Jokowi Rilis Kebijakan Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan

IKPI, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya merilis keputusan presiden terkait dengan penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Titah Presiden ini dituangkan dalam Keputusan Presiden (Kepres) No.25 Tahun 2022. Kepres ini diteken pada 23 Desember 2022. Ada empat hal yang ditetapkan Jokowi. Pertama, pengenaan tarif pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 atas penghasilan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Kedua, pengenaan tarif pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 atas penghasilan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang menjadi beban negara, dalam APBN dan APBD.

Ketiga, pemberlakukan dan penerapan tarif efektif pemotongan pajak PPh pasal 21. Terakhir, pencabutan PP No.80 tahun 2010 tentang tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang menjadi beban APBN dan APBD.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengumumkan bahwa pemerintah telah menyesuaikan pengaturan di bidang Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam satu Peraturan Pemerintah (PP) yang komprehensif dan konsolidatif.

“Dalam beleid ini, beberapa ketentuan bersifat meneruskan amanah Pasal 32C UU HPP untuk selanjutnya diatur di Peraturan Menteri Keuangan, seperti Bab II tentang Objek PPh, Bab III tentang Pengecualian dari Objek PPh, dan Bab IV tentang Biaya yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (26/12/2022).

Sementara itu ketentuan lainnya, untuk penyusutan harta berwujud berupa bangunan permanen dan/atau amortisasi harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, Wajib Pajak dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun berdasarkan UU PPh atau masa
manfaat sebenarnya sesuai pembukuan Wajib Pajak dengan syarat taat asas.

“Khusus untuk harta yang dimiliki sebelum tahun pajak 2022 dan telah disusutkan/diamortisasi sesuai masa manfaat dalam UU PPh, Wajib Pajak masih dapat memilih menggunakan masa manfaat sebenarnya sesuai pembukuan Wajib Pajak dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak,” paparnya.

Untuk ketentuan pemberian natura dan/atau kenikmatan, yang mana sebelumnya bukan merupakan objek pajak bagi pihak penerima dan tidak dapat dibebankan bagi pihak pemberi, saat ini menjadi objek pajak bagi pihak penerima dan dapat dibebankan bagi pihak pemberi
(taxable and deductable).

Dikecualikan dari pengenaan pajak (nontaxable) adalah natura dan/atau kenikmatan yang meliputi:

1) makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
2) natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3) natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan;
4) natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD/APBDesa; atau
5) natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Ketentuan ini berlaku sejak tahun pajak 2022. Namun, kewajiban pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan oleh pemberi kerja mulai berlaku untuk penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023. Natura dan/atau kenikmatan yang diterima pada tahun pajak 2022 dan belum dilakukan pemotongan PPh, makan PPh atas penghasilan tersebut wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2022 oleh penerimanya.(bl)

Kemenkeu Terbitkan Laporan Belanja Perpajakan 2021

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2021 yang menginventarisasi berbagai insentif perpajakan, baik dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, percepatan pemulihan ekonomi, maupun insentif perpajakan lain yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung kinerja ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Seperti dikutip dari Kontan.co.id, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, peran insentif perpajakan cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pada tahun 2021, perekonomian Indonesia mampu tumbuh positif dan bahkan sudah 1,6% lebih tinggi dibandingkan dengan level pra pandemi (2019).

Dukungan insentif fiskal baik yang berlaku secara umum maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis mampu berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.

Termasuk kebijakan Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian kendaraan bermotor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN DTP) atas pembelian rumah yang mampu mencapai tujuannya untuk menggerakkan sektor riil.

“Melihat perekonomian tahun 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” ujar Febrio dalam keterangan resminya, Senin (26/12/2022).

Seiring dengan peningkatan pemanfaatan fasilitas akibat semakin pulihnya perekonomian dan penambahan insentif dalam rangka penanggulangan dampak covid-19 yang baru berlaku pada tahun 2021, belanja perpajakan tahun 2021 mencapai R p299,1 triliun atau sebesar 1,76% dari PDB.
Nilai tersebut meningkat 23,8% dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp 241,6 triliun atau 1,56% dari PDB.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk tahun 2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp175 triliun atau 58,5% dari total estimasi belanja perpajakan.

