IKPI Sebut Suryo Utomo Berhasil Pimpin DJP: Bawa Banyak Perubahan Positif

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yang dinilai berhasil membawa berbagai perubahan positif selama menjabat. Dari capaian penerimaan hingga reformasi sistem, Suryo dianggap sukses memimpin Ditjen Pajak (DJP) di masa penuh tantangan.

“Pak Suryo Utomo mencatat sejarah dengan empat tahun berturut-turut berhasil melampaui target penerimaan pajak nasional, dari 2020 sampai 2024. Ini yang kami sebut sebagai ‘quadtrick’ dan sangat jarang terjadi,” ujar Vaudy dalam pernyataannya, Rabu (21/5/2025).

Vaudy juga menyoroti masa awal jabatan Suryo yang dimulai , pada 1 November 2019 menggantikan Robert Pakpahan. Meski pada tahun 2020 Indonesia dan dunia berada dalam situasi pandemi Covid-19, penerimaan negara dari sektor pajak tetap tercapai bahkan selama empat tahun berturut .

Menurutnya, hal itu menunjukkan strategi adaptif yang diterapkan oleh Suryo cukup efektif dalam menjaga stabilitas fiskal.

Tak hanya soal capaian penerimaan, Vaudy menggarisbawahi keberhasilan Suryo dalam mendorong integrasi dan modernisasi sistem administrasi perpajakan melalui peluncuran Coretax Administration System. “Meskipun implementasinya masih berproses, ini langkah besar menuju efisiensi dan transparansi yang lebih baik,” jelasnya.

Suryo Utomo juga membidani lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021. “UU HPP adalah upaya besar untuk menyatukan berbagai aturan perpajakan dalam satu kerangka hukum yang lebih jelas dan konsisten,” katanya.

Menurut Vaudy, Suryo juga aktif dalam memperluas basis pajak, termasuk dengan menyasar sektor digital yang semakin dominan dalam perekonomian. Upaya ini dinilai sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk keberlanjutan penerimaan negara.

Lebih jauh, IKPI menilai hubungan antara DJP dan konsultan pajak selama masa kepemimpinan Suryo berlangsung baik. “DJP sangat terbuka terhadap dialog, dan bahkan menghadiri pelantikan-pelantikan pengurus IKPI di berbagai daerah.

Hubungan yang erat ini perlu dipertahankan,” ungkap Vaudy.

Menutup pernyataannya, Vaudy berharap jika benar ada pergantian Dirjen Pajak diharapkan hubungan IKPI yang sudah terjalin sangat baik dengan DJP dapat terus dilanjutkan bahkan dengan semangat kolaboratif dan agenda reformasi yang sudah dirintis.

“Tantangannya tidak kecil, tapi fondasi yang dibangun Pak Suryo sudah kuat,” pungkasnya. (bl)

Pemerintah Siapkan RAPBN 2026: Menkeu Sebut Penyusunan di Tengah Ketidakpastian Global

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menetapkan asumsi dasar makroekonomi sebagai pijakan awal penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2026. Penetapan ini tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 yang dipaparkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025.

Dalam pidato pengantarnya, Menteri Keuangan Sri (Menkeu) Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penyusunan RAPBN 2026 tidak dilakukan dalam kondisi normal. Ia menyebut bahwa dunia tengah mengalami transformasi global yang bersifat drastis, fundamental, bahkan dramatis.

“Dalam lanskap tatanan dunia saat ini, globalisasi yang dulu menjadi fondasi kerja sama antarnegara kini bergeser menjadi fragmentasi dan persaingan yang sangat tajam di berbagai lini,” ungkap Sri Mulyani di hadapan anggota dewan, Selasa (20/5/2025)

Ia menjelaskan bahwa tren proteksionisme dan kebijakan ekonomi yang berfokus ke dalam negeri (inward-looking) telah menggantikan semangat kolaborasi global yang dibangun pasca Perang Dunia II. Blok-blok dagang dan investasi internasional yang sebelumnya dijunjung tinggi, kini ditinggalkan dan diabaikan.

