Pemerintah Atur Ketentuan Keberatan Pajak dalam PMK 118 Tahun 2024, Berikut Rinciannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024 mengatur ketentuan baru terkait pengajuan keberatan pajak dan sanksi administratif yang menyertainya. Regulasi ini memberikan panduan rinci bagi Wajib Pajak yang ingin mengajukan keberatan terhadap penetapan pajak yang dinilai tidak sesuai.

Sanksi Denda Apabila Keberatan Ditolak

Berdasarkan PMK 118 Tahun 2024, Wajib Pajak yang keberatannya ditolak atau hanya dikabulkan sebagian akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 30 persen. Berikut ketentuannya:

• Denda 30 Persen:

• Berlaku atas jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum keberatan diajukan, sesuai Pasal 25 ayat (9) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

• Denda ini juga dikenakan apabila:

• Surat Keputusan Keberatan menambah jumlah pajak yang harus dibayar.

• Banding yang diajukan Wajib Pajak dinyatakan tidak dapat diterima.

• Banding diajukan namun kemudian dicabut.

• Pengecualian Denda:

Sanksi denda 30 persen tidak berlaku dalam situasi berikut:

• Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan.

• Keberatan tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan.

• Pengajuan banding atas Surat Keputusan Keberatan.

Namun, ketentuan ini tidak berlaku untuk keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ketentuan Umum Pengajuan Keberatan

PMK 118 Tahun 2024 menetapkan jenis dokumen yang dapat diajukan keberatan, antara lain:

• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

• Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

• Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

• Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

• Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT) atau Surat Ketetapan SKP PBB.

Pengajuan keberatan hanya dapat dilakukan atas materi atau isi dokumen terkait jumlah rugi, besarnya pajak, atau penetapan besarnya PBB yang terutang. Alasan di luar itu tidak akan dipertimbangkan dalam proses penyelesaian keberatan.

Regulasi ini menegaskan bahwa pengajuan keberatan harus memenuhi syarat formal dan substansial yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Wajib Pajak disarankan untuk memahami ketentuan ini secara menyeluruh guna menghindari sanksi administratif akibat penolakan keberatan.

Dengan adanya PMK 118 Tahun 2024, pemerintah berharap tercipta kepastian hukum dalam pengelolaan keberatan pajak serta peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. (alf)

Cara Mudah Lapor SPT Tahunan Pribadi Online untuk Tahun Pajak 2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mempermudah Wajib Pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara online. Untuk tahun pajak 2024, pelaporan SPT Tahunan masih menggunakan sistem e-Filing meskipun Coretax DJP telah diluncurkan. Pelaporan melalui e-Filing memungkinkan Wajib Pajak untuk melaporkan pajak dengan mudah tanpa harus datang ke kantor pajak.

Berikut adalah langkah-langkah untuk melaporkan SPT Tahunan Pribadi secara online:

• Akses Situs Pajak

• Buka situs resmi DJP di www.pajak.go.id.

• Login menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), password, dan kode keamanan.

• Pilih Menu Lapor

• Setelah login, pilih menu e-Filing dan klik “Buat SPT”.

• Isi Formulir SPT

• Jawab beberapa pertanyaan yang disediakan untuk menentukan jenis formulir SPT yang harus diisi.

• Lengkapi data seperti penghasilan, pengurangan, dan pajak yang sudah dibayarkan. Pastikan semua data sesuai dengan bukti potong atau dokumen pendukung lainnya.

• Unggah Dokumen Pendukung (Jika Diperlukan)

• Jika sistem meminta, unggah dokumen seperti bukti potong pajak atau laporan keuangan.

• Submit SPT

• Setelah selesai mengisi, klik Submit untuk mengirimkan SPT. Sistem akan memberikan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda bukti bahwa SPT telah berhasil dilaporkan.

