Efisiensi Anggaran Diyakini Berdampak Terhadap Penerimaan PPN

IKPI, Jakarta: Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah diyakini akan berdampak luas terhadap penerimaan negara, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rachmat, mengatakan banyak program pemerintah terpaksa ditangguhkan atau ditinjau ulang akibat efisiensi ini, termasuk proyek infrastruktur yang sedang berjalan atau masih dalam perencanaan.

“Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan PPN ke depannya. Terlebih lagi, banyak alokasi pemerintah untuk program makan bergizi gratis (MBG) yang mayoritas jasa dan barangnya mendapat insentif PPN,” ujar Ariawan, Minggu (16/2/2025).

Sekadar informasi, efisiensi anggaran ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, di mana Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pemangkasan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun. Langkah ini dilakukan di tengah banyaknya kebutuhan alokasi anggaran untuk berbagai program prioritas.

Namun, konsekuensi dari kebijakan ini adalah tersendatnya aliran dana yang sebelumnya menggerakkan roda pembangunan. Proyek-proyek yang diharapkan memberikan efek berantai terhadap perekonomian kini terhambat, sehingga berpotensi mengurangi pemasukan dari PPN.

“Itu sebabnya, meski mengalami banyak penolakan, pemerintah tetap menjalankan skema kenaikan PPN menjadi 12% untuk barang mewah. Salah satunya adalah untuk mitigasi tergerusnya penerimaan dari PPN ini,” kata Ariawan.

Meski begitu, ia menilai kebijakan efisiensi anggaran ini merupakan langkah yang tepat di tengah tantangan fiskal yang dihadapi pemerintah.

Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak berdampak pada layanan publik yang dibutuhkan masyarakat serta tidak mengganggu stabilitas makroekonomi.

“Pekerjaan rumah pemerintah adalah mencari sumber penerimaan baru dari sektor-sektor yang selama ini belum optimal. Salah satunya sektor perkebunan sawit. IEF saat ini sedang melakukan kajian terhadap sektor ini,” tambahnya.

Sebagai catatan, pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun, di mana penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi salah satu kontributor utama dengan target sebesar Rp 945,1 triliun. (alf)

IKPI Pekanbaru Perkenalkan Coretax dalam Acara Bank UOB

IKPI, Pekanbaru: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru Rubialam Sitorus Pane (Rubi), memperkenalkan Coretax, sistem administrasi pajak yang telah dimodernisasi, dalam acara ramah tamah yang digelar oleh Bank UOB Pekanbaru pada Jumat (14/2/2025). Acara ini dihadiri oleh sekitar 40 nasabah pilihan dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman wajib pajak mengenai kewajiban perpajakan mereka.

Kegiatan ini merupakan inisiatif spontan dari pimpinan Bank UOB yang mendapat sambutan baik dari IKPI Pekanbaru. Acara diawali dengan pemaparan produk-produk baru Bank UOB, diikuti dengan presentasi dari Rubialam Sitorus Pane yang berjudul “Perkenalan Coretax dan Dampaknya pada Kepatuhan Pajak di Indonesia”.

 

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Presentasi berlangsung selama 15 menit dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab selama 30 menit.
Selama sesi tanya jawab, nasabah diberikan kesempatan bertanya langsung maupun melalui barcode yang telah disiapkan oleh tim UOB. Beberapa nasabah bahkan memilih untuk berdiskusi secara pribadi dengan tim IKPI setelah sesi resmi berakhir.

Sebagai tindak lanjut, muncul gagasan untuk menghadirkan Pojok Pajak di Bank UOB Pekanbaru, yang akan diadakan dua kali dalam sebulan. Program ini memungkinkan nasabah berkonsultasi langsung dengan anggota IKPI mengenai berbagai persoalan perpajakan.

“Kami berharap kerja sama ini tidak hanya berhenti di sini, tetapi juga dapat membuka komunikasi dengan bank lain guna membangun hubungan yang saling menguntungkan,” ujar Rubi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/2/2025).

Ia menegaskan, acara ini mencerminkan komitmen IKPI Pekanbaru dan Bank UOB dalam membantu nasabah memahami kewajiban perpajakan mereka dengan lebih baik. (bl)

DPR Desak Kemenkeu Turunkan PPN Tiket Pesawat Domestik

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menegaskan keinginannya untuk menurunkan harga tiket pesawat demi meringankan beban masyarakat. Menindaklanjuti hal ini, Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB, Syaiful Huda, mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menurunkan atau bahkan menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiket pesawat domestik.

