Terima Kripto Senilai USD 10.000 Wajib Lapor ke Lembaga Pajak AS

IKPI, Jakarta: Lembaga Pajak Amerika Serikat (IRS) sekarang mewajibkan siapa pun yang menerima USD 10.000 atau setara Rp 155,1 juta (asumsi kurs Rp 15.512 per dolar AS) dalam mata uang kripto untuk melaporkan informasi transaksi ke IRS.

Dilansir dari Coinmarketcap, Jumat (5/1/2024), hal ini merupakan bagian dari kewajiban pelaporan pajak baru yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024, setelah RUU infrastruktur ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada November 2021.

Mereka tidak mengajukan laporan dalam waktu 15 hari setelah transaksi dapat didakwa melakukan tindak pidana kejahatan. Aturan ini bersifat self-executing, artinya aturan ini dapat segera diterapkan dan dapat diterapkan tanpa tindakan lebih lanjut.

Namun, kelompok advokasi kripto CoinCenter telah menentang aturan baru tersebut, dengan alasan masalahnya adalah banyak orang akan kesulitan untuk mematuhi apa yang dianggap sebagai kewajiban baru yang mudah.

CoinCenter mencatat penambang dan validator blockchain yang menerima hadiah blok di atas USD 10.000 tidak memiliki pengirim yang dapat diidentifikasi untuk disertakan dalam laporan. Demikian pula, mereka yang menukar kripto-untuk-kripto melalui pertukaran terdesentralisasi tidak memiliki pengirim yang dapat diidentifikasi untuk dilaporkan.

Kelompok ini juga keberatan dengan kurangnya kejelasan dalam menentukan nilai mata uang kripto tertentu. Lebih lanjut, CoinCenter mengangkat masalah penerimaan donasi dari donatur anonim, dan kesulitan dalam melaporkan informasi pengirim.

Pada Juni 2022, CoinCenter mengajukan gugatan terhadap Departemen Keuangan AS yang menyatakan bahwa peraturan tersebut tidak konstitusional. Kasusnya masih di pengadilan. (bl)

Bayar Pajak Kendaraan Sudah Bisa Drive Thru, Ini Syarat dan Lokasinya

IKPI, Jakarta: Membayar pajak kendaraan bermotor kini sudah semakin mudah dengan adanya layanan drive thru atau tanpa harus turun dari kendaraan. Ada sejumlah persyaratan agar saat mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) drive thru berjalan lancar.

Layanan STNK drive thru ini bisa mempercepat proses bayar pajak, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk taat pajak.

Pasalnya, pemilik kendaraan tak perlu antre di ruang tunggu. Masyarakat hanya perlu antre di kendaraan masing-masing.

Layanan ini tersedia untuk kendaraan bermotor baik roda dua maupun lebih, tinggal memasuki jalur yang telah disediakan sesuai dengan instruksi.

Setelah menyerahkan dokumen di loket pembayaran, wajib pajak akan diarahkan ke loket berikutnya untuk penyelesaian proses administrasi serta pembayaran pajak.

Untuk mengurus pajak kendaraan lewat layanan drive thru, wajib pajak harus mengetahui syarat-syarat yang dibutuhkan sebelum berangkat ke Samsat terdekat.

Berikut syaratnya:

1. KTP asli

2. BPKB asli

3. STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) asli

4. Kendaraan dan pemilik hadir langsung.

Untuk saat ini, pengguna kendaraan bisa menikmati layanan Samsat Drive Thru di berbagai kantor Samsat. Jika warga di wilayah DKI Jakarta, bisa menuju kantor Samsat di bawah ini:

1. Samsat Polda Metro Jaya Jakarta Timur Jl. DI Panjaitan No. 55 Jakarta Timur

2. Samsat Polda Metro Jaya Jakarta Utara-Pusat Jl. Gunung Sahari Raya No. 13 Jakarta Utara

3. Samsat Polda Metro Jaya Jakarta Selatan Jl. Gatot Subroto No. 2 Jakarta Selatan

4. Samsat Polda Metro Jaya Jakarta Barat Jl. Daan Mogot KM. 13 Jakarta Barat.

Jika sudah mengetahui di mana letak Samsat yang menyediakan layanan drive thru, Anda bisa langsung mengikuti cara-cara di bawah ini agar tidak kebingungan saat mengurusnya.

