IKPI Kembali Tarik 11 Pensiunan Pejabat Jadi Anggota Kehormatan IKPI, Ketua Umum: Ini Penguatan Strategis Jaringan dan Pemikiran Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menegaskan perannya sebagai pusat pemikiran perpajakan nasional dengan mengumumkan bergabungnya 11 pensiunan pejabat tinggi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai anggota kehormatan. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua Departemen Hukum IKPI, Ratna Febrina, dalam rapat pleno organisasi yang digelar baru-baru ini.

“Kami menyambut hangat para tokoh perpajakan ini ke dalam keluarga besar IKPI. Ini bukan hanya kehormatan, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat jaringan dan memperkaya perspektif kami dalam membahas dinamika peraturan perpajakan di Indonesia,” ujar Vaudy.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ketua Departemen Hukum IKPI, Ratna Febrina, menegaskan bahwa pengangkatan ini telah melalui proses yang sah dan sesuai ketentuan organisasi. “Bergabungnya para pensiunan pejabat DJP ini sudah sepenuhnya sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga (ART) IKPI. Penetapan sebagai anggota kehormatan ini merupakan bentuk penghargaan atas dedikasi dan kontribusi mereka selama ini dalam dunia perpajakan Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan kehadiran mereka akan menjadi katalis penguatan kualitas diskursus perpajakan di internal organisasi.

“Mereka bukan sekadar anggota kehormatan, melainkan mitra strategis dalam membagi pengalaman, ilmu, dan wawasan yang sangat relevan,” tegasnya.

Inilah 11 Pensiunan Pejabat DJP yang Resmi Bergabung sebagai Anggota Kehormatan IKPI:

Ken Dwijugiasteadi

Mantan Direktur Jenderal Pajak (2015), alumni Opleidings Institute Financien, Belanda. Pernah menjabat sebagai Staf Ahli Menkeu dan Kepala Kanwil DJP Kalimantan Timur.

Catur Rini Widosari

Pernah menjabat Direktur Keberatan dan Banding serta Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III. Lulusan Master of Business Taxation dari USC, AS.

Dodik Samsu Hidayat

Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, serta Kepala Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara. Lulusan Master of Laws in Taxation.

Muhammad Ismiransyah M. Zain

Pernah menjadi Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur dan Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan. Bergelar MBA.

Cucu Supriatna

Mengemban banyak posisi strategis, termasuk sebagai Kepala Kanwil DJP Banten dan Kalimantan Selatan. Bergelar Magister Hukum dari Universitas Indonesia.

Arfan

Pernah menjabat sebagai Sekretaris DJP, Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur. Bergelar MBA dari Saint Mary’s University, Halifax, Kanada.

Lucia Widhiharsanti

Mantan Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III yang telah berkontribusi panjang dalam sektor pelayanan perpajakan.

Yuli Kristiyono

Mantan Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi SDM DJP, dan pernah menjabat sebagai Direktur Penegakan Hukum DJP. Dikenal luas dalam pengembangan internal DJP.

Yoyok Satiotomo

Pernah menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jabar I, dengan pengalaman luas dalam tata kelola dan pelayanan fiskal.

Harry Gumelar

Menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II sebelum pensiun.

Mukhtar

Mantan Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I, berpengalaman panjang dalam pengawasan wilayah-wilayah strategis.

Dengan latar belakang dan pengalaman yang luas, kehadiran mereka diyakini akan memperkuat posisi IKPI sebagai mitra kritis sekaligus strategis bagi pemerintah dan dunia usaha dalam bidang perpajakan.

“Kolaborasi ini akan memperkaya pemahaman anggota IKPI dan publik terhadap arah kebijakan pajak Indonesia ke depan,” kata Vaudy. (bl)

IKPI Banjarmasin-Banjarbaru Kolaborasi Soroti Implementasi PMK 118/2024: Desak Adanya Kepastian Hukum 

IKPI, Banjarmasin: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Banjarmasin dan Banjarbaru berkolaborasi menggelar kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) dengan topik “Kebijakan Pemberian Pengurangan atau Pembatalan SKP/STP yang Tidak Benar dan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi”, di Banjarmasin, Rabu (11/6/2025).

