PER-12/2025 Wajibkan PMSE Laporkan SPT PPN Setiap Masa Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memperbarui kewajiban pelaporan bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) melalui terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2025.

Aturan ini menandai perubahan signifikan dalam tata cara pelaporan pajak digital. Jika sebelumnya laporan pemungutan PPN PMSE cukup dilakukan setiap triwulan, kini pemungut diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN untuk setiap masa pajak. Batas waktu pelaporan ditetapkan paling lambat akhir masa berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Kewajiban ini berlaku bagi seluruh pemungut, baik yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun pihak lain yang bukan PKP. Mereka wajib menggunakan format pelaporan yang diatur dalam PER-11/PJ/2025.

Khusus untuk pelaku PMSE luar negeri, pelaporan dilakukan melalui SPT Masa PPN PMSE Pihak Lain Luar Negeri. Format dan ketentuannya tercantum dalam Lampiran J PER-12/2025. Dokumen ini memuat detail transaksi seperti:

  1. Nomor dan tanggal bukti pungut PPN,
  2. Nilai pembayaran transaksi (tidak termasuk PPN),
  3. Jumlah PPN yang dipungut,
  4. Identitas pengguna (nama, NPWP atau NIK, dan nomor telepon),
  5. Serta alamat email pengguna barang atau jasa digital.

Dirjen Pajak memberi kelonggaran masa transisi. Apabila pemungut mengalami kendala teknis akibat perbedaan sistem dengan Portal DJP, mereka dapat menyampaikan laporan dalam bentuk total (digunggung) hingga 31 Juli 2025. Setelahnya, pemungut wajib melakukan pembetulan SPT dengan melengkapi rincian transaksi.

Perubahan ini menjadi bagian dari langkah DJP memperkuat kepatuhan dan transparansi perpajakan di sektor ekonomi digital yang terus berkembang. (alf)

 

 

 

 

Kanwil DJP Jaksel II Lelang Empat Ruko Sitaan Senilai Rp3,52 Miliar

IKPI, Jakarta: Dalam rangka memulihkan penerimaan negara dan menegakkan kepatuhan perpajakan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan II ambil bagian dalam lelang eksekusi serentak se-Jakarta Raya.

Pada kegiatan tersebut, Kanwil DJP Jakarta Selatan II melelang empat aset berupa rumah toko (ruko) yang sebelumnya telah disita oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Total nilai keempat aset tersebut ditaksir mencapai Rp3,52 miliar.

“Lelang ini merupakan bagian dari tindakan penagihan aktif atas utang pajak, sebagai upaya konkret untuk mendukung penerimaan negara,” ujar Kanwil DJP Jakarta Selatan II dalam keterangan resminya dikutip, Minggu (29/6/2025).

Lelang dilakukan secara elektronik melalui laman resmi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di www.lelang.go.id.

Lebih lanjut, Kanwil DJP Jakarta Selatan II menegaskan bahwa aksi lelang ini tidak hanya bertujuan mengamankan piutang pajak, tetapi juga sebagai bentuk komitmen dalam memberikan efek jera kepada wajib pajak yang tidak patuh.

“Penegakan hukum perpajakan seperti ini penting untuk menjaga kredibilitas sistem pajak dan mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat waktu,” tegas Kanwil DJP.

Lelang eksekusi serentak ini merupakan hasil kolaborasi antar-Kanwil DJP di wilayah Jakarta Raya dan menjadi langkah lanjutan dari strategi penegakan hukum yang lebih terintegrasi dan transparan. (alf)

 

 

Pelaku Usaha PMSE Wajib Setor PPN Pakai Rupiah, Ini Aturan Barunya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-12/PJ/2025 yang membawa sejumlah penyesuaian penting dalam tata cara penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Salah satu poin aturan ini menegaskan mengenai penggunaan mata uang rupiah untuk pelaku usaha PMSE dalam negeri yang telah ditunjuk sebagai pihak lain. “Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dengan menggunakan mata uang rupiah,” demikian kutipan dari Pasal 12 ayat (3) PER-12/PJ/2025.

Sementara itu, pelaku usaha luar negeri diberi fleksibilitas lebih besar. Mereka dapat memilih melakukan penyetoran dalam mata uang rupiah, dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada tanggal setor, atau mata uang dolar Amerika Serikat. Penyetoran dalam dolar dilakukan melalui collecting agent yang ditunjuk dan mampu menerima penyetoran dalam mata uang tersebut.

