IKPI Sleman Usul Jumlah Pengda Disesuaikan dengan Kanwil DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Hersona Bangun berharap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IKPI nantinya bisa mengakomodir adanya penambahan pengurus daerah (Pengda) di dalam satu wilayah kerja. Hal ini tentunya untuk lebih meringankan tugas dan memperlancar koordinasi antara cabang.

“Saat ini dalam satu provinsi terkadang ada 2-3 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), tetapi tugas itu di cover oleh satu Pengda, kan cukup berat. Sebaiknya jumlah Pengda ditambah lagi mengikuti jumlah Kanwil di wilayah masing-masing,” kata Hersona di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, saat ini untuk Pengda Jateng dan DIY mungkin saat ini jumlahnya masih tergolong ideal. Tetapi, kedepan bisa dipikirkan lagi untuk menambah jumlahnya.

Menurut Hersona, pemikiran itu muncul pasca adanya usulan pembubaran Pengda dalam Mukernas IKPI Surabaya beberapa waktu lalu. Walaupun akhirnya dalam rapat Ad Hoc diputuskan bahwa keberadaan Pengda untuk lebih diperkuat, tetapi cakupan wilayah tugas yang luas memungkinkan adanya usulan untuk penambahan jumlah Pengda dalam satu wilayah.

Saya pikir hasil dari rapat Tim Ad Hoc, hari ini dilaporkan kepada Ketum IKPI bahwa semua usulan yang berkembang di dalam Mukernas, sudah dibahas dan memperoleh sebuah keputusan.

Mengomentari hasil keputusan Tim Ad Hoc AD/ART dan Kode Etik, Hersona menyatakan bahwa hal itu sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sebagian besar ketua cabang, yang mengikuti rapat tersebut.

Diungkapkannya, ada tiga poin yang dibahas dalam rapat tersebut, yakni soal rencana penghapusan 12 pengurus daerah (Pengda) IKPI, penambahan klaster anggota, dan mengenai bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun.

Terkait tindak pidana kata dia, Tim Ad Hoc memutuskan sanksi akan diberikan kepada anggota ketika mereka telah diputuskan bersalah oleh pengadilan dengan hukuman penjara minimal 2 tahun.

Selain itu, keberadaan Pengda tetap dibutuhkan dan harus lebih diperkuat tupoksinya, serta tidak disetujuinya penambahan klaster anggota.

“Ini artinya, IKPI sebagai organisasi profesi yang di dalamnya benar merupakan konsultan pajak dan itu harus tetap dipertahankan. kedepan kita berharap dengan adanya hal-hal seperti ini, anggota IKPI menjadi lebih profesional, kompeten, berintegritas, dan bisa bersama pemerintah turut mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan,” katanya.

Menurut Hersona, IKPI Sleman termasuk kepada pihak yang tidak setuju dengan adanya usulan penambahan klaster dan penghapusan Pengda. Sebab, penambahan klaster menurutnya belum cocok diberlakukan dengan kondisi saat ini, sedangkan penghapusan Pengda memang tidak diperlukan mengingat perannya masih sangat dibutuhkan.

Untuk penambahan klaster keanggotaan, Hersona melihat bahwa perlu ada pengkajian lebih dalam lagi karena profesi konsultan pajak masih menjadi ujung tombak di dalam penerimaan negara.

Dengan demikian kata dia, jika tidak ada pengaturan yang ketat dikhawatirkan justru banyaknya pihak lain yang bisa terlibat, sementara kompetensi yang dimiliki juga tidak sesuai dengan seharusnya sehingga dikhawatirkan malah merugikan wajib pajak itu sendiri.

Lebih lanjut Hersona mengatakan, alasan pihaknya tidak setuju dengan usulan penghapusan Pengda adalah, bahwa sebagian besar Pengda di berbagai daerah masih memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan berbagai permasalahan, baik antar cabang maupun cabang dengan pengurus pusat.

“Untuk Pengda Jateng-DIY, komunikasi kami diseluruh cabang di bawah koordinasi mereka masih sangat baik. Bahkan, jika terdapat permasalahan yang terjadi terhadap anggota, Pengda menjalankan perannya untuk membantu menyelesaikan permasalahan itu,” katanya. (bl)

 

 

 

DJP Sebut TikTok Setor PPN Kepada Pemerintah

IKPI, Jakarta: Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Ihsan Priyawibawa, telah mengonfirmasi bahwa platform media sosial TikTok melakukan kewajiban setoran pajak pertambahan nilai (PPN) kepada pemerintah Indonesia sebagai pemungut PPN dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Menurut Ihsan, TikTok terdaftar sebagai salah satu pemungut PPN PMSE. “Jadi, TikTok melakukan setoran pajak terhadap aktivitas pemungutan PPN atas transaksinya di Indonesia,” kata dia dalam Media Gathering Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Puncak, Bogor, Jabar, seperti dikutip dari Berita Satu, Selasa (26/9/2023).