Mengatasi Lupa EFIN

Jika lupa Electronic Filing Identification Number (EFIN), DJP menyediakan beberapa solusi:

• Mengunjungi KPP atau KP2KP: Datangi kantor pajak tempat terdaftar untuk memulihkan EFIN.

• Menghubungi DJP melalui telepon 1500200: Tim DJP siap membantu Anda.

• Menggunakan fitur Live Chat di www.pajak.go.id.

• Aplikasi M-Pajak: Gunakan aplikasi resmi DJP untuk memulihkan EFIN.

• Email ke lupa.efin@pajak.go.id: Kirim permohonan pemulihan melalui email resmi DJP.

Wajib Pajak diimbau untuk segera melaporkan SPT sebelum batas waktu yang ditentukan guna menghindari denda keterlambatan. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui situs resmi DJP atau kantor pajak terdekat.

Pelaporan SPT secara online merupakan upaya DJP untuk mendorong digitalisasi layanan perpajakan, sehingga lebih praktis dan efisien bagi masyarakat. (alf)

Sejumlah Entitas Dikecualikan dari Pengenaan Pajak Mininun Global, Ini Daftarnya! 

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia resmi memberlakukan kebijakan Pajak Minimum Global atau Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) untuk mengatasi penghindaran pajak lintas negara. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024, yang merupakan implementasi dari pedoman OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

GloBE diterapkan sebagai pajak tambahan untuk Grup Perusahaan Multinasional (PMN) dengan peredaran bruto global minimal 750 juta euro. Kebijakan ini dirancang untuk menanggulangi penggerusan basis pajak dan pengalihan laba, yang kerap dilakukan melalui struktur usaha lintas negara.

Meskipun demikian, terdapat beberapa entitas yang dikecualikan dari ketentuan ini, berdasarkan peraturan terbaru.

Berikut adalah penjelasan mengenai entitas yang tidak dikenakan ketentuan GloBE sesuai PMK Nomor 136 Tahun 2024:

• Badan Pemerintah

Badan pemerintah dikecualikan karena berfungsi sebagai perpanjangan tangan negara, baik dalam menjalankan fungsi pemerintahan maupun mengelola aset negara. Keuntungan dan aset badan ini dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah, termasuk pada saat pembubaran.

• Organisasi Internasional

Organisasi internasional, yang sepenuhnya dimiliki oleh negara-negara anggota, dikecualikan jika memiliki kesepakatan dengan negara tempat mereka beroperasi. Kesepakatan ini biasanya memberikan hak istimewa dan kekebalan tertentu.

• Organisasi Nirlaba

Entitas yang didirikan untuk tujuan nonkomersial, seperti pendidikan, sosial, atau keagamaan, tidak dikenakan GloBE. Hal ini disebabkan karena laba yang diperoleh tidak untuk keuntungan pemilik atau pihak lain.

• Entitas Dana Pensiun

Terdapat dua jenis entitas dana pensiun yang dikecualikan:

• Entitas yang menyediakan manfaat pensiun bagi pekerja.

• Entitas jasa pensiun yang mengelola investasi untuk kepentingan dana pensiun.

• Entitas Dana Investasi

Dana investasi yang memenuhi tujuh kriteria tertentu juga dikecualikan. Beberapa kriterianya meliputi pengelolaan profesional, tujuan untuk menghasilkan laba investasi, dan kepatuhan pada regulasi di yurisdiksi terkait.

• Entitas Dana Investasi Real Estate

Entitas ini dikenakan pajak satu kali pada tingkat entitas atau pemegang kepentingannya, dengan penundaan maksimal satu tahun. Ketentuan berlaku selama entitas utamanya memiliki aset tidak bergerak dan dimiliki secara luas.

Kebijakan GloBE adalah bagian dari upaya global untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan internasional. Indonesia, sebagai bagian dari OECD/G20 Inclusive Framework, mendukung transparansi dan akuntabilitas perpajakan, terutama dalam menghadapi kompleksitas struktur Grup PMN.