Sekretaris IKPI Cabang Banjarmasin, Martha Leviana, menjelaskan bahwa tema ini diangkat berdasarkan arahan dari Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak), sebagai respons atas evaluasi terhadap implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024 dan Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang KUP.

“Topik ini penting karena saat ini DJP telah memberikan arahan melalui nota dinas atas PSA. Tujuannya agar ada kepastian hukum serta keseragaman standar dan persyaratan dalam pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi,” ujar Martha, Kamis (11/6/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

Namun, urgensi tema ini bukan tanpa alasan. Hingga saat ini, Komwasjak dan para konsultan pajak masih menanti kejelasan berupa nota dinas atau aturan pelaksanaan dari Ditjen Pajak (DJP) terkait kebijakan PMK 118/2024.

“Tidak adanya kepastian teknis ini menjadi perhatian serius, terutama bagi konsultan pajak di Banjarmasin dan Banjarbaru yang menjadi garda terdepan mendampingi wajib pajak,” imbuhnya.

Martha yang juga pencipta Mars IKPI ini, menekankan bahwa kegiatan PP bukan sekadar forum pembelajaran, melainkan juga jembatan komunikasi antara konsultan pajak dan otoritas fiskal.

“Kami berharap forum ini menjadi sarana penyampaian masukan langsung ke Komwasjak. Bahkan kalau perlu, pemerintah mempertimbangkan adanya tax amnesty khusus bagi wajib pajak yang masih memiliki tunggakan,” jelasnya.

Kegiatan yang berlangsung secara tertutup ini hanya diikuti oleh anggota IKPI, dengan partisipasi sebanyak 15 anggota dari Cabang Banjarmasin dan 5 anggota dari Cabang Banjarbaru. Turut hadir pula tiga perwakilan dari Komwasjak sebagai mitra diskusi strategis.

“Peserta cukup antusias karena tema ini sangat relevan dengan tantangan yang kami hadapi saat ini. Klien-klien kami tentu akan meminta kejelasan dan pendampingan profesional, sehingga penting bagi konsultan untuk memahami isu ini secara mendalam,” kata Martha. (bl)

Rasio Pajak: Cermin Relasi Negara dan Ekonomi 

Artikel (1)

Pajak bukan sekadar kewajiban, melainkan denyut nadi bagi pembangunan. Melalui pajak, negara membiayai pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga perlindungan sosial. Namun, untuk memahami seberapa besar peran pajak dalam perekonomian, kita perlu melihat rasio pajak sebagai alat ukur yang sangat penting.

Rasio pajak merupakan perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam periode yang sama. Angka ini bukan hanya statistik di atas kertas, melainkan potret tentang bagaimana negara mengelola sumber daya ekonomi, seberapa efektif sistem perpajakannya, dan seberapa kuat hubungan kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Semakin tinggi rasio pajak, umumnya menunjukkan bahwa sistem perpajakan berjalan dengan baik, perekonomian tumbuh, dan masyarakat memiliki kemampuan membayar yang lebih baik.

Di sisi lain, rasio pajak yang stagnan atau rendah bisa menjadi tanda bahwa masih banyak potensi ekonomi yang belum tergarap secara optimal, atau bahwa sistem perpajakan belum menjangkau secara luas.

Untuk memahami lebih jauh, kita juga harus memahami PDB. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai semua barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu periode.

PDB mencerminkan kekuatan ekonomi, pertumbuhan, daya saing, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Bahkan, PDB menjadi landasan utama dalam pengambilan kebijakan ekonomi nasional. Salah satu cara meningkatkan PDB adalah melalui ekspor, yang memperkuat posisi negara dalam perdagangan global.

Dalam menghitung rasio pajak, ada dua pendekatan umum: sempit dan luas. Dalam arti sempit, yang dihitung hanyalah penerimaan pajak dari pemerintah pusat seperti PPh, PPN, PPnBM, dan PBB. Sementara itu, dalam arti luas, perhitungan juga mencakup penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam seperti migas dan minerba.

Lembaga internasional pun punya pendekatan berbeda. IMF memasukkan pajak pusat, daerah, dan penerimaan SDA. Sedangkan OECD menambahkan kontribusi jaminan sosial ke dalam rumusnya.