Huda menjelaskan bahwa selain efisiensi yang telah dilakukan maskapai dan Kementerian Perhubungan, faktor pajak juga berperan penting dalam menekan harga tiket.

“Ada komponen lain yang memungkinkan untuk diturunkan, dan ini peranannya dari Kemenkeu, yaitu PPN tiket pesawat domestik. Kalau tiket luar negeri kan memang tidak dikenakan PPN. Begitu Kemenkeu merelaksasi PPN ini, harga tiket pasti turun,” ujar Huda, Sabtu (15/2/2025).

Menurutnya, langkah efisiensi dari maskapai sudah membuahkan hasil, terbukti dengan turunnya harga tiket pesawat hingga 10-15 persen selama libur Natal dan Tahun Baru 2025. Namun, untuk mencapai penurunan hingga 30 persen atau lebih, relaksasi PPN sangat diperlukan.

“Kalau mau turun lagi sampai 30 persen, Kemenkeu harus melakukan relaksasi terhadap PPN tiket dan pajak lainnya,” tegasnya.

Huda juga menyatakan bahwa jika pemerintah benar-benar ingin harga tiket turun drastis, maka PPN untuk tiket domestik sebaiknya dihapus seperti halnya tiket internasional.

“Kalau PPN tiket pesawat domestik dihapus, pasti penurunannya signifikan,” tambahnya.

Sebelumnya, dalam peringatan HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Centre, Bogor, Sabtu (15/2/2025), Prabowo menyoroti harga tiket pesawat yang dinilainya masih bisa ditekan lebih jauh.

“Harga pesawat terbang turun dan harus turun lagi kalau bisa,” kata Prabowo.

Pernyataan Prabowo ini memperkuat dorongan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret dalam menekan harga tiket pesawat, terutama menjelang libur Lebaran 2025 yang diharapkan bisa memberikan keringanan bagi masyarakat yang ingin mudik. (alf)

Trump Umumkan Kenaikan Pajak Impor, Picu Ketegangan Perdagangan Global

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi mengumumkan rencana kenaikan pajak impor dalam upaya menyesuaikan tarif dengan negara lain. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi ketidakseimbangan perdagangan, meskipun berisiko memicu eskalasi konfrontasi ekonomi dengan sekutu maupun rival AS.

“Saya memutuskan demi keadilan bahwa saya akan memberlakukan tarif resiprokal. Ini adil bagi semua. Tidak ada negara lain yang bisa mengeluh,” ujar Trump saat menandatangani proklamasi tarif di Gedung Putih, Sabtu (15/2/2025).

Trump menyoroti bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterapkan Uni Eropa menjadi penghalang perdagangan yang perlu disesuaikan dalam kebijakan tarif baru ini. Selain itu, subsidi industri, regulasi, dan potensi manipulasi mata uang oleh negara-negara lain juga akan menjadi faktor pertimbangan.

Menurut laporan Associated Press, seorang pejabat senior Gedung Putih menyatakan bahwa pajak impor ini diharapkan membantu mengurangi defisit anggaran AS yang diperkirakan mencapai 1,9 triliun dolar AS (sekitar Rp29.000 triliun). Kajian mengenai tarif ini diperkirakan akan selesai dalam beberapa minggu hingga bulan mendatang, membuka ruang bagi negosiasi atau memperpanjang ketidakpastian ekonomi global.

Tarif pajak impor yang baru ini diprediksi lebih besar dibandingkan dengan kebijakan tarif Trump pada periode sebelumnya. Data dari Biro Sensus AS menunjukkan bahwa nilai perdagangan barang antara AS dan Eropa mencapai hampir 1,3 triliun dolar AS (sekitar Rp19.800 triliun) tahun lalu, dengan defisit perdagangan AS sebesar 267 miliar dolar AS (sekitar Rp4.000 triliun).

Dalam beberapa pekan terakhir, Trump telah mengancam beberapa mitra dagang AS dengan kenaikan tarif, yang memicu reaksi balasan dari negara-negara terkait. Tiongkok, misalnya, telah menerapkan tarif atas produk energi dan mesin pertanian dari AS serta melakukan penyelidikan antimonopoli terhadap Google.