Melalui PMK Nomor 136 Tahun 2024, pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan pajak, mencegah praktik penghindaran pajak, dan mendukung pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan. (alf)

Penguatan Regulasi Profesi Konsultan Pajak Melalui UU PPSK

Profesi konsultan pajak merupakan salah satu pilar penting dalam sistem perpajakan dan ekosistem profesi keuangan di Indonesia. Keberadaannya membantu wajib pajak, baik individu maupun badan usaha, dalam memahami dan memenuhi kewajiban serta melaksanakan hak hukum perpajakan yang sering kali dianggap kompleks.

Dalam konteks ini, hadirnya regulasi dalam Pasal 259 UU PPSK (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) menjadi langkah strategis untuk memperkuat peran, akuntabilitas, dan integritas konsultan pajak.

Pasal 259 ayat (6) UU PPSK menekankan bahwa konsultan pajak harus memiliki izin praktik yang diatur dalam peraturan menteri, lembaga, atau otoritas terkait.

Profesi Konsultan Pajak merupakan Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang diwajibkan memberikan jasa yang independen, memenuhi persyaratan tertentu, termasuk memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa profesionalisme menjadi syarat mutlak bagi seseorang untuk menjadi konsultan pajak.

Langkah ini tidak hanya memastikan kualitas layanan yang diberikan kepada wajib pajak, tetapi juga mencegah masuknya oknum yang tidak kompeten dan berpotensi merugikan sistem keuangan negara oleh profesi penunjang sektor keuangan, khususnya dari sektor perpajakan.

Bahwa masuknya profesi konsultan pajak sebagai Profesi Penunjang Sektor Keuangan, sangat penting memperhatikan dan menjalankan kode etik dan kerahasiaan informasi sebagai fondasi hubungan antara konsultan pajak dan wajib pajak.

Kode etik yang diatur dan ditegakkan oleh pihak asosiasi konsultan pajak, dalam hal ini IKPI, menjadi pedoman moral sekaligus instrumen pengawasan terhadap perilaku profesional Konsultan Pajak yang menjadi Anggotanya.

Selain itu, kewajiban menjaga kerahasiaan informasi wajib pajak menjadi elemen kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap profesi ini.

Namun, di sisi lain, penerapan kode etik ini menuntut pengawasan yang konsisten dan tegas.

Tanpa pengawasan yang memadai, pelanggaran kode etik atau penyalahgunaan informasi berpotensi mencederai integritas profesi konsultan pajak sekaligus merugikan kepentingan negara dan wajib pajak.

Pengenaan sanksi administratif dan pidana terhadap konsultan pajak yang melanggar aturan menunjukkan komitmen negara dalam menciptakan sistem perpajakan yang bersih dan terpercaya.

Sanksi ini tidak hanya berfungsi sebagai hukuman, tetapi juga sebagai alat pencegahan terhadap tindakan yang dapat merugikan wajib pajak atau sistem perpajakan.

Dengan demikian, keberadaan sanksi yang tegas sekaligus proporsional diharapkan dapat mendorong konsultan pajak untuk selalu bertindak sesuai dengan ketentuan.

Konsultan Pajak ke depannya harus paham bahwa laporan keuangan pihak wajib pajak harus sesuai dengan standar laporan keuangan, dan pihak otoritas akan menerapkan platform bersama pelaporan keuangan (finansial reporting single window), sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 272 ayat (1) UU PPSK.

Meskipun ketentuan dalam UU PPSK ini sudah cukup komprehensif, tantangan utama terletak pada implementasinya. Penegakan aturan, pelaksanaan pengawasan, dan pemberian sanksi harus dilakukan secara adil dan konsisten.

Selain itu, Pemerintah dalam hal ini PPPK, perlu memastikan bahwa proses perizinan konsultan pajak dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Ketentuan yang diatur dalam klausul Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang dimaksud dalam UU PPSK, merupakan langkah positif dalam memperkuat regulasi profesi konsultan pajak di Indonesia.