“Akibatnya, rantai pasok global mengalami gangguan serius. Ini tidak hanya menghambat distribusi barang, tetapi juga menambah biaya transaksi internasional secara signifikan,” paparnya.

Sri Mulyani juga menyoroti dampak lanjutan dari gejolak global tersebut, mulai dari pelemahan aktivitas ekspor-impor, hingga tekanan terhadap stabilitas keuangan dalam negeri.

“Volatilitas global telah mendorong arus modal keluar dan memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Ini memicu risiko inflasi, sementara suku bunga global tetap berada pada level tinggi,” ujar dia.

KEM-PPKF 2026 menjadi fondasi penting dalam menyusun RAPBN tahun depan, yang diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah gelombang tantangan internasional yang terus berkembang. (alf)

 

Penerimaan Pajak Turun, Sri Mulyani Pede APBN Masih Tangguh

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mengungkapkan penerimaan pajak negara hingga April 2025 mencapai Rp 557,1 triliun. Angka ini baru memenuhi 25,4% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, sekaligus menunjukkan penurunan signifikan sebesar 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang menyentuh Rp 624,2 triliun.

Data tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sidang Paripurna DPR RI saat memaparkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2026, Selasa (20/5/2025).

Meski tekanan penerimaan masih terasa, APBN hingga April 2025 tetap mencatatkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun atau setara 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Surplus ini didorong oleh pendapatan negara yang mencapai Rp 810,5 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding belanja negara yang berada di angka Rp 806,2 triliun.

“Hal ini menunjukkan bahwa di tengah masa transisi pemerintahan, APBN 2025 tetap mampu menjalankan peran strategisnya dalam mendukung program-program prioritas yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Sri Mulyani di hadapan anggota dewan.

Namun demikian, pendapatan negara secara keseluruhan tetap mengalami penurunan tahunan sebesar 12,4%, dari Rp 719,9 triliun menjadi Rp 810,5 triliun.

Penurunan ini disebut sebagai cerminan dari tantangan global dan domestik yang turut menekan aktivitas ekonomi nasional.

Pemerintah menyatakan akan terus memperkuat strategi pengelolaan fiskal dan menjaga keseimbangan belanja agar tetap produktif, serta responsif terhadap dinamika perekonomian yang terus berkembang. (alf)

 

 

Jangan Kejar Tax Ratio dengan Bebani Rakyat, Ekonom Kritik Rencana BMAD Benang Tekstil

IKPI, Jakarta: Pengamat ekonomi senior Ichsanuddin Noorsy menyoroti rencana pemerintah mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY) yang dianggapnya bisa menjadi pukulan telak bagi industri tekstil nasional. Menurut Ichsanuddin, kebijakan tersebut berpotensi mendorong restrukturisasi biaya besar-besaran di sektor tekstil, yang pada akhirnya bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kalau BMAD diterapkan, jalan keluar satu-satunya adalah restrukturisasi biaya. Dan langkah paling cepat adalah PHK,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (20/5/2025).

Ia menyebut kebijakan fiskal semacam itu tidak adil. Industri tekstil, katanya, tidak bisa disamakan dengan sektor lain karena menyangkut kebutuhan pokok masyarakat, yakni sandang. “Industri tekstil tidak bisa sepenuhnya dilepas ke mekanisme pasar. Ini soal hajat hidup orang banyak,” tegasnya.

Kebijakan Pajak Dinilai Usang

Ichsanuddin juga menilai sistem perpajakan Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain. Ia mencontohkan negara seperti Jepang, India, Bangladesh, dan Vietnam yang masih memberikan insentif fiskal untuk melindungi industri tekstil mereka.

“Di banyak negara, industri tekstil diperlakukan sebagai sektor strategis. Pemerintah mereka memberi berbagai bentuk keringanan pajak untuk menjaga daya saing,” jelasnya.

Ia mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan BMAD sebagai solusi tunggal untuk meningkatkan rasio pajak nasional. Menurutnya, peningkatan penerimaan negara seharusnya difokuskan pada pembenahan sistem pengawasan dan penegakan hukum pajak, terutama terhadap korporasi besar yang kerap menghindari kewajiban mereka.

