Resmikan IKPI Runners, Ketum Vaudy: Lari Jadi Simbol Solidaritas dan Profesionalisme Konsultan Pajak

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld meresmikan pembentukan IKPI Runners Community, Minggu (26/10/2025), di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan. Ia mengajak seluruh anggota untuk menjadikan olahraga bukan sekadar rutinitas, melainkan ruang silaturahmi, solidaritas, dan jejaring profesional lintas generasi.

“IKPI Runners bukan sekadar olahraga, tetapi jejaring hati dan persaudaraan,” seru Vaudy di kepada anggota yang ikut hadir via Zoom Meeting dari berbagai daerah, termasuk Bali, Surabaya, dan Semarang.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Seperti biasanya, Vaudy membuka acara dengan pantun jenaka:

“Sepatu dipakai semana umpada,

Berkeringat tapi hati bahagia,

IKPI Runners wadah bersama,

Untuk sehat, bersahabat, dan meningkatkan IKPI tercinta.”

Ia menegaskan, komunitas olahraga seperti IKPI Runners merupakan bukti bahwa organisasi konsultan pajak terbesar di Indonesia ini bukan hanya fokus pada dunia perpajakan, tetapi juga keseimbangan antara kesehatan jasmani, mental, dan kolaborasi sosial.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dari Lari ke Relasi dan Bangun Jaringan di Luar Dunia Pajak

Menurut Vaudy, komunitas-komunitas di bawah IKPI – mulai dari golf, lari, hingga rencana pembentukan komunitas tenis dan padel – diharapkan menjadi jembatan kolaborasi antaranggota, sekaligus sarana memperluas relasi dengan masyarakat di luar profesi konsultan pajak.

“Tujuannya jelas yakni membuka relasi baru. Ketika mereka butuh konsultan pajak, nama anggota IKPI yang sudah dikenal akan menjadi prioritas,” jelasnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Vaudy juga berharap komunitas-komunitas olahraga serupa dan seni untuk memperkuat semangat kebersamaan dan memperluas jaringan.

Lintas Generasi

IKPI Runners disebut Vaudy sebagai wadah lintas generasi. Ia menyoroti kehadiran para senior berusia 70-an tahun seperti Koderi dan Rusmadi yang masih aktif berlari. “Luar biasa, mereka guru sekaligus inspirasi bagi yang muda. Di IKPI, usia bukan penghalang untuk tetap aktif dan bersemangat,” katanya disambut tepuk tangan.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Incar Rekor MURI Lagi

Usai sukses mencatat dua rekor MURI sebelumnya sebagai asosiasi pendonor darah terbanyak (6.400 orang) dan asosiasi profesi dengan anggota terbanyak Vaudy menargetkan pencapaian baru.

“Tahun depan, saat HUT ke-61 IKPI, kita kejar rekor MURI lagi. Kali ini untuk penyelenggara maraton profesi keuangan terbanyak di Indonesia,” ujarnya penuh antusias.

Ia berpesan agar komunitas ini adalah cerminan IKPI sebagai rumah besar para konsultan pajak tempat bernaung, bersahabat, dan berkolaborasi. Mari kita jaga semangat profesionalisme, jadikan IKPI organisasi yang dinamis, inklusif, dan solid di seluruh Indonesia. (bl)

Dari Foto Bongkar Kapal hingga Transfer Antar Rekening: Catur Rini Bicara Tantangan Pembuktian PPN dan Ekspor

IKPI, Jakarta: Tantangan dalam membuktikan kebenaran transaksi pajak, terutama yang berkaitan dengan ekspor dan PPN, masih menjadi pekerjaan besar bagi aparat pajak maupun wajib pajak. Hal ini diungkapkan Kakanwil DJP Jabar 3 (tahun 2018 sd 2021) Catur Rini Widosari, mantan pejabat tinggi DJP, saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi” di Gedung IKPI Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (24/10/2025).

Dalam paparannya, Catur menceritakan sejumlah kasus nyata di mana form dan substance saling bertolak belakang. Ia mencontohkan transaksi yang diklaim sebagai ekspor di luar daerah pabean, padahal bukti fisiknya tidak dapat diverifikasi. “Kontraknya ada, dokumennya lengkap. Tapi bagaimana membuktikan bahwa barang benar-benar diserahkan di luar 200 mil pantai? Foto saja tidak cukup,” ujarnya.