Dengan aturan yang jelas, konsultan pajak diharapkan dapat menjalankan perannya secara profesional dan berintegritas. Namun, keberhasilan regulasi ini sangat bergantung pada pengawasan yang efektif serta kerja sama semua pihak, termasuk wajib pajak, otoritas perpajakan, dan konsultan pajak itu sendiri.

Sebagai pilar penting dalam ekosistem keuangan negara dalam sistem perpajakan, konsultan pajak harus mampu menjadi mitra strategis bagi negara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dan menciptakan keadilan perpajakan.

Konsultan Pajak sangat memerlukan ketentuan dalam bentuk undang-undang profesinya sendiri, yaitu Undang-undang Konsultan Pajak Indonesia.

Penulis: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Jemmi Sutiono

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Kemenkeu: Realisasi Penerimaan Pajak Kaltim Turun 4,13%

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Provinsi Kalimantan Timur mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir 2024 mencapai Rp39,25 triliun atau 97,40% dari target. Namun, capaian ini menunjukkan penurunan sebesar 4,13% dibandingkan tahun 2023.

Kepala Kanwil DJPb Kaltim, M. Syaibani, menyebut penurunan tersebut dipengaruhi oleh turunnya harga batu bara di pasar global dan pembayaran Pajak Penghasilan Badan Pasal 25/29. “Secara umum, penerimaan pajak dalam negeri masih didominasi oleh wajib pajak badan dan bendahara pemerintah, dengan sektor pertambangan sebagai kontributor terbesar,” ujar Syaibani, Minggu (26/1/2025).

Meskipun penerimaan pajak mengalami penurunan, realisasi pajak perdagangan internasional di Kalimantan Timur justru melampaui target. Realisasi mencapai Rp2,23 triliun atau 100,98% dari target, didorong peningkatan Bea Keluar akibat kenaikan harga crude palm oil (CPO) pada akhir 2024.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga mencatatkan hasil positif dengan realisasi sebesar Rp3,44 triliun, atau 156,82 persen dari target, meningkat 7,94 persen dibanding tahun sebelumnya.

“Peningkatan capaian PNBP bersumber dari pendapatan jasa kepelabuhanan, jasa layanan pendidikan, serta PNBP lainnya,” kata Syaibani.

Belanja APBN Didominasi Pembangunan IKN

Realisasi belanja APBN melalui kementerian/lembaga di Kalimantan Timur mencapai Rp50,62 triliun, atau 95,61% dari total pagu sebesar Rp52,94 triliun. Peningkatan belanja sebesar 43,04% dibandingkan tahun sebelumnya ini didorong oleh belanja modal untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Pekerjaan pembangunan IKN sepanjang 2024 makin masif, sehingga mendorong pertumbuhan belanja modal yang signifikan,” ujarnya.

Dengan penerimaan dan belanja yang terus dioptimalkan, DJPb Kaltim berkomitmen menjaga stabilitas fiskal dan mendukung percepatan pembangunan di wilayah tersebut, terutama dalam mewujudkan IKN sebagai pusat pemerintahan masa depan. (alf)

PMK 118/2024 Atur Ketentuan Pembetulan Surat Ketetapan Pajak: Ini Isi Lengkapnya!

IKPI, Jakarta: Mulai 1 Januari 2025, Wajib Pajak dapat mengajukan pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024. Regulasi ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mengoreksi kesalahan administratif atau substantif pada dokumen perpajakan.

Berikut adalah ketentuan yang diatur dalam PMK tersebut:

1. Jenis Dokumen yang Dapat Diajukan Pembetulan

Direktur Jenderal Pajak, baik atas permohonan Wajib Pajak maupun atas jabatannya, dapat membetulkan berbagai dokumen perpajakan, antara lain:

• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),

• Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),

• Surat Tagihan Pajak (STP),

• Surat Keputusan Keberatan,

• Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi,

• Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB,

• Surat Keputusan Persetujuan Bersama, dan lainnya.