Cara membayar stnk drive thru

1. Siapkan dokumen persyaratan untuk membayar pajak kendaraan

2. Selanjutnya, lakukan proses identifikasi dan verifikasi di loket pendaftaran

3. Lakukan pembayaran dengan membawa kendaraan di loket kedua atau loket selanjutnya

4. Serahkan dokumen KTP, STNK, BPKB yang sudah difotokopi kepada petugas di loket pembayaran

5. Jumlah pajak yang harus dibayar akan ditampilkan dalam layar monitor secara otomatis di loket pembayaran

6. Membayar secara tunai atau melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)

7. Setelah melakukan proses pembayaran, maka STNK terbaru bisa diambil.

Itulah cara dan syarat untuk mengurus pajak kendaraan lewat layanan drive thru. Sebagai catatan, sebelum memanfaatkan layanan tersebut, ada baiknya kita memastikan apakah Samsat yang dituju memberikan layanan drive thru atau tidak.

Sebab layanan ini belum tersedia di seluruh Samsat di Indonesia. (bl)

Penerimaan Pajak 2024 Ditargetkan Tumbuh 6,4 Persen

IKPI, Jakarta: Pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada tahun 2024 mencapai Rp 1.988,9 triliun.

Itu berarti, penerimaan pajak pada tahun 2024 ditargetkan tumbuh 6,4 persen dari realisasi sementara penerimaan pajak 2023 yang tercatat Rp 1.869,2 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati mengungkapkan, pemerintah akan fokus dalam mencapai target yang sudah ditetapkan dalam APBN 2024, termasuk dalam mendulang penerimaan pajak.

“Beberapa reformasi yang dilakukan oleh teman-teman Ditjen Pajak setelah Pemilu 2024,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Kontan.co.id, Jumat (5/1/2024).

Sri Mulyani menambahkan, berbagai macam peraturan turunan dari Undang-Undang Harmonisai Peraturan Perpajakan (HPP) juga akan dikebut.

“Ini harus terus kami implementasikan sesuai jadwal. Tentunya, akan memberikan kesibukan yang luar biasa,” tambahnya.

Meski demikian, Sri Mulyani tak menampik kalau tahun 2024 akan tteap banyak risiko yang menghadang, tetapi pemerintah akan tetap siaga.

Terutama, dalam mendorong APBN menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi untuk menjadi lebih baik dan berkualitas.  (bl)

Pelaporan SPT Pajak 2023 Dimulai, Ini Cara Menghitungnya!

IKPI, Jakarta: Musim lapor surat pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan 2023. Pelaporan dimulai pada bulan Januari ini hingga akhir Maret 2024 untuk wajib pajak (WP) pribadi dan akhir April 2024 untuk WP Badan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan laporan SPT Pajak Tahunan bisa dilakukan secara online dengan mengakses layanan DJP Online pada website https://djponline.pajak.go.id/.

WP bisa lapor SPT pajak secara online dengan memanfaatkan fitur e-Filing yang ada pada situs DJP Online. Fitur e-Filing tersebut memungkinkan WP untuk mengisi SPT dan melaporkan pajaknya secara mandiri.

“Kawan Pajak yang berstatus karyawan, mulai sekarang sudah boleh meminta bukti potong ke kantor pemberi kerja. Setelah itu bisa langsung lapor SPT Tahunan 2023 yang batas waktunya 31 Maret 2024,” tulis DJP pada media sosial X, dikutip Kamis (4/1/2024).

Patut diingat, Indonesia akan menerapkan metode penghitungan tarif pajak penghasilan pasal 21 atau PPh 21 karyawan akan berubah mulai Januari 2024. Skema penghitungan akan menggunakan tarif efektif rata-rata (TER).

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menuturkan landasan hukumnya seperti peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan tinggal ditandatangani.

“Insyaallah beberapa saat ke depan akan ditandatangani dan diterbitkan,” kata Suryo seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (28/12/2023).

