Pemerintah India Pangkas Tarif PPh untuk Tingkatkan Daya Beli 

IKPI, Jakarta: Pemerintah India mengumumkan rencana pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) pribadi sebagai upaya meningkatkan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, di tengah perlambatan ekonomi yang melanda negara tersebut. Langkah ini diumumkan oleh Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, dalam presentasi anggaran tahunan 2025-26 yang juga bertujuan mendorong investasi swasta dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Dikutip dari CNBC Indonesia, India sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, diproyeksikan mengalami pertumbuhan paling lambat dalam empat tahun ke depan. Faktor-faktor seperti melemahnya permintaan di perkotaan, lesunya investasi swasta, dan inflasi pangan yang tetap tinggi menjadi penyebab utama perlambatan ini. Inflasi pangan, khususnya, telah menggerus daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.

Dalam upaya mengatasi situasi ini, pemerintah memasukkan berbagai kebijakan fiskal yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin, pemuda, petani, dan perempuan. Sitharaman menekankan pentingnya reformasi perpajakan yang transformatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Salah satu kebijakan utama yang diumumkan adalah kenaikan ambang batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Individu dengan penghasilan hingga 1,28 juta rupee (sekitar $14.800) per tahun kini dibebaskan dari pembayaran pajak, naik dari ambang batas sebelumnya sebesar 700.000 rupee. Selain itu, tarif pajak bagi mereka yang berpenghasilan di atas ambang batas tersebut juga diturunkan. Langkah ini diperkirakan akan mengurangi pendapatan pajak pemerintah sekitar 1 triliun rupee.

Meskipun memberikan insentif pajak, pemerintah tetap berkomitmen untuk memperbaiki kondisi fiskal. Defisit anggaran ditargetkan turun menjadi 4,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2025-26, dari sebelumnya 4,8% PDB yang telah direvisi untuk tahun ini. Untuk menutupi defisit fiskal tahun ini, pemerintah berencana meminjam 14,82 triliun rupee ($171 miliar) melalui pasar obligasi.

Di sisi lain, pemerintah juga menganggarkan peningkatan belanja modal yang moderat untuk menyeimbangkan pendapatan yang hilang akibat pemangkasan pajak. Alokasi belanja modal tahun ini naik menjadi 11,21 triliun rupee pada 2025-26, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja.

Kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari para ekonom dan pemangku kepentingan. Sebagian memuji langkah pemerintah yang pro-rakyat, sementara yang lain mempertanyakan dampak jangka panjang terhadap stabilitas fiskal. Namun, Sitharaman optimistis bahwa langkah-langkah ini akan membawa India keluar dari perlambatan ekonomi dan menciptakan fondasi yang lebih kuat untuk pertumbuhan jangka panjang.

Dengan kebijakan ini, pemerintah India berharap dapat memulihkan kepercayaan konsumen, mendorong investasi, dan memperkuat daya beli masyarakat, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. (alf)

Di Peresmian Kantor KP Nuryadin Rahman, Ketum IKPI: Kerja Keras, Dedikasi dan Konsistensinya Bisa Dicontoh

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, meresmikan GRHA ARKA yang merupakan  kantor konsultan pajak (KP) milik Nuryadin Rahman, salah satu pengurus pusat IKPI, yang berlokasi di Depok, Jawa Barat, Sabtu (1/2/2025). Kantor megah dengan tiga lantai ini menjadi bukti kesuksesan pria yang juga menjadi dosen di Universitas Persada Indonesia YAI, dalam membangun bisnis konsultan pajak dari tahun 2010.

Dalam sambutannya, Vaudy menyampaikan apresiasi tinggi atas pencapaian Nuryadin Rahman. “Pak Nur adalah contoh nyata konsultan pajak yang berhasil membangun kantornya dari awal hingga menjadi sebesar ini. Dalam kurun waktu 15 tahun, beliau telah membuktikan bahwa kerja keras, konsistensi, dan dedikasi dapat membuahkan hasil yang luar biasa,” kata Vaudy.