Menurut Catur, contoh semacam itu menunjukkan betapa pentingnya pembuktian substansial dalam setiap transaksi. Ia menekankan bahwa keabsahan pajak tidak cukup hanya dengan memenuhi syarat formalitas dokumen, tetapi harus dapat menunjukkan bukti ekonomi yang nyata. “Legal form hanya menunjukkan niat, tapi substance memperlihatkan kenyataan,” katanya.

Ia menambahkan, di era digital seperti sekarang, pembuktian transaksi menjadi lebih kompleks sekaligus lebih mudah. Otoritas pajak kini dapat mengakses data perbankan, laporan keuangan lintas negara, serta informasi beneficial ownership melalui skema pertukaran data global. “Dulu tracing aliran dana butuh waktu berbulan-bulan, sekarang dengan data EOI bisa langsung terlihat siapa yang sebenarnya menerima uang itu,” ujar Catur.

Namun, Catur mengingatkan bahwa kemudahan memperoleh data tidak serta-merta menjamin ketepatan analisis. Setiap data harus diuji konteksnya: apakah sesuai dengan kontrak, dengan realitas bisnis, dan dengan logika ekonomi. “Data tanpa analisis bisa menyesatkan. Jangan sampai alat bukti digital digunakan tanpa pemahaman konteksnya,” pesannya.

Catur juga menyoroti bahwa proses pembuktian tidak hanya tanggung jawab wajib pajak. Fiskus pun harus mampu menunjukkan bukti dan argumentasi yang solid. “Jangan cuma ngomong ‘ini tidak benar’ tanpa data pendukung. Fiskus juga harus punya bukti,” ujarnya.

Dalam konteks sengketa, lanjutnya, banyak kasus yang sesungguhnya hanya masalah waktu pengakuan pendapatan atau beban, bukan penghindaran pajak. “Kadang cuma beda timing saja, yang seharusnya dibayar di 2026 tapi dicatat 2028. Itu bukan niat menghindar, tapi perbedaan interpretasi,” katanya.

Ia menilai, prinsip substance over form bukan berarti meniadakan form, melainkan menempatkannya secara proporsional. Ia berharap pendekatan ini bisa memperkuat kepastian hukum sekaligus mendorong keadilan bagi wajib pajak. “Substansi ekonomi harus jadi inti penilaian, tapi jangan abaikan bentuk hukumnya. Keduanya harus berjalan bersama,” tutupnya. (bl)

 

Prof. Haula Rosdiana: Jangan Jadikan “Substance Over Form” Alat Pemukul Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si, mengingatkan agar penerapan prinsip substance over form dalam perpajakan tidak berubah menjadi alat pemukul yang menimbulkan ketidakpastian dan merusak kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak.

Dalam Diskusi Panel bertajuk “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi?” yang diselenggarakan secara hybrid oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada Jumat (24/10/2025), Prof. Haula menegaskan bahwa tujuan utama dari penerapan substance over form adalah menciptakan “level playing field” kesetaraan perlakuan antara wajib pajak yang jujur dan yang melakukan rekayasa pajak.

“Kalau hanya memperhatikan bentuk tanpa melihat esensinya, justru akan menciptakan ketidakadilan. Prinsip ini lahir untuk mencegah aggressive tax planning, bukan untuk memukul wajib pajak yang taat,” ujar Haula.

Ia menyoroti praktik di lapangan yang kerap keliru, di mana substance over form diterapkan bahkan pada transaksi yang tidak memiliki hubungan istimewa. Menurutnya, hal ini justru melanggar filosofi dasar perpajakan yang menekankan kepastian hukum dan keadilan.

“Kalau dasar argumentasinya tidak kuat, penerapan substance over form bisa menimbulkan trust issue. Dan kalau trust melemah, maka compliance ikut runtuh,” tegasnya.

Prof. Haula juga menyinggung ketidakkonsistenan penerapan prinsip dalam sistem perpajakan.

