, setiap corporate action akan kita kenakan pajak sesuai aturan,” jelasnya.
Purbaya menambahkan bahwa Danantara merupakan entitas baru yang juga terkait dengan proyek pemerintah, sehingga pemberian fasilitas transisi dianggap masih wajar. Namun ia menegaskan bahwa relaksasi hanya berlaku ke depan, bukan untuk menghapus kewajiban masa lalu.
Sikap tegas ini menunjukkan komitmen pemerintah menjaga integritas sistem perpajakan sekaligus memberi ruang bagi BUMN melakukan penataan struktur usaha secara terukur. (alf)