(Foto: Istimewa)

Ahli Kepabeanan dan Kuasa di Pengadilan Pajak ini juga menekankan bahwa Nuryadin dapat menjadi role model bagi konsultan pajak pemula. “Saya berharap Pak Nur dapat berbagi pengalaman dan tips kepada rekan-rekan konsultan pajak pemula, khususnya dalam membangun dan mengembangkan kantor konsultan pajak. Kisah sukses beliau dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang,” tambahnya.

Selain itu, ia memberikan apresiasi khusus karena Nuryadin telah menjadikan kantornya sebagai Sekretariat IKPI Cabang Depok “Kantor ini tidak hanya megah, tetapi juga dilengkapi dengan fasilitas yang sangat mendukung kegiatan organisasi, seperti ruang meeting, ruang podcast, dan ruang seminar yang dapat menampung sekitar 30 orang. Bahkan, ada area bermain billiard dan karaoke yang dapat digunakan untuk bersantai setelah bekerja,” ungkap Vaudy.

(Foto: Istimewa)

Ia juga mengajak Pengurus Cabang (Pengcab) IKPI Depok untuk memanfaatkan kantor ini sebagai sekretariat bersama. “Dengan fasilitas yang lengkap, kantor Pak Nuryadin dapat menjadi pusat kegiatan bagi IKPI Cabang Depok. Mari kita optimalkan fasilitas ini untuk kemajuan bersama,” ajaknya.

Pada kesempatan yang sama, Nuryadin menyampaikan rasa syukur atas pencapaian yang telah diraihnya. “Ini semua berkat dukungan dari rekan-rekan sejawat, keluarga, dan tentu saja IKPI sebagai wadah yang mempersatukan kita. Saya berkomitmen untuk terus berkontribusi dan berbagi pengalaman kepada generasi muda konsultan pajak,” ujarnya.

(Foto: Istimewa)

Dikatakan Nuryadin, peresmian kantor ini dihadiri oleh sejumlah pengurus dan anggota IKPI, serta rekan-rekan konsultan pajak dari beberapa daerah. Acara berlangsung meriah dan diakhiri dengan ramah tamah serta tour keliling kantor untuk melihat fasilitas yang tersedia.

Dengan peresmian ini, diharapkan kantor Nuryadin Rahman tidak hanya menjadi kebanggaan pribadi, tetapi juga menjadi pusat kegiatan dan inspirasi bagi konsultan pajak di Indonesia.

(Foto: Istimewa)

(bl)

Wajib Pajak Keluhkan Passphrase Tak Valid, DJP Beri Solusi

IKPI, Jakarta: Seorang wajib pajak dengan akun Twitter @kereiruu2, pada Minggu (1/2/2025) mengeluhkan kendala terkait passphrase yang tidak valid saat mengakses layanan pajak. Keluhan tersebut disampaikan kepada akun resmi @kring_pajak@DitjenPajakRI.

Menanggapi keluhan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Wajib pajak disarankan untuk:

1. Melakukan clear cache dan cookies pada browser yang digunakan.

2. Menggunakan fitur incognito/private window di browser.

3. Mencoba kembali secara berkala dengan menekan tombol refresh atau menggunakan browser, perangkat, serta koneksi internet yang berbeda.

Selain itu, DJP menjelaskan bahwa pesan “passphrase tidak valid” menunjukkan bahwa passphrase yang dimasukkan belum sesuai. Oleh karena itu, wajib pajak diminta untuk memastikan kembali keakuratan inputan passphrase. Jika passphrase telah lupa, wajib pajak dapat mengajukan ulang permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik untuk mendapatkan akses kembali.(alf)

Capaian Investasi 2024 Melampaui Target, Peran Insentif Pajak Perlu Ditingkatkan

IKPI, Jakarta: Pemerintah mencatat pencapaian investasi yang mengesankan sepanjang 2024. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, total investasi yang berhasil dihimpun dari Januari hingga Desember 2024 mencapai Rp1.714,2 triliun. Angka ini melampaui target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo sebesar Rp1.650 triliun, dengan capaian 103,9 persen.