Sementara itu, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko juga menyiapkan tindakan balasan yang dapat menghantam ekonomi AS.

Selain tarif resiprokal, Trump juga memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen pada barang impor dari Tiongkok, dengan alasan keterlibatan negara tersebut dalam produksi opioid fentanyl. Tarif baru terhadap Kanada dan Meksiko dijadwalkan berlaku pada Maret, setelah sebelumnya mengalami penundaan selama 30 hari.

Sementara itu, tarif baja dan aluminium sebesar 25 persen yang diberlakukan sejak 2018 akan tetap berlaku di luar tarif resiprokal.

Meski Trump mengklaim kebijakan ini akan meningkatkan keadilan perdagangan, sejumlah ekonom memperingatkan dampak negatifnya terhadap ekonomi AS.

Pakar perdagangan dari Cato Institute, Scott Lincicome, menilai bahwa kebijakan ini lebih bertujuan menaikkan pajak impor daripada menciptakan keadilan perdagangan. “Ini pada akhirnya akan menjadi pajak yang lebih tinggi bagi konsumen dan produsen AS,” ujarnya.

Laporan dari Wells Fargo memperkirakan kebijakan tarif ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi AS, meskipun pemotongan pajak yang diperluas diharapkan dapat membantu pemulihan pada 2026. Jika negara lain merespons dengan tarif balasan, kebijakan ini bisa berubah menjadi perang dagang yang lebih luas, membawa dampak buruk bagi investasi dan lapangan kerja di AS.

Sementara pemerintah AS berharap tarif baru ini dapat membuka jalan bagi negosiasi perdagangan baru, ketidakpastian di pasar global semakin meningkat. Banyak pihak kini menunggu bagaimana mitra dagang AS akan bereaksi dalam beberapa bulan ke depan. (alf)

IKPI Siap Dorong Regulasi Profesi Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus berupaya memperkuat peran profesi konsultan pajak sebagai mitra strategis pemerintah dalam sistem perpajakan nasional. Melalui acara Partnership Gathering yang akan digelar pada 19 Februari 2025 di Royal Kuningan Hotel, Jakarta, IKPI bertekad memperkuat eksistensi dan peran profesi ini dalam ekosistem perpajakan Indonesia.

Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menegaskan bahwa salah satu agenda utama dalam acara ini adalah memperjuangkan pengakuan yang lebih kuat terhadap profesi konsultan pajak.

“Kami ingin memperkenalkan lebih dekat peran dan kontribusi IKPI dalam sistem perpajakan nasional. Profesi ini telah hadir selama hampir 60 tahun dan memiliki hampir dari 7.100 anggota yang aktif mendukung kepatuhan dan reformasi perpajakan,” ujar Jemmi di Jakarta, Minggu (16/2/2025).

Menurutnya, profesi konsultan pajak saat ini masih membutuhkan regulasi yang lebih jelas dan kuat. Salah satu harapan besar yang akan disampaikan dalam acara ini adalah dorongan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Profesi Konsultan Pajak segera disahkan.

“Profesi konsultan pajak bukan hanya sekadar perantara antara wajib pajak dan otoritas pajak. Kami adalah bagian dari sistem yang membantu memastikan penerimaan negara lebih optimal dan berkeadilan. Oleh karena itu, sudah saatnya ada regulasi khusus yang mengatur profesi ini,” tegasnya.

Sekadar informasi, dalam acara nanti, IKPI juga akan mengadakan sesi diskusi bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta perwakilan asosiasi usaha dan profesi keuangan. Diskusi ini akan membahas berbagai tantangan dalam penerapan regulasi perpajakan serta mencari solusi yang dapat diterapkan secara efektif.

Selain itu, salah satu momen penting dalam acara ini adalah penandatanganan kerja sama antara IKPI dan DJP untuk pembentukan Tax Center IKPI. Jemmi menjelaskan bahwa Tax Center ini akan menjadi pusat edukasi dan advokasi kebijakan perpajakan bagi dunia usaha dan masyarakat luas.

“Kami ingin menjembatani kesenjangan informasi antara otoritas pajak dan wajib pajak. Dengan adanya Tax Center, dunia usaha dan profesi keuangan bisa lebih memahami kebijakan perpajakan dengan lebih baik,” jelasnya.

Dengan tema “Bergerak Bersama untuk Kemajuan Negeri”, Jemmi berharap acara ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara dunia usaha, profesi perpajakan, dan pemerintah dalam mewujudkan sistem perpajakan yang lebih modern dan inklusif.