“Lucunya, di PPh berlaku substance over form, tapi di PPN malah form over substance. Dulu faktur pajak cacat bisa bikin pengusaha rugi besar, padahal pajaknya sudah dibayar,” ungkapnya.

Ia mendorong agar penerapan prinsip tersebut dilakukan dengan kehati-hatian, transparansi, dan deliberasi demokratis, agar tidak menciptakan masalah baru.

“Kebijakan pajak itu seharusnya seperti pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru,” ujarnya. (bl)

Vaudy Starworld Kembali Ingatkan Anggota IKPI Segera Aktivasi Coretax, Jangan Tunggu Akhir Masa Pelaporan!

IKPI, Tangerang Selatan: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld kembali menegaskan pentingnya kesiapan para konsultan pajak dalam menghadapi era digitalisasi perpajakan. Ia mengimbau seluruh anggota IKPI di seluruh Indonesia untuk segera melakukan aktivasi akun Coretax, tanpa menunggu hingga akhir masa pelaporan.

Pesan tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Cabang Tangerang Selatan, Sabtu (25/10/2025). Dalam sambutannya, Vaudy menekankan bahwa Coretax merupakan bagian penting dari sistem administrasi perpajakan modern yang harus segera diadaptasi oleh para profesional pajak.

“Saya mengajak seluruh anggota IKPI untuk segera aktivasi akun Coretax, jangan menunggu hingga akhir masa pelaporan. Kalau semua menunda, nanti di akhir Maret sistem bisa padat, lalu yang disalahkan Coretax. Padahal seharusnya kita bisa antisipasi dari sekarang,” ujar Vaudy.

Ia juga mengingatkan bahwa anggota IKPI memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk mengimbau para klien mereka agar melakukan hal serupa. Dengan demikian, pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan Badan dapat berjalan lancar tanpa kendala teknis di sistem.

“Mohon rekan-rekan juga segera mengingatkan klien-klien Anda untuk aktivasi Coretax. Jangan menunggu sampai detik-detik terakhir. Kita bantu mereka agar pelaporan nanti tidak menumpuk,” tambahnya.

Vaudy menilai kebiasaan sebagian wajib pajak yang menunda pelaporan hingga mendekati tenggat waktu sering kali menjadi sumber masalah, termasuk gangguan akses sistem. Karena itu, ia mendorong para konsultan pajak untuk mengubah pola kerja dengan melaporkan SPT lebih awal, bukan di menit-menit akhir.

“Kalau kita laporkan di awal masa pelaporan, semua akan lebih mudah. Ini bagian dari profesionalisme kita sebagai konsultan pajak,” tegasnya.

Seminar PPL IKPI Tangerang kali ini dihadiri ratusan anggota dan praktisi pajak. Selain membahas strategi adaptasi terhadap sistem Coretax, kegiatan tersebut juga menyoroti implementasi PP Nomor 43 Tahun 2025 tentang Konsultan Pajak, yang disebut Vaudy sebagai momentum peningkatan standar profesionalisme di bidang perpajakan. (bl)

PP 43/2025 Jadi Titik Balik Profesionalisme KP, Ketum IKPI: Dibutuhkan Kombinasi Pengalaman dan Kompetensi

IKPI, Tangerang Selatan: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 menandai era baru profesionalisme di bidang konsultan pajak (KP). Aturan ini, kata Vaudy, menuntut para praktisi tidak hanya berpengalaman, tetapi juga memiliki kompetensi formal yang diakui secara profesional.

Hal tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI Cabang Tangerang Selatan bertema “Kupas Tuntas PER-11/PJ/2025, PER-8/PJ/2025, serta Update Terbaru Pengisian SPT Badan di Coretax”, Sabtu (25/10/2025). Dalam forum yang dihadiri ratusan anggota IKPI itu, ia menekankan pentingnya sinergi antara pengalaman lapangan dan kompetensi akademik untuk menjawab tantangan baru regulasi keuangan dan perpajakan nasional.

“PP 43/2025 ini bukan hanya soal kewajiban pelaporan, tetapi pesan kuat dari pemerintah agar profesi kita semakin profesional. Pengalaman tetap penting, tapi kini harus dibarengi dengan kompetensi dan sertifikasi yang jelas,” ujar Vaudy.