Ketiga pendekatan, yaitu: Production Approach, Income Approach, dan Expenditure Approach (akan dibahas pada artikel ke-2).

Sementara itu, PDB sendiri dapat dihitung dengan tiga pendekatan utama: produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Pendekatan produksi menghitung nilai tambah dari setiap sektor industri.

Pendekatan pendapatan menghitung seluruh imbalan yang diterima oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan pendekatan pengeluaran menjumlahkan seluruh pengeluaran konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan selisih ekspor-impor.

Semua ini menunjukkan bahwa rasio pajak bukan hanya tentang angka yang dibagi dengan angka lain. Ia merupakan refleksi dari banyak elemen struktur ekonomi, cakupan sistem perpajakan, potensi fiskal, dan efektivitas kebijakan pemerintah.

Penulis adalah anggota IKPI dan Dosen Program S1 & S2,

Dr. H. JALIDIN Koderi, SE, MM, BKP
Email: koderij@yahoo.co.id

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

 

Kemenkeu Bebaskan Bea Masuk dan Pajak Barang Jemaah Haji Senilai Rp2,4 M di Hari Pertama Kepulangan

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan memberikan angin segar bagi para jemaah haji Indonesia yang baru pulang dari Tanah Suci. Sebanyak 1.800 barang milik jemaah dengan total nilai sekitar US\$149 ribu atau setara Rp2,4 miliar (asumsi kurs Rp16.270/US\$) dibebaskan dari bea masuk dan pajak pada hari pertama kedatangan di Tanah Air.

Kepulangan perdana jemaah haji tahun ini berlangsung pada Kamis dini hari (12/6/2025), pukul 02.00 WIB, dan akan terus berlanjut selama 30 hari ke depan hingga seluruh kloter tiba di Indonesia.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu memastikan bahwa fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak tidak hanya berlaku untuk barang bawaan, tetapi juga untuk barang kiriman dari Arab Saudi yang dikirim terpisah.

“Kita sudah menerima 1.800 notifikasi barang dari jemaah yang mendapat fasilitas bebas bea masuk dan pajak,” ujar Anggito dalam konferensi pers di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (11/6/2025).

“Barang seperti kurma, sajadah, dan lainnya meskipun nilainya tinggi, tidak akan dikenakan bea masuk maupun pajak dalam rangka impor,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, menekankan bahwa tidak ada proses penjemputan jemaah di bandara. Seluruh penumpang dan bagasi akan langsung diarahkan menuju lokasi **debarkasi, yang tersebar di beberapa titik seperti Pondok Gede (Jakarta Timur), Bekasi, dan Cipondoh (Tangerang).

“Semua barang bawaan akan langsung dibawa ke lokasi debarkasi. Tidak ada pengambilan bagasi di bandara. Penjemputan juga dilakukan di sana, bukan di Soekarno-Hatta,” jelas Gatot.

Dasar Hukum Pembebasan Pajak

Kebijakan ini merujuk pada dua regulasi anyar yang baru diterbitkan oleh Kemenkeu:

  • PMK Nomor 4 Tahun 2025, yang mengubah PMK Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan dan Pajak atas Barang Kiriman.
  • PMK Nomor 34 Tahun 2025, revisi atas PMK Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Barang Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

(alf)

DJP Terapkan Nomor Identitas Perpajakan Gantikan NPWP dalam Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan perubahan besar dalam sistem administrasi perpajakan lewat terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Aturan ini tak hanya menyederhanakan proses birokrasi, tapi juga memperkenalkan Nomor Identitas Perpajakan (NIP) sebagai pelengkap sekaligus pengganti NPWP dalam sistem Coretax, yang menjadi tulang punggung baru digitalisasi perpajakan Indonesia.

Langkah ini diambil untuk menyesuaikan implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) serta sebagai tindak lanjut dari PMK Nomor 81 Tahun 2024. Peraturan baru ini mulai berlaku pada 21 Mei 2025, menandai era baru integrasi layanan DJP yang lebih sederhana, terstruktur, dan berbasis teknologi.

“Perubahan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan pelayanan perpajakan yang lebih baik,” tertulis dalam bagian pertimbangan PER-7/2025 dikutip, Rabu (11/6/2025).

