IKPI, Jakarta: Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah diyakini akan berdampak luas terhadap penerimaan negara, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rachmat, mengatakan banyak program pemerintah terpaksa ditangguhkan atau ditinjau ulang akibat efisiensi ini, termasuk proyek infrastruktur yang sedang berjalan atau masih dalam perencanaan.
“Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan PPN ke depannya. Terlebih lagi, banyak alokasi pemerintah untuk program makan bergizi gratis (MBG) yang mayoritas jasa dan barangnya mendapat insentif PPN,” ujar Ariawan, Minggu (16/2/2025).
Sekadar informasi, efisiensi anggaran ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, di mana Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pemangkasan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun. Langkah ini dilakukan di tengah banyaknya kebutuhan alokasi anggaran untuk berbagai program prioritas.
Namun, konsekuensi dari kebijakan ini adalah tersendatnya aliran dana yang sebelumnya menggerakkan roda pembangunan. Proyek-proyek yang diharapkan memberikan efek berantai terhadap perekonomian kini terhambat, sehingga berpotensi mengurangi pemasukan dari PPN.
“Itu sebabnya, meski mengalami banyak penolakan, pemerintah tetap menjalankan skema kenaikan PPN menjadi 12% untuk barang mewah. Salah satunya adalah untuk mitigasi tergerusnya penerimaan dari PPN ini,” kata Ariawan.
Meski begitu, ia menilai kebijakan efisiensi anggaran ini merupakan langkah yang tepat di tengah tantangan fiskal yang dihadapi pemerintah.
Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak berdampak pada layanan publik yang dibutuhkan masyarakat serta tidak mengganggu stabilitas makroekonomi.
“Pekerjaan rumah pemerintah adalah mencari sumber penerimaan baru dari sektor-sektor yang selama ini belum optimal. Salah satunya sektor perkebunan sawit. IEF saat ini sedang melakukan kajian terhadap sektor ini,” tambahnya.
Sebagai catatan, pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun, di mana penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi salah satu kontributor utama dengan target sebesar Rp 945,1 triliun. (alf)