Kebijakan baru ini mempertegas diferensiasi antara pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri, berbeda dengan ketentuan sebelumnya di bawah PER-12/PJ/2020. Pada aturan lama, tidak ada pembedaan penggunaan mata uang, dan bahkan dibuka opsi penggunaan mata uang asing lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Penyesuaian tersebut selaras dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang mendukung implementasi sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax.

Selain soal mata uang, PER-12/PJ/2025 juga memperjelas aspek administratif penyetoran PPN. Setoran dinyatakan sah sesuai dengan tanggal setor yang tercantum dalam bukti penerimaan negara. Jika jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu, Minggu, libur nasional, pemilu, atau cuti bersama — maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Aturan juga memberi kejelasan dalam kasus pencabutan status pihak lain. Bila penunjukan suatu pelaku usaha PMSE sebagai pihak lain telah dicabut, namun PPN sudah dipungut dan belum disetor, maka pajak tersebut tetap wajib disetorkan ke kas negara.

“PPN yang telah dipungut oleh Pelaku Usaha PMSE yang telah dicabut penunjukannya sebagai Pihak Lain tetapi belum disetorkan, wajib disetorkan ke kas negara,” tertulis dalam Pasal 12 ayat (8).

Sebagai informasi, pelaku usaha PMSE merupakan individu atau badan usaha yang menjalankan transaksi secara elektronik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Mereka yang memenuhi batasan kriteria tertentu seperti nilai transaksi tahunan melebihi Rp600 juta atau pengunjung situs lebih dari 12.000 dalam setahun akan ditunjuk sebagai pihak lain yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP-TB) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri melalui sistem elektronik. (alf)

Kanwil DJP Kalselteng Ingatkan Wajib Pajak: Lunasi Tunggakan atau Hadapi Penyitaan Aset

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) kembali mengingatkan para wajib pajak untuk tidak menunda kewajiban pembayaran pajak. Imbauan ini disampaikan sebagai bentuk upaya preventif agar masyarakat tidak mengalami penyitaan aset karena tunggakan pajak.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa penegakan hukum atas piutang pajak dilakukan secara tegas dan terukur. “Bagi wajib pajak yang menunggak dan tidak menunjukkan itikad baik, kami terpaksa melakukan penyitaan aset milik yang bersangkutan. Penyitaan ini hanya dilakukan setelah seluruh prosedur hukum terpenuhi,” ujar Syamsinar di Banjarbaru, Rabu (18/6/2025).

Ia menambahkan, barang-barang yang telah disita akan masuk dalam proses lelang eksekusi sebagai bagian dari penagihan aktif oleh negara. “Lelang bukan semata proses jual beli, tetapi juga merupakan langkah hukum yang sah dan transparan, serta bisa diawasi oleh publik,” lanjutnya.

Menurut Syamsinar, lelang eksekusi dari barang sitaan ini menjadi salah satu sarana penting dalam penyelesaian piutang negara, sekaligus alat pengingat akan pentingnya kepatuhan fiskal. Hasil penjualannya akan masuk ke kas negara sebagai penerimaan perpajakan dan turut menyumbang terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Ini menunjukkan bahwa kepatuhan pajak memiliki dampak luas, tidak hanya bagi pelaku usaha tetapi juga dalam menjaga stabilitas keuangan negara. Maka dari itu, kami mendorong wajib pajak untuk segera menyelesaikan kewajibannya sebelum proses hukum berjalan,” tegas Syamsinar.

Kanwil DJP Kalselteng berkomitmen untuk terus mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif, namun tidak ragu bertindak tegas jika terjadi pelanggaran. Penegakan hukum perpajakan, termasuk melalui lelang, menjadi bagian dari upaya mewujudkan keadilan fiskal dan optimalisasi anggaran negara. (alf)

 

PER-11/2025: Faktur Pajak Pedagang Eceran Tak Lagi Bergantung pada KLU, Ini Penjelasannya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menegaskan fleksibilitas bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang eceran dalam pembuatan faktur pajak. Hal itu tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/2025), yang menjadi penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, PER-03/PJ/2022.

Poin krusial dalam regulasi terbaru ini adalah ketentuan bahwa status sebagai PKP pedagang eceran tidak lagi ditentukan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Sebaliknya, kriteria utama mengacu pada karakteristik transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak.

