Ketua Umum IKPI Buka Diskusi Panel: Tax Amnesty Harus Jadi Jalan Nyata Menuju Negara Sejahtera

IKPI, Jakarta: Diskusi panel ketiga Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali digelar dengan tema yang menggelitik: “Tax Amnesty: Efektifkah Mengakselerasi dan Mendongkrak Penerimaan Pajak?”. Bertempat di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025) forum ini dibuka langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Straworld,.

Dalam sambutannya, Vaudy menyapa seluruh peserta baik dari Pengurus Pusat, anggota IKPI maupun narasumber dalam kegiatan ini. Ia menegaskan bahwa forum diskusi ini bukan sekadar rutinitas, melainkan wujud kontribusi nyata IKPI dalam menyuarakan ide dan solusi untuk bangsa.

“Pengampunan pajak membawa manfaat. Negara maju, rakyat sejahtera,” ujar Vaudy mengutip pantun yang ia bacakan.

Lebih lanjut, Vaudy menekankan pentingnya forum-forum seperti ini sebagai wadah pertukaran gagasan, serta masukan konstruktif bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang lebih efektif dan inklusif.

“Kami berharap kegiatan ini tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menjadi referensi strategis bagi pemerintah. Ini kontribusi IKPI untuk Nusa Bangsa,” tegasnya.

Diskusi panel ini menjadi rangkaian dari trilogi diskusi panel IKPI yang sebelumnya membahas tema Tax Ratio dan Badan Penerimaan Negara.

Hadir sebagai panelis adalah ahli dalam bidang perpajakan, yakni:

1. Dr. Robert Pakpahan, Ak. (Direktur Jenderal Pajak Tahun 2017 – 2019)

2. Ir. Harry Gumelar, M.Sc. (Direktur dan Kepala Kanwil DJP 2011 – 2024 dan Ketua Umum Persatuan Ahli Digitalisasi Pajak Indonesia 2024- sekarang)

3. Ajib Hamdani, S.E. (Analis Kebijakan Ekonomi APINDO)

4. Dr Heru R Hadi (Akademisi Universitas Brawijaya Malang)

Diskusi yang dimoderatori oleh Hung Hung Natalya, mantan pengurus pusat IKPI bidang pendidikan, berlangsung interaktif melalui platform Zoom dan diikuti ratusan anggota IKPI dari seluruh Indonesia.

Vaudy mengajakan untuk terus membangun solidaritas dan kontribusi aktif dari seluruh anggota, baik pengurus maupun anggota kehormatan, untuk memajukan profesi konsultan pajak di Indonesia.

Dengan semangat kolaboratif dan partisipatif, diharapkan diskusi ini menjadi refleksi sekaligus langkah nyata IKPI dalam memperkuat peran konsultan pajak sebagai mitra strategis negara dalam membangun sistem perpajakan yang berkeadilan dan berdaya saing.

Sekadar informasi, hadir juga dalam kegiatan ini;

1. Prof. A. Anshari Ritonga (Dirjen Pajak 1999-2000) Ketua Pengadilan Pajak, dan Komwasjak

Anggota kehormatan IKPI;

1. Machfud Siddik (Dirjen Pajak 2000-2001)

2. ⁠Muhamad Izmiransyah Zein (Mantan Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur)

3. ⁠Catur Rini Widosari (Mantan Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, dan pernah menjabat Direktur Keberatan dan Banding di DJP).

Dewan Kehormatan IKPI;

1. Christian Binsar Marpaung

2. Tonggo Aritonang

(bl)

IKPI Tegal Sukses Gelar PPL “Strategi Hadapi SP2DK dan Pemeriksaan Pajak”

IKPI, Semarang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Tegal mencatat kesuksesan dalam penyelenggaraan Program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) bertema “Strategi Menghadapi SP2DK dan Era Baru Pemeriksaan Pajak” yang digelar di Hotel Gracia, Semarang, Rabu (11/6/2026).

