DJP Sebut Pemilu 2024 Berikan Dampak Positif Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Pemilihan umum (pemilu) pada 2024 mendatang dinilai akan mampu menggenjot perekonomian nasional. Hal ini turut akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak.

“Biasanya konsumsi naik, karena kan orang banyak spending uang kampanye, itu biasanya konsumsi naik, sehingga mau enggak mau PPN jadi terkerek naik,” kata Direktur P2 Humas DJP Dwi Astuti  seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Ketika kampanye, kata Dwi, uangnya akan digunakan untuk membeli kaos, membuat spanduk, dan lainnya. Hal ini kemudian berkontribusi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Konsumsi.

“Biasanya kalau mau pemilu juga orang untuk biaya kampanye misalnya, bikin spanduk, beli kaos apa segala macem, PPN biasanya naik,” jelas Dwi.

Fenomena ini juga terjadi ketika memasuki tahun ajaran baru dan hari raya Idul Fitri. Pada momen tersebut, konsumsi masyarakat menjadi naik.

“Kalau lebaran orang banyak belanja, biasanya PPN naik, kalau mau sekolah juga biasanya beli seragam, beli baju, beli sepatu, beli tas, itu konsumsi naik biasanya seperti itu,” tuturnya.

Ketika ditanya terkait sektor penerimaan pajak yang akan dioptimalkan tahun depan, Dwi mengaku masih belum dapat memberi jawaban. Namun, pemerintah akan terus berupaya melakukan pengawasan dan memantau pertumbuhan ekonomi.

“Kalau terkait dengan sumber sumber penerimaan di tahun 2024, saya masih belum tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Kita fokus tahun ini ajalah,” ujar Dwi. (bl)

 

 

Sebanyak 90 Aset Wajib Pajak di Jawa Timur akan Dilelang

IKPI, Jakarta: Sebanyak 90 aset senilai Rp16,9 miliar milik 45 wajib pajak (WP) yang disita selama triwulan I 2023, dilelang guna mengoptimalkan penerimaan negara.

Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur Taukhid di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa pelelangan 90 aset tersebut, bertujuan untuk memastikan seluruh piutang negara bisa ditagih dengan baik dan semaksimal mungkin.

“Objek yang dilelang secara daring tersebut adalah aset sitaan pada triwulan I 2023. Sebanyak 90 aset dengan total nilai limit sebesar Rp16.9 miliar,” kata Taukhid seperti dikutip dari Antara News, Rabu (24/5/2023).

Taukhid menjelaskan, sejumlah barang yang dilelang tersebut terdiri dari kendaraan bermotor, tanah dan bangunan, apartemen, barang elektronik, kayu gelondongan, partisi elektronik, partisi kendaraan, generator, dan lain-lain.

Menurutnya, aset tersebut berasal dari 45 wajib pajak pada 30 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, II dan III serta dua Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC), di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I.

Lelang tersebut dilaksanakan secara daring melalui situs www.lelang.go.id yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Diharapkan seluruh barang yang dilelang, bisa bisa terjual seluruhnya.

“Lelang dilakukan hari ini guna optimalisasi penerimaan negara,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jawa Timur, Tugas Agus Priyo Waluyo menyatakan bahwa target lelang yang ditetapkan pada 2023 senilai Rp3,8 triliun dan hingga April sudah terealisasi sebesar Rp1,6 triliun.

“Kegiatan lelang serentak dilaksanakan dua kali pada tahun ini. Pertama yang saat ini berjalan, dan selanjutnya pada November 2023,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jatim III Farid Bachtiar menambahkan bahwa penjualan barang sitaan merupakan tindakan penagihan aktif yang dilakukan setelah penyampaian surat teguran, surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan.

Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan PMK-189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.

Sebelum sampai pada tahapan penyitaan, lanjutnya, petugas telah melaksanakan pendekatan persuasif terlebih dahulu. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, wajib pajak yang bersangkutan tidak kunjung melunasi utang pajaknya.

“Tindakan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi wajib pajak penunggak pajak, dan memerikan edukasi tentang wewenang DJP untuk melakukan penyitaan dan pelelangan atas aset penunggak pajak,” katanya. (bl)

Menkeu Sebut 4 Juta Wajib Pajak Belum Lapor SPT 2023

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mengungkapkan, masih ada sekira 4 juta wajib pajak yang harus melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak tahun 2022 di sisa tahun 2023 ini.