Menurut Pasal 51 ayat (4) PER-11/2025, PKP pedagang eceran ditentukan dari aktivitas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada pembeli atau penerima yang merupakan konsumen akhir. Artinya, meski suatu usaha tidak secara eksplisit diklasifikasikan sebagai pedagang eceran berdasarkan KLU, selama memenuhi karakteristik transaksi kepada konsumen akhir, tetap dapat dianggap sebagai PKP pedagang eceran.

Siapa yang Disebut Konsumen Akhir?

Merujuk Pasal 52 ayat (2), konsumen akhir adalah pihak yang membeli atau menerima barang/jasa untuk dikonsumsi langsung, bukan untuk digunakan kembali dalam kegiatan usaha. Dengan demikian, aspek konsumsi menjadi indikator utama dalam pengenaan perlakuan khusus terhadap faktur pajak yang dibuat.

Kemudahan dalam Faktur Pajak

Sebagai bentuk kemudahan administrasi, PKP pedagang eceran diperkenankan membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli, serta tanpa mencantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang. Namun, faktur tetap wajib memuat informasi minimal sebagai berikut:

• Identitas PKP penjual: nama, alamat, dan NPWP;

• Rincian transaksi: jenis barang/jasa, jumlah, harga jual, penggantian, dan potongan harga;

• Pajak: besaran PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut;

• Nomor faktur: kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur.

Menariknya, kode dan nomor seri faktur tak perlu lagi mengikuti sistem DJP, karena bisa ditetapkan sendiri oleh PKP sesuai kebiasaan usaha masing-masing.

Konsistensi Kebijakan

Ketentuan ini mempertegas konsistensi DJP dalam memberikan kemudahan administrasi bagi PKP yang melayani konsumen akhir. Dengan melanjutkan prinsip yang telah ada dalam PER-03/PJ/2022, regulasi ini diharapkan memberikan kepastian hukum sekaligus efisiensi administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha ritel dan sektor layanan yang langsung berinteraksi dengan masyarakat umum.

PER-11/2025 membawa angin segar bagi pelaku usaha yang sebelumnya tidak dikategorikan sebagai pedagang eceran secara KLU, namun dalam praktiknya melayani konsumen akhir. Inilah bentuk adaptasi regulasi perpajakan terhadap dinamika pola konsumsi dan model bisnis modern. (alf)

 

Kemenkeu Bebaskan Bea Masuk dan Pajak Barang Jemaah Haji Senilai Rp2,4 M di Hari Pertama Kepulangan

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan memberikan angin segar bagi para jemaah haji Indonesia yang baru pulang dari Tanah Suci. Sebanyak 1.800 barang milik jemaah dengan total nilai sekitar US\$149 ribu atau setara Rp2,4 miliar (asumsi kurs Rp16.270/US\$) dibebaskan dari bea masuk dan pajak pada hari pertama kedatangan di Tanah Air.

Kepulangan perdana jemaah haji tahun ini berlangsung pada Kamis dini hari (12/6/2025), pukul 02.00 WIB, dan akan terus berlanjut selama 30 hari ke depan hingga seluruh kloter tiba di Indonesia.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu memastikan bahwa fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak tidak hanya berlaku untuk barang bawaan, tetapi juga untuk barang kiriman dari Arab Saudi yang dikirim terpisah.

“Kita sudah menerima 1.800 notifikasi barang dari jemaah yang mendapat fasilitas bebas bea masuk dan pajak,” ujar Anggito dalam konferensi pers di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (11/6/2025).

“Barang seperti kurma, sajadah, dan lainnya meskipun nilainya tinggi, tidak akan dikenakan bea masuk maupun pajak dalam rangka impor,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, menekankan bahwa tidak ada proses penjemputan jemaah di bandara. Seluruh penumpang dan bagasi akan langsung diarahkan menuju lokasi **debarkasi, yang tersebar di beberapa titik seperti Pondok Gede (Jakarta Timur), Bekasi, dan Cipondoh (Tangerang).

“Semua barang bawaan akan langsung dibawa ke lokasi debarkasi. Tidak ada pengambilan bagasi di bandara. Penjemputan juga dilakukan di sana, bukan di Soekarno-Hatta,” jelas Gatot.

Dasar Hukum Pembebasan Pajak

Kebijakan ini merujuk pada dua regulasi anyar yang baru diterbitkan oleh Kemenkeu:

  • PMK Nomor 4 Tahun 2025, yang mengubah PMK Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan dan Pajak atas Barang Kiriman.
  • PMK Nomor 34 Tahun 2025, revisi atas PMK Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Barang Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

(alf)

DJP Tancap Gas, Siapkan 5 Jurus Jitu Capai Target Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersiap menghindari jebakan shortfall penerimaan pada 2025 dengan menggelar lima strategi utama yang dinilai mampu menjaga kinerja penerimaan tetap berada di jalur yang diharapkan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa pemerintah serius ingin menghindari terulangnya kekurangan penerimaan seperti tahun lalu. Langkah-langkah strategis pun telah dirancang demi mengamankan target pajak yang ambisius.

“Untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2025, pemerintah akan melaksanakan upaya strategis,” ujar Dwi, baru-baru ini.

Lima Strategi Utama

Pertama, DJP akan memperluas basis perpajakan dengan memadukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Artinya, bukan hanya memperdalam kepatuhan wajib pajak yang sudah ada, tetapi juga menjaring potensi pajak baru dari sektor yang belum tergarap optimal.

Kedua, peningkatan kepatuhan akan ditopang oleh pemanfaatan teknologi, penguatan kerja sama antarinstansi (joint program), hingga tindakan penegakan hukum terhadap pelanggar pajak.

Ketiga, DJP akan terus memastikan efektivitas reformasi perpajakan, termasuk harmonisasi dengan kebijakan internasional. Keempat, insentif perpajakan akan diarahkan secara lebih selektif dan terukur demi mendorong aktivitas ekonomi.

Terakhir, penguatan organisasi dan kualitas SDM menjadi fokus agar DJP mampu menjawab tantangan fiskal di tengah dinamika ekonomi nasional dan global.

“Dengan lima strategi ini, kami yakin penerimaan pajak bisa tetap on track dan shortfall bisa dicegah,” kata Dwi. (alf)

Ingin Dapat Bantuan Gaji? Simak Syarat dan Rinciannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggulirkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi para pekerja berpenghasilan rendah. Skema bantuan ini dipastikan mulai berjalan pada Juni 2025, sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

BSU ditujukan bagi karyawan dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan. Dalam skema baru ini, setiap pekerja yang memenuhi syarat akan menerima subsidi sebesar Rp150 ribu per bulan selama dua bulan. Artinya, total bantuan yang diterima mencapai Rp300 ribu.

“Bantuan subsidi upah ini sedang dimatangkan bersama Kementerian Ketenagakerjaan. Nilainya sekitar Rp150 ribu per bulan,” ujar Airlangga saat menghadiri agenda resmi di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (27/5/2025).

Meskipun nominalnya lebih kecil dibanding bantuan serupa saat masa pandemi Covid-19 yang saat itu mencapai Rp600 ribu dalam sekali pencairan pemerintah menilai kebijakan ini tetap mampu membantu menjaga daya beli masyarakat pekerja.

Tak hanya BSU, pemerintah juga memperluas perlindungan sosial melalui perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), khususnya bagi sektor padat karya.

Di sisi lain, untuk meringankan beban rumah tangga menjelang masa liburan sekolah, pemerintah menyiapkan serangkaian insentif. Mulai dari potongan harga untuk transportasi umum seperti kapal laut, kereta api, dan pesawat, hingga diskon tarif tol selama akhir Mei dan awal Juni.

Diskon tarif listrik juga kembali diberlakukan. Selama Juni hingga Juli 2025, rumah tangga dengan daya listrik di bawah 1.300 VA akan menikmati potongan tarif sebesar 50%. Program ini menyasar hingga 79,3 juta pelanggan.

Lebih lanjut, bantuan sosial dalam bentuk kartu sembako dan bantuan pangan juga akan diperluas. Setidaknya 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) tercatat akan mendapat tambahan alokasi bantuan tersebut.

Kebijakan terpadu ini diharapkan mampu menjaga kestabilan konsumsi masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah dinamika global dan domestik yang belum sepenuhnya pulih. (alf)

 

 

Dirjen Pajak Optimis Tren Positif Penerimaan Berlanjut

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak yang impresif sepanjang 2020 hingga 2024. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (7/5/2025), Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo memaparkan bagaimana penerimaan pajak berhasil pulih dan tumbuh konsisten meski diwarnai tantangan global dan domestik.

“Pada 2020, penerimaan pajak sempat terkontraksi hingga 19,6% akibat pandemi COVID-19. Namun berkat reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi, kita bisa bangkit,” ujar Suryo.

(Sumber: Direktorat Jenderal Pajak)

Tahun 2021 menjadi titik balik penting dengan pertumbuhan tajam 19,3%, didorong oleh efek pemulihan ekonomi dan lonjakan harga komoditas.