“Masalah utamanya adalah lemahnya penindakan terhadap kejahatan perpajakan oleh korporasi, baik dalam maupun luar negeri. Jangan sampai rakyat terus dibebani, sementara korporasi besar dibiarkan lolos,” pungkasnya. (alf)

 

 

PKN STAN Gelar Pelatihan Pemeriksa Pajak Daerah

IKPI, Jakarta: Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung penguatan kapasitas fiskal daerah dengan menggelar Pelatihan Pemeriksa Pajak Daerah Batch 1 dan Batch 2. Kegiatan ini berlangsung serentak pada 19 hingga 23 Mei 2025 di Gedung Nusantara Lantai 1 Kampus PKN STAN.

Sebanyak 42 peserta dari berbagai kabupaten dan kota di seluruh Indonesia ambil bagian dalam pelatihan ini, dengan 20 peserta di kelas batch 1 dan 22 peserta di batch 2. Selama lima hari, mereka mendapatkan fasilitas lengkap mulai dari konsumsi harian, bahan ajar digital, hingga sertifikat pelatihan.

Dalam sesi pembukaan, hadir Kepala Unit Pengembangan Layanan dan Bisnis, Bravasta Ananta Hartandi, serta Manajer Investasi Layanan Bisnis, M Fath Kathin.

Dalam sambutannya, Bravasta menyampaikan bahwa pelatihan yang diselenggarakan PKN STAN memiliki keunggulan yang membedakannya dari pelatihan serupa. “Durasi pelatihan kami lebih panjang, mulai pukul 08.00 hingga 17.00 atau lebih, namun tetap kami jaga agar suasana belajar tetap nyaman,” ujarnya dikutip, Selasa (20/5/2025).

Ia juga menekankan bahwa sebagai institusi vokasi, PKN STAN menitikberatkan pada metode pembelajaran berbasis praktik. Peserta diajak untuk melakukan roleplay dan memecahkan kasus nyata yang dihadapi di daerah masing-masing, dengan pendampingan langsung dari dosen berpengalaman.

Tak hanya fokus pada peningkatan keterampilan teknis, pelatihan ini juga menjadi ajang pertukaran pengalaman antar pemerintah daerah. Peserta didorong untuk berdiskusi dan mencari solusi atas persoalan nyata di lapangan.

PKN STAN membuka peluang kerja sama lebih lanjut bagi instansi daerah dalam bentuk pelatihan lanjutan, kajian, atau asistensi penyusunan regulasi. Bagi yang berminat menjalin kolaborasi, dapat menghubungi Manajer Informasi Layanan Bisnis, Satria Adhitama, melalui email: layananbisnis@pknstan.ac.id.

Dengan kegiatan ini, PKN STAN menegaskan peran strategisnya dalam memperkuat SDM keuangan daerah yang profesional, adaptif, dan responsif terhadap tantangan fiskal di lapangan. (alf)

 

 

IKPI Jakarta Utara Tekankan Pentingnya Adaptasi Konsultan Pajak terhadap PMK 15/2025 dan Coretax

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Utara, Franky Foreson, mengajak seluruh konsultan pajak untuk terus meningkatkan kompetensi dan kepekaan terhadap dinamika regulasi perpajakan dalam sambutannya pada acara Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar di El-Hotel, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (20/5/2025).

Mengangkat tema “Konsultan Pajak Kudu Paham Neh: PMK 15/2025 & Update Aturan Coretax”, kegiatan ini dihadiri oleh 90 peserta yang terdiri dari anggota IKPI se-Jabodetabek dan peserta umum.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dalam sambutannya, Franky menegaskan bahwa konsultan pajak saat ini dihadapkan pada tantangan besar, tidak hanya dalam memahami aturan teknis seperti PMK 15/2025, tetapi juga dalam beradaptasi dengan sistem digitalisasi pajak yang terus berkembang, salah satunya melalui platform Coretax.