“Tujuan akhirnya adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan, berwibawa, dan mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa memberatkan wajib pajak. Dengan kerja sama yang baik, kita bisa mencapai itu semua,” ujarnya. (bl)

Jangan Terlambat! Begini Cara Lapor SPT Tahunan 2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa hingga 12 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, sebanyak 3,33 juta wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas merupakan wajib pajak orang pribadi sebanyak 3,23 juta, sementara 103.030 berasal dari wajib pajak badan.

Bagi Anda yang belum melaporkan SPT, DJP mengimbau untuk segera melakukannya sebelum batas waktu 31 Maret 2025 bagi wajib pajak orang pribadi dan 30 April 2025 bagi wajib pajak badan. Pelaporan bisa dilakukan secara online melalui e-Filing DJP, yang lebih praktis dan cepat. Berikut panduan lengkap pengisian SPT Tahunan agar Anda tidak terkena denda keterlambatan.

Cara Lapor SPT Tahunan 2024 Secara Online

Wajib pajak dapat melaporkan SPT melalui situs resmi DJP Online. Berikut langkah-langkahnya:

1. Siapkan Dokumen yang Diperlukan
Sebelum mengisi SPT, pastikan Anda memiliki dokumen berikut:

• Bukti potong pajak (Formulir 1721 A1 untuk karyawan swasta/PNS, atau 1721 A2 untuk pegawai negeri)
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
• Kartu Tanda Penduduk (KTP)
• Rekapitulasi penghasilan lain (jika ada), seperti usaha, investasi, atau honorarium
• Daftar harta dan utang per 31 Desember 2024 (jika ada)

2. Login ke DJP Online

• Kunjungi situs https://djponline.pajak.go.id.
• Masukkan NPWP, kata sandi, dan kode keamanan (captcha).
• Pilih menu e-Filing, lalu klik Buat SPT.

3. Pilih Formulir yang Sesuai

• Formulir 1770 SS: Untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan kurang dari Rp 60 juta.
• Formulir 1770 S: Untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan lebih dari Rp 60 juta.
• Form 1770: untuk wajib pajak OP yang melakukan pekerjaan bebas atau usaha.

4. Isi Data dengan Benar

• Masukkan data penghasilan sesuai dengan bukti potong pajak.
• Laporkan penghasilan tambahan dari usaha, investasi, atau sumber lain jika ada.
• Lengkapi daftar harta dan utang (jika ada).
• Pastikan jumlah pajak yang telah dipotong oleh perusahaan sudah sesuai.

5. Kirim dan Simpan Bukti Pelaporan

• Setelah semua data terisi, klik Kirim SPT.
• Sistem akan mengirim Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) ke email yang terdaftar.
• Simpan bukti ini sebagai tanda bahwa Anda telah melaporkan SPT dengan benar.

Sanksi bagi yang Terlambat Lapor SPT

Sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT akan dikenai denda:

• Rp 100.000 untuk wajib pajak orang pribadi.
• Rp 1 juta untuk wajib pajak badan.

Selain denda administratif, DJP juga dapat mengenakan sanksi pidana bagi wajib pajak yang melaporkan SPT secara tidak benar sehingga menimbulkan kerugian negara.

Lapor Lebih Awal, Hindari Kendala Sistem
DJP mengimbau wajib pajak untuk tidak menunda pelaporan SPT hingga batas akhir guna menghindari kendala teknis akibat tingginya jumlah pengguna yang mengakses sistem secara bersamaan.

Jika mengalami kesulitan, wajib pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200, mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, atau mengakses panduan di situs resmi DJP. (alf)

Kanwil DJP Jateng I Edukasi Pentingnya Pajak ke Mahasiswa Polibang Jepara 

IKPI, Jakarta: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh, memberikan kuliah umum tentang pentingnya pajak kepada mahasiswa Politeknik Balekambang (Polibang) Jepara. Kegiatan yang berlangsung pada Kamis (12/2/2025) itu juga menandai peresmian Tax Center di kampus tersebut.

Dalam pemaparannya, Nurbaeti menekankan bahwa pajak merupakan penopang utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari total target pendapatan APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun, sebanyak 82% atau sekitar Rp2.490,9 triliun bersumber dari pajak yang dibayarkan masyarakat.