Dalam konteks ini, TikTok akan memungut pajak dari pengguna yang memanfaatkan layanan TikTok, seperti jasa iklan. Dengan demikian, baik pelaku bisnis dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan platform TikTok akan dikenakan pajak.

Meskipun TikTok tengah menjajaki peluang untuk memasuki dunia e-commerce, Ihsan menyebut bahwa DJP akan terus memantau perkembangannya untuk menentukan pajak yang akan dikenakan pada platform tersebut.

“Sama perlakuannya dengan yang lain, apakah dia sebagai wajib pajak dalam negeri atau luar negeri. Jadi, kita akan pelajari dulu model bisnis yang dilakukan TikTok,” tambahnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah membatasi platform social commerce untuk memfasilitasi perdagangan berdasarkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020. Aturan tersebut mengklarifikasi bahwa platform hanya dapat mempromosikan barang dan jasa, sementara fasilitas transaksi tidak diperkenankan.

Presiden Joko Widodo sendiri telah mengomentari dampak perdagangan elektronik (e-commerce) terutama di platform hosting video pendek TikTok, yang menyebabkan penurunan penjualan dan produksi di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) hingga pasar konvensional. Menurut Jokowi, TikTok seharusnya hanya berfungsi sebagai media sosial dan bukan sebagai media ekonomi.

“Ini berdampak pada UMKM, produksi di usaha kecil, usaha mikro, dan juga pasar. Pada beberapa pasar, penjualan telah mulai menurun karena serbuan e-commerce. Seharusnya, TikTok adalah platform media sosial, bukan media ekonomi,” ujarnya.

Pemerintah Indonesia tampaknya telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa platform-platform seperti TikTok mematuhi peraturan perpajakan dan perdagangan yang berlaku. Upaya ini bertujuan untuk memastikan adilnya persaingan dalam lingkungan bisnis digital di Indonesia. (bl)

Jan Prihadi Minta Pertahankan Eksklusivitas Keanggotaan IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Semarang, Jawa Tengah, Jan Prihadi mengapresiasi keputusan Tim Ad Hoc yang membatalkan usulan penambahan klaster anggota dan penghapusan pengurus daerah (Pengda) dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta Kode Etik IKPI.

Menurut Jan, penambahan klaster anggota muda dan madya akan membuat IKPI kehilangan Eksklusivitas. Pasalnya, tidak ada klausul yang mewajibkan anggota muda dan madya memiliki sertifikasi konsultan pajak, karena klaster tersebut rencananya akan diisi oleh mahasiswa dan para pegawai bagian pajak.

“Saat ini, lebih dari 6.700 anggota IKPI yang tersebar di penjuru Indonesia seluruhnya memiliki sertifikasi konsultan pajak. Jika orang yang tidak pernah mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) diterima sebagai anggota IKPI, maka hancurlah eksklusivitas asosiasi terbesar di Indonesia ini,” kata Jan di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, penolakan terhadap usulan penambahan klaster anggota dalam pembahasan AD/ART adalah tindakan yang sudah benar. Karena dikhawatirkan, nantinya karena mereka merasa sebagai anggota IKPI, maka dengan seenaknya melakukan aktivitas selayaknya konsultan pajak, padahal tidak memiliki kompetensi.

“Kekhawatiran itu bukan tidak mungkin terjadi jika dibiarkan. Sekarang saja, sudah banyak orang yang melakukan praktek konsultan pajak padahal mereka tidak memiliki sertifikasi dan izin praktek. Kalau itu dilakukan anggota IKPI, apa tidak kacau,” ujarnya.

Jan Prihadi juga menyinggung dibatalkannya usulan penghapusan Pengda oleh Tim Ad Hoc. Kabarnya, hal itu dikarenakan sebagian besar anggota tim sepakat untuk tetap mempertahankan keberadaan Pengda, dan tentunya dengan tambahan penguatan-penguatan fungsinya.

“Cabang Semarang termasuk yang tidak setuju adanya usulan penghapusan Pengda. Sebab, kami sendiri yang masuk dalam Pengda Jateng-DIY sangat merasakan manfaat keberadaan Pengda, baik itu sebagai garis koordinasi antara cabang, maupun pengurus pusat,” katanya.

Dari hasil voting kata Jan, mayoritas anggota Tim Ad Hoc sepakat untuk mempertahankan Pengda, namun keberadaannya lebih diperkuat.

Demokrasi IKPI Berjalan Baik

Jan juga membandingkan proses Ad Hoc yang dilakukan saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut dia, proses Ad Hoc kali ini sudah jauh lebih baik.