Ketua IKPI Cabang Tegal, Imron Rosyadi, mengungkapkan rasa bangganya atas kepercayaan yang diberikan untuk menjadi tuan rumah dalam kegiatan penting tersebut. PPL ini menghadirkan narasumber pakar perpajakan nasional, Dr. Nur Hidayat, dan diikuti oleh 168 peserta yang terdiri dari anggota IKPI serta kalangan umum.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

“Antusiasme peserta sangat luar biasa. Diskusi berlangsung hidup, ditandai dengan dialog interaktif antara narasumber dan peserta yang menggali secara dalam tantangan-tantangan aktual dalam menghadapi SP2DK serta pemeriksaan pajak,” ungkap Imron,” Jumat (13/6/2025).

Ia juga menyoroti tingginya partisipasi dari peserta non-anggota IKPI, yang menurutnya menjadi indikator bahwa topik yang diangkat sangat relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Menariknya, meskipun berasal dari Cabang Tegal, IKPI memilih Kota Semarang sebagai lokasi pelaksanaan PPL. Keputusan tersebut, menurut Imron, merupakan strategi untuk menjangkau lebih banyak peserta karena Semarang memiliki konsentrasi anggota IKPI yang signifikan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

“Tahun ini kami memang mendapat dua kali kesempatan menjadi tuan rumah PPL. Kami pilih Semarang karena selain lebih strategis, basis anggota IKPI di sini juga cukup besar,” jelasnya.

Meski berjalan lancar dan dinilai sukses, Imron menegaskan bahwa pihaknya akan tetap melakukan evaluasi internal. “Kami ingin terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan. Apa yang kurang akan kami perbaiki, dan apa yang sudah baik tentu akan kami pertahankan,” katanya.

PPL ini tidak hanya memperkuat kapasitas anggota IKPI, tetapi juga menjadi wadah edukasi perpajakan yang terbuka dan inklusif bagi publik yang ingin memahami lebih dalam dinamika pemeriksaan dan regulasi perpajakan terkini. (bl)

BPS Sebut Butuh Rp14,8 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta

IKPI, Jakarta: Ibu Kota Jakarta memang menawarkan banyak peluang, tapi juga menuntut biaya hidup yang tak main-main. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), biaya hidup warga Jakarta pada 2022 mencapai Rp14,88 juta per bulan, jauh melampaui Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang ditetapkan sebesar Rp5.396.761 untuk tahun 2025.

Artinya, bagi banyak warga, UMP saja belum cukup untuk hidup “layak” di tengah hiruk pikuk ibu kota. Hal ini kembali menyoroti jurang antara penghasilan minimum dan kebutuhan riil masyarakat urban.

Dari data Survei Biaya Hidup (SBH) BPS 2022, pos pengeluaran terbesar masyarakat Jakarta adalah perumahan, termasuk biaya air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mencapai Rp3,19 juta per bulan. Diikuti oleh pengeluaran untuk makanan dan minuman sebesar Rp2,78 juta, serta transportasi yang memakan biaya Rp2 juta tiap bulannya.

Biaya makan di luar seperti di restoran juga cukup menguras dompet, yaitu sekitar Rp1,47 juta. Bahkan pengeluaran untuk layanan informasi dan komunikasi, termasuk internet dan telepon, menyentuh angka Rp1,03 juta. Sektor pendidikan dan kesehatan pun tak luput dari daftar beban rutin warga.

Berikut rincian lengkap biaya hidup di Jakarta menurut SBH BPS 2022:

  • Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar: Rp3.195.697
  • Makanan, minuman, dan tembakau: Rp2.785.136
  • Transportasi: Rp2.002.249
  • Makan di luar (restoran): Rp1.475.659
  • Informasi, komunikasi, dan jasa keuangan: Rp1.030.944
  • Pendidikan: Rp959.899
  • Perawatan pribadi dan jasa lainnya: Rp958.555
  • Perlengkapan rumah tangga dan pemeliharaan: Rp940.042
  • Pakaian dan alas kaki: Rp760.122
  • Kesehatan: Rp485.611
  • Rekreasi, olahraga, dan budaya: Rp286.087

Dengan total Rp14,88 juta per bulan, angka ini mencerminkan kebutuhan seorang individu untuk hidup nyaman dan produktif di Jakarta. Sementara itu, banyak warga yang harus bertahan dengan pendapatan jauh di bawah itu, sehingga strategi bertahan hidup, seperti berbagi tempat tinggal, memasak sendiri, atau mengandalkan transportasi umum, menjadi pilihan sehari-hari.