Hal tersebut tertuang di dalam bahan materi konferensi pers APBN Kita edisi April 2023 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin, dikutip Rabu (23/5/2023).

“Total SPT Tahunan yang disampaikan sepanjang tahun 2022 adalah 17,20 juta SPT. Sehingga dalam sisa tahun 2023 ini diperkirakan masih akan ada sekitar 4 juta SPT yang akan disampaikan oleh wajib pajak,” jelas Sri Mulyani.

Adapun SPT Tahunan PPh yang disampaikan pada tahun 2023 mencapai 13,49 juta SPT atau meningkat 2,89% dibandingkan dengan SPT Tahunan PPh pada 2022 yang sebesar 13,11 juta SPT.

Secara rinci, penyampaian SPT Wajib Pajak Orang Pribadi pada 2023 mencapai 12,5 juta atau meningkat 2,53% dibandingkan dengan jumlah penyampaian SPT Wajib Pajak Orang Pribadi pada 2022 yang sebesar 12,19 juta.

Adapun jumlah penyampaian SPT Wajib Pajak Badan pada 2023 sebesar 0,99 juta atau naik 7,65% dibandingkan dengan jumlah SPT WP Badan pada 2022 yang sebesar 0,92 juta.

Kementerian Keuangan mencatat, penyampaian SPT Tahunan melalui media elektronik mencapai 96,21%. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan catatan sepanjang tahun 2022 yang sebesar 91,08%.

Sementara penyampaian SPT Tahunan secara manual mencapai 3,79%. (bl)

 

 

KPK Selidiki Asal Usul Perusahaan Konsultan Pajak Rafael Alun

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik asal usul perusahaan konsultan pajak yang didirikan oleh eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo. Informasi ini didalami dengan memeriksa tiga orang saksi pada Senin (22/5/2023).

Ketiga saksi itu merupakan pihak swasta. Mereka adalah Oki Hendarsanti, Ujeng Arsatoko, dan Jeffry Amsar. “Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pendirian perusahaan konsultan pajak oleh Tersangka RAT yang digunakan untuk mengondisikan temuan pajak dari para wajib pajak yang bermasalah,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, seperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).

Ali tak menjelaskan lebih rinci mengenai hasil pemeriksaan tersebut. Namun, keterangan ketiga saksi ini diyakini dapat mengusut tuntas kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah menjerat Rafael.

KPK telah menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka dugaan TPPU. Dia diduga menyamarkan sejumlah aset miliknya yang berasal dari hasil korupsi.

KPK menduga nilai TPPU yang dilakukan Rafael mencapai puluhan miliar rupiah. Namun, jumlah ini masih dapat bertambah. Sebab, tim penyidik KPK masih terus mengusut dan mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan.

Sebelumnya, Rafael Alun telah ditahan atas kasus dugaan gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam.

Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaan miliknya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.

Rafael seringkali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak. Dia diduga menerima gratifikasi sebesar 90 ribu dolar Amerika Serikat melalui perusahaan miliknya itu. (bl)

Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Tumbuh Moderat Rp 688,15 Triliun

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan penerimaan negara dari pajak telah mencapai Rp688,15 triliun hingga April 2023. Meski pertumbuhannya mulai moderat, capaian penerimaan tersebut meningkat sebesar 21,3 persen secara tahunan.

“Penerimaan pajak sampai April mencapai Rp688,15 triliun. Kalau kita lihat semuanya masih tumbuh, meskipun pertumbuhannya mulai moderat,” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Kemenkeu.go.id, Senin (22/05/2023).

Jumlah tersebut setara 40,05% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Jika dirinci, capaian Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas tercatat Rp 410,92 triliun atau 47,04% dari target. Pajak ini tumbuh 20,11% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Selanjutnya, penerimaan pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) hingga akhir April 2023 tercatat sebesar Rp 239,98 triliun atau 32,30% dari target. Angka capaian ini juga tumbuh 24,91%.

Sementara itu, raihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencapai Rp4,92 triliun atau 12,30% dari target. Capaian ini juga mengalami pertumbuhan sebesar 102,62%. Demikian juga, PPh Migas tercatat Rp 32,33 triliun atau 52,62%  dari target. Ini juga tumbuh 5,44%.