Dia mengaku telah mengikuti beberapa proses Ad Hoc seperti di Kongres Batu, Malang, Makassar, dan Batam. Menurutnya, proses pengambilan keputusan di sana menghadirkan emosi tingkat tinggi dalam, sehingga demokrasinya menjadi menakutkan.

Diungkapkannya, semua peserta Ad Hoc pada saat itu bertahan dengan pendapatnya masing-masing, dan hal ini yang membuat tenaga menjadi terkuras serta waktu Kongres menjadi sangat lama untuk memutuskan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam AD/ART, Kode Etik, dan Program Kerja.

Namun kata dia, saat ini semuanya sudah berubah lebih baik. Pembentukan Tim Ad Hoc dilakukan pasca Mukernas, dengan anggota yang terdiri dari para ketua cabang ataupun perwakilan. Dengan demikian, kejadian di tahun-tahun sebelumnya mengenai adu argumentasi dalam memperdebatkan perubahan dalam AD/ART, Kode Etik, dan Program Kerja tidak akan dilakukan lagi di arena Kongres.

“Semua pembahasan diputuskan sebelum Kongres, jadi saat rapat tertinggi itu digelar, panitia tinggal membacakan saja hasil keputusan tim yang sudah dilaksanakan pasca Mukernas. Setelah itu lanjut dengan pertanggungjawaban pengurus, serta pemilihan ketua umum dan wakil, serta ketua pengawas,” katanya.

Menurutnya, dalam rapat Ad Hoc kali ini, salah satunya adalah membahas usulan penambahan klaster anggota, di mana ada usulan penambahan untuk anggota muda dan madya. Alasannya, penambahan itu untuk mempercepat regenerasi anggota di IKPI.

Namun, dari 42 cabang dan pengurus pusat yang hadir mayoritas memilih untuk menunda adanya penambahan klaster. Sebab, untuk kondisi saat ini penambahan klaster dinilai malah hanya akan menambah beban organisasi.

Kembali kepada proses pengambilan keputusan oleh Tim Ad Hoc. Menurut Jan, semua permasalahan yang dibahas kali ini diselesaikan dengan mekanisme voting, dan semua peserta menerima hasil yang telah diputuskan bersama tanpa ada emosi dan lain sebagainya yang berdampak negatif kepada hubungan personal dan asosiasi.

“Semua yang ada di tim ini orang-orang hebat. Walaupun mempunyai pendapat yang berbeda-beda, tetapi mereka bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin dan menerima apa yang sudah diputuskan oleh suara terbanyak dalam rapat tersebut,” ujarnya. (bl)

 

Indonesia Akan Terapkan Pajak Karbon Sebelum 2026

IKPI, Jakarta: Perdagangan karbon di Tanah Air dimulai hari ini, Selasa (26/9/2023). Namun, pajak karbon kemungkinan baru terapkan pada tahun 2026 mendatang.

“Di Eropa 2026, di Indonesia menjelang 2026,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (26/9/2023).

Airlangga mengatakan saat ini penerapan pajak karbon masih dalam proses. Dimana masih ada regulasi yang harus dilengkapi juga skema perhitungannya.

“Nanti kita akan lihat regulasinya akan dilengkapi karena salah satunya Eropa akan menerapkan CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism) di tahun 2026. 2024 mereka akan sosialisasi,” ujar Airlangga.

Namun, menurut Airlangga, pelaku Industri saat ini harus bersiap dengan beralih menggunakan energi hijau, bertransisi berubah menjadi industri bersih. Meski diakui diperlukan investasi tambahan.

Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan bakal menunda penerapan pajak karbon hingga 2025 mendatang.

Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.

Untuk diketahui dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen.

Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon.

Penetapan pajak karbon di Indonesia memakai skema cap and tax atau mendasarkan pada batas emisi. Terdapat dua mekanisme yang bisa digunakan Indonesia, yaitu menetapkan batas emisi yang diperbolehkan untuk setiap industri atau dengan menentukan tarif pajak yang harus dibayarkan setiap satuan tertentu.

Secara umum, skema cap and tax ini mengambil jalan tengah antara skema carbon tax dan cap-and-trade yang lazim digunakan di banyak negara. Modifikasi skema pajak karbon tentu diperlukan karena ada perbedaan ekosistem industri antar wilayah, termasuk respons publik terhadap aturan baru tersebut. (bl)

IKPI Kembali Terima Penghargaan Sebagai Asosiasi Pendukung Reformasi Perpajakan 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penghargaan kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) atas konsistensi dan dukungannya dalam reformasi pajak. Ini yang kedua kalinya IKPI menerima penghargaan setelah tahun 2022 yang lalu IKPI juga menerima piagam penghargaan dari Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak atas dukungan dan kontribusi terkait pembaruan kebijakan dan reformasi perpajakan.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Penghargaan berupa plakat dan piagam ini diberikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo kepada Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan di Kantor Pusat DJP, Jl Jend Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (25/9/2023).