Jika dibandingkan dengan target dalam Rencana Strategis (Renstra) sebesar Rp1.239,3 triliun, realisasi investasi ini bahkan melesat hingga 138,3 persen. Peningkatan investasi ini berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja, di mana sebanyak 2.456.130 tenaga kerja Indonesia terserap sepanjang 2024, meningkat 34,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Meskipun capaian investasi cukup tinggi, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menilai masih ada potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ia menyoroti bahwa insentif pajak yang seharusnya menjadi daya tarik bagi investor masih belum dimanfaatkan secara maksimal akibat kurangnya sosialisasi.

“Masih banyak investor yang belum menyadari bahwa mereka bisa mendapatkan insentif pajak hingga 300 persen untuk kegiatan riset dan pengembangan, serta 200 persen untuk pendidikan vokasi,” ujar Rosan, di kantornya, Jumat (31/1/2025).

Ia menambahkan bahwa negara-negara lain lebih agresif dalam menarik investasi, bahkan sampai mengubah regulasi untuk mempermudah investor. Oleh karena itu, pemerintah akan lebih aktif melakukan sosialisasi agar kebijakan insentif pajak benar-benar dimanfaatkan dan semakin meningkatkan investasi di Indonesia.

“Jika komunikasi dilakukan secara terbuka dan transparan, investor akan lebih memahami manfaat dari kebijakan yang ada, sehingga investasi di Indonesia bisa terus meningkat,” tutupnya. (alf)

Kurangnya Sosialisasi Hambat Pemanfaatan Insentif Pajak oleh Investor

IKPI, Jakarta: Insentif pajak yang diberikan pemerintah seharusnya menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengungkapkan bahwa banyak investor belum memanfaatkan insentif tersebut akibat minimnya sosialisasi dari pemerintah.

“Kadang-kadang kita mengeluarkan kebijakan yang baik, tapi karena tidak disosialisasikan, market-nya tidak mengetahui,” ujar Rosan dalam konferensi pers capaian investasi triwulan IV, Jumat (31/1/2026).

Sebagai contoh, insentif pajak untuk pendidikan vokasi serta riset dan pengembangan (R&D) yang telah berlaku sejak 2022, memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan pajak hingga 300 persen untuk kegiatan R&D dan 200 persen untuk investasi di pendidikan vokasi. Namun, banyak investor yang belum mengetahui manfaat ini.

Rosan bahkan menemukan bahwa banyak pengusaha di Singapura, negara dengan investasi terbesar di Indonesia—tidak menyadari adanya insentif ini. Ia menilai bahwa kurangnya komunikasi aktif dari pemerintah menghambat pemanfaatan kebijakan pajak yang telah tersedia.
Untuk mengatasi masalah ini, Rosan menekankan pentingnya sosialisasi yang lebih efektif kepada dunia usaha. Ia mencontohkan negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan India yang lebih agresif dalam menarik investor, termasuk dengan mengubah regulasi agar lebih menarik bagi investasi asing.

Ke depan, pemerintah berencana meningkatkan sosialisasi agar kebijakan insentif pajak benar-benar memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. “Mungkin kuncinya adalah komunikasi yang baik dan terbuka. Jika itu dilakukan, para investor akan lebih memahami dan mengapresiasi kebijakan yang ada,” kata Rosan. (alf)

Panduan Coretax DJP Tersedia untuk PIC dan Wajib Pajak Badan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah merilis panduan Coretax yang ditujukan bagi Penanggung Jawab (PIC) fitur impersonate, serta penambahan role akses bagi wajib pajak badan. Panduan ini dapat diunduh secara gratis melalui tautan resmi DJP di [pajak.go.id/reformdjp/coretax](https://pajak.go.id/reformdjp/coretax).

Panduan ini diharapkan dapat memudahkan para penanggung jawab dan wajib pajak badan dalam memahami dan mengelola hak akses serta fitur-fitur terbaru dalam sistem Coretax.

Dengan adanya fitur impersonate, PIC dapat lebih fleksibel dalam mengelola akun pajak, sementara penambahan role akses memastikan keamanan dan akurasi data pajak.

“Bagi #KawanPajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut atau bantuan teknis, DJP menyediakan layanan Kring Pajak yang dapat dihubungi melalui nomor telepon 1500 200,” tulis pengumuman yang dikutip dari Instagram DJP, Sabtu (1/2/2025).