“Kalau kita lihat pertumbuhan 21,3% itu masih tinggi, tapi tahun lalu itu sudah tumbuh tinggi juga, yaitu 51,4%. Artinya pertumbuhan ekonomi yang mengkontribusikan penerimaan pajak tahun lalu sudah memberikan kontribusi pertumbuhan yang cukup tinggi dan masih bertahan hingga bulan April dengan pertumbuhan 21,3%”, jelas Menkeu.

Pertumbuhan penerimaan pajak yang moderat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain berupa penurunan harga mayoritas komoditas utama dan juga penurunan ekspor dan impor.

Meski penerimaan pajak diwarnai kewaspadaan sejalan dengan volatilitas ekonomi global dan normalisasi basis penerimaan, pemerintah tetap optimis mengingat aktivitas ekonomi domestik masih terus meningkat.

Lebih lanjut, Menkeu menyebut pemerintah akan terus melakukan berbagai langkah pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan terus waspada terhadap lingkungan ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. (bl)

Puluhan Koperasi Mengaku Terima Manfaat Langsung Pelaksanaan Bimtek IKPI

IKPI, Jakarta: Puluhan koperasi se-Kota Bogor terlihat antusias mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) perpajakan yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bogor, di Hotel Grand Pangrango, Jumat (19/5/2022). Puluhan peserta kompak menyatakan menerima manfaat dan dirasakan langsung atas kegiatan tahunan IKPI ini.

Ketua IKPI Cabang Bogor Pino Siddharta mengungkapkan, kegiatan Bimtek perpajakan ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang digagas oleh pengurus pusat IKPI yang kemudian diimplementasikan oleh seluruh pengurus daerah dan pengurus cabang IKPI se-Indonesia.

“Sasaran kami adalah koperasi serta pelaku UMKM. Tujuannya bagaimana membuat mereka menjadi wajib pajak yang patuh, sekaligus mengajarkan mereka bagaimana membuat laporan perpajakan untuk badan usaha yang mereka miliki,” kata Pino yang ditemui IKPI.or.id dalam acara Halal Bihalal PPL IKPI, di Hotel Sahid Jaya, Jumat (19/5/2023) siang.

Selain itu lanjut Pino, diharapkan kegiatan ini dapat terus memperkuat sinergi dengan seluruh pihak khususnya bagi yang membutuhkan edukasi perpajakan. Secara khusus, IKPI Cabang Bogor berkomitmen untuk terus menjalin sinergi dengan Pemkot Bogor demi meningkatkan kepatuhan pajak yang bermuara pada kemajuan daerah.

“Koperasi maupun UMKM ini berjumlah banyak dan ke depan dapat memengaruhi penerimaan pajak. Jangan sampai koperasi mendapatkan kesalahan dalam urusan perpajakan yang justru dapat mengambat perkembangan usaha,” kata Pino.

Mulyadi, salah seorang pelaku UMKM Kota Bogor yang mengikuti kegiatan Bimtek IKPI ini mengaku sangat terbantu dan menjadi melek mengenai perpajakan. “Sebelum mengikuti kegiatan ini, saya tidak tahu kalau usaha gerabah yang dijalankannya juga harus memberikan laporan tahunan pajak kepada pemerintah. Melalui kegiatan ini saya tahu bagaimana melaporkan usaha ini, sekaligus manfaat yang didapatkan dari pajak yang diterima pemerintah,” kata dia.

Hal senada juga dikatakan Yuni seorang pengusaha kuliner di wilayah tersebut. Menurutnya, dengan pemasukan yang masih relatif kecil terhadap usahannya, menjadikan dia tidak berpikiran harus melaporkan itu kepada pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Sekarang, saya sudah lebih tahu apa yang harus dilakukan sebagai pelaku UMKM dan wajib pajak yang patuh. Paling tidak kita harus tertib memberikan laporan usaha tahunan kepada DJP,” ujarnya.

Lebih lanjut Pino berharap, pemerintah bisa lebih menyederhanakan lagi model pelaporan untuk para pelaku UMKM. Artinya, dengan sistem dan cara yang mudah tentunya akan membuat mereka lebih tertib dalam memberikan laporan tahunannya.