Fenomena ini sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku kebijakan untuk lebih memperhatikan kesenjangan biaya hidup dan daya beli masyarakat urban, demi menciptakan kota yang inklusif dan ramah bagi semua lapisan sosial. (alf)

 

 

Wajib Pajak Bisa Klarifikasi saat Akses Faktur Nonaktif, Tapi ada Risiko Pencabutan PKP 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan angin segar bagi wajib pajak yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan. Melalui Peraturan Dirjen Pajak No. PER-9/PJ/2025, wajib pajak kini diberi ruang untuk menyampaikan klarifikasi atas penonaktifan tersebut.

Namun, peluang ini datang dengan konsekuensi serius. Jika klarifikasi yang diajukan ditolak, DJP berwenang mencabut status Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (4) regulasi tersebut: “Dalam hal klarifikasi wajib pajak ditolak, terhadap wajib pajak tersebut dilakukan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan.”

Penonaktifan akses faktur pajak dilakukan DJP apabila terdapat indikasi bahwa wajib pajak tersebut terlibat sebagai penerbit maupun pengguna faktur pajak tidak sah, berdasarkan hasil kegiatan intelijen perpajakan.

Untuk memulihkan akses, wajib pajak dapat menyampaikan klarifikasi resmi kepada DJP. Setelah menerima klarifikasi, DJP memiliki waktu maksimal 30 hari kalender untuk memberikan keputusan. Menariknya, jika tenggat waktu itu terlampaui tanpa keputusan, maka klarifikasi wajib pajak dianggap dikabulkan secara otomatis sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (5).

Selain itu, DJP juga berhak mencabut status PKP apabila klarifikasi tidak disampaikan dalam 30 hari sejak pemberitahuan penonaktifan akses faktur pajak diterbitkan.

Meski demikian, peluang pemulihan tetap terbuka. Jika berdasarkan data dan informasi yang dimiliki DJP ternyata wajib pajak tidak lagi memenuhi kriteria penonaktifan, maka Kepala Kanwil DJP dapat mengaktifkan kembali akses faktur secara langsung.

Peraturan ini menjadi bagian dari strategi penguatan pengawasan faktur pajak dan upaya memberantas praktik faktur pajak fiktif yang selama ini merugikan penerimaan negara. Wajib pajak diimbau segera menanggapi pemberitahuan DJP secara cermat dan transparan untuk menghindari sanksi berat, termasuk kehilangan status PKP. (alf)

 

 

PER-11/2025: Faktur Pajak Pedagang Eceran Tak Lagi Bergantung pada KLU, Ini Penjelasannya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menegaskan fleksibilitas bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang eceran dalam pembuatan faktur pajak. Hal itu tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/2025), yang menjadi penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, PER-03/PJ/2022.

Poin krusial dalam regulasi terbaru ini adalah ketentuan bahwa status sebagai PKP pedagang eceran tidak lagi ditentukan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Sebaliknya, kriteria utama mengacu pada karakteristik transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak.

Menurut Pasal 51 ayat (4) PER-11/2025, PKP pedagang eceran ditentukan dari aktivitas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada pembeli atau penerima yang merupakan konsumen akhir. Artinya, meski suatu usaha tidak secara eksplisit diklasifikasikan sebagai pedagang eceran berdasarkan KLU, selama memenuhi karakteristik transaksi kepada konsumen akhir, tetap dapat dianggap sebagai PKP pedagang eceran.

Siapa yang Disebut Konsumen Akhir?

Merujuk Pasal 52 ayat (2), konsumen akhir adalah pihak yang membeli atau menerima barang/jasa untuk dikonsumsi langsung, bukan untuk digunakan kembali dalam kegiatan usaha. Dengan demikian, aspek konsumsi menjadi indikator utama dalam pengenaan perlakuan khusus terhadap faktur pajak yang dibuat.

Kemudahan dalam Faktur Pajak

Sebagai bentuk kemudahan administrasi, PKP pedagang eceran diperkenankan membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli, serta tanpa mencantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang. Namun, faktur tetap wajib memuat informasi minimal sebagai berikut:

• Identitas PKP penjual: nama, alamat, dan NPWP;

• Rincian transaksi: jenis barang/jasa, jumlah, harga jual, penggantian, dan potongan harga;

• Pajak: besaran PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut;

• Nomor faktur: kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur.