Selain itu, wajib pajak juga dapat mengakses layanan konsultasi melalui akun Twitter/X resmi Kring Pajak (@kring_pajak) atau langsung menghubungi Helpdesk Kantor Pajak terdekat.

DJP terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak melalui inovasi dan penyediaan panduan yang komprehensif. Diharapkan, langkah ini dapat mendukung kemudahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan serta meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. (alf)

Penerimaan Pajak di Kanwil DJP Jawa Tengah II Tembus Rp 14,61 Triliun

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II mencatat pencapaian gemilang dalam penerimaan pajak tahun 2024 dengan realisasi mencapai Rp 14,61 triliun. Angka ini setara dengan 100,14 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 14,59 triliun.

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II, Etty Rachmiyanthi, mengungkapkan bahwa capaian ini merupakan hasil kontribusi dari berbagai jenis pajak dan sektor usaha serta kolaborasi dari berbagai pihak.

“Penerimaan pajak tahun 2024 menorehkan hattrick setelah sukses mencapai target selama tiga tahun berturut-turut, yakni pada 2022, 2023, dan 2024. Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 6,21 persen,” ujar Etty di kantornya, Jumat (31/1/2025).

Kontribusi PPh Non-Migas dan PPN Dominan

Etty menjelaskan bahwa PPh non-migas menjadi penyumbang terbesar dalam realisasi penerimaan pajak 2024. Berdasarkan jenis pajak, kontribusi PPh non-migas mencapai 52,28 persen dari total penerimaan dengan pertumbuhan 11,11 persen.

Selain itu, PPh Pasal 21 mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 21,93 persen. Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berkontribusi sebesar 45,64 persen dengan pertumbuhan 1,25 persen.

Sektor Industri dan Perdagangan Jadi Tulang Punggung

Dari sisi sektor usaha, lima sektor utama mencatat pertumbuhan positif, dengan industri pengolahan menjadi kontributor terbesar. Berikut rincian sektor yang mendukung penerimaan pajak:

• Industri Pengolahan – Berkontribusi 34,14 persen atau Rp 4,99 triliun, dengan pertumbuhan 2,49 persen.

• Perdagangan – Menyumbang 22,06 persen atau Rp 3,22 triliun, tumbuh 8,31 persen, mencerminkan pemulihan aktivitas perdagangan.

• Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib – Berkontribusi 18,83 persen atau Rp 2,75 triliun, dengan pertumbuhan 3,86 persen.

• Jasa Keuangan dan Asuransi – Menunjukkan pertumbuhan tertinggi di antara lima sektor utama, yakni 28,82 persen, dengan kontribusi 8,17 persen atau Rp 1,19 triliun.

• Transportasi dan Pergudangan – Mencatatkan kontribusi 2,82 persen atau Rp 411,46 miliar, tumbuh 2,93 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Selain pencapaian penerimaan, tingkat kepatuhan wajib pajak juga meningkat. Total penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mencapai 734.992 SPT, dengan mayoritas berasal dari:

• Orang Pribadi (OP) Karyawan: 582.024 SPT

• OP Non-Karyawan: 121.171 SPT

• Badan: 51.677 SPT

Komitmen untuk Tahun 2025

Etty menegaskan bahwa Kanwil DJP Jawa Tengah II akan terus mengoptimalkan pelayanan dan strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak serta kepatuhan wajib pajak.

“Pencapaian ini menjadi fondasi yang kuat untuk meningkatkan kinerja di tahun 2025. Kami berterima kasih kepada seluruh masyarakat dan wajib pajak yang telah berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak,” ujarnya. (alf)

Kode Barang dan Jasa Sebagai Syarat Formal Dalam Faktur Pajak

Sejak 1 Januari 2025 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan implementasi Core Tax Administration System (Coretax). Pada dasarnya, pembuatan aplikasi ini ingin menawarkan berbagai fitur yang memudahkan proses administrasi perpajakan bagi wajib pajak, termasuk dalam pembuatan faktur pajak.