Menanggapi hal itu Ruston menyatakan, penghargaan yang diterima IKPI dari DJP ini merupakan yang kedua. Pasalnya, oleh DJP IKPI dianggap sebagai salah satu asosiasi yang mendukung reformasi perpajakan dan program-program perpajakan lainnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Tahun lalu penghargaan diberikan langsung oleh ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani, di acara Hari Oeang dan tahun ini penghargaan diserahkan oleh pak Dirjen Pajak Suryo Utomo,” kata Ruston di lokasi acara.

Dia menilai bahwa penghargaan ini sebagai bentuk pengakuan Ditjen Pajak terhadap dukungan IKPI atas reformasi perpajakan yang terus digaungkan pemerintah.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Pak Suryo sempat berbisik kepada saya, ‘Pak Ruston tolong terus dukung program kita ya’. Dan langsung saya jawab, pasti kita dukung pak,” kata Ruston.

Namun demikian, Ruston berharap antara DJP dan IKPI bisa terjadi hubungan yang seimbang khususnya dalam segala kegiatan yang dilakukan oleh keduanya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, IKPI selalu mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh DJP, apapun bentuknya. Kami berharap DJP juga bisa berlaku hal yang sama, agar bisa terjadi keseimbangan hubungan kerja,” ujarnya.

Lebih lanjut Ruston mengatakan, saat ini IKPI kembali mengangkat isu pentingnya Indonesia memiliki UU Konsultan Pajak.

“Kami akan roadshow ke seluruh Indonesia untuk menggaungkan pentingnya UU ini untuk melindungi wajib pajak. Nanti, akan ada penyusunan naskah akademik dan sebagainya untuk kemudian diajukan sebagai Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak ke DPR,” katanya.

(Foto: Dok. Humas Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan).

Untuk memperlancar lahirnya UU tersebut kata Ruston, kami butuh dukungan berbagai pihak termasuk pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk melancarkan proses itu. “Kalau perlu, inisiasi kebutuhan UU Konsultan Pajak ini datangnya dari pemerintah. Mungkin prosesnya akan lebih mudah,” katanya.

Sekadar informasi, selain IKPI ada beberapa asosiasi lain dan media massa yang juga memperoleh penghargaan dari DJP. Mereka juga dinilai konsisten mendukung dan menyuarakan reformasi perpajakan.

Hadir dalam acara tersebut sejumlah pengurus harian IKPI, yakni Ketua Umum Ruston Tambunan, Sekretaris Umum Jetty, Wakil Sekretaris Umum Toto, Ketua Departemen Humas Henri PD Silalahi, Ketua Departemen PPL Vaudy Starworld, Ketua Departemen Pendidikan Lisa Purnamasari, Ketua Departemen Keanggotaan dan Pembinaan Robert Hutapea, Ketua Departemen Litbang dan FGD Lani Dharmasetya, Ketua Departemen Hukum dan Pengembangan Organisasi Edy Gunawan. (bl)

 

Nuryadin: Putusan Tim Ad Hoc AD ART Pertanda Tumbuhnya Demokrasi di IKPI

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok Nuryadin Rahman, menyatakan alam demokrasi di dalam asosiasi yang dinaunginya terus bertumbuh. Salah satu proses demokrasi itu, tercermin saat pengambilan keputusan atas usulan untuk penghapusan dan penambahan sejumlah pasal di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik IKPI oleh Tim Ad Hoc.

“Tim Ad Hoc itu isinya adalah para ketua/perwakilan dari 42 cabang dan pengurus pusat IKPI. Jadi di dalam forum itulah kita menyampaikan pandangan masing-masing atas usulan-usulan yang tidak bisa diselesaikan di dalam Mukernas. Alhamdulillah, semuanya berjalan baik dan keputusan sudah disepakati bersama,” kata Nuryadin, yang hadir memberikan pandangan dan suaranya sebagai perwakilan dari IKPI Depok.

Bila diukur tingkat demokrasi di IKPI, menurut Nuryadin ini sangat luar biasa. Pasalnya, segala keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama, dan tanpa intervensi dari pihak manapun.

Menurutnya, di usia ke-58 ini IKPI dan seluruh anggotanya telah menunjukkan kematangan dalam berorganisasi. “Semua permasalahan diselesaikan dengan kepala dingin, dan diputuskan secara bersama tanpa ada kekerasan fisik. Semua perbedaan dipaparkan dengan argumentasi yang cantik dan diputuskan dengan mekanisme yang indah (voting),” ujarnya.