Ia menjelaskan, PP 43/2025 mengatur bahwa pihak yang disebut sebagai pelapor seperti bank, perusahaan pembiayaan, asuransi, hingga lembaga fintech wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara akurat. Namun, laporan tersebut hanya boleh disusun oleh pihak yang memiliki kompetensi akuntansi yang memadai atau profesi penunjang sektor keuangan seperti akuntan berpraktik maupun akuntan publik.

“Artinya, tidak semua orang bisa menyusun laporan keuangan. Hanya mereka yang punya integritas dan kemampuan profesional yang bisa melakukannya,” tambah Vaudy.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, PP ini mengatur mengenai pelaporan keuangan yang prosesnya dilakukan oleh pelapor dalam rangka menyajikan laporan keuangan kepada pengguna laporan keuangan. 

Adapun ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi: 

1) Laporan Keuangan; 

2) Komite Standar; 

3) Penyelenggaraan PBPK; 

4) dukungan ekosistem Pelaporan Keuangan; dan 

5) sanksi administratif.

Sebagai langkah strategis, Vaudy mendorong anggota IKPI yang selama ini menangani pembukuan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) program lanjutan bagi lulusan S1 untuk memperoleh gelar profesi Akuntan (Ak) sekaligus mempersiapkan diri mengikuti ujian sertifikasi profesional yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Menurutnya, kebijakan baru pemerintah ini sekaligus menjadi momentum introspeksi bagi konsultan pajak untuk memperkuat kualitas layanan. “Kita tidak bisa hanya menjadi pelaksana administrasi pajak. Konsultan pajak masa depan harus bisa membaca laporan keuangan dengan akurasi tinggi dan memahami implikasi fiskalnya,” tegas Vaudy.

Ia juga menekankan bahwa langkah peningkatan kompetensi tersebut akan memperkuat posisi konsultan pajak sebagai mitra strategis pemerintah dan dunia usaha dalam membangun sistem perpajakan yang kredibel dan berintegritas.

“Profesionalisme kita diuji bukan hanya dari jam terbang, tapi dari kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan regulasi. PP 43/2025 ini adalah titik balik menuju profesi yang lebih diakui, dihormati, dan dipercaya,” pungkasnya.

Seminar PPL IKPI Tangerang tersebut turut menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi akuntansi yang membahas secara mendalam implikasi teknis PP 43/2025 terhadap peran dan tanggung jawab konsultan pajak di era keterbukaan keuangan. 

Sekadar informasi, IKPI saat ini bekerja sama dengan PPAK Universitas Trisakti untuk memfasilitasi anggota mendapatkan gelar akuntan. “Saya imbau seluruh anggota bisa memanfaatkan kesempatan baik ini,” ujarnya. (bl)

Trump Hentikan Perundingan Dagang dengan Kanada

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat gebrakan mengejutkan. Melalui pernyataan resminya, Trump mengumumkan penghentian seluruh perundingan dagang dengan Kanada, setelah munculnya iklan kontroversial dari pemerintah Ontario yang menggunakan suara mantan Presiden Ronald Reagan untuk menyerang kebijakan tarifnya.

“Tarif Sangat Penting Bagi Keamanan Nasional  dan Ekonomi Amerika Serikat,” tulis Trump di platform Truth Social.bya dikutip, Sabtu (25/10/2025).

“Berdasarkan tindakan mereka yang keterlaluan, Seluruh Perundingan Dagang dihentikan Dengan Kanada. Dengan ini Dihentikan.”

Iklan berdurasi satu menit itu menampilkan potongan pidato Reagan pada 1987, di mana ia menegaskan pentingnya perdagangan bebas dan memperingatkan bahaya tarif yang bisa menghambat inovasi serta merugikan pekerja Amerika. Namun, potongan itu dinilai dipakai “di luar konteks” untuk menyudutkan Trump dan menimbulkan keraguan di kalangan pemilih Partai Republik menjelang sidang penting di Mahkamah Agung AS.

Trump menuding langkah itu sebagai “provokasi politik terselubung” yang berpotensi memengaruhi keputusan pengadilan terhadap kebijakan ekonominya. Ia juga memperingatkan bahwa pembatalan kebijakan tarif oleh pengadilan bisa menimbulkan “bencana fiskal,” karena pemerintah akan dipaksa mengembalikan miliaran dolar yang telah dikumpulkan dari pungutan tarif.