Menariknya, kode dan nomor seri faktur tak perlu lagi mengikuti sistem DJP, karena bisa ditetapkan sendiri oleh PKP sesuai kebiasaan usaha masing-masing.

Konsistensi Kebijakan

Ketentuan ini mempertegas konsistensi DJP dalam memberikan kemudahan administrasi bagi PKP yang melayani konsumen akhir. Dengan melanjutkan prinsip yang telah ada dalam PER-03/PJ/2022, regulasi ini diharapkan memberikan kepastian hukum sekaligus efisiensi administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha ritel dan sektor layanan yang langsung berinteraksi dengan masyarakat umum.

PER-11/2025 membawa angin segar bagi pelaku usaha yang sebelumnya tidak dikategorikan sebagai pedagang eceran secara KLU, namun dalam praktiknya melayani konsumen akhir. Inilah bentuk adaptasi regulasi perpajakan terhadap dinamika pola konsumsi dan model bisnis modern. (alf)

 

Pajak Tinggi Gagal Selamatkan Krisis Ekonomi di Kenya

IKPI, Jakarta: Kenya yang dulu dijuluki sebagai lokomotif pertumbuhan Afrika Timur kini terpuruk dalam krisis ekonomi yang dalam. Kenaikan pajak yang tajam, korupsi sistemik, serta inflasi yang tak terkendali telah menggerus harapan jutaan warga, memaksa banyak dari mereka bertahan hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Tak kurang dari 40 persen penduduk kini hidup di bawah garis kemiskinan. Di sudut-sudut kota Nairobi, kenyataan ini tergambar jelas dalam kehidupan sehari-hari. Christine Naswa, seorang ibu lima anak yang mengais rezeki dengan berjualan sayuran, mengaku kerap pulang dengan tangan hampa.

“Ekonomi sudah hancur. Tak ada uang beredar di Kenya. Anak-anak saya menangis karena lapar, tapi saya hanya bisa memeluk mereka tanpa jawaban,” ucapnya seperti dikutip AFP, Kamis (12/6/2025).

Meskipun pemerintah Presiden William Ruto telah memangkas beberapa jenis pajak melalui revisi RUU Keuangan, masyarakat menilai langkah tersebut sebatas kosmetik. Harga-harga tetap tinggi, pendapatan stagnan, dan beban hidup terus menumpuk.

Seorang pedagang di pusat bisnis Nairobi menggambarkan tahun ini sebagai periode tergelap dalam karier berdagangnya selama lebih dari tiga dekade. “Sejak pemerintahan ini naik, pajak langsung naik. Tapi kami tidak melihat manfaatnya. Yang ada malah penjualan anjlok dan toko saya pernah dijarah saat unjuk rasa,” katanya, enggan disebutkan namanya.

Pemerintah berdalih, kebijakan pajak diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan membayar utang luar negeri yang menumpuk. Namun, sejumlah ekonom menilai strategi ini kontraproduktif.

“Masyarakat Kenya sudah terlalu lelah. Pajak tidak lagi dirasakan sebagai kontribusi untuk negara, melainkan beban yang memiskinkan,” tutur Kwame Owino, Direktur Institute for Economic Affairs.

Kondisi ini diperburuk oleh tekanan eksternal dari lembaga-lembaga donor seperti IMF, yang mensyaratkan reformasi fiskal sebagai syarat bantuan. Ironisnya, pengeluaran pemerintah untuk membayar bunga utang kini melampaui anggaran untuk sektor vital seperti kesehatan dan pendidikan.

Patricia Rodrigues, analis politik dari Control Risks, menyebut Ruto telah kehilangan legitimasi moral di mata rakyat. “Ia naik dengan janji memperjuangkan rakyat kecil, tapi realitasnya sangat jauh dari itu. Banyak warga merasa dikhianati,” ujarnya.

Parlemen dijadwalkan membahas rancangan anggaran baru pekan ini. Namun, tekanan publik memaksa pemerintah menahan diri dari rencana menaikkan pajak langsung, demi menghindari potensi gelombang protes susulan.