Hasil kerja Tim Ad Hoc lanjut Nuryadin, juga mendapatkan apresiasi dari Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan. “Pak Ketum Ruston bukan hanya mengapresiasi hasil dari keputusan itu, tetapi beliau juga mengapresiasi kinerja Tim Ad Hoc yang dinilai sangat peduli dengan IKPI,” katanya.

Sekadar informasi, ada tiga hal yang dibahas oleh Tim Ad Hoc AD ART dan Kode Etik yakni, soal rencana penghapusan 12 pengurus daerah (Pengda) IKPI, penambahan klaster anggota, dan mengenai bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun.

Dari ketiga hal itu, Tim Ad Hoc memutuskan mengenai usulan itu adalah, keberadaan Pengda masih dianggap penting sehingga keberadaannya tetap diperlukan. Namun dinaikan, tugas pokok dan fungsinya agar lebih dipertajam lagi, karena Pengda merupakan kepanjangan tangan dari pengurus pusat.

Sedangkan untuk penambahan klaster anggota pratama dan madya yang diusulkan saat Mukernas Surabaya, Tim Ad Hoc memutuskan hal itu belum diperlukan sehingga pasal mengenai hal itu ditiadakan.

Selain itu, Tim Ad Hoc juga membahas Kode Etik asosiasi terkait bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun. Dalam kasus ini diputuskan asosiasi akan memberikan sanksi apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman minimal 2 tahun kurungan. (bl)

 

 

Tim Ad Hoc IKPI Batalkan Usulan Penambahan Klaster dan Penghapusan Pengda

IKPI, Jakarta: Hari ini kami dari Tim Ad Hoc telah menyelesaikan beberapa permasalahan perubahan-perubahan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Salah satunya adalah tentang pasal penghapusan Pengurus Daerah (Pengda).

Dengan melalui mekanisme voting, yang diikuti oleh 42 ketua cabang/perwakilan dari IKPI seluruh Indonesia, usulan tentang penghapusan Pengda yang muncul dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas di Surabaya beberapa waktu lalu diputuskan untuk dibatalkan.

“Dalam kasus ini, Tim Ad Hoc memutuskan untuk tidak menghapus Pengda tetapi nanti perannya akan ditambah. Karena bagi kami Pengda adalah icon bagi kami di daerah,” kata Ketua IKPI Cabang Palembang Andreas Budiman, di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Lalu yang kedua lanjut Andreas, tentang penambahan klaster anggota pratama dan madya juga disepakati untuk ditunda. Di mana diketahui, usulan penambahan klaster anggota ini juga muncul saat Mukernas di Surabaya.

Namun, karena tidak ada kesepakatan saat rakernas, maka usulan-usulan tersebut kemudian dibawa melalui mekanisme Ad Hoc yang diselenggarakan di Jakarta, pada Kamis (21/9/2023).

“Dalam rapat Ad Hoc yang diputuskan dengan mekanisme voting, sebanyak 25 cabang tidak menyetujui adanya penambahan klaster baru, yang artinya di IKPI hanya tetap mengakui anggota tetap, anggota tidak tetap dan anggota kehormatan,” kata Andreas.

Selain itu, Tim Ad Hoc juga membahas Kode Etik asosiasi terkait bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun. “Dalam kasus ini diputuskan asosiasi akan memberikan sanksi apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman minimal 2 tahun kurungan,” ujarnya.

Dengan demikian kata Andreas, ada tiga pembahasan yang semuanya telah diselesaikan dengan baik oleh Tim Ad Hoc, dan semuanya dilakukan dengan cara-cara yang demokratis.

Menurut Andreas, Ad Hoc kali ini sangat berbeda dengan yang dilakukan sebelumnya di Kongres IKPI Malang, Jawa Timur. Kalau kali ini, Tim Ad Hoc dibentuk setelah Mukernas.

“Padahal sebelumnya, Tim Ad Hoc dibentuk saat terjadi kebuntuan keputusan saat Kongres. Nah mekanisme seperti ini tidak lagi dipakai karena menghabiskan banyak waktu dan energi peserta Kongres, dan suasana di arena itu juga jadi tidak bersahabat,” katanya. (bl)

 

 

Ketum Ruston Tunjuk Edy Gunawan Sebagai Ketua Tim Task Force RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Ruston Tambunan, resmi menunjuk Ketua Departemen Hukum dan Pengembangan Organisasi IKPI Edy Gunawan sebagai Ketua Tim Task Force Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak. 

Hal tersebut dikatakan Ruston, usai menerima hasil rapat dari Tim Ad Hoc AD ART dan Kode Etik di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Ruston menganggap sebagai Ketua Departemen Hukum IKPI, Edy merupakan sosok yang tepat memimpin Tim Task Force tersebut. “Saya berharap, Pak Edy bisa segera membentuk tim ini, agar nantinya tidak kehilangan momentum,” katanya.