Yayasan dan Institut Kepresidenan Ronald Reagan pun turut bersuara. Mereka menegur pemerintah Ontario karena menggunakan cuplikan pidato Reagan tanpa izin, dengan menyebut bahwa penggunaan “audio dan video secara selektif” itu menyesatkan publik.

Kebijakan tarif Trump selama ini memang menjadi duri dalam hubungan ekonomi kedua negara. Sekitar 75% ekspor Kanada mengalir ke AS, menjadikan negeri itu sangat bergantung pada pasar Amerika. Ontario — pusat industri baja dan otomotif Kanada — menjadi provinsi yang paling terpukul akibat tarif logam AS.

Pengumuman mendadak Trump langsung mengguncang pasar. Dolar Kanada melemah terhadap dolar AS, sementara pelaku industri memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat mengancam rantai pasok lintas batas yang bernilai lebih dari US$900 miliar per tahun.

Baik Gedung Putih maupun kantor Perdana Menteri Kanada belum memberikan tanggapan resmi. Namun, sumber diplomatik menyebut bahwa kedua pihak sebenarnya sudah hampir mencapai kesepakatan parsial terkait tarif baja dan aluminium sebelum pengumuman ini mengguncang.

Trump dan Perdana Menteri Kanada Mark Carney dijadwalkan bertemu pekan depan dalam rangkaian KTT ASEAN dan APEC di Asia. Namun, pasca pernyataan terbaru ini, pertemuan tersebut diperkirakan berlangsung dalam suasana yang tegang.

Analis menilai langkah Trump kali ini lebih bersifat politis ketimbang ekonomis. “Pasar sudah hafal pola seperti ini — ancaman dagang dari Trump sering kali bersifat taktis dan sementara,” ujar Charu Chanana, analis di Saxo Capital Markets, Singapura. “Reaksi dolar Kanada mungkin hanya sesaat, kecuali Trump benar-benar menindaklanjuti ancamannya dengan tarif baru.”

Ini bukan kali pertama Trump menggertak Kanada. Awal tahun lalu, ia juga sempat menghentikan pembicaraan dagang karena kebijakan Digital Services Tax Kanada. Kala itu, gertakannya berhasil — Ottawa akhirnya menunda penerapan pajak tersebut. Namun kali ini, dengan isu yang menyentuh simbol Partai Republik, konfrontasinya tampak lebih personal daripada sebelumnya. (alf)

JEF 2025 Jadi Momentum Penguatan Fiskal dan Pajak Daerah Jakarta

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Iwan Setiawan, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat fondasi ekonomi Jakarta melalui Jakarta Economic Forum (JEF) 2025. Forum ini menjadi wujud nyata sinergi antara pemerintah, regulator, dunia usaha, akademisi, dan komunitas dalam membangun ekonomi Jakarta yang inklusif, inovatif, dan berkelanjutan.

“Jakarta memiliki potensi besar untuk memperkuat eksistensinya sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global yang berdaya saing,” ujar Iwan Setiawan dalam sambutannya di puncak acara JEF 2025, Sabtu (25/10/2025).

Penyelenggaraan JEF yang diinisiasi oleh BI DKI Jakarta bersama Pemprov DKI, OJK Jabodebek, Kodam Jaya, Polda Metro Jaya, BMPD, dan unsur pentahelix lain, kini memasuki tahun ketiganya. Mengusung semangat #JagaJakarta, forum ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga wadah kolaborasi fiskal dan ekonomi yang menumbuhkan optimisme baru di tengah transformasi Jakarta menuju kota global.