Sementara itu, dikutip dari Pajak.com, Koordinator Nasional Bimtek IKPI Hijrah Hafiduddin menuturkan, acara ini merupakan salah satu program corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan IKPI. Organisasi yang berdiri pada 27 Agustus 1965 ini berkomitmen untuk terus memberikan edukasi perpajakan kepada UMKM maupun koperasi, mengingat keduanya merupakan bentuk sistem ekonomi kerakyatan yang terbukti tangguh di Indonesia.

“IKPI melakukan bimtek dan menyosialisasikan peraturan-peraturan perpajakan di 42 kota se-Indonesia. Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Bogor meminta IKPI untuk khusus melakukan bimtek intensif kepada UMKM maupun koperasi. Khusus koperasi, di (Bogor) ada 700 lebih, yang ternyata mereka masih minim (pengetahuan) perpajakan. Ada yang ingin melapor, tapi takut. Ada yang tidak tahu hak dan kewajiban koperasi, tidak tahu bagaimana menghitung PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 21, Pasal 23, PPh final, dan bagaimana mengisi SPT tahunan badan maupun SPT Masa. Untuk itu, IKPI hadir untuk mengedukasi koperasi di sini,” kata Hijrah.

Di hadapan puluhan pelaku koperasi, Hijrah pun memberikan pemahaman mengenai aspek pemajakan hingga cara pelaporan SPT tahunan maupun SPT Masa. Ia menjelaskan, Wajib Pajak badan koperasi dibedakan menjadi tiga, yakni omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun (peredaran bruto tertentu); omzet lebih besar dari Rp 4,8 miliar dan kurang dari Rp 50 miliar per tahun; serta omzet lebih dari Rp 50 miliar per tahun.

“Koperasi bisa dikenakan PPh Pasal 21 untuk karyawan. Lalu, ada PPh Pasal 23, yakni pajak yang dikenakan berdasar penghasilan, seperti bunga, royalti, sewa, dividen, atau pembayaran jasa. Biasanya pajak ini dikenakan kepada koperasi simpan pinjam karena mendapat bunga dari pinjaman. Bisa juga dikenakan PPh Masa Pasal 25 bagi koperasi yang beromzet lebih dari Rp 4,8 miliar,” jelas Hijrah.

Ia juga menekankan, regulasi pemerintah terus berpihak kepada koperasi. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), SHU kini tidak dikenakan pajak. Sebelumnya, mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 111/PMK.03/2010, SHU koperasi termasuk dalam dividen sehingga menjadikannya sebagai objek pajak. Tarif yang dikenakan sebesar 10 persen dari jumlah bruto dan bersifat final.

“Koperasi dan UMKM juga bisa mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPh final 0,5 persen dari omzet (bila peredaran usaha maksimal Rp 500 juta per tahun). Ini menunjukkan pula keberpihakan pemerintah. SHU pun tidak dikenakan (pajak). IKPI menilai kebijakan ini akan mendorong koperasi untuk fokus di bisnisnya,” ujar Hijrah. (bl)

 

Penjualan Mobil Listrik Wuling Naik 107 Persen Akibat Insentif Pajak

IKPI, Jakarta: Wuling Motors mencatat lonjakan penjualan jenis mobil listriknya, Wuling Air EV selama April 2023. Kenaikan penjualan itu, menurut perusahaan, didorong oleh program insentif pajak yang diberikan pemerintah dalam upaya migrasi masyarakat menggunaan kendaraan listrik yang bebas emisi.

Direktur Marketing Wuling Motor, Dian Asmahani, mengatakan, laju penjualan Wuling Air EV selama April tercatat tembus 747 unit. Angka penjualan naik 107 persen atau dua kali lipat dari penjualan selama Maret sebanyak 360 unit.

“Kami melihat konsumen merespons dengan baik insentif ini,” kata Dian seperti dikutip dari Republika, Minggu (21/5/2023).

Ia menuturkan, program subsidi lewat diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 1 persen yang dimulai 1 April 2023 diharapkan membawa angin segar bagi industri otomotif. Khususnya sebagai produsen mobil listrik yang tengah menjadi fokus pemerintah.

Diskon pajak itu, lanjut Dian, pun dapat dimanfaatkan konsumen yang ingin memiliki atau bermigrasi kepada kendaraan bertenaga listrik. “Kami berharap kesempatan ini menjadi momen tepat bagi masyarakat untuk dapat memiliki mobil listrik,” ujarnya.