Dikatakan Ruston, walaupun tidak memberikan deadline kerja kepada Tim Task Force, namun dia berharap agar tim ini segera mungkin menyusun desain strukturnya seperti apa. 

“Saya juga sudah kasih gambaran dan arahan bahwa ini kerja-kerja kelompok, khusus untuk melakukan berbagai strategi untuk menggolkan RUU Konsultan Pajak,” ujarnya.

Dia berharap, nantinya Tim Task Force bisa beranggotakan mereka yang memiliki talenta seperti menyusun naskah akademik. Karena, sebelumnya IKPI juga pernah memiliki naskah akademik yang kemudian disusun menjadi draft RUU Konsultan Pajak yang sempat dibahas pada Baleg DPR beberapa tahun lalu. Namun entah kenapa, draft RUU itu kemudian menghilang dan tak lagi muncul dalam agenda Prolegnas Prioritas.

Tentunya lanjut Ruston, naskah akademik itu harus diperbaharui karena ada perubahan-perubahan yang terjadi belakangan ini, seperti ada penambahan jumlah asosiasi konsultan pajak, yang dahulu hanya satu kini menjadi empat.

“Harus juga ada tim yang bisa menyuarakan RUU ini, baik itu melalui tulisan, podcast, atau media apapun untuk menggabungkan RUU ini. Sehingga orang terus menerus mengamplifikasi perlunya UU Konsultan Pajak,” ujarnya.

Ruston juga menyarankan agar tim ini bisa bekerja secara paralel. “Karena sebelumnya kita sudah pernah mencoba lewat inisiasi DPR, tetapi ternyata pemerintah tidak juga tertarik untuk membahas padahal sudah ada surat presiden (Surpres) untuk membahas itu.Jadi kalau tidak ada keinginan dari pemerintah hal ini juga tidak akan bersambut,” katanya.

Oleh karena itu kata dia, dirinya menginginkan Tim Task Force menggali semua potensi seluruh anggota IKPI yang punya jaringan baik ke DPR maupun pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan.

Selain itu, penguatan jaringan juga bisa dilakukan kepada institusi terkait, seperti Kadin, perguruan tinggi dan Apindo. Dengan demikian, stakeholder diharapkan bisa satu suara untuk mendukung lahirnya UU Konsultan Pajak.

Menurut Ruston, tujuan utama pembentukan UU ini adalah untuk melindungi wajib pajak. Jangan sampai mereka larut dalam kebingungan sendiri dan akhirnya dibantu oleh orang yang keliru, sehingga malah menambah masalah terhadap laporan perpajakannya.

Permasalahan yang dialami wajib pajak kata Ruston, otomatis juga akan berdampak terhadap penerimaan negara. Untuk itu UU yang sedang diperjuangkan ini salah satunya untuk memberikan payung hukum yang kuat terhadap perlindungan wajib pajak.

Yang kedua, adalah untuk memperkuat landasan hukum bagi profesi konsultan pajak. Karena kalau UU adalah bersifat mengikat semua pihak, baik itu pemerintah profesi maupun wajib pajak itu sendiri.

“Saat ini profesi konsultan pajak hanya diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan, dan kita sudah lihat bagaimana Peraturan Menteri Keuangan sering berganti mengatur profesi ini. Sehingga ketika diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang peraturan kuasa wajib pajak langsung dinyatakan tidak mengikat, karena PMK dinilai belum kuat untuk mengatur ketentuan ini,” ujarnya. 

Ditegaskannya, UU ini juga akan melindungi konsultan pajak dari peraturan yang “sewenang-wenang” pada level kementerian.

Ruston berharap Edy segera membentuk timnya, agar momentum tidak hilang begitu saja. Karena semangat seluruh anggota IKPI di berbagai daerah untuk kembali membawa RUU ini ke DPR, harus segera direspon oleh pengurus pusat yang dalam hal ini diwakilkan Tim Task Force. (bl)

Ketum IKPI Apresiasi Putusan Tim Ad Hoc AD ART dan Kode Etik

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, mengapresiasi kinerja Tim Ad Hoc atas keputusan yang diambil pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik yang telah merampungkan kendala atas beberapa usulan yang timbul saat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IKPI di Surabaya beberapa waktu lalu.

Artinya, dengan telah diputuskannya tiga pasal di ART atas usulan yang muncul di Rakernas oleh Tim Ad Hoc, maka tidak akan ada lagi pembahasan untuk permasalahan itu saat Kongres IKPI di Bali tahun 2024.

Diceritakan Ruston, terbentuknya Tim Ad Hoc adalah melanjutkan pembahasan mengenai usulan yang timbul pada pasal-pasal di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART), serta pasal di Kode Etik IKPI yang masih tertunda pembahasannya dan tidak bisa di ambil keputusan di Mukernas Surabaya.