Lebih dari 80 booth pelaku UMKM binaan pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas kreatif ikut berpartisipasi dalam festival ekonomi kolaboratif ini. Iwan menekankan, kegiatan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan usaha rakyat sejalan dengan peningkatan basis pajak daerah. “Ketika usaha tumbuh produktif dan sehat, penerimaan pajak ikut meningkat. Ini adalah simbiosis fiskal yang inklusif,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, BI DKI juga meluncurkan buku “Transformasi Ekonomi Jakarta untuk Pertumbuhan yang Berkelanjutan” serta menggelar Workshop Entrepreneurship bagi pelaku usaha disabilitas dan sertifikasi Data Analytic bagi generasi muda. Menurut Iwan, arah kebijakan fiskal Jakarta harus berpihak pada pemerataan dan inklusi ekonomi, di mana pajak berfungsi sebagai alat pembangunan, bukan beban masyarakat.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan pentingnya digitalisasi sebagai bagian dari transformasi ekonomi kota, termasuk melalui penerapan sistem pembayaran non-tunai seperti QRIS di pasar-pasar rakyat. “Digitalisasi bukan sekadar modernisasi, tetapi jalan menuju keadilan ekonomi. Dari pasar tradisional hingga pelaku start-up, semuanya harus masuk dalam ekosistem ekonomi digital Jakarta,” ujarnya.

Senada, Deputi Gubernur BI Ricky Perdana Gozali menyampaikan bahwa lebih dari 56% ekonomi Jakarta berasal dari sektor jasa, kreatif, dan digital. Sektor ini menjadi sumber potensial bagi penguatan penerimaan pajak daerah ke depan. “Jakarta Economic Forum merupakan wujud komitmen bersama untuk menggerakkan ekonomi kota melalui aksi kolaborasi dan inovasi, sambil memastikan kebijakan fiskal mampu mengikuti ritme transformasi itu,” katanya.

Dengan tema “Simfoni Jakarta: Kolaborasi, Inovasi, dan Aksi untuk Masa Depan Berkelanjutan”, JEF 2025 menjadi simbol orkestrasi antara kebijakan fiskal, inovasi ekonomi, dan partisipasi publik. Iwan menutup dengan pesan optimistis, “Simfoni ini menggambarkan harmoni seluruh potensi Jakarta. Ketika kolaborasi terjalin kuat, Jakarta bukan hanya kota global, tapi juga pusat inovasi fiskal yang menginspirasi Indonesia.” (bl)

Bolzano Jadi Kota Pertama di Eropa yang Terapkan Pajak Wisata untuk Anjing

IKPI, Jakarta: Kota wisata Bolzano di Italia Utara kembali menjadi sorotan dunia setelah memutuskan untuk memberlakukan kebijakan unik sekaligus kontroversial: pajak wisata untuk anjing. Kebijakan yang akan mulai berlaku pada tahun 2026 ini diklaim sebagai langkah inovatif untuk mengatasi overtourism dan menjaga kebersihan ruang publik, terutama di kawasan yang menjadi gerbang menuju Pegunungan Dolomit.

Berdasarkan laporan The Guardian (26/9/2025), pemilik anjing yang berkunjung ke Bolzano akan dikenakan pajak harian sebesar €1,50 atau sekitar Rp26.000 per ekor. Tidak hanya wisatawan, penduduk lokal pun wajib membayar pajak tahunan sekitar €100 atau Rp1,7 juta untuk setiap anjing yang mereka pelihara. Seperti dikutip Travel Market Report, pemerintah kota berencana menggunakan dana tersebut untuk biaya pembersihan jalan serta pembangunan taman khusus anjing di berbagai titik kota.

Kebijakan ini melanjutkan regulasi sebelumnya yang tak kalah kontroversial, yakni kewajiban pendaftaran DNA anjing. Melalui sistem tersebut, kotoran anjing yang ditinggalkan di jalan dapat ditelusuri ke pemiliknya, yang kemudian bisa dijatuhi denda hingga €600 atau sekitar Rp10,5 juta. Pemilik yang telah mendaftarkan DNA peliharaannya akan dibebaskan dari pajak baru ini selama dua tahun pertama sebagai bentuk insentif. 

Menurut Luis Walcher, anggota Dewan Provinsi yang menggagas kebijakan ini, pajak tersebut dibuat bukan untuk menghukum, melainkan untuk menegakkan tanggung jawab sosial dan menjaga keadilan bagi seluruh warga.

“Jika tidak diatur, beban membersihkan jalan akan ditanggung semua orang, padahal sebagian besar berasal dari kotoran anjing. Ini soal keadilan dan tanggung jawab bersama,” ujar Walcher dikutip dari Travel Market Report, Sabtu (25/10/2025).