Jumlah ini meningkat 24,2% dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin.

Selain itu, Febrio bilang, semakin pulihnya perekonomian nasional mendorong peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut juga semakin tinggi.

Febrio mengatakan, Penyusunan Laporan Belanja Perpajakan terus disempurnakan, salah satu bentuknya adalah penyajian estimasi belanja perpajakan untuk satu tahun ke depan. Selain itu, untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan.

Insentif perpajakan merupakan salah satu kebijakan fiskal yang melengkapi instrumen APBN, bekerja dari sisi belanja negara sehingga penyusunan Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja.

“Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan,” jelas Febrio.

Di tahun 2022 dan ke depan, tantangan pembangunan ekonomi nasional mengalami pergeseran dari semula pandemi covid-19 menjadi gejolak perekonomian global yang diperparah oleh perang di Ukraina dan meningkatnya tensi geopolitik.

Untuk itu, Febrio menegaskan, kebijakan insentif perpajakan di 2022 dan ke depan tentunya dapat diarahkan untuk menjawab berbagai tantangan baru tersebut.
Penguatan daya saing perekonomian juga mutlak dilakukan untuk terus memperkuat daya tahan perekonomian nasional dalam menghadapi tekanan eksternal.

Selain itu, kebijakan insentif perpajakan juga akan dioptimalkan untuk mendukung akselerasi transformasi perekonomian dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (bl)

Jerat Penjahat Perpajakan, Sri Mulyani Keluarkan PMK 177/2022

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan punya senjata baru untuk menelusuri kejahatan terkait perpajakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

Aturan tersebut mulai berlaku 60 hari sejak tanggal diundangkan atau 5 Desember 2022 yaitu 3 Februari 2023.

Seperti dikutip dari Bisnis.com, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menjelaskan, PMK Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan perlu diganti untuk melaksanakan pasal 43A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diubah dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) guna lebih berkepastian hukum.

“Di dalam peraturan tersebut, beberapa ketentuan bersifat menambah ketentuan yang sudah ada,” kata Neil dalam siaran pers, dikutip Jumat (23/12/2022).

Setidaknya terdapat lima poin yang ditambahkan dalam PMK Nomor 177/PMK.03/2022. Pertama, ketentuan pemberitahuan hasil pemeriksaan bukper (bukti permulaan) disampaikan paling lama satu bulan sebelum jangka waktu pemeriksaan bukper berakhir. “Ketentuan ini sebelumnya tidak ada,” ujarnya.

Kedua, dalam rangka upaya ultimum remedium untuk memulihkan kerugian negara, meskipun telah terbit Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, wajib pajak tetap bisa mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan syarat mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum, dan terhadap pengungkapan tersebut diterbitkan pemberitahuan perubahan tindak lanjut pemeriksaan bukper.

Ketiga, menambahkan pada ketentuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang harus melampirkan Surat Setoran Pajak atau sarana lain, keterangan saksi berupa denda sesuai pasal 8 ayat 3 UU KUP, yaitu 100 persen dari jumlah pajak kurang dibayar atau lebih kecil dari aturan sebelumnya yaitu 150 persen dari pajak kurang dibayar.

Selanjutnya, menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) dianggap tidak disampaikan, jika SPT yang dilaporkan dan/atau dibetulkan setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukper disampaikan.

Terakhir, menegaskan pendelegasian wewenang dari Direktur Jenderal Pajak kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum atau Pejabat Administrator untuk beberapa hal, seperti menerbitkan surat pemberitahuan pemeriksaan, pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan, dan lain-lain.

Lebih lanjut Neil menyampaikan, terdapat pula aturan yang sifatnya mengubah atau menyesuaikan ketentuan yang ada. Pertama, untuk efisiensi waktu, jangka waktu perpanjangan pemeriksaan bukper diubah menjadi paling lama 12 bulan, yang mana sebelumnya 24 bulan.

Kedua, menyesuaikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dapat dilakukan atas pasal 38 atau 39 ayat 1 huruf c atau d UU KUP, baik yang berdiri sendiri, atau berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan. Ini seperti pasal 39 ayat 1 kecuali huruf c dan d, pasal 39 ayat 3, pasal 39A, dan pasal 43 UU KUP serta pasal 24 dan pasal 25 UU Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB).