Maka kata dia, sesuai AD ART IKPI ada mekanisme yang harus diambil untuk melanjutkan pembahasan usulan itu hingga terciota keputusan bersama. Berdasarkan itu, sebagai Ketua Umum IKPI Ruston menandatangani pembentukan Tim Ad Hoc dengan deadline 1 bulan harus menyelesaikan permasalahan itu, setelah Surat Keputusan (SK) pembentukan tim ditandatangani.

Menurutnya, ada tiga hal yang dibahas oleh Tim Ad Hoc yakni, soal rencana penghapusan 12 pengurus daerah (Pengda) IKPI, penambahan klaster anggota, dan mengenai bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun.

“Intinya, Tim Ad Hoc yang merupakan perwakilan dari 42 cabang IKPI di seluruh Indonesia, mengirimkan ketua cabang atau utusannya untuk membahas dan memutuskan itu sebagai suatu kesepakatan bersama, sehingga pada saat Kongres di Bali tidak ada lagi pembahasan-pembahasan permasalahan ini,” kata Ruston, usai menerima hasil kerja tim tersebut di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Ruston menjelaskan, adapun keputusan Tim Ad Hoc mengenai usulan itu adalah, keberadaan Pengda masih dianggap penting sehingga keberadaannya tetap diperlukan. Namun denikian, tugas pokok dan fungsinya akan lebih dipertajam lagi, karena Pengda merupakan kepanjangan tangan dari pengurus pusat.

Sedangkan untuk penambahan klaster anggota pratama dan madya yang diusulkan saat Mukernas Surabaya, Tim Ad Hoc memutuskan hal itu belum diperlukan sehingga pasal mengenai hal itu ditiadakan.

” Pada saat rapat komisi AD ART di Surabaya ada usulan yang menyatakan bahwa hal itu perlu dilakukan untuk mengadaptasi situasi. Sebab, kebijakan itu juga sudah dilakukan oleh asosiasi profesi keuangan lain seperti IAI dan IAPI,” ujarnya.

Akhirnya kata Ruston, melalui voting Tim Ad Hoc tidak menyepakati adanya usulan penambahan klaster anggota, yang artinya klaster anggota masih mengacu kepada AD ART yang sebelumnya yakni hanya mengakui anggota tetap, terbatas dan anggota kehormatan,

“Jadi saya rasa tidak ada masalah pada putusan Tim Ad Hoc, karena semua itu ada plus minusnya. Kalau suara terbanyak mengatakan itu belum perlu, maka itu adalah yang telah diputuskan organisasi dan harus dijalankan,” katanya.

Dengan demikian lanjut Ruston, selain anggota kehormatan, anggota IKPI adalah anggota yang telah lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP).

“Jadi mereka yang menjadi anggota IKPI mempunyai kebanggan tersendiri. dengan demikian, siapapun yang mau menjadi anggota IKPI harus terlebih dahulu lulus USKP. Jika tidak punya sertifikat itu, maka mereka tidak bisa menjadi anggota IKPI,” katanya.

Lebih jauh Ruston mengungkapkan, bahwa untuk penyaringan anggota apa yang telah disepakati oleh Tim Ad Hoc itu jelas bagus. Putusan itu membuat IKPI terkesan lebih eksklusif karena hanya orang-orang yang lulus USKP yang bisa menjadi anggota.

“Sebagai asosiasi profesi, memang selayaknya demikian dan bukan hanya banyak anggota. Karena, yang akan menjaga marwah asosiasi nantinya adalah anggota yang telah memiliki izin praktek konsultan pajak. Jadi, mekanismenya sesuai dengan AD ART saat ini,” katanya.

Ditanya perbedaan Tim Ad Hoc saat ini dengan sebelumnya, Ruston menyatakan bahwa sebelumnya pembentukan tim itu dilakukan apabila terjadi kebuntuan putusan saat dilakukan kongres, tetapi untuk kali ini tim tersebut dibentuk saat terjadi kebuntuan putusan di Mukernas.

“Sekarang semua permasalahan, baik itu di dalam AD ART maupun Kode Etik organisasi itu diselesaikan sebelum kongres. Dengan demikian, kongres hanya tinggal pengesahan segala sesuatu yang telah disepakati dalam Mukernas,” katanya.

Karena kata Ruston, dalam kongres nanti ada 3 agenda besar yang harus dilakukan seperti pertanggungjawaban pengurus, usulan perubahan AD ART, program kerja dan kode etik serta pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Umum dan Ketua Pengawas.

Artinya, di kongres tidak akan ada lagi pembahasan setuju atau tidak dengan aturan yang sudah merupakan resultante pembahasan saat di Mukernas. Dengan demikian saat di kongres tinggal di sahkan saja.