“Masalah kita bukan hanya soal pajak, tapi soal kepercayaan. Jika korupsi terus dibiarkan, maka siapa pun yang berkuasa, rakyat akan tetap menderita,” kata seorang warga Nairobi dengan nada getir.

Menjelang Pemilu 2027, harapan akan perubahan mulai memudar. “Orang Kenya selalu memilih pencuri,” sindir pedagang tadi, mengakhiri obrolan dengan senyum pahit. (alf)

 

 

 

 

Kanwil DJP Jakut Serentak Blokir Rekening 139 Penunggak Pajak Senilai Rp176 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara mengambil langkah tegas terhadap 139 Wajib Pajak yang membandel. Melalui koordinasi dengan delapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayahnya, DJP Jakut akan memblokir rekening para penunggak secara serentak dengan total nilai tunggakan mencapai lebih dari Rp176 miliar.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara, Wansepta Nirwanda, menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk memberikan efek jera kepada Wajib Pajak yang telah diingatkan namun tetap tidak menunjukkan iktikad baik. “Rekening mereka diblokir karena tidak juga melunasi utang pajaknya, meskipun sudah diberikan Surat Teguran dan Surat Paksa,” ujar Wanda,  dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis (12/6/2025).

Sebanyak 878 Surat Permintaan Blokir Rekening telah diajukan ke 53 kantor pusat dan daerah lembaga jasa keuangan (LJK) sektor perbankan. Tindakan ini akan berlangsung pada 17–19 Juni 2025.

Menurut Wanda, langkah pemblokiran ini merupakan bagian dari prosedur penagihan aktif oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN). Ia menambahkan bahwa DJP memiliki dasar hukum yang kuat dalam menjalankan aksi tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023.

“Pemblokiran ini merupakan tahapan awal sebelum penyitaan dilakukan. Namun, jika penanggung pajak memenuhi ketentuan Pasal 33 Ayat (1) PMK 61/2023, seperti melunasi sebagian tunggakan atau menyampaikan permohonan resmi, maka blokir dapat dicabut,” jelas Wanda.

Langkah serentak ini disebut sebagai bagian dari strategi pengamanan penerimaan negara tahun 2025 melalui pencairan piutang pajak. Selain itu, Wanda menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah taat membayar kewajiban sesuai ketentuan.

“Penegakan hukum ini bukan untuk menghukum, melainkan mendorong kepatuhan dan memperkuat integritas sistem perpajakan nasional,” pungkasnya.(alf)

 

 

Warga DKI Bisa Nikmati Pemutihan Denda Pajak Kendaraan Mulai 14 Juni

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi pemilik kendaraan bermotor di Ibu Kota! Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-498 Jakarta, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggulirkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor. Kebijakan ini akan berlangsung mulai Sabtu, 14 Juni hingga 31 Agustus 2025.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati, mengatakan bahwa melalui program ini, warga yang memiliki tunggakan pajak hanya perlu melunasi pokok pajaknya tanpa dibebani denda.

“Jadi kalau ada tunggakan, yang dibayarkan cukup pokok pajaknya saja. Tidak ada sanksi denda selama periode pemutihan ini. Prosedurnya sama seperti pembayaran pajak kendaraan pada umumnya,” jelas Lusiana, Kamis (12/6/2025).

Program ini merupakan bagian dari upaya Pemprov DKI mendorong kesadaran pajak sekaligus memberikan keringanan bagi warga menjelang perayaan HUT Jakarta pada 22 Juni mendatang.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menekankan bahwa pemutihan ini bukan ditujukan untuk mereka yang menghindari pajak, melainkan sebagai insentif bagi warga yang mau patuh dan segera melunasi kewajiban mereka.

“Yang penting harus bayar di hari itu atau dalam periode yang ditentukan. Artinya, ini penghargaan bagi yang bersedia bayar, bukan pembiaran terhadap yang lalai,” ujar Pramono di Balai Kota, Rabu (11/6/2025).

Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan kesempatan ini, pembayaran bisa dilakukan melalui berbagai kanal resmi, termasuk Samsat, aplikasi pembayaran digital, serta layanan drive-thru.