NIP Bisa Berupa NIK, Ini Penjelasannya

Dalam Pasal 7 PER-7/2025, disebutkan bahwa NIP diterbitkan oleh DJP berdasarkan permohonan atau secara jabatan. Identitas ini bisa berbentuk:

  • Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk;
  • Nomor unik 16 digit dari sistem DJP bagi orang pribadi non-penduduk dan badan usaha.

NIP ini menjadi alat identifikasi resmi untuk berbagai aktivitas perpajakan, termasuk penyetoran, pelaporan, hingga permohonan fasilitas pajak.

Siapa Saja yang Bisa Pakai NIP?

NIP ditujukan untuk sejumlah kategori subjek pajak, termasuk:

  1. Subjek pajak luar negeri yang ditunjuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak,
  2. Perwakilan negara asing dan organisasi internasional,
  3. Orang pribadi berpenghasilan di bawah PTKP,
  4. Wanita kawin yang menggabungkan kewajiban perpajakan dengan suami,
  5. Anak di bawah umur yang terdaftar dalam Data Unit Keluarga (DUK),

Badan atau orang pribadi yang tidak memenuhi syarat subjektif/objektif perpajakan sesuai PMK 81/2024.

NIK Bisa Langsung Jadi NIP

Menariknya, bagi penduduk Indonesia, NIK dapat langsung berfungsi sebagai NIP tanpa perlu permohonan khusus, asalkan:

  • Terverifikasi dalam sistem DJP,
  • Belum diaktivasi sebagai NPWP.

Langkah ini diharapkan bisa memangkas proses pendaftaran dan memperluas cakupan administrasi pajak secara digital.

Apa Fungsi NIP?

Nomor Identitas Perpajakan tidak hanya sebagai nomor formal. Fungsinya mencakup:

  • Aktivasi akun wajib pajak,
  • Pelaporan dan penyetoran pajak,
  • Identifikasi pihak dalam faktur pajak,
  • Pengajuan fasilitas PPN dan PPnBM,
  • Proses pengembalian dan pembebasan pajak,
  • Penagihan dan pengawasan perpajakan lainnya. (alf)

 

 

 

 

 

 

Tiket Pesawat Lebih Murah! Pemerintah Gelontorkan Rp430 Miliar untuk Diskon PPN Ekonomi

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali menggelontorkan stimulus ekonomi jelang libur panjang pertengahan tahun. Kali ini, giliran para penumpang pesawat kelas ekonomi yang mendapat angin segar. Lewat kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), harga tiket pesawat akan terasa lebih ringan di kantong.

Sebanyak Rp430 miliar dialokasikan pemerintah untuk menanggung enam persen PPN tiket pesawat ekonomi selama periode 5 Juni hingga 31 Juli 2025. Dengan demikian, masyarakat hanya perlu membayar PPN sebesar lima persen, dari tarif normal sebesar 11 persen.

“Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto, dan hasil sinergi lintas kementerian serta lembaga untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (11/6/2025), dalam keterangan tertulis.

Insentif ini berlaku untuk pembelian tiket yang dilakukan dalam periode 5 Juni hingga 31 Juli 2025, dengan tanggal penerbangan yang juga berada dalam rentang waktu tersebut.

Kebijakan ini merupakan bagian dari program Diskon Transportasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 36 Tahun 2025, yang resmi diterbitkan pada 4 Juni 2025.

Langkah ini diambil untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini tetap berada di kisaran lima persen, sekaligus memperkuat stabilitas ekonomi di tengah tantangan global.

Tak hanya insentif untuk transportasi udara, pemerintah juga meluncurkan empat kebijakan stimulus lainnya, yakni:

  • Diskon Tarif Tol
  • Penebalan Bantuan Sosial
  • Bantuan Subsidi Upah
  • Perpanjangan Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

“Melalui insentif ini, kami berharap mobilitas masyarakat meningkat selama Juni hingga Juli. Aktivitas yang lebih tinggi di sektor transportasi dan pariwisata diharapkan memberi efek ganda bagi ekonomi daerah,” kata Airlangga. (alf)

 

 

 

 

 

 

IKPI Imbau Anggota Siaga Hadapi Downtime Layanan DJP 11 dan 13–14 Juni 2025

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jemmi Sutiono, mengingatkan seluruh anggota IKPI serta penyedia jasa aplikasi perpajakan untuk segera mengantisipasi adanya gangguan layanan sistem elektronik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang dijadwalkan terjadi pada 11 dan 13-14 Juni 2025.