Namun, kebijakan itu menuai kritik keras dari kelompok perlindungan hewan. Carla Rocchi, Presiden organisasi nasional ENPA, menyebut pajak tersebut sebagai langkah yang tidak manusiawi dan bisa menurunkan citra Bolzano sebagai kota ramah hewan.

“Hewan bukanlah barang mewah, melainkan bagian dari keluarga. Pajak seperti ini tidak menyelesaikan perilaku segelintir orang, malah berisiko mendorong penelantaran hewan,” tegas Rocchi seperti dilansir The Guardian.

Sementara sebagian pihak menilai kebijakan ini terlalu ekstrem, pemerintah Bolzano bersikukuh bahwa langkah tersebut merupakan bentuk inovasi pengelolaan kota wisata berkelanjutan. Dengan penerapan pajak ini, Bolzano menjadi kota pertama di Eropa yang secara resmi mengenakan pajak wisata bagi anjing, sekaligus membuka babak baru dalam perdebatan tentang tanggung jawab lingkungan dan hak hewan di tengah meningkatnya arus pariwisata global. (alf)

Pajak Pariwisata Dunia Melonjak: Jepang hingga Spanyol Berlomba Menekan Overtourism

IKPI, Jakarta: Gelombang pariwisata global yang terus meningkat kini mulai “mengguncang dompet” wisatawan dunia. Dari Tokyo hingga Barcelona, dari kanal Venesia hingga lanskap beku Norwegia, pemerintah di berbagai negara mulai menerapkan pajak dan biaya pariwisata baru sebagai langkah nyata menekan dampak overtourism yang kian meresahkan.

Fenomena ini menandai babak baru dalam industri pariwisata: di satu sisi mendorong keberlanjutan lingkungan dan infrastruktur lokal, namun di sisi lain memaksa wisatawan menata ulang rencana dan anggaran liburan mereka.

Jepang Naikkan Pajak Visa dan Keberangkatan

Sebagai salah satu negara dengan lonjakan wisatawan internasional tertinggi pascapandemi, Jepang mengambil langkah berani. Mulai 2026, wisatawan asing akan dikenakan kenaikan signifikan pada pajak keberangkatan dan biaya visa.

Saat ini, biaya visa sekali masuk sekitar £15 dan pajak keberangkatan £7. Namun, angka itu akan melonjak menjadi sekitar £25 hampir empat kali lipat dari tarif sebelumnya.

Pemerintah Jepang menegaskan, kebijakan ini bertujuan menjaga keseimbangan antara ekonomi pariwisata dan kapasitas lingkungan lokal yang semakin tertekan.

Spanyol: Barcelona Tak Lagi Murah Dikunjungi

Tak mau kalah, Spanyol khususnya wilayah Catalonia juga menaikkan pajak pariwisata harian hingga €15 mulai Oktober 2025.

Langkah ini merupakan jawaban atas “banjir wisatawan” di Barcelona, yang menyebabkan kemacetan, kenaikan harga sewa, dan tekanan pada layanan publik.

Pemerintah daerah menilai, pajak tinggi ini bukan sekadar sumber pendapatan, tetapi juga alat pengendali jumlah pengunjung demi menjaga kualitas hidup warga dan keberlanjutan kota wisata.

Venesia Kembali Tegas pada Turis Harian

Di Venesia, kota yang setiap tahun diserbu jutaan wisatawan, pajak turis kini diperluas ke lebih banyak bulan, terutama antara Mei hingga Oktober adalah periode puncak kunjungan.

Wisatawan harian akan dikenakan biaya €5 hingga €10, tergantung waktu kunjungan dan cara pendaftaran.

Langkah ini adalah bentuk ketegasan pemerintah kota yang sudah lama berjuang melawan efek negatif overtourism, seperti rusaknya infrastruktur, membengkaknya biaya perawatan kanal, dan menurunnya kualitas hidup warga lokal.