Berdasarkan hal itu, Tim Ad Hoc harus menyelesaikan permasalahan dan kebuntuan yang terjadi di Mukernas, paling lambat satu bulan setelah diterbitkannya SK pembentukan tim itu oleh Ketua Umum.

Menurut Ruston, keputusan Tim Ad Hoc ini mencermin berjalannya sistem demokrasi di IKPI. Artinya, semua permasalahan yang terjadi diselesaikan melalui musyawarah mufakat maupun pengambilan suara terbanyak (voting).

Seperti usulan penghapusan Pengda yang mencuat saat rapat Komisi AD ART di Surabaya, dan hasilnya melalui voting oleh Tim Ad Hoc, keberadaan Pengda tetap dipertahankan namun akan ada penambahan Tupoksi yang diberikan.

“Mungkin awal usulan penghapusan pengda berangkat dari ketidakefektifan peran beberapa pengda kepada cabang. Namun ada juga cabang yang berkata sebaliknya, kalau keberadaan mereka sangat efektif dan membantu cabang,” katanya. (bl)

 

Perjuangkan UU Konsultan Pajak, IKPI Depok Rilis Jingle Lagu

IKPI, Jakarta: Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) Is A Must demikian kata yang saat ini kembali digaungkan oleh lebih dari 6.700 anggota dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam kegiatan formal maupun non formal.

Kebutuhan akan hadirnya UU Konsultan Pajak di tengah profesi dan wajib pajak, dinilai juga sebagai bentuk kecintaan mereka sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, di mana sekira 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperoleh dari sektor perpajakan. Untuk itu, perlu ada payung hukum yang kuat untuk melindungi orang-orang yang berkontribusi terhadap pemasukan negara tersebut.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Rahman, meyakini bahwa cepat atau lambat UU itu akan lahir. ” Berdasarkan keyakinan itu, kami di 42 cabang IKPI seluruh Indonesia terus mengaungkan pentingnya keberadaan UU tersebut,” kata Nuryadin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (21/9/2023).

Nuryadin juga menyatakan apresiasinya kepada Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus pusat yang berinisiatif untuk membentuk Tim Task Force Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP).

“Walaupun tim ini belum terbentuk, tetapi semangat anggota IKPI di 42 cabang seluruh Indonesia khususnya IKPI Depok tak pernah padam. Melalui berbagai kesempatan kami tetap menyosialisasikan pentingnya UU KP ini,” ujarnya.

Bahkan lanjut Nuryadin, sebagai keyakinan akan lahirnya UU tersebut, Tim IKPI Depok sudah menyelesaikan pembuatan lagu UU Konsultan Pajak. “Lagu ini liriknya dibuat oleh ibu Martha pencipta mars IKPI, dan kemudian disempurnakan oleh tim dari IKPI Depok sehingga menjadi alunan nada yang asyik di dengar,” ujarnya.

“Kami para ketua cabang sudah memikirkan untuk kedepan, yaitu membuat sebuah lagu untuk menyambut hadirnya UU KP,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menyatakan, bahwa IKPI Depok sangat mendukung dan siap jika dibutuhkan untuk terlibat di dalam Tim Task Force tersebut.

Diungkapkan Nuryadin, salah satu bukti keseriusan mereka untuk kembali menggolkan RUU KP adalah melakukan webinar yaitu bincang pajak yang bertema ‘Pentingkah UU KP’, dengan menghadirkan Prof. Hikmahanto (Guru Besar UI) dan Fahri Hamzah (mantan Wakil Ketua DPR RI dan Wakil ketua umum Partai Gelora) sebagai narasumber diskusi.

Saya berharap, Tim Task Force RUU Konsultan Pajak bisa lebih masif melakukan berbagai pendekatan kepada seluruh komponen yang berpengaruh untuk bisa menggolkan RUU ini.

“Pendekatan kepada wajib pajak, mahasiswa, akademisi, DPR, pemerintah bahkan asosiasi sejenis harus dilakukan. Karena, untuk melahirkan UU diperlukan banyak dukungan dari berbagai kalangan,” ujarnya. (bl)

Berikut Draft Jingle UU Konsultan Pajak

– Pemerintah Butuh Dana …
* Wajib Pajak Sumbernya..
– Konsultan Pajak Membantunya …
*Kerjakan Hak dan Kewajiban Pajaknya..
* Dana Pajak untuk Negeri..
– Sehingga Wajib ada UU Konsultan Pajak …
– Yang Menjamin dan Melindungi…

– UU Konsultan Pajak ada…
* agar tercipta Harmonisasi..
*Sinergi bersama Pemerintah untuk membangun Negeri…

-Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) ada …
* untuk menjamin Hak dan kewajibannya…
– wujud sinergi bersama harmonis selamanya..

 

id_ID