Tarif efektif ini tidak hanya berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi karyawan, tetapi juga bagi pegawai kriteria umum serta PNS/TNI-POLRI. Lantas, bagaimana cara hitung PPh menggunakan TER?

Rumus baru penghitungan tarif PPh mendatang ialah TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan, masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.

Tarif efektif ini sudah memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki.

Dengan demikian, dalam format perhitungan TER, akan diiringi dengan terbitnya buku tabel PTKP yang mengacu pada Bab III Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Dalam tabel itu akan disusun ke bawah jenis status PTKP seperti Tidak Kawin, Kawin, Kawin dan Pasangan bekerja. Kemudian disusun ke samping jumlah tanggungan dengan keseluruhan digunakan simbol TK/0 – TK/3, K/0 – K/3, serta K/I/0 – K/I/3. Sedangkan nominalnya untuk TK/0 sebesar Rp 54 juta, K/0 Rp 58,5 juta, dan K/I/0 Rp 108 juta.

Berdasarkan UU HPP, tarif PPh orang pribadi sendiri telah ditetapkan sebanyak 5 tarif dari yang sebelumnya dalam UU PPh 4 tarif. Penambahan satu lapisan tarif dalam UU HPP untuk penghasilan tertinggi, yaitu Rp 5 miliar ke atas dikenakan tari 35%.

Dengan demikian tarif PPh yang berlaku saat ini untuk penghasilan setahun sampai dengan Rp 60 juta sebesar 5%, di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%, Rp 250 juta sampai Rp 500 juta 25%, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%, dan di atas Rp 5 miliar 35%.

Berikut ini, ilustrasi perbandingan perhitungan PPh Pasal 21 terbaru dan yang berlaku saat ini:

Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.

1. Perhitungan PPh Saat Ini

Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut:

Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun dihitung sebagai berikut:

12 x Rp9.500.000,00 = Rp114.000.000.

Dengan memperhitungkan status Retto, PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0. Alhasil, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.

Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250.

2. Perhitungan tarif efektif atau TER

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00. (bl)

Penerimaan Pajak Tiga Tahun Berturut Berhasil Lampaui Target

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak pada tahun 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun atau 108,8 persen terhadap target APBN atau 102,8 persen terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2023.

Penerimaan pajak tersebut berhasil melampaui target yang telah ditetapkan selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2021. Capaian tersebut meningkat signifikan sebesar 8,9 persen dibandingkan realisasi tahun 2022 yang sebesar Rp1.716, 8 triliun.

“Penerimaan pajak 2023 ini hattrick, 3 kali goals. Berturut-turut dari 2021, 2022, dan 2023 semuanya di atas 100 persen. Ini kinerja yang harus terus kita jaga,” kata Menkeu seperti dikutip dari website resmi Kementerian Keuangan, Kamis (4/1/2024).

Peningkatan penerimaan pajak didukung kondisi ekonomi domestik yang terjaga dan adanya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak sebagai dampak peningkatan aktivitas pengawasan, seperti pengawasan pasca pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

“Kita juga melakukan pengawasan berdasarkan risiko, membentuk komite kepatuhan, dan juga memperluas informasi dan intensifikasi, terutama dengan basis ekonomi digital. Kita juga melakukan tidak hanya dari sisi enforcement dan peningkatan basis pajak, pelayanan pajak juga diperbaiki,” ujar Menkeu.

Pemerintah juga konsisten melakukan peningkatan pelayanan Wajib Pajak serta menyediakan insentif pajak untuk mendukung perekonomian, antara lain melalui percepatan penyelesaian restitusi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas pembelian mobil listrik dan pembelian rumah.

“Jadi teman-teman Direktorat Jenderal Pajak tidak hanya sekadar memungut dan mengumpulkan (pajak), dia juga memberikan insentif dan memperbaiki pelayanan,” kata Menkeu.

Adapun kinerja penerimaan pajak didukung oleh tiga kelompok pajak yang mampu melampaui target dan tumbuh positif, yakni Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang mencapai Rp993 triliun atau 101,5 persen dari target, tumbuh 7,9 persen (year on year/yoy).