Norwegia Siapkan Pajak Hotel hingga 5%

Sementara itu, Norwegia sedang menimbang penerapan pajak pariwisata hingga 5% untuk penginapan di kawasan seperti Tromsø dan Kepulauan Lofoten, dua destinasi alam favorit yang kini menghadapi lonjakan pengunjung luar biasa.

Pajak ini akan difokuskan pada konservasi lingkungan dan perawatan fasilitas wisata, agar keindahan alam Norwegia tetap lestari di tengah ledakan kunjungan.

Kenaikan pajak di berbagai destinasi ini mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan wisatawan. Tiket pesawat, hotel, dan transportasi lokal kini semakin mahal — dan pajak baru ini menambah beban biaya.

Bagi para pelancong reguler, strategi perjalanan kini tak lagi soal mencari destinasi menarik, tetapi juga menghitung total biaya pajak dan retribusi wisata.

Pajak Baru Demi Pariwisata Berkelanjutan

Di balik kenaikan biaya tersebut, pemerintah negara-negara tersebut sepakat pada satu hal: pariwisata harus berkelanjutan.

Pajak baru dianggap sebagai “investasi balik” agar destinasi tetap lestari, bersih, dan tidak kehilangan daya tarik akibat eksploitasi berlebihan.

“Lebih baik membayar sedikit lebih mahal hari ini daripada kehilangan keindahan itu selamanya,” ujar salah satu pejabat pariwisata Catalonia.

Seiring banyak negara mulai meniru langkah ini, tren “pajak hijau” dalam pariwisata global tampaknya akan menjadi norma baru.

Wisatawan disarankan untuk memasukkan pajak destinasi dalam perencanaan perjalanan, bukan hanya untuk menghindari kejutan biaya, tapi juga memahami kontribusi mereka terhadap pelestarian tempat-tempat indah dunia. (alf/berbagai sumber)

Karangasem Tegaskan Komitmen Fiskal untuk Bumi yang Lestari

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kabupaten Karangasem menegaskan komitmennya dalam membangun daerah yang berkelanjutan dengan mengintegrasikan isu perubahan iklim ke dalam kebijakan fiskal daerah.

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Karangasem, I Ketut Sedana Merta, saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) bertema “Climate Finance and Budgeting di Indonesia: Peluang dan Tantangan” yang diselenggarakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Bali, Kamis (23/10/2025) di Denpasar.

Sedana Merta hadir bersama perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karangasem. Kehadiran ketiganya mencerminkan keseriusan daerah dalam memperkuat sinergi lintas sektor menuju tata kelola keuangan daerah yang berwawasan lingkungan.

“Isu perubahan iklim tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Daerah juga memiliki peran penting dalam memastikan pembangunan yang adaptif terhadap tantangan global,” ujar Sedana Merta.

Ia menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Karangasem telah berupaya mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam berbagai aspek kebijakan daerah, mulai dari perencanaan pembangunan, penganggaran, hingga pelaksanaan program berbasis lingkungan hidup. “Melalui forum seperti ini, kami mendapatkan banyak perspektif bagaimana pembiayaan iklim dapat diimplementasikan secara konkret di Karangasem,” tambahnya.

FGD yang diinisiasi oleh BPK Bali tersebut dihadiri seluruh Sekretaris Daerah se-Provinsi Bali dan dibuka oleh Ikhsan Aprian, S.T., CertDA, CIISA, CSFA, mewakili Kepala Perwakilan BPK Provinsi Bali, I Nyoman Sugirah Satria Perwira.

Dalam sambutannya, Ikhsan Aprian menegaskan bahwa pengelolaan pembiayaan dan penganggaran iklim menjadi bagian penting dari sistem pembangunan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi hasil. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara lembaga pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam memperkuat kebijakan fiskal berbasis iklim yang berkeadilan.

Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Dr. Ahmad Adib Susilo (Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Pusat), Dr. Ida Bagus Made Sutresna (Bappeda Provinsi Bali), serta Dr. Ir. I Made Rentin (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali).

Melalui kegiatan ini, Pemerintah Kabupaten Karangasem menegaskan komitmennya untuk memperkuat integrasi kebijakan fiskal yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan. Langkah ini menjadi bagian dari upaya menuju pembangunan hijau di Bali, sekaligus memperkuat kontribusi daerah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim secara nasional. (alf)

id_ID