“Pajak melalui APBN menjadi shock absorber melalui berbagai insentif yang diberikan, artinya menjadi bantalan agar perekonomian tidak terguncang menghadapi tantangan perekonomian global,” ujarnya.

Namun, ia menyayangkan masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pajak. Menurutnya, hal ini berdampak pada pembangunan yang kurang optimal.

“Sayangnya, masih banyak yang namanya free rider. Apa itu? Yaitu orang yang tidak mau ikut berkontribusi membayar pajak tetapi tetap menikmati fasilitas yang dibiayai dari pajak,” ungkapnya.

Senada dengan Nurbaeti, Direktur Polibang, Dr. Miftahudin, S.Ag., M.M., menekankan bahwa menaati aturan perpajakan adalah bagian dari kewajiban sebagai warga negara. Bahkan, menurutnya, dalam Islam kepatuhan terhadap pajak selaras dengan perintah menaati ulil amri atau pemimpin yang sah.

“Menjadi warga negara yang taat pajak sama saja dengan menaati aturan ulil amri dalam Islam. Mengapa demikian? Karena aturan dibuat oleh pemerintah yang sah dan wajib ditaati oleh umat,” ujarnya.

Dengan adanya Tax Center di Polibang Jepara, diharapkan mahasiswa semakin memahami peran pajak dalam pembangunan negara serta dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran pajak di masyarakat. (alf)

IKPI Gelar Partnership Gathering, Perkuat Sinergi Dunia Usaha dan Profesi Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan menyelenggarakan Partnership Gathering pada Rabu, 19 Februari 2025, di Royal Kuningan Hotel, Jakarta. Acara ini bertujuan untuk mempererat hubungan antara dunia usaha dan profesi perpajakan serta membangun ekosistem perpajakan yang lebih kuat di Indonesia.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyatakan bahwa kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam meningkatkan sinergi antara asosiasi usaha dan profesi keuangan dengan otoritas perpajakan.
“Kami mengundang 206 asosiasi pengusaha, diantaranya Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, serta Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Selain itu, hadir juga delapan asosiasi profesi keuangan, seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPI),” kata Vaudy di Jakarta, Minggu (16/2/2025).

Tema “Bergerak Bersama untuk Kemajuan Negeri” menjadi semangat utama dalam acara ini. Vaudy menegaskan bahwa peran konsultan pajak sangat penting dalam mendukung kebijakan perpajakan yang lebih transparan dan berkeadilan.

“Kami ingin dunia usaha dan otoritas pajak saling memahami serta bekerja sama. Tidak hanya dalam kepatuhan pajak, tetapi juga dalam membangun sistem yang lebih efektif dan efisien,” lanjutnya.

Selain menjadi ajang silaturahmi, acara ini juga bertujuan untuk menyosialisasikan perkembangan terbaru dalam regulasi perpajakan. Dalam diskusi, perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memaparkan kebijakan terkini yang berpengaruh pada dunia usaha dan profesi pajak.

Salah satu momen penting dalam acara ini adalah penandatanganan kerja sama antara IKPI dan DJP dalam pembentukan Tax Center IKPI. Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi pusat edukasi perpajakan serta wadah diskusi strategis antara pemerintah dan para pelaku usaha.

“Kami ingin memastikan bahwa kehadiran IKPI selama hampir 60 tahun ini semakin diperhitungkan dalam sistem perpajakan nasional. Dengan hampir dari 7.100 anggota, kami komitmen menjadi mitra strategis bagi pemerintah dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak masyarakat,” kata Vaudy.

Acara ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membangun ekosistem perpajakan yang lebih inklusif dan berdaya saing tinggi, guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih berkelanjutan. (bl)

Ketum Vaudy Starworld Pererat Kedekatan dengan Pengurus dan Anggota IKPI di Seluruh Tingkatan

IKPI, Manado: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, terus menunjukkan komitmennya dalam mempererat hubungan dengan jajaran pengurus serta anggota IKPI di seluruh tingkatan, mulai dari pusat, daerah, hingga cabang. Salah satu bentuk nyata dari kedekatan tersebut terlihat dalam kunjungannya ke berbagai cabang, termasuk IKPI Cabang Manado.