2. Kriteria Kesalahan yang Dapat Diajukan Pembetulan

Kesalahan Tulis

Kesalahan tulis mencakup data administratif yang tidak memengaruhi jumlah pajak terutang, seperti:

• Nama, alamat, atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

• Nomor objek pajak, lokasi objek pajak, atau sektor/subsektor objek pajak;

• Masa atau tahun pajak;

• Tanggal jatuh tempo;

• Jenis pajak atau nomor ketetapan.

Kesalahan Hitung

Kesalahan hitung mencakup:

• Kesalahan dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian angka;

• Kesalahan yang muncul akibat dokumen perpajakan lain yang terkait, seperti SKP atau STP.

Kekeliruan Penerapan Ketentuan Perundang-Undangan

Kekeliruan dalam penerapan peraturan meliputi:

• Kesalahan penerapan tarif pajak, norma penghitungan penghasilan neto, atau kurs valuta asing;

• Kesalahan dalam pengkreditan pajak atau penghitungan pajak penghasilan;

• Kekeliruan dalam pemberian pengurangan pokok PBB atau penghitungan nilai jual objek pajak.

3. Prosedur Pengajuan Pembetulan

Wajib Pajak yang ingin mengajukan pembetulan dapat mengajukannya ke DJP dengan melampirkan bukti pendukung. Proses ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan administrasi maupun substantif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan diberlakukannya PMK 118/2024, diharapkan Wajib Pajak dapat lebih mudah memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam dokumen perpajakan mereka, sehingga tercipta transparansi dan akurasi dalam pelaksanaan kewajiban pajak. (alf)

Kanwil DJP Jawa Barat I Kukuhkan 342 Relawan Pajak Renjani 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I mengukuhkan sebanyak 342 Relawan Pajak Untuk Negeri (Renjani) tahun 2025 dalam acara yang berlangsung secara hybrid di Aula Lantai 3 Kanwil DJP Jawa Barat I, baru-baru ini. Para relawan ini berasal dari 28 Tax Center perguruan tinggi yang telah menjalin kerja sama dengan Kanwil DJP Jawa Barat I.

Kegiatan ini dihadiri secara langsung oleh Tax Center dari wilayah Bandung Raya dan Cianjur, sementara peserta lainnya mengikuti secara daring melalui Microsoft Teams.

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I, Kurniawan Nizar, menyampaikan bahwa program Renjani merupakan peluang besar bagi generasi muda untuk belajar, berkontribusi, dan membawa perubahan positif bagi negeri.

“Jadilah inspirasi dan teladan bagi masyarakat. Mari kita tunjukkan bahwa generasi muda Indonesia memiliki kepedulian dan tanggung jawab besar untuk membangun negeri,” ujar Nizar.

Nizar juga mengapresiasi kontribusi aktif pengurus Tax Center sebagai mitra strategis DJP dalam meningkatkan literasi dan kesadaran pajak di masyarakat, khususnya di kalangan mahasiswa.

Selain pengukuhan relawan tahun 2025, Kanwil DJP Jawa Barat I juga menutup program Renjani tahun 2024. Pada kesempatan tersebut, apresiasi diberikan kepada relawan pajak terbaik tahun 2024 berdasarkan poin aktivitas tertinggi.

• Peringkat 1: Putri Utami (Universitas Muhammadiyah Bandung)

• Peringkat 2: Siti Halimah (Universitas Nusa Putra)

• Peringkat 3: Rahma Wardatul Jamilah (Universitas Nusa Putra)

Pembekalan Relawan Pajak 2025

Dalam rangka persiapan penugasan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), para relawan pajak tahun 2025 menerima pembekalan terkait tugas yang akan dijalankan serta penilaian kegiatan Renjani. Kanwil DJP Jawa Barat I juga mengumumkan lokasi penempatan relawan untuk mendukung pelaksanaan program ini.