Lalu, PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp764,3 triliun atau 104,6 persen dari target, tumbuh 11,2 persen (yoy).

Kemudian, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya yang mencapai Rp43,1 triliun atau 114,4 persen dari target, tumbuh 39,2 persen.

Di sisi lain, PPh migas mengalami kontraksi 11,6 persen (yoy) akibat penurunan harga komoditas migas dengan capaian 96 persen dengan penerimaan Rp68,8 triliun.

“Dalam hal ini ada beberapa faktor mengenai penerimaan yang tidak berulang, yaitu waktu terjadinya tax amnesty kedua atau Program Pengungkapan Sukarela tahun 2022 yang tidak berulang lagi,” ujar Menkeu. (bl)

Pemerintah Sebut Pengenaan Pajak Rokok Elektrik untuk Keadilan Industri

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok.

Pajak Rokok yang dimaksud dalam PMK ini termasuk pajak rokok elektrik. Dengan terbitnya aturan ini, maka rokok elektrik resmi ditarik pajak mulai 1 Januari 2024.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman, mengungkapkan alasan Pemerintah menerapkan pajak rokok elektrik guna memberikan keadilan kepada pelaku industri.

“Pertimbangan utama dari penerapan pajak rokok elektrik, bukan karena aspek penerimaan, tapi memberikan keadilan atau level of playing field,” kata Luky dalam Konferensi Pers APBN KiTa, seperti dikutip dari Liputan6.com, Kamis (4/1/2024).

Sebelumnya, Pemerintah telah menerapkan pengenaan pajak rokok terhadap rokok konvensional dan sudah diberlakukan sejak tahun 2014. Oleh karena itu, karena perkembangan rokok elektrik sangat pesat maka Pemerintah akhirnya menerapkan pajak pada rokok jenis ini.

Adapun, Luky menyebut penerimaan negara dari pengenaan pajak rokok elektrik sebetulnya tidak besar yakni hanya sebesar Rp175 miliar pada 2023 atau 10 persen dari cukai rokok elektrik yang sebesar Rp1,75 triliun.

Disisi lain, Kemenkeu mencatat penerimaan cukai rokok elektrik terbilang masih kecil yakni hanya sebesar 0,82 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau.

Sebagai informasi, Pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) pada tanggal 1 Januari 2024 ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan 2018.

Rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). (bl)

Pembahasan OECD Ditunda RI Batal Pajaki Google cs

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam menyikapi mundurnya upaya kesepakatan pemajakan perusahaan digital yang turut beroperasi di pasar domestik.

Mundurnya kesepakatan pengenaan pajak bagi perusahaan digital itu terjadi setelah pembahasan di Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) ditetapkan ditunda menjadi pertengahan 2024 dari sebelumnya akhir 2023.

Dalam keterangan di dokumen berjudul Update to Pillar One timeline by the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) batas waktu penandatanganan multilateral convention (MLC) Pilar 1: Unified Approach pembahasannya ditargetkan menjadi Maret 2024, dan rencana penandatanganan kesepakatan pada Juni 2024.

“Nah ini yang memang ada beberapa detail yang sedang dibahas tadinya kan memang diharapkan akhir tahun 2023 ya, tetapi ini dimundurkan ke pertengahan 2024,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (4/1/2023).

Menyikapi pengunduran pembahasan itu, pemerintah Indonesia menyatakan akan terus terlibat aktif dalam pembahasan di forum itu supaya kesepakatan pemajakan terhadap perusahaan digital itu bisa betul-betul terealisasi.

“Indonesia tentunya kita secara aktif menjadi bagian dari forum ini dan tentunya menyuarakan kepentingan negara negara berkembang seperti Indonesia,” tegas Febrio.

“Tentang bagaimana nanti kita arahnya ya kita akan push terus dan ini adalah hak pemajakan yang sangat adil,” ungkapnya.

Pemerintah pun mempertimbangkan berbagai opsi lain untuk bisa segera mengenakan pajak perusahaan digital itu, seperti opsi yang ada di antaranya penerapan unifikasi pajak penghasilan perusahaan digital yang perusahaan intinya tak beroperasi di dalam negeri.