Pernyataan ini disampaikan menyusul surat pemberitahuan resmi dari DJP (Nomor S-125/PJ.12/2025) mengenai pemeliharaan sistem TIK yang berdampak pada downtime situs pajak.go.id serta seluruh layanan elektronik DJP, termasuk e-Faktur, e-Bupot, e-Filing, dan sistem lainnya.

“Anggota IKPI di seluruh Indonesia kami minta untuk bersiap menghadapi downtime ini. Pastikan pekerjaan yang bersifat krusial, seperti pelaporan dan pemrosesan administrasi perpajakan, tidak dijadwalkan dalam rentang waktu yang terdampak,” ujar Jemmi, Rabu (11/6/2025).

Jemmi menegaskan bahwa downtime yang akan berlangsung dua kali—pada Rabu, 11 Juni 2025 pukul 18.30–20.30 WIB dan Jumat, 13 Juni pukul 19.00 WIB hingga Sabtu, 14 Juni 2025 pukul 05.00 WIB—berpotensi menghambat layanan konsultan terhadap klien bila tidak diantisipasi sejak dini.

“Waktu perawatan ini memang pendek, tapi dampaknya bisa signifikan jika anggota tidak melakukan perencanaan. Kami harap semua pihak memeriksa kembali jadwal layanan digitalnya dan menyampaikan informasi ini juga kepada para wajib pajak binaan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jemmi juga mengajak DJP untuk terus memastikan jalur komunikasi terbuka, termasuk memberikan notifikasi real-time jika terjadi perpanjangan waktu atau gangguan teknis di luar jadwal yang telah diumumkan.

“Kolaborasi yang baik antara otoritas pajak, konsultan, dan wajib pajak sangat penting untuk menjaga kelancaran sistem perpajakan digital kita,” ujarnya. (bl)

DJP Perkuat Akses Informasi Pajak Internasional Perangi Pengemplangan

IKPI, Jakarta: Pemerintah semakin memperketat langkah dalam membasmi praktik penghindaran dan penggelapan pajak lintas negara. Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan resmi memberlakukan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) PER-10/PJ/2025 yang memperkuat kerangka hukum pertukaran informasi perpajakan internasional.

Perdirjen ini tidak hanya memperluas cakupan kerja sama pajak global, tetapi juga menyatukan dan mencabut empat aturan sebelumnya, menjadikannya sebagai payung hukum utama dalam pelaksanaan pertukaran data lintas yurisdiksi untuk tujuan perpajakan.

Beleid anyar ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 13 PMK Nomor 39/PMK.03/2017, yang mengatur tata cara pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional.

Dengan regulasi ini, DJP dapat mengakses data perpajakan dari negara mitra secara lebih efektif, termasuk data akuntansi, perbankan, hingga kepemilikan manfaat yang sering kali disembunyikan oleh oknum wajib pajak.

“Pertukaran informasi dilakukan demi memastikan kepatuhan pajak, mencegah praktik penyalahgunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), serta mengidentifikasi penggelapan pajak secara lintas negara,” bunyi penjelasan dalam Pasal 3 ayat (6) PER-10/PJ/2025.

Tiga Skema Pertukaran Data

PER-10/PJ/2025 menetapkan tiga bentuk utama pertukaran informasi: berdasarkan permintaan, secara spontan, dan otomatis.

• Berdasarkan Permintaan (Exchange on Request):

DJP atau otoritas negara mitra dapat saling meminta data perpajakan yang diperlukan. Informasi yang dapat diakses termasuk data kepemilikan, perbankan, akuntansi, hingga transaksi bisnis. Jika belum tersedia, DJP berhak mengumpulkan data tambahan dari pihak ketiga.

• Pertukaran Spontan (Spontaneous Exchange):

Informasi penting yang berpotensi berdampak pada pemenuhan kewajiban pajak akan langsung dibagikan ke negara mitra tanpa perlu diminta terlebih dahulu.