Ketiga, pemeriksaan bukper dapat dilakukan berdasarkan pengembangan dan analisis melalui kegiatan lain, yakni kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pengembangan Pemeriksaan Bukper, atau pengembangan penyidikan, dengan hasil berupa laporan yang memuat usulan Pemeriksaan Bukper.

“Keempat, pemberitahuan Pemeriksaan Bukper dan pemberitahuan terkait lainnya harus disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan bukper, bukan kuasa,” jelasnya.

Kelima, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran yang tidak sesuai keadaan sebenarnya diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada saat penyidikam sebesar setengah bagian dari jumlah pembayaran. Ini dilakukan untuk menyesuaikan perubahan sanksi administrasi pengungkapan ketidakbenaran menjadi 100 persen. Adapun di aturan sebelumnya diatur dua per lima bagian. (bl)

Pemerintah Hapus PPh untuk Parsel dan Hampers

IKPI, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ‘kado’ manis di perayaan Hari Natal tahun ini. Kepala Negara akhirnya merilis daftar fasilitas natura atau imbalan yang diberikan kantor, yang dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh) alias tidak dipungut pajak.

Relaksasi ini bak hadiah Natal di akhir tahun. Pasalnya, hal ini dapat mendorong penjualan dan pembelian kado, antaran, parsel dan hampers Natal.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, aturan soal fasilitas natura ini tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, yang ditandatangani sejak 20 Desember 2022.

Artinya, masyarakat tak perlu khawatir, karena bingkisan seperti hampers saat perayaan hari keagamaan seperti Hari Raya dan Natal dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh).

“Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud,” tulis Pasal 24 PP ini yang dikutip Minggu (25/12/2022).

Terdapat lima jenis natura yang dikecualikan dari PPh dalam PP 55/2022 tersebut. Di antaranya:

– Makanan, bahan makanan, bahan minuman atau minuman bagi seluruh pegawai.

Ini meliputi makanan yang disediakan pemberi kerja di tempat kerja, kupon makanan bagi pekerja mobile, dan bahan makanan bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.

– Natura yang disediakan di daerah tertentu.

Bentuk natura daerah tertentu ini, meliputi fasilitas tempat tinggal rumah bagi pekerja dan keluarganya, pelayanan kesehatan , pendidikan, peribadatan, pengangkutan dan olahraga tertentu.

Namun, pembebasan PPh atas natura ini hanya berlaku di daerah tertentu, yakni daerah yang secara ekonomis memiliki potensi tetapi prasarana ekonominya belum memadai dan sulit dijangkau transportasi umum.

– Natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam rangka keamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja.

Ini meliputi pakaian seragam. peralatan untuk keselamatan kerja, sarana antar jemput pegawai, penginapan awak kapal dan perlengkapan penanganan endemi, pandemi atau bencana nasional.

– Natura yang bersumber atau dibiayai dari APBN, APBD atau anggaran desa. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

– Natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Bingkisan atau hampers dalam rangka hari raya atau fasilitas peribadatan di lokasi kerja yang dimanfaatkan oleh semua pegawai, termasuk dalam kategori jenis dan/atau batasan tertentu yang dikecualikan dari PPh.

Kendati demikian, pemerintah tidak memberikan kepastian dalam PP ini mengenai berapa nilai batasan yang akan dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh. (bl)

Parlemen Siapkan UU Pajak Tinggi Terhadap Warga Negara yang Tinggalkan Rusia

IKPI, Jakarta: Majelis rendah parlemen Rusia, alias Duma, sedang menyiapkan undang-undang berupa pajak yang lebih tinggi bagi orang-orang yang meninggalkan Rusia.

Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Duma Vyacheslav Volodin melalui aplikasi perpesanan Telegram, sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (25/12/2022).

“Adalah benar untuk membatalkan preferensi bagi mereka yang telah meninggalkan Federasi Rusia dan memperkenalkan tarif pajak yang lebih tinggi untuk mereka,” tulis Volodin di Telegram.

“Kami sedang mengerjakan perubahan yang sesuai dengan undang-undang,” sambung Volodin.

Ada banyak orang Rusia yang meninggalkan negara tersebut sejak Moskwa melancarkan invasinya ke Ukraina.