Dengan adanya program ini, Pemprov DKI berharap tingkat kepatuhan pajak kendaraan meningkat, sekaligus mendorong terciptanya sistem transportasi yang lebih tertib dan berkelanjutan di Jakarta. (alf)

 

 

 

 

PER-9/PJ/2025: Upaya Tegas DJP Menangkal Faktur Pajak Fiktif

Pada 22 Mei 2025 Direkrorat Jenderal Pajak menerbitkan aturan baru yaitu  PER 09 2025 yang mengatur tentang Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2025 tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak dalam Rangka Penanganan terhadap Kegiatan Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah.

Peraturan ini menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan praktik penerbitan dan penggunaan faktur pajak tidak sah yang selama ini menyebabkan kebocoran penerimaan negara.

Latar Belakang Dikeluarkannya PER-9/PJ/2025

Faktur pajak merupakan dokumen penting dalam administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, dalam praktiknya, ditemukan banyak penyalahgunaan, seperti penerbitan faktur fiktif (tidak berdasarkan transaksi sebenarnya) atau faktur yang dikeluarkan oleh pihak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kondisi ini tidak hanya mencederai sistem perpajakan, tetapi juga menimbulkan kerugian nyata bagi negara. Oleh karena itu,

DJP mengambil langkah strategis dengan memberikan kewenangan kepada dirinya untuk menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak bagi Wajib Pajak yang terindikasi melakukan penyimpangan.

Apa Saja yang Diatur dalam PER-9/PJ/2025?

1.       Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak, DJP berwenang menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak terhadap:

a.       Wajib Pajak Terindikasi Penerbit: Diduga menerbitkan faktur pajak tidak sah.

b.      Wajib Pajak Terindikasi Pengguna: Diduga mengkreditkan pajak masukan dari faktur pajak tidak sah.

Penonaktifan dilakukan berdasarkan hasil kegiatan intelijen perpajakan oleh petugas yang berwenang.

2.      Kriteria Penonaktifan

Penilaian dilakukan berdasarkan dua hal:

a.       Keberadaan dan kewajaran lokasi usaha

b.       Kesesuaian kegiatan usaha

Jika lokasi usaha tidak jelas atau aktivitas usaha tidak sesuai dengan profil yang dilaporkan, DJP dapat menonaktifkan akses faktur pajak secara elektronik. Untuk pengguna faktur, penilaian difokuskan pada penggunaan faktur pajak yang tidak sah dalam pelaporan PPN.

3.       Pemberitahuan dan Hak Klarifikasi, Setiap Wajib Pajak yang dinonaktifkan akan menerima pemberitahuan resmi dari DJP. Mereka tetap diberikan hak untuk melakukan klarifikasi, dengan ketentuan:

a.       Klarifikasi disampaikan langsung ke Kantor Wilayah DJP (tidak dapat dikuasakan).

b.       Wajib disertai dokumen pendukung, seperti: Identitas Wajib Pajak dan dokumen usaha, Surat keterangan domisili usaha, Rekening koran, bukti transaksi, Foto lokasi usaha dan daftar supplier.

4.       Keputusan DJP atas Klarifikasi

a.       DJP wajib memberikan keputusan dalam waktu 30 hari sejak dokumen klarifikasi diterima.

b.      Jika klarifikasi diterima, akses pembuatan faktur akan diaktifkan kembali.

c.       Jika ditolak, atau tidak ada klarifikasi dalam 30 hari, maka: Pengukuhan sebagai PKP akan dicabut secara jabatan. Namun, jika tidak ada keputusan setelah 30 hari, klarifikasi dianggap dikabulkan secara otomatis.

5.       Penyesuaian dengan Aturan Lama

Bagi Wajib Pajak yang sebelumnya sudah berstatus “Suspend”, penyelesaiannya tetap mengacu pada aturan lama, yakni PER-19/PJ/2017 sebagaimana diubah dengan PER-16/PJ/2018. Namun, kedua peraturan lama ini kini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku setelah berlakunya PER-9/PJ/2025.

Kesimpulan

Pentingnya Kepatuhan dan Transparansi, PER-9/PJ/2025 memberikan sinyal kuat bahwa DJP akan semakin tegas terhadap praktik perpajakan yang tidak sesuai aturan. Bagi pelaku usaha, penting untuk menjaga dokumen usaha tetap tertib dan hanya melakukan transaksi yang sah. Langkah preventif seperti ini bertujuan bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akuntabel.