• Pertukaran Otomatis (Automatic Exchange):

Dilakukan secara rutin dan sistematis. Biasanya mencakup data pemotongan pajak lintas negara serta informasi lainnya yang tercatat dalam sistem administrasi DJP.

Tak hanya itu, DJP juga diberi mandat untuk melaksanakan kegiatan pendukung seperti Competent Authority Meetings, Tax Examinations Abroad, serta Simultaneous Tax Examinations, yang memungkinkan koordinasi lintas otoritas pajak dalam pelacakan kewajiban pajak global.

Jaminan Kerahasiaan & Kepatuhan Internasional

Meski berbasis pertukaran data terbuka antarnegara, regulasi ini tetap menjunjung tinggi prinsip kerahasiaan. Seluruh informasi yang diterima dan disampaikan dijamin keamanannya serta hanya digunakan untuk tujuan perpajakan sesuai hukum nasional dan perjanjian internasional yang berlaku.

Empat Aturan Lama Resmi Dicabut

Sebagai bagian dari harmonisasi regulasi, PER-10/PJ/2025 mencabut empat peraturan sebelumnya, yakni:

• PER-67/PJ./2009

• PER-28/PJ/2017

• PER-24/PJ/2018

• PER-02/PJ/2022

Dengan pencabutan ini, aturan terbaru menjadi satu-satunya rujukan utama dalam pelaksanaan pertukaran informasi antarnegara untuk kepentingan perpajakan.

Dengan PER-10/PJ/2025, Indonesia mengirimkan sinyal kuat kepada dunia: bahwa keterbukaan data lintas negara adalah senjata penting dalam memastikan keadilan dan ketaatan pajak. (alf)

 

IKPI Banten: Perlu Kepastian Hukum dan Perlindungan Pelapor dalam Tata Kelola IDLP

IKPI, Tangerang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) Banten, menegaskan pentingnya kepastian hukum dan perlindungan terhadap pelapor sebagai kunci sukses tata kelola Identifikasi Data Laporan Pihak Ketiga (IDLP) dalam sistem perpajakan nasional. Hal ini disampaikannya Ketua IKPI Pengda Banten, Kunto Wiyono dalam Forum Interview Evaluasi Risiko Strategis yang digelar bersama Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) di Sekretariat IKPI Pengda Banten, 4 Juni 2025.

“Partisipasi publik hanya akan optimal bila hak-hak pelapor dijamin dan ada kepastian hukum yang melandasi seluruh prosesnya,” ujar Kunto.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Banten)

Menurutnya, forum ini menjadi wadah strategis antara regulator dan praktisi untuk membahas isu-isu krusial dalam pelaporan IDLP. Di antaranya, lonjakan tren pengaduan pasca-berlakunya PMK-2/PMK.09/2023, ketimpangan perlakuan terhadap Wajib Pajak (WP), serta integrasi sistem pelaporan ke Coretax DJP.

Ditegaskannya, IKPI Banten menyoroti sejumlah tantangan, mulai dari belum adanya pengaturan eksplisit mengenai posisi hukum pelapor, hingga keterbatasan dalam menyampaikan umpan balik karena ketentuan kerahasiaan data WP sebagaimana diatur Pasal 34 UU KUP.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Banten)

“Ini dilema klasik antara perlindungan data dan hak pelapor. Perlu kebijakan yang imbang agar IDLP tidak kehilangan efektivitas,” tambah Kunto.

Kunto juga menyinggung problematika lain seperti:

• Ketidakpastian tarif final 0,5% untuk UMKM menurut PP 55/2022 yang masih membingungkan pelaku usaha.

• Perlunya evaluasi batas omzet UMKM Rp4,8 miliar agar selaras dengan realitas ekonomi nasional.

• Praktik Transaksi Bukan Sebenarnya (TBS) yang kian marak karena WP menghindari beban tarif progresif di SPT Tahunan.

 

(Foto: DOK. IKPI Pengda Banten)

“Kasus TBS menandakan adanya ketidakpastian sistemik. Yang dibutuhkan bukan hanya pengawasan, tapi juga ruang pengungkapan yang sehat dan berkeadilan,” jelasnya.