Salah satu elemen yang tidak boleh diabaikan dalam pembuatan faktur pajak adalah kewajiban pengisian kode barang/jasa. Pencantuman kode barang dan jasa dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam proses pengisian faktur pajak dan administrasi transaksinya.

Dengan adanya kode barang dan jasa, setiap transaksi dapat diidentifikasi secara unik dan membantu wajib pajak dalam mengklasifikasikan barang dan jasa yang dijual atau dibeli, sehingga meminimalisir risiko kesalahan dan meningkatkan akurasi pencatatan.

Kode barang/jasa ini memiliki peran yang sangat penting. Faktur pajak yang tidak mencantumkan kode barang/jasa dengan benar mungkin saja dapat dianggap tidak lengkap dan berisiko menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Ketentuan Formal

Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, terdapat beberapa ketentuan formal yang harus dipenuhi dalam pembuatan faktur pajak. Pertama, menurut Pasal 391 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, Faktur Pajak wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas.

Selain itu, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 memberikan petunjuk teknis mengenai pembuatan faktur pajak dalam rangka pelaksanaan PMK Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

Menurut peraturan tersebut, faktur pajak wajib diisi secara benar, legkap dan jelas dimana harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi:

1. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak, bagi wajib pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;

2. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau

4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak penjualan atas Barang mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Teknis Pengisian Kode Barang dan Jasa

Dalam proses pembuatan faktur pajak, wajib pajak memiliki fleksibilitas untuk memilih lebih dari 1.900 kode barang dan jasa yang telah disediakan dalam sistem coretax. Kode – kode ini dirancang agar wajib pajak dapat memilih kode yang sesuai dengan berbagai karakteristik barang dan jasa yang dijual, sehingga mempermudah wajib pajak dalam mengklasifikasikan dan mengidentifikasi transaksinya secara akurat.

Apabila wajib pajak tidak menemukan kode yang sepenuhnya cocok dengan karakteristik barang atau jasa yang dijual, sistem coretax menyediakan opsi kode “000000” sebagai solusi. Kode ini dapat digunakan ketika wajib pajak tidak menemukan kode barang atau jasa yang sesuai dengan transaksinya.

Meskipun demikian, wajib pajak sangat disarankan untuk menggunakan kode yang paling mendekati karakteristik barang atau jasa yang dijual agar pelaporan tetap akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tidak mengatur mengenai kode barang dan jasa sebagai syarat minimal pengisian faktur pajak agar dianggap benar, lengkap, dan jelas. Pengisian faktur pajak yang mencantumkan kode “000000” untuk barang dan jasa yang wajib pajak, masih dapat dianggap sah selama faktur pajak paling sedikit memuat keterangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dalam PER-1/PJ/2025.

Namun, sangat disarankan agar wajib pajak tetap mencantumkan kode barang dan jasa yang sesuai dengan karakteristik barang dan jasa yang diperdagangkan. Pencantuman kode yang tepat membantu wajib pajak mengklasifikasikan barang dan jasa yang dijual atau dibeli, sehingga meminimalisir risiko kesalahan dan meningkatkan akurasi pencatatan.

Penulis : Anggota Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Andry Dermawanto

Disclamer : Tulisan berdasarkan pendapat pribadi penulis

Meski Pajak Minimum Global Berlaku, Indonesia Tetap Beri Berbagai Insentif ke Investor

IKPI, Jakarta: Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, memastikan bahwa pemerintah Indonesia akan tetap menarik minat investor meskipun pajak minimum global segera diterapkan. Rosan mengungkapkan bahwa pemerintah berencana memberikan berbagai insentif untuk menjaga daya tarik investasi di Tanah Air.

Menurutnya, meski aturan pajak minimum global berpotensi berdampak pada kebijakan pajak di Indonesia, pihaknya tidak khawatir akan dampaknya terhadap minat investor asing. “Para investor asing tetap melihat Indonesia sebagai tempat yang potensial untuk berinvestasi,” ujarnya di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Rosan menjelaskan bahwa pemerintah akan menawarkan insentif yang sejalan dengan kebijakan pajak minimum global, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun non-fiskal. “Banyak hal yang bisa kita lakukan, misalnya dengan memperpanjang corporate tax dengan tarif yang lebih rendah atau insentif lainnya,” tambahnya.