Seperti diketahui, Wuling Motor bersama Hyundai menjadi dua produsen mobil listrik yang masuk dalam program insentif pajak pemerintah. Kedua produsen terpilih karena telah memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan minimal 40 persen sesuai peraturan.

Namun, belakangan Kepala Staf Presiden sekaligus Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklino), Moeldoko mengakui program subsidi mobil listrik masih berjalan lambat di tengah masyarakat. Pihaknya pun telah melakukan evaluasi tentang perkembangan yang minim atas program subsidi tersebut.

“Sekarang masih berjalan lambat,” kata Moeldoko dalam pembukaan PERIKLINDO Electric Vehicle Show (PEVS) 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (17/5/2023) lalu.

Ia mengaku pemerintah mengevaluasi progam subsidi itu lantaran tidak berjalan dengan baik. Dia memperkirakan subsidi lambat bisa disebabkan karena subsidi tidak bisa dinikmati semuanya. Selain itu, pemerintah mencoba merumuskan tentang kemungkinan insentif pajak yang dibayarkan satu bulan sekali agar tidak terlalu membebani dealer.

Kebijakan Pajak 2024 Menyasar Orang Kaya dan Ekonomi Digital

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengarahkan kebijakan umum perpajakan tahun 2024 untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar dapat melewati berbagai tantangan. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun 2024 telah disusun enam kebijakan teknis pajak tahun 2024.

Kebijakan yang pertama dengan menindaklanjuti pelaksanaan reformasi perpajakan UU HPP. Nantinya, pemerintah akan melakukan optimalisasi perluasan bisnis pemajakan.

Kemudian, dilakukan penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan berbasis kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi di tiap wilayah. Ketiga, fokus pada kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur.

“Fokus kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur melalui implementasi penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4); prioritas pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP Group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital,” seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (22/5/2023).

Selanjutnya, melakukan optimalisasi implementasi core tax system. Hal ini dengan menekankan pada perbaikan layanan perpajakan, pengelolaan data yang berbasis risiko, dan tindak lanjut kegiatan interoperabilitas data pihak ketiga.

Kelima, akan dilakukan penegakan hukum yang berkeadilan melalui optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan kegiatan digital forensics. Terakhir yaitu pemberian insentif pajak yang terarah dan terukur untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu serta memudahkan investasi.

Tercatat, penerimaan pajak periode 2019-2022 secara nominal tumbuh rata-rata 8,9% per tahun. Meski, sempat terkontraksi 19,6 persen (yoy) pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Beberapa faktor yang mempengaruhi pajak periode 2019-2022 yaitu adanya dampak perang dagang dan gejolak geopolitik di beberapa kawasan dunia serta pandemi Covid-19.

Pemerintah telah menyusun kebijakan umum perpajakan tahun 2024. Hal ini diantaranya mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, memperkuat sinergi melalui joint program, pemanfaatan data, dan penegakan hukum, menjaga efektivitas implementasi UU HPP, serta insentif perpajakan yang terarah dan terukur untuk mendukung iklim daya saing usaha dan transformasi ekonomi yang lebih tinggi. (bl)

IKPI Ingin Bentuk Knowledge Center di Berbagai Wilayah Indonesia

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Ruston Tambunan, berkeinginan membentuk Knowledge Center IKPI di berbagai wilayah di Indonesia. Hal itu mengingat semakin tingginya kebutuhan dan minat masyarakat, perguruan tinggi dan praktisi perpajakan untuk terus menambah pengetahuan mereka tentang peraturan perpajakan.

“Saat ini perguruan tinggi dibeberapa wilayah di Indonesia sudah melakukan kerja sama dengan IKPI, khususnya untuk pelatihan kelas brevet. Namun ada juga perguruan tinggi yang mengingkankan mahasiswanya diajarkan ilmu perpajakan lebih mendalam, agar selesai kuliah mereka sudah siap berhadapan dengan dunia kerja khususnya yang berkaitan dengan ilmu perpajakan,” kata Ruston di sela kegiatan Halal Bihalal PPL di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (16/5/2023).