Ia menegaskan, IKPI Banten mendorong redefinisi konsep whistleblowing dalam perpajakan agar tak terbatas pada pengaduan terhadap aparatur DJP, namun juga mencakup pelaporan potensi pajak dari pihak ketiga.

Kunto juga menekankan bahwa sinergi antara Komwasjak dan IKPI merupakan fondasi penting untuk membangun tata kelola perpajakan yang kredibel, adil, dan partisipatif. “IDLP adalah instrumen masa depan. Jika dikelola dengan baik, ia akan menjadi motor penggerak ekstensifikasi dan kepatuhan sukarela yang berkelanjutan,” ujarnya.

Hadir dari Komwasjak:

• Wachid Hasyim, Pembina / IVa – Kepala Subbagian Pengaduan dan Mediasi II

• Taufik Febriwidianto, Penata Muda Tk I / IIIb – Pelaksana

• Muh Arman Kurniawan, Pengatur Tk I / IId – Pelaksana

Dari IKPI Pengda Banten:

• Kunto Wiyono (Ketua)

• Michael (Sekretaris)

• Rudi Hartono (Sie Hukum)

• Nurani Utami dan Torang S. Siagian (Sie PPL)

• Nasrullah dan Riyan Haris (Sie Humas). (bl)

DJP Jakbar dan Perbankan Sinergi Perkuat Penegakan Pajak: Rekening Wajib Pajak Jadi Fokus

IKPI, Jakarta: Dalam upaya memperkuat penegakan hukum di bidang perpajakan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) menggandeng sejumlah bank nasional untuk meningkatkan kolaborasi strategis. Kepala Kanwil DJP Jakbar, Farid Bachtiar, menerima audiensi dari perwakilan empat bank besar di Ruang Rapat Utama, lantai 3 Kanwil DJP Jakbar pada 4 Juni 2025.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Fokus diskusi meliputi penguatan pengawasan bersama dan pelaksanaan tindakan hukum aktif, khususnya terkait penyitaan dan pemblokiran rekening milik Wajib Pajak yang menunggak.

“Langkah ini penting untuk menjaga integritas sistem perpajakan serta memastikan bahwa seluruh pihak menjalankan kewajiban perpajakannya secara transparan,” ujar Farid dalam pernyataan tertulis, Rabu (11/6/2025).

Tak hanya menyoroti tindakan hukum, DJP Jakbar juga mendorong penyelarasan data keuangan antara laporan yang disampaikan Wajib Pajak ke DJP dan data yang dimiliki pihak perbankan. Penyelarasan ini ditujukan untuk mendeteksi potensi penghindaran pajak secara dini dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pihak perbankan menyatakan siap mendukung inisiatif ini dengan menjalin koordinasi lebih lanjut dengan kantor pusat masing-masing.

Lebih jauh, Farid menekankan pentingnya sinergi lintas sektor, termasuk dalam pembinaan UMKM. Kanwil DJP Jakbar terus mengembangkan program Business Development Services (BDS), yang memberi pendampingan perpajakan dan aspek nonperpajakan bagi pelaku usaha kecil menengah.

“Kami mengapresiasi kerja sama yang sudah terjalin selama ini, dan berharap pihak perbankan turut berkontribusi aktif dalam kegiatan pembinaan UMKM ke depan,” tambah Farid.

Pada kesempatan yang sama, Farid juga mengungkap capaian penerimaan pajak di wilayahnya. Hingga 30 April 2025, DJP Jakbar telah mengumpulkan penerimaan senilai Rp25,42 triliun atau 32,35 persen dari target tahunan. Capaian ini mencatat pertumbuhan 6,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pemblokiran Rekening

Sebagai informasi, tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020. Pemblokiran ini merupakan upaya pengamanan terhadap aset finansial Wajib Pajak yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, mulai dari rekening bank hingga polis asuransi.

Langkah tersebut umumnya dilakukan ketika Wajib Pajak tidak kunjung melunasi utang pajaknya, dan menjadi bagian dari prosedur sebelum penyitaan resmi dilakukan oleh DJP.

Melalui sinergi yang kian erat antara otoritas pajak dan sektor perbankan, pemerintah berharap penegakan hukum perpajakan dapat berjalan lebih efektif, sekaligus membangun budaya kepatuhan yang lebih kuat di tengah masyarakat. (alf)

en_US