“Tapi tentunya kita coba lihat dulu arah kesepakatan ini nanti menuju pertengahan 2024, kita juga tentunya sebagai negara yang sovereign ya kita juga menyiapkan alternatif-alternatif. Tapi, kita lagi coba kaji ya apa opsi-opsi mana saja yang bagus,” tutur Febrio.

Febrio menekankan, yang telah dilaksanakan pemerintah saat ini adalah mengenakan pajak pertambahan nilai atas produk yang dijual perusahaan digital itu di dalam negeri. Sebagaimana ditetapkan dalam PMK 48/2020 tentang PPN melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

“Nah disepakati bahwa negara pasar sebenarnya punya hak untuk pemajakan juga gitu ya nah selama ini pemerintah Indonesia sudah melakukan yang namanya PPN itu sudah berjalan dan itu tidak ada masalah. Sekarang kan yang sedang dibahas itu adalah pilar 1 itu hak pemajakan terhadap pph nya gitu ya,” ucap Febrio.

Sebagai informasi, dalam dokumen Update to Pillar One timeline by the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS yang dipublikasikan OECD pada 18 Desember 2023 disebutkan bahwa penundaan pembahasan pilar 1 karena alotnya pembahasan MLC karena dianggap ada negara yang melenceng dari kesepakatan konsensus dalam menerapkan unilateral digital service tax (DST). (bl)

Penerimaan Pajak 2023 Lampaui Target APBN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan pemerintah meraup Rp1.869,2 triliun dari pajak sepanjang 2023. Penerimaan pajak itu melampaui target APBN 2023, yaki sebesar Rp1.718 triliun.
Angka tersebut juga melampaui target di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 Tentang Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 yang mencapai Rp1.818,2 triliun.

“Penerimaan pajak tahun 2023 mampu tumbuh 8,9 persen dan melampaui target Perpres 75 tahun 2023 ini didukung oleh kinerja ekonomi domestik yang stabil serta keberhasilan aktivitas pengawasan DJP,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (3/1/2024).

Lebih rinci, penerimaan pajak itu terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas sebesar Rp993 triliun. Angka ini tumbuh 7,9 persen dibanding tahun sebelumnya.

Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp764,3 triliun. Angka ini juga tumbuh 11,2 persen dibanding 2022.

Lalu, dari PPh Migas mencapai Rp68,8 triliun sepanjang 2023. Namun, angka ini turun 11,6 persen dari tahun sebelumnya.

Selanjutnya, dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencapai Rp43,1 triliun. Angka ini tumbuh 39,2 persen dibanding 2022.

Sri Mulyani juga menuturkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp605,9 triliun sepanjang 2023. Angka ini melampaui target di APBN 2023 yang mencapai Rp441,4 triliun.
Realisasi PNBP Rp605,9 triliun itu juga melampaui target di Perpres 75 tahun 2023 yang sebesar Rp515,8 triliun.

Menurut Sri Mulyani kenaikan PNBP ini didukung oleh kenaikan tarif rolayti batu bara sebagai implementasi dari PP Nomor 26 tahun 2022 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral.

Selain itu, kenaikan PNBP juga ditopang oleh setoran dividen BUMN yang mencapai Rp82,1 triliun.

Adapun pendapatan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp286,2 triliun. Angka ini baru mencapai 95,4 persen dari target di APBN 2023. (bl)

Dirjen Pajak Sebut Ada 12 Juta Orang Belum Lakukan Pemadanan NIK

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, jumlah wajib pajak yang belum memadankan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masih sebanyak 12 juta orang hingga akhir 2023.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, total data terbaru wajib pajak yang telah memadankan NIK dan NPWP baru sebanyak 59,88 juta orang, atau setara dengan 82,64% dari jumlah wajib pajak yang ada di sistem DJP sebanyak 72,46 juta.

“Sehingga sekarang masih ada yang belum padan betul-betul 12,5 jutaan,” kata Suryo saat konferensi pers APBN 2023 di kantor pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (2/1/2023).