Untuk itu lanjut Ruston, dirinya akan meminta Departemen Pendidikan IKPI untuk menyikapi kemungkinan membuka Knowledge Center IKPI seperti di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Tangerang. “Kami mau IKPI menjadi yang terdepan dalam hal memberikan pendidikan kepada masyarakat Indonesia, dan itu bisa diberikan kepada berbagai lapisan golongan,” kata Ruston.

Namun demikian, untuk menjalankan program tersebut IKPI nantinya akan menyerahkan eksekusinya kepada manajemen eksekutif yang akan dibentuk.

“Jadi manajemen eksekutif ini lebih fokus dalam pengembangan PPL, pendidikan, serta mengenalkan organisasi IKPI kepada masyarakat luas. Jadi, program apa yang tidak bisa dieksekusi pengurus, itu harus bisa dilakukan oleh manajemen eksekutif. Dengan demikian tidak adalagi kebijakan dari pengurus yang diamanatkan kepada manajemen eksekutif tidak berjalan atau macet,” ujarnya.

Lebih jauh Ruston mengatakan, nantinya IKPI juga akan mengembangkan PPL seperti membuka kelas-kelas khusus. “Pertama, jika selama ini kebanyakan topiknya adalah perpajakan internasional, nanti IKPI akan membuat kelas khusus dan akan menerbitkan semacam sertifikat bahwa peserta sudah menyelesaikan paket-paket kursus perpajakan internasional, paket transfer pricing, dan paket kuasa hukum yang selama ini belum pernah diselenggarakan IKPI,” ujarnya.

Yang kedua kata Ruston, IKPI akan terus bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mengadakan kursus brevet. Memang selama ini kursus brevet sudah dijalankan, tetapi semakin banyak universitas yang meau bekerja sama dengan IKPI untuk membuka kelas tersebut.

Jadi kata dia, semakin banyaknya permintaan kelas brevet kepada IKPI ini, tidak lepas dari manfaat yang dirasakan oleh kampus-kampus yang telah bekerja sama. Hal ini ternyata berimbas positif, dan membuat kampus lain tertarik untuk melakukan kerja sama serupa.

Selain itu, tenaga pengajar yang disediakan IKPI dinilai sangat mumpuni. Bukan hanya karena pengalaman lapangan sebagai konsultan pajak, pengajar yang diterjukan untuk kampus-kampus ini memang mempunyai kapasitas sebagai tenaga pendidik.

“Di IKPI ada tenaga pengajar yang berasal dari praktisi, akademisi dan bahkan dari instrumen pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak,” katanya. (bl)

IKPI Berikan Apresiasi Kepada 80 Pengajar PPL dan Brevet

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyatakan apresiasinya kepada seluruh instruktur Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dan pengajar kelas Brevet yang selama ini telah memberikan ilmunya kepada seluruh masyarakat dan anggota IKPI.

Apresiasi tersebut disampaikan Ketua Departemen PPL IKPI Vaudy Starworld, kepada 80 instruktur dan narasumber yang hadir dalam kegiatan halal bihalal yang yang dilaksanakan oleh Departemen PPL dan Departemen Pendidikan IKPI yang berlokasi di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (16/5/2023).

Menurut Vaudy, selain halal bihalal kegiatan pertemuan ini adalah bentuk apresiasi IKPI kepada seluruh narasumber dan pembicara pendidikan bravet. Harapannya, ada kekompakan, interaksi, dan pengenalan pribadi sesama narasumber dan juga pengurus IKPI, karena, selama ini antara narasumber, instruktur dan pengurus IKPI hanya sering bertemu pada saat kelas berlangsung (Zoom Meeting).

“Kedepan PPL akan dikelola secara lebih profesional. Alasannya, kegiatan PPL di IKPI merupakan salah satu sumber pemasukan utama yang dimiliki organisasi. Hal ini tentunya penting dikelola secara profesional agar dapat terus memajukan organisasi,” kata Vaudy di lokasi acara.

Selain itu, kebijakan perpajakan yang terus berubah (dinamis) menjadikan kegiatan PPL ini sangat dibutuhkan oleh seluruh kalangan, baik itu masyarakat umum maupun konsultan pajak. “Tetapi PPL juga merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi oleh seluruh konsultan pajak. Karena ada atauran pemerintah yang mengharuskan setiap konsultan pajak untuk memenuhi kewajiban minimal, dan salah satunya bisa didapatkan dari mengikuti kegiatan PPL baik Terstruktur maupun Tidak Terstruktur,” kata Vaudy.