Akan tetapi, tidak jelas berapa banyak jumlah orang Rusia yang pergi dari negara tersebut sejak awal perang.

Seperti dikutip dari Kompas.com, pada awal Oktober, beberapa media lokal telah melaporkan bahwa sebanyak 700.000 orang telah melarikan diri setelah pengumuman mobilisasi parsial pada September.

Mobilisasi parsial bertujuan merekrut 300.000 orang Rusia yang masuk kategori wajib militer untuk berperang.

Pemerintah Rusia menolak angka tersebut. Rusia sejauh ini memberlakukan pajak penghasilan bagi orang yang tinggal di dalam negeri sebesar 13 persen yang langsung dipotong secara otomatis dari gaji.

Sementara orang Rusia yang bekerja di luar negeri yang merupakan wajib pajak Rusia harus membayar pajak secara mandiri, menurut Layanan Pajak Federal Rusia. Baca berita tanpa iklan.

“Sangat bisa dimengerti mengapa mereka melarikan diri,” kata Volodin.

“Mereka yang menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan telah kembali. Selebihnya harus mengerti: sebagian besar masyarakat tidak mendukung tindakan mereka dan percaya bahwa mereka mengkhianati negara, kerabat, dan teman mereka,” tutur Volodin.(bl)

Menkeu Keluarkan Aturan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

Peraturan ini mulai berlaku 60 hari sejak tanggal diundangkan atau 5 Desember 2022, yakni 3 Februari 2022.

“Untuk melaksanakan Pasal 43A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) agar lebih berkepastian hukum, perlu dilakukan penggantian atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, seperti dikutip dari Liputa6.com, Jumat (23/12/2022).

Neil menjelaskan di dalam peraturan tersebut, beberapa ketentuan bersifat menambahkan ketentuan yang sudah ada.

Ketentuan tersebut antara lain, pertama, ketentuan pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukper disampaikan paling lama satu bulan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukper berakhir. Ketentuan ini sebelumnya tidak ada.

Kedua, dalam rangka upaya ultimum remedium untuk memulihkan kerugian negara, meskipun telah terbit Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, wajib pajak tetap dapat mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan syarat mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum, dan terhadap pengungkapan tersebut diterbitkan pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukper.

Ketiga, menambahkan pada ketentuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang harus melampirkan Surat Setoran Pajak atau sarana lain, keterangan sanksi berupa denda sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP, yakni 100 persen dari jumlah pajak kurang dibayar atau lebih kecil dari aturan sebelumnya, yaitu 150 persen dari pajak kurang dibayar.

Keempat, menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan dan/atau dibetulkan setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukper disampaikan, SPT tersebut dianggap tidak disampaikan.

Kelima, menegaskan pendelegasian wewenang dari Direktur Jenderal Pajak kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum atau Pejabat Administrator untuk beberapa hal, seperti menerbitkan surat pemberitahuan pemeriksaan, pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan, dan lain lain.(bl)

 

Pemerintah Bebaskan Lima Natura ini dari Pungutan PPh

IKPI, Jakarta: Presiden Jokowi menetapkan aturan baru yang membebaskan 5 fasilitas kantor atau natura dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh).

Dikutip dari CNN Indonesia, aturan baru Jokowi tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan yang sudah diteken olehnya pada Selasa (20/12).

“Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud,” tulis Pasal 24 dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 itu.

Berikut rincian lima fasilitas natura yang dikecualikan pemerintah dalam pengenaan PPh itu.

Pertama, makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai. Dalam pasal 25 dirinci makanan dan minuman yang dikecualikan dari pajak, meliputi:

a. makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja;
b. kupon makanan dan/atau minuman bagi pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makanan dan/atau minuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a, meliputi pegawai bagian pemasaran, transportasi, dan dinas luar lainnya; dan/atau
c. bahan makanan dan/atau bahan minuman bagi seluruh pegawai dengan batasan nilai tertentu.

Kedua, natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu atau yang perlu dikembangkan, terpencil yang meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja yang secara ekonomis mempunyai potensi layak dikembangkan atau tertinggal untuk pegawai dan keluarganya berupa;

a. tempat tinggal, termasuk perumahan;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan;
d. peribadatan;
e. pengangkutan; dan/atau
f. olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak (DJP).