Dengan pengukuhan ini, Kanwil DJP Jawa Barat I berharap para relawan dapat menjadi garda terdepan dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kepatuhan pajak demi pembangunan bangsa. (alf)

DJP Sumut I Tanggapi Keluhan Keluhan Wajib Pajak Terkait Coretax

IKPI, Jakarta: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara (Sumut I), Arridel Mindra, mengungkapkan adanya berbagai keluhan dari wajib pajak terkait penerapan sistem layanan pajak terbaru, Coretax, yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2025. Keluhan tersebut, menurutnya, tersebar di wilayah Sumatera Utara, dan menjadi perhatian utama bagi pihak otoritas pajak.

Arridel menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers bertajuk “APBN Kita Regional Sumatera Utara” yang digelar di Gedung Keuangan Negara (GKN) Medan baru-baru ini. Meskipun ada sejumlah laporan mengenai kendala yang dihadapi wajib pajak, Arridel memastikan bahwa pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus bekerja keras untuk menangani dan memperbaiki kelemahan yang dilaporkan oleh wajib pajak.

“Para wajib pajak mengeluhkan beberapa hal terkait dengan sistem Coretax yang baru diterapkan. Namun, kami di DJP terus berupaya untuk menangani masalah ini. Kami juga mendengarkan keluhan dan saran dari wajib pajak untuk terus memperbaiki sistem ini,” ujar Arridel dalam kesempatan tersebut.

Ketika ditanya tentang jumlah wajib pajak yang mengeluhkan serta rincian keluhan tersebut, Arridel mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki data numerik spesifik. Hal ini disebabkan karena keluhan dan pengaduan wajib pajak terkait sistem Coretax secara langsung terpusat melalui sistem di DJP Kementerian Keuangan.

Namun, menurut informasi yang diterima dari Kanwil DJP Sumut, tidak semua keluhan terkait dengan kelemahan teknis sistem Coretax. Beberapa wajib pajak, lanjut Arridel, mengeluhkan kesulitan karena kurangnya pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan sistem baru ini.

“Beberapa keluhan memang lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap penggunaan sistem baru, bukan hanya soal kelemahan sistem itu sendiri. Namun, kami pastikan semua keluhan tersebut kami tampung dan terus melakukan perbaikan yang diperlukan,” jelas Arridel.

Sistem Coretax ini sendiri diterapkan oleh DJP dengan tujuan untuk meningkatkan keandalan dan kenyamanan layanan perpajakan di Indonesia. Meskipun demikian, penerapan sistem baru ini memang memerlukan adaptasi dari berbagai pihak, termasuk wajib pajak, yang seringkali menghadapi tantangan dalam memahami dan memanfaatkan teknologi baru tersebut.

DJP pun berkomitmen untuk terus menyempurnakan sistem ini agar pelayanan perpajakan menjadi lebih efektif dan efisien bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera Utara. (alf)

PMK tentang Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai Berlaku 30 Januari 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2024 tentang Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai. Peraturan ini diundangkan pada 31 Desember 2024 dan akan mulai berlaku pada 30 Januari 2025.

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan tata kelola penagihan utang di sektor kepabeanan dan cukai.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Budi Prasetiyo, menyatakan bahwa PMK ini bertujuan memperluas cakupan objek penagihan serta menyederhanakan prosedur birokrasi, seperti pemblokiran dan penyitaan harta. “Aturan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum sekaligus mempermudah proses penagihan, sehingga mampu mendukung optimalisasi penerimaan negara,” ungkap Budi dalam keterangan resminya yang diterima, Minggu (26/01/2025).