Dalam setiap kunjungannya, Vaudy tidak hanya menghadiri kegiatan resmi, tetapi juga selalu menyempatkan waktu untuk berdiskusi ringan dengan pengurus dan anggota cabang. Diskusi ini biasanya dilakukan dalam suasana santai, seperti saat makan malam, di luar agenda utama.

(Foto: Istimewa)

“Saya ingin mendengar langsung apa yang dibutuhkan oleh pengurus dan anggota di daerah, sehingga pengurus pusat bisa membantu mereka agar lebih aktif dalam berkegiatan,” ujar Vaudy, Sabtu (15/2/2025).

Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong setiap cabang untuk terus membumikan IKPI di wilayahnya, baik melalui kegiatan internal maupun dalam mendukung pemerintah dalam pencapaian target penerimaan pajak. Vaudy juga menekankan pentingnya peran IKPI dalam membantu sosialisasi peraturan perpajakan agar kesadaran dan kepatuhan wajib pajak semakin meningkat.

“Kita harus selalu hadir di tengah masyarakat dan membantu mereka memahami aturan perpajakan dengan baik. Dengan begitu, tingkat kepatuhan pajak bisa terus meningkat, yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi perekonomian nasional,” tambahnya.

(Foto: Istimewa)

Kedekatan Vaudy dengan para anggota dan pengurus cabang terlihat saat kunjungan ke IKPI Cabang Manado pada Jumat (14/2/2025). Setelah menghadiri berbagai kegiatan formal, Vaudy mengakhiri kunjungannya dengan makan malam bersama di Restoran Rajawali, salah satu tempat makan terkenal di Manado. Dalam suasana santai, ia berbincang langsung dengan para anggota dan pengurus cabang, mendengarkan aspirasi mereka, serta membahas berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi IKPI di daerah.

“Kebersamaan seperti ini penting agar kita bisa terus membangun komunikasi yang baik antara pusat dan daerah. Saya ingin memastikan bahwa setiap cabang mendapatkan dukungan penuh agar dapat aktif dan berkembang,” ungkapnya.

Kehangatan dan perhatian yang diberikan oleh Ketua Umum IKPI dalam setiap kunjungannya disambut baik oleh para pengurus dan anggota cabang. Dengan pendekatan ini, IKPI diharapkan semakin solid dan mampu memberikan kontribusi nyata dalam dunia perpajakan di Indonesia. (bl)

Otoritas Pajak AS Akan Berhentikan Ribuan Karyawan Masa Percobaan 

IKPI, Jakarta: Otoritas Pajak Amerika Serikat (AS) atau Internal Revenue Service (IRS) berencana memberhentikan ribuan karyawan masa percobaan dalam beberapa hari mendatang, mengikuti arahan dari Kantor Manajemen Personalia yang mengawasi perekrutan pegawai federal. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja yang belum memiliki perlindungan kerja penuh.

Hingga kini, belum ada angka pasti mengenai jumlah karyawan yang akan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, IRS mengalami lonjakan tenaga kerja di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden, mencapai sekitar 100.000 karyawan, termasuk 16.000 pekerja masa percobaan.

Menurut sumber yang dikutip Reuters pada Sabtu (15/2/2025), pemangkasan tersebut akan menyasar semua karyawan masa percobaan yang tidak mengundurkan diri melalui program buyout yang kini telah ditutup atau yang tidak dianggap penting dalam menghadapi musim pajak. IRS saat ini tengah menangani pengembalian pajak federal menjelang batas waktu pengajuan pada 15 April.

Sumber lain yang mengetahui rencana PHK ini menyampaikan kekhawatiran bahwa langkah tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap operasional lembaga.

“Mereka mencoba mengurangi jumlah secara keseluruhan tanpa menganalisis dampaknya terhadap operasi,” ujarnya.

PHK di IRS merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas oleh Presiden Donald Trump dan Elon Musk dalam upaya merombak birokrasi federal.

Musk, yang kini memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency atau DOGE), telah mengusulkan pengurangan jumlah pegawai negeri sipil dan bahkan kemungkinan penghapusan beberapa lembaga yang dianggap tidak esensial.

Langkah ini memicu perdebatan mengenai efektivitas pengurangan tenaga kerja di IRS, terutama di tengah musim pajak yang sibuk. Sementara pemerintah menilai kebijakan ini akan meningkatkan efisiensi birokrasi, kritik muncul mengenai potensi dampaknya terhadap pelayanan publik dan pemrosesan pajak. (alf)

en_US