Lebih lanjut dia mengatakan, yang tidak kalah pentingnya dari penyelengaraan PPL ini adalah bagaimana seluruh anggota IKPI bisa mengikuti segala perubahan kebijakan perpajakan yang memang dinamis. Untuk itu IKPI selalu berusaha memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya dengan peningkatan keahlian (soft skill) di luar pengetahuan perpajakan.

Ada juga lanjut Vaudy, kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan konsultan pajak itu sendiri, seperti acara bincang pajak. Kegiatan ini biasanya menghadirkan narasumber dari anggota IKPI itu sendiri, yang membagikan pengalamannya selama bergelut dengan profesi konsultan pajak.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari mengatakan. Kegiatan halal bihalal ini pada dasarnya sangat bagus, dalam arti IKPI tetap harus terus menjaga hubungan dengan para pengajar.

“Karena bagaimapunjuga, kegiatan PPL dan kursus yang diselenggarakan IKPI tidak dapat berjalan tanpa adanya narasumber,” kata Lisa.

Untuk itu lanjut Lisa, IKPI sebagai penyelenggara PPL harus memupuk hubungan baik dengan para narasumber. Karena narasumber adalah benang merah dari penyelenggaraan pendidikan ini dan jangan sampai terputus.

“Harapan saya, narasumber yang dihadirkan dalam PPL IKPI bisa terus mengupdate informasi tentang peraturan perpajakan, sehingga pengetahuan yang dimilikinya bisa disalurkan kepada seluruh peserta yang hadir dalam PPL saat itu,” katanya.

Selain itu, Lisa juga mengungkapkan IKPI akan terus berupaya menghadirkan/menambah narasumber profesional berkompeten untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan anggotanya mengenai aturan perpajakan. Dia juga menyatakan terus mendorong anggota IKPI agar mempunyai kompetensi untuk menjadi instruktur/narasumber.

“Kami mendorong untuk seluruh anggota bisa menggali pengetahuan perpajakannya, agar mereka juga bisa membagikan ilmu yang dimiliki kepada anggota-anggota lain yang memang membutuhkan,” kata dia.

Menurutnya, kehadiran narasumber dari dalam IKPI akan memberi warna dalam pendistribusian pengetahuan itu sendiri. “Saya berharap teman-teman juga bisa aktif. Jadi pengetahuan yang didapat adalah dari kita dan untuk kita,” katanya.

Menanggapi kegiatan ini, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Ruston Tambunan mengatakan, halal bihalal instruktur PPL dan pengajar brevet, dan memang sengaja tidak digabungkan dengan halal bihalal IKPI yang memang sudah diselenggarakan lebih dulu.

kegiatan ini dilakukan, agar sesama instruktur serta pengurus harian IKPI abisa saling mengenal satu sama lain.
Jadi ini semacam apresiasi juga kepada mereka, karena mereka itu sangat berarti untuk organisasi.

Artinya program-program peningkatan kompetensi anggota, itu bisa berjalan karena sumbangsih dari para instruktur/pengajar yang mau membagi ilmunya untuk seluruh anggota IKPI dan masyarakat.

Menurutnya, pertemuan semacam ini memang dilakukan rutin setiap tahun dan tahun 2023 ini masuk dalam tahun ke dua penyelenggaraan.

Diungkapkannya, latar belakang para instruktur itu berbeda-beda, ada yang dari praktisi, akademisi, bahkan dari unsur pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Mereka memandang PPL yang diselenggarakan IKPI ini sangat maju.

Ruston berharap, jika manajemen eksekutif yang sedang dimatangkan pembentukannya oleh para pengurus harian IKPI ini sudah berjalan, maka pengelolaannya harus lebih profesional dan membuat sumber-sumber pemasukan baru untuk menambah pemasukan IKPI.

Sekadar informasi, saat ini PPL merupakan ladang pemasukan dana untuk menjalankan roda organisasi di IKPI. Dengan demikian, hal ini harus terus dijaga dan bahkan ditingkatkan dengan cara membuat inovasi-inovasi baru dalam menyelenggarakan PPL, sehingga program yang dijalankan menjadi semakin bermutu dan bermanfaat untuk peserta. (bl)

id_ID