Sekadar informasi, PMK 115/2024 mengatur tiga aspek utama, yaitu:
• Prinsip Penagihan: Memperluas cakupan objek penagihan, mengatur tugas dan wewenang juru sita, serta pembagian subjek utang.
• Pelaksanaan Penagihan: Mengubah jangka waktu penerbitan surat teguran, memperluas wilayah penagihan yang melibatkan Kantor Pelayanan Utama (KPU) dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), serta memberikan kewenangan tambahan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai untuk melimpahkan tanggung jawab penagihan.
• Ketentuan Pendukung: Mengintegrasikan sistem penagihan secara elektronik melalui CEISA 4.0, memperkenalkan mekanisme pemblokiran layanan publik tertentu, dan menetapkan masa kedaluwarsa terhadap kewajiban membayar.
Sistem CEISA 4.0 menjadi inovasi kunci untuk mempermudah pengelolaan penagihan secara digital, meningkatkan efisiensi, dan memperketat pengawasan terhadap utang kepabeanan dan cukai.

Budi menekankan bahwa PMK ini mendukung dunia usaha dengan memberikan kepastian hukum, menjaga kelancaran arus perdagangan, dan melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan dalam penagihan utang. Peraturan ini juga memberikan kewenangan tambahan kepada Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai untuk menunjuk juru sita dan memantau pelaksanaan penagihan di wilayah masing-masing.

“Dengan implementasi PMK ini, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kepentingan negara, pelaku usaha, dan masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, Bea Cukai akan terus berperan strategis dalam memastikan implementasi peraturan ini berjalan lancar.
Budi mengajak seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat untuk mendukung kebijakan ini.

“Kami berharap dukungan penuh dari semua pihak untuk menyukseskan implementasi PMK Nomor 115 Tahun 2024, demi menciptakan tata kelola penagihan yang transparan, akuntabel, dan efisien,” katanya.
Dengan berlakunya PMK ini, pemerintah optimistis dapat mendorong optimalisasi penerimaan negara sekaligus meningkatkan pelayanan publik di sektor kepabeanan dan cukai. (alf)

Penghapusan Utang hingga Insentif Pajak jadi Capaian Kinerja 100 Hari Kementerian UMKM 

IKPI, Jakarta: Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memaparkan capaian signifikan kementeriannya dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Fokus kebijakan yang dijalankan mencakup penghapusan utang pelaku UMKM, pemberian insentif pajak, hingga pelibatan UMKM dalam berbagai program strategis pemerintah.

“Terkait penghapusan piutang kepada pengusaha-pengusaha UMKM, agar yang dulunya sama sekali nggak punya kemampuan membayar, masuk dalam daftar hitam di bank, sekarang diputihkan supaya mereka bisa bergerak lagi,” kata Maman saat menghadiri acara Rampinas PIRA di Jakarta pada Sabtu, (25/1/2025).

Selain itu, pemerintah juga memperpanjang masa berlaku insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen bagi UMKM dengan omzet tahunan Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Langkah ini, menurut Maman, adalah bentuk tindakan afirmatif untuk mendukung keberlanjutan UMKM di tengah dinamika ekonomi.

Program strategis lain yang disoroti adalah keterlibatan UMKM dalam inisiatif pemerintah, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bahkan, pemerintah berencana membuka ruang bagi pelaku UMKM untuk berpartisipasi dalam pembangunan 3 juta unit perumahan.

“Ini adalah bentuk keberpihakan nyata terhadap ekonomi kerakyatan. Pemerintah ingin memastikan UMKM menjadi bagian integral dalam pembangunan nasional,” tambahnya.

Capaian pemerintahan Prabowo Subianto ini mendapatkan apresiasi luas dari masyarakat. Berdasarkan survei Litbang Kompas pada 4-10 Januari 2025, sebanyak 80,9 persen responden di 38 provinsi menyatakan puas dengan kinerja pemerintah dalam 100 hari terakhir, sementara hanya 19,1 persen yang merasa sebaliknya.

Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperkuat UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional, serta mewujudkan pemerintahan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. (alf)

id_ID