Selain itu, Rosan juga menegaskan bahwa insentif seperti tax holiday dan tax allowance akan tetap diberikan pada 2025, meskipun pajak minimum global mulai diberlakukan. Hal ini akan terus berlanjut bersamaan dengan kebijakan pajak global baru yang mencakup tarif pajak minimum sebesar 15% untuk perusahaan-perusahaan besar multinasional.

Insentif tax holiday sendiri sebelumnya direncanakan berakhir pada 9 Oktober 2024. Namun, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/2024, memperpanjang pemberian insentif tersebut hingga 31 Desember 2025. Tax holiday akan berlaku bagi perusahaan di industri pionir yang memiliki nilai tambah tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memberi dampak besar bagi perekonomian nasional.

Namun, perlu dicatat bahwa dalam perpanjangan kali ini, terdapat beberapa pembaruan aturan, salah satunya adalah pembatasan pemberian tax holiday bagi perusahaan asing atau korporasi multinasional. Hal ini dilakukan karena pemerintah mengimplementasikan pajak minimum global yang ditetapkan oleh OECD, yang mengharuskan tarif pajak minimal 15%.

Dengan adanya berbagai kebijakan insentif ini, Rosan optimis Indonesia akan tetap menjadi tujuan utama bagi investor meskipun adanya perubahan peraturan pajak global.(alf)

Sebanyak 53,63% Penerimaan Pajak di Sultra Berasal dari PPh

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatatkan penerimaan pajak yang dominan pada tahun 2024, dengan kontribusi terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 53,63% dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 39,19%. Sisanya, penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya.

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJPb Sultra, Syarwan, menyampaikan bahwa meskipun proporsi PPh yang besar tetap menjaga pertumbuhan penerimaan pajak secara keseluruhan, penerimaan PPh mengalami shortfall pada 2024. Hal ini disebabkan oleh selesainya proyek-proyek besar yang berdampak pada penurunan capaian PPh dibandingkan tahun sebelumnya.

“Penerimaan PPh mengalami shortfall akibat adanya proyek-proyek yang telah selesai pengerjaannya. Sehingga tingginya capaian penerimaan pajak (PPh) tidak terulang di tahun 2024,” ujar Syarwan, Kamis (30/1/2025).

Sementara itu, penerimaan Bea dan Cukai hingga 31 Desember 2024 berhasil mencapai 103,59% dari target, dengan penerimaan bea masuk sebesar Rp158,31 miliar, melebihi target yang dipatok sebesar Rp162,72 miliar. Pada bulan Desember 2024, penerimaan Bea Keluar tercatat Rp4,50 miliar, sedangkan penerimaan cukai mencapai Rp3,03 miliar.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Sultra juga menunjukkan kinerja yang positif, meskipun mengalami sedikit kontraksi sebesar 3,15% dibandingkan tahun lalu. Total penerimaan PNBP sampai 31 Desember 2024 tercatat sebesar Rp945,80 miliar, yang melampaui target PNBP sebesar Rp620,75 miliar untuk tahun 2024, dengan capaian 152,36 persen.

“PNBP yang tercatat terdiri dari penerimaan lainnya sebesar Rp555,95 miliar dan Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp389,84 miliar,” kata Syarwan. Penerimaan PNBP lainnya termasuk pendapatan dari jasa transportasi sebesar Rp106,83 miliar, pendapatan pelayanan kepolisian sebesar Rp94,99 miliar, serta pendapatan pendidikan yang mencapai Rp45,61 miliar.

Selain itu, pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) oleh Ditjen Kekayaan Negara di Sultra juga berkontribusi dengan penerimaan sebesar Rp12,22 miliar, sementara penerimaan dari pelayanan lelang tercatat Rp5,39 miliar.

Pencapaian tersebut menunjukkan stabilitas dan efektivitas pengelolaan penerimaan negara di Sulawesi Tenggara meskipun tantangan di sektor pajak dihadapi. DJPb Sultra berkomitmen untuk terus memaksimalkan penerimaan negara dengan optimisasi berbagai sektor pendapatan. (alf)

id_ID