Tren positif ini berlanjut pada 2022 yang mencatatkan pertumbuhan spektakuler sebesar 34,3%, ditopang oleh commodity boom, kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), dan penyesuaian tarif PPN sesuai Undang-Undang HPP.

Namun, pada 2023 laju pertumbuhan melambat menjadi 8,8% karena penurunan harga komoditas dan menurunnya nilai impor. Meski demikian, DJP tetap berhasil mencapai target penerimaan hingga 102,7% dari APBN.

Tahun 2024 mencatatkan pertumbuhan moderat sebesar 3,5%. Suryo menekankan bahwa capaian ini tetap positif mengingat basis tinggi di tahun-tahun sebelumnya serta adanya tantangan eksternal.

“Selama empat tahun terakhir, penerimaan pajak tidak hanya tumbuh secara nominal tetapi juga berhasil melampaui target APBN, menunjukkan bauran kebijakan yang efektif dan kelanjutan reformasi perpajakan yang konsisten,” kata Suryo.

Untuk 2025, DJP menargetkan penerimaan sebesar Rp 2.016 triliun, atau tumbuh 13,3% dari realisasi 2024. Pemerintah optimistis, meski harga komoditas tidak lagi setinggi sebelumnya, implementasi penuh UU HPP dan sistem administrasi perpajakan yang semakin digital diyakini akan menjadi tulang punggung pencapaian target. (bl)

 

DJP Sumbar & Jambi: Sinergi dengan IKPI Kunci Penguatan Kepatuhan dan Penerimaan Pajak

IKPI, Padang: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Barat dan Jambi menegaskan pentingnya membangun sinergi yang kuat dan berkelanjutan dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai mitra strategis dalam sistem perpajakan nasional. Komitmen ini disampaikan dalam pertemuan audiensi bersama jajaran pengurus IKPI dari Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) di Padang, Jumat (2/5/2025).

Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi, Arif Mahmudin Zuhri, menyampaikan bahwa DJP dan IKPI memiliki peran yang saling melengkapi dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak secara optimal dan sesuai dengan amanah konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(Foto: Istimewa)

“DJP dan IKPI tentu dan harus mempunyai komitmen yang sama dalam mengoptimalkan penerimaan pajak, serta dalam mewujudkan kepatuhan perpajakan yang berkeadilan. Oleh karena itu, DJP dan IKPI harus bersehati, bahu membahu, bekerja bersama dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan,” ungkap Arif.

Ia menekankan bahwa meskipun terkadang terdapat perbedaan perspektif dalam pelaksanaan tugas masing-masing, hal tersebut harus disikapi sebagai dinamika yang sehat dalam upaya mencapai tujuan bersama.

DJP dan IKPI, menurutnya, perlu saling memahami peran dan sudut pandang masing-masing, karena pada dasarnya keduanya memiliki satu visi, yakni membangun sistem perpajakan yang sehat dan berintegritas.

“Saya percaya bahwa sinergi dan kebersamaan antara DJP dan IKPI akan mampu mengoptimalkan penerimaan negara serta meningkatkan kualitas pelayanan dan kepatuhan perpajakan. Ini bukan hanya kerja teknis, tapi juga bagian dari perjuangan bersama membangun bangsa,” tambahnya.

(Foto: Istimewa)

Untuk memperkuat sinergi tersebut, ia menilai sangat penting adanya komunikasi intensif dan pemahaman yang sama terhadap regulasi perpajakan. Sosialisasi dan edukasi menjadi kunci agar seluruh pihak, baik DJP, IKPI, maupun wajib pajak, memiliki interpretasi yang selaras terhadap peraturan yang terus berkembang.

“Kebersamaan ini harus dirawat dan diperjuangkan. Sosialisasi yang lebih intens dari DJP kepada IKPI, serta komunikasi terbuka antara DJP, IKPI, dan wajib pajak menjadi jembatan menuju pemahaman bersama yang lebih baik,” katanya.

Dalam pertemuan tersebut hadir Ketua IKPI Pengda Sumbagsel Nurlena, Ketua dan Wakil Ketua IKPI Pengda Sumbagteng Lilisen dan Gazali, serta Ketua IKPI Cabang Padang Prakarsa Salim.

Audiensi diterima langsung oleh Kepala Kanwil DJP Sumbar dan Jambi Arif Mahmudin Zuhri, didampingi Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Marihot P Siahaan, serta Kepala Bidang Kerjasama dan Humas Trio Nofriadi. (bl)

en_US