Penulis adalah anggota IKPI Cabang Kota Tangerang

Ratri Widiyanti 

Email: ratri.widiyanti@midplaza.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

Ketua Umum IKPI Ajak Anggotanya Tingkatkan Kontribusi dan Adaptasi di Tengah Perubahan Regulasi

IKPI, Tegal: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld menyampaikan sejumlah pesan penting kepada seluruh anggota dalam rangka memperkuat profesionalisme dan kontribusi di tengah perubahan regulasi perpajakan yang semakin dinamis. Pesan tersebut disampaikan dalam sambutan resmi oleh Ketua Bidang Olahraga IKPI, Wisnu Sambhoro, saat membuka kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan IKPI Cabang Tegal, Rabu (11/6/2025).

Dalam sambutannya, Ketua Umum IKPI mengapresiasi dedikasi pengurus daerah dan cabang dalam melaksanakan program edukasi berkelanjutan. “Kami menyampaikan terima kasih kepada pengda dan cabang, khususnya IKPI Cabang Tegal, yang telah menginisiasi dan menyelenggarakan kegiatan PPL ini. Ini merupakan bentuk nyata komitmen organisasi dalam menjaga mutu dan integritas profesi konsultan pajak,” ujar Wisnu mewakili Ketua Umum, Kamis (12/6/2025).

Ketua Umum menegaskan bahwa Pengurus Pusat (PP) IKPI mendukung penuh setiap kegiatan yang bertujuan memperkuat kompetensi anggota di seluruh wilayah Indonesia. “Kegiatan seperti ini tidak hanya relevan, tetapi juga sangat dibutuhkan untuk memastikan anggota IKPI tetap adaptif dalam menghadapi perkembangan kebijakan perpajakan, termasuk regulasi baru seperti PMK Nomor 15 Tahun 2025,” jelasnya.

Lebih dari itu, Ketua Umum juga mendorong agar kegiatan PPL tidak hanya menjadi ruang pembelajaran internal, tetapi juga terbuka dan bermanfaat bagi masyarakat umum. “Kami berharap kegiatan ini bisa memberi manfaat yang lebih luas, termasuk bagi pelaku usaha, mahasiswa, dan masyarakat yang ingin memahami perpajakan secara lebih mendalam. IKPI harus menjadi jembatan edukasi antara kebijakan dan masyarakat,” ujarnya.

Salah satu pesan penting yang juga disampaikan adalah ajakan kepada seluruh anggota untuk lebih aktif berbagi pengetahuan melalui website resmi IKPI. “Tulisan atau opini tidak perlu membahas satu PMK secara keseluruhan. Membahas satu bab, satu ayat, atau bahkan satu isu kecil yang relevan saja sudah sangat bermanfaat. Website IKPI adalah ruang kolaborasi dan ekspresi intelektual anggota,” jelasnya.

Tak hanya itu, pidato tersebut juga menyinggung agenda besar organisasi dalam waktu dekat, yakni perayaan Hari Ulang Tahun ke-60 IKPI. Ia mengajak seluruh pengurus dan anggota untuk turut serta menyukseskan perhelatan tersebut. “HUT ke-60 adalah momentum besar dalam sejarah IKPI. Saya mengajak semua elemen organisasi, dari pusat hingga daerah, untuk ikut berpartisipasi aktif. Ini saat yang tepat untuk menegaskan kembali peran strategis kita dalam sistem perpajakan nasional,” tegasnya.

Pesan-pesan itu mencerminkan arah organisasi yang semakin terbuka, responsif, dan progresif dalam menghadapi tantangan zaman. Peran konsultan pajak kini tidak lagi terbatas sebagai pendamping wajib pajak, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dan edukator bagi masyarakat.

Dengan semangat kolaboratif dan pembaruan berkelanjutan yang digaungkan melalui kegiatan PPL seperti yang digelar IKPI Cabang Tegal ini, IKPI terus mengukuhkan eksistensinya sebagai organisasi profesi yang adaptif, relevan, dan berdampak luas bagi pembangunan sistem perpajakan Indonesia yang lebih baik. (bl)

id_ID