Namun, pemerintah menetapkan untuk poin kedua pembebasan natura dari PPh hanya berlaku di wilayah tertentu atau terpencil. Ini adalah pasal karet yang berarti pemberian rumah hingga mobil di wilayah lain masih bisa dikenakan PPh.

Ketiga, natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan seperti persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi;

a. pakaian seragam;
b. peralatan untuk keselamatan kerja;
c. sarana antar jemput pegawai;
d. penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau
e. natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.

Keempat, natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN/APBD. Sama seperti aturan sebelumnya, semua yang berasal dari dana negara tidak dikenakan pajak.

Kelima, natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu. Namun, pemerintah tidak memberikan kepastian dalam PP ini mengenai berapa nilai batasan yang bakal dikenakan atau dikecualikan dari objek PPh.(bl)

Bonus Pegawai DJP Cair!, Segini Nilai yang Diterima

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak hingga 14 Desember 2022 yang telah mencapai 110,06% dari target yang ditetapkan sepanjang 202 membuat para pegawai pajak mendapatkan bonus.

Kabar cairnya bonus bagi para pgawai pajak dalam bentuk imbalan prestasi kinerja itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR Misbakhun. Ia pun mengucapkan selamat kepada para ASN di Direktorat Jenderal Pajak.

“Selamat kepada teman-teman pegawai @DitjenPajakRI saya dengar PMK pencairan IPK sudah terbit dari @KemenkeuRI,” kata Misbakhun di kutip dari akun twitternya, Kamis (22/12/2022).

Tunjangan atau bonus para pegawai DJP sendiri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 96 tahun 2017. Pasal 2 ayat 3b aturan itu menyebutkan pemberian tunjangan kinerja mempertimbangkan capaian kinerja organisasi dan kinerja pegawai.

Sementara itu, pembayaran tunjangan kinerja diatur pada ayat 4 nya. Pembayaran dapat diberikan paling banyak 10% lebih rendah sampai dengan paling banyak 30% lebih tinggi dari besaran tunjangan kinerja yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di DJP memperhatikan keadaan keuangan negara.

Perpres Nomor 37 Tahun 2015 sendiri telah menyebutkan tunjangan kinerja dibayarkan 100% pada tahun berikutnya selama satu tahun dalam hal realisasi penerimaan pajak sebesar 95% atau lebih dari target penerimaan pajak.

Dengan realisasi penerimaan pajak kali ini, maka PNS DJP dipastikan akan menerima tukin penuh yakni 100% dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sesuai dengan Perpres 37/2015, tukin PNS DJP terendah ditetapkan sebesar Rp 5.361.800 untuk level jabatan pelaksana dan tertinggi sebesar Rp 117.375.000, untuk level jabatan tertinggi, misalnya eselon I atau Direktur Jenderal Pajak.

Dengan kondisi ini, maka sudah dipastikan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) yang saat ini dijabat oleh Suryo Utomo akan mendapatkan tunjangan lebih dari Rp 100 juta.

Berikut rincian tukin PNS DJP berdasarkan Perpres 37/2015:

Eselon I:

Peringkat jabatan 27 Rp 117.375.000

Peringkat jabatan 26 Rp 99.720.000

Peringkat jabatan 25 Rp 95.602.000

Peringkat jabatan 24 Rp 84.604.000

Eselon II:

Peringkat jabatan 23 Rp 81.940.000

Peringkat jabatan 22 Rp 72.522.000

Peringkat jabatan 21 Rp 64.192.000

Peringkat jabatan 20 Rp 56.780.000

Eselon III ke bawah:

Peringkat jabatan 19 Rp 46.478.000

Peringkat jabatan 18 Rp 42.058.000 – 28.914.875

Peringkat jabatan 17 Rp 37.219.875 – 27.914.000

Peringkat jabatan 16 Rp 25.162.550 – 21.567.900

Peringkat jabatan 15 Rp 25.411.600 – 19.058.000

Peringkat jabatan 14 Rp 22.935.762 – 21.586.600

Peringkat jabatan 13 Rp 17.268.600 – 15.110.025

Peringkat jabatan 12 Rp 15.417.937 – 11.306.487

Peringkat jabatan 11 Rp 14.684.812 – 10.768.862

Peringkat jabatan 10 Rp 13.986.750 – 10.256.950

Peringkat jabatan 9 Rp 13.320.562 – 9.768.412

Peringkat jabatan 8 Rp 12.686.250 – 8.457.500

Peringkat jabatan 7 Rp 12.316.500 – 8.211.000

Peringkat jabatan 6 Rp 7.673.375

Peringkat jabatan 5 Rp 7.171.875

Peringkat jabatan 4 Rp 5.361.800

Capai Target, Bonus Pegawai DJP Langsung Cair

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak 2022 sudah tembus target sebelum tutup tahun. Bonus para pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun langsung cair dalam bentuk Imbalan Prestasi Kinerja (IPK).

Cairnya bonus PNS pajak disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Mukhamad Misbakhun.

“Selamat kepada teman-teman pegawai @DitjenPajakRI saya dengar PMK pencairan IPK sudah terbit dari @KemenkeuRI,” kata Misbakhun di kutip dari akun Twitter resminya @MMisbakhun, Kamis (22/12/2022).

Dikutip dari Detik.com Misbakhun mengungkapkan, cairnya bonus itu juga telah diperoleh para PNS di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Mereka mendapatkan bonus setelah target penerimaan pajak maupun bea cukai tercapai.

Misbakhun menilai semua pegawai di Kementerian Keuangan memang sewajarnya mendapatkan bonus atau IPK. Pasalnya Indeks Kinerja Utama (IKU) instansi mereka tercapai dalam mengelola anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.

“Semoga apa (yang) sudah dicapai di 2022 ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan di 2023 yg diprediksi berat,” harapnya.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak hingga 14 Desember 2022 telah terkumpul Rp 1.634,36 triliun. Realisasi itu setara 110,06% dari target yang ditetapkan Rp 1.485 triliun.

Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 293,08 triliun sampai 14 Desember 2022. Realisasinya tumbuh 20,03% dibanding tahun lalu dan setara dengan 98,01% dari target yang sebesar Rp 299 triliun.

detikcom sudah coba menghubungi pihak DJP serta Bea Cukai terkait bonus yang cair. Sampai berita ini ditulis belum juga ada tanggapan. (bl)

Sanksi Pemblokiran STNK Segera Berlaku, Pemda Diminta Hilangkan Program Pemutihan

IKPI, Jakarta: Pemerintah akan memblokir Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang mati akibat tak diperpanjang selama dua tahun berturut-turut mulai tahun depan. Sanksi ini membuat kendaraan menjadi bodong alias tak bisa dikendarai legal di jalan karena surat-suratnya tak lagi berlaku.

Aturan penghapusan data kendaraan setelah STNK dibiarkan mati dua tahun sudah ada sejak 2009. Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pada Pasal 74 Ayat 3 diatur bahwa ‘Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali’.

Disebutkan pada aturan itu kepolisian bisa menghapus data kendaraan dengan dua pertimbangan. Pertama, karena kendaraan rusak berat. Kedua, pemilik tak melakukan registrasi ulang maksimal dua tahun setelah masa berlaku STNK habis.

Seperti dikutip dari CNN Indonesia, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni mengatakan aturan ini perlu diberlakukan sehingga meningkatkan kepatuhan masyarakat akan membayar pajak.

“Kami di tim pembina Samsat Nasional sepakat, ini kami segera laksanakan agar tertib administrasi pajak kendaraan bermotor dan pendapatan daerah bisa meningkatkan. Saya kira 2023 sudah efektif, ini tinggal beberapa hari lagi,” ujar Fatoni.

Pemutihan dihilangkan

Ia bilang pemerintah provinsi (Pemprov) juga perlu menghapus program pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) secara rutin.

Kata dia program pemutihan PKB yang rutin digelar saban tahun malah membuat pemilik kendaraan menunda bayar pajak karena menunggu pengampunan itu.

“Kalau berulang, ini kan tidak mendidik. Kalau ini (pemutihan) dihapus dan mempertegas Pasal 74 UU LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan), ini akan mendidik masyarakat untuk taat membayar pajak,” kata Fatoni. (bl)

en_US