Suryo merincikan, dari total wajib pajak yang telah memadankan NIK dan NPWP itu, 55,92 juta sudah dipadankan melalui sistem DJP, sisanya yang dipadankan sendiri oleh para wajib pajak sebanyak 3,95 juta.

Suryo pun mengimbau kepada masyarakat yang belum memadankan NIK dan NPWP untuk segera melakukannya melalui portal DJP Online, ataupun dapat ke kantor pelayanan pajak secara langsung maupun bisa secara virtual.

“Kami imbau juga ke masyarakat wajib pajak untuk terus yang belum memadankan tolong akses ke portal kami,” tegas Suryo.

Sebagai informasi, rencananya implementasi penuh NIK sebagai NPWP akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2024, namun akhirnya diundur menjadi 1 Juli 2024 karena menyesuaikan implementasi penggunaan sistem Core Tax Administration System (CTAS) DJP.

Jika hingga implementasi pemadanan NIK-NPWP tidak dilakukan, wajib pajak akan menghadapi berbagai konsekuensi, seperti sulit menggunakan layanan perpajakan secara digital hingga potongan pajak penghasilan pasal 21 berpotensi lebih besar, karena wajib pajak yang tidak melakukan pemadaman dianggap belum memiliki NPWP.

Dikutip dari website Kemenkeu Learning Center, bagi penerima penghasilan atau wajib pajak yang tidak punya NPWP, tarif PPh yang dikenakan lebih tinggi 20% dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Selain masalah kesulitan akses layanan perpajakan dan tarif PPh yang lebih tinggi, wajib pajak yang belum padankan NIK dengan NPWP juga akan mengalami kendala administrasi, di antaranya layanan perbankan.

Oleh karena itu, banyak perbankan yang meminta nasabahnya untuk melakukan pemadanan NIK dan NPWP. Salah satu, bank besar yakni Bank Central Asia (BCA) mengimbau nasabahnya untuk melakukan pemadanan.

“BCA menghimbau kepada seluruh nasabah untuk segera melakukan proses pemadanan NIK menjadi NPWP secara mandiri melalui situs djponline.pajak.go.id. Setelah melakukan pemadanan NIK menjadi NPWP, segera lakukan pemutakhiran data pendukung NPWP sebagai NIK,” tulis BCA dalam pengumumannya.

Himbauan yang sama dilakukan oleh berbagai bank, termasuk Bank Sinarmas dan OCBC NISP di laman situsnya. (bl)

 

Ditjen Pajak Pastikan Penerbitan PPh 21 Baru Tak akan Bebani Karyawan

IKPI, Jakarta: Tidak lama seteleh Jokowi meneken PPh 21 2023, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keungan, angkat bicara. Melalui Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, disampaikan bahwa PPh 21 tidak akan memberikan beban baru kepada karyawan.

“Tidak ada penambahan beban pajak baru sehubungan dengan tarif efektif,” katanya seperti dikutip dari Antara, Rabu (3/1/2024).

Itu artinya, komponen pajak penghasilan yang dihitung masih sama. Hanya, pemerintah melakukannya dengan aturan TER. Sebagai informasi, tarif efektif bulanan sebagaimana dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak. Tarif tersebut terbagi menjadi tiga kategori, yakni A, B, dan C. Kategori A diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Sementara Kategori B diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diperoleh penerima penghasilan dengan status (PTKP) tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan tanggungan 2 orang (K/2).

Selanjutnya, kategori C diterapkan atas penghasilan bruto bulanan dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 orang (K/3).

Diketahui, Presiden RI, Joko Widodo, telah secara resmi meneken PPh 21 2024 pada akhir Desember 2023 lalu. Jokowi secara resmi meneken aturan terkait tarif efektif rata-rata (TER) untuk pajak bagi karyawan atau pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 tepatnya pada tanggal 29 Desember 2023 lalu.

Aturan ini sudah mulai berlaku per 1 Januari 2024. Itu artinya wajib pajak sudah dikenakan aturan ini sejak kemarin.

Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Aturan ini, berlaku untuk wajib pajak termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024,” sebagaimana tertulis dalam Pasal 5 beleid tersebut, dikutip Jumat (29/12/2023).

 

 

 

id_ID