“Kita tidak bisa lagi bekerja dengan pendekatan lama. Dunia perpajakan sudah sangat dinamis. PMK 15/2025 menjadi penanda penting perubahan paradigma, dan Coretax adalah masa depan. Konsultan pajak wajib siap dan paham,” ujar Franky.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Acara ini juga menjadi momen mempererat solidaritas antaranggota IKPI, di samping memperkaya wawasan teknis. Panitia menekankan pentingnya peran konsultan pajak dalam memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat melalui pelayanan profesional yang akuntabel dan berbasis regulasi terkini.

Dengan antusiasme peserta dan relevansi tema, PPL kali ini menjadi bukti nyata komitmen IKPI dalam mencetak konsultan pajak yang adaptif, kompeten, dan siap menjawab tantangan zaman.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

(bl)

Penjualan Mobil Menurun, Industri Otomotif Desak Evaluasi Pajak dan Insentif Baru

IKPI, Jakarta: Industri otomotif nasional menghadapi tantangan berat untuk kembali menembus angka penjualan 1 juta unit mobil per tahun. Setelah sempat bangkit usai pandemi, tren penjualan kembali menurun, mendorong pelaku industri mendesak pemerintah agar meninjau ulang kebijakan insentif dan perpajakan kendaraan bermotor.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyatakan insentif terbukti menjadi penyelamat industri saat terjadi krisis. Ia mengingatkan bagaimana pada masa pandemi COVID-19, insentif pemerintah berhasil mendongkrak penjualan dari 532.000 unit pada 2020 menjadi lebih dari 1 juta unit pada 2022 dan 2023. Namun, tren itu tak bertahan lama. Penjualan kembali turun ke 865.000 unit pada 2024 dan diperkirakan hanya mencapai 850.000 unit pada 2025.

“Insentif jangka pendek memang sangat membantu, tapi daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi tetap menjadi penentu utama,” ujar Kukuh dalam diskusi Forum Wartawan Industri, Senin (19/5/2025).

Ia juga menyoroti ketimpangan regulasi perpajakan Indonesia dibanding negara tetangga. Menurut Kukuh, pajak kendaraan di Indonesia tergolong paling tinggi di kawasan, bahkan mencapai 50% dari harga kendaraan. Hal ini membuat harga mobil melonjak tajam dari harga pabrik ke konsumen.

Sebagai perbandingan, ia menyebut di Malaysia, pajak kendaraan seperti PKB dan BBN hanya sekitar Rp 1 juta untuk mobil sekelas Avanza, jauh di bawah Indonesia yang bisa mencapai Rp 6 juta. Malaysia, lanjutnya, masih mempertahankan insentif era pandemi, membuat pasar domestik mereka mampu menjual lebih dari 816 ribu unit mobil tahun lalu, meski jumlah penduduknya jauh lebih sedikit.

Senada dengan Kukuh, Peneliti LPEM FEB UI Riyanto menyatakan industri otomotif nasional telah mengalami stagnasi sejak 2013 dan kini cenderung menurun. Penjualan periode Januari-April 2025 tercatat hanya 256.368 unit, turun hampir 3% dibanding tahun lalu. Bila tren ini berlanjut, total penjualan mobil tahun ini diproyeksikan hanya sekitar 769 ribu unit penurunan lebih dari 11% dari tahun sebelumnya.

“Secara teknikal, industri otomotif kita ini sedang resesi,” ujar Riyanto.

Ia memperingatkan bahwa struktur pajak kendaraan yang terlalu tinggi menjadi beban berat, di mana sekitar 42% dari harga mobil adalah pajak. “Jika harga mobil Rp 300 juta, maka sekitar Rp 126 juta adalah pajak. Ini tidak sehat dalam jangka panjang,” tambahnya.

Riyanto menekankan pentingnya keseimbangan baru dalam kebijakan pajak dan insentif. Ia menyebutkan simulasi yang menunjukkan bahwa insentif PPnBM 0% dapat berkontribusi hingga 0,793% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dari sisi pemerintah, Mahardi Tunggul Wicaksono, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, menyampaikan bahwa pemerintah terbuka untuk mengevaluasi berbagai masukan dari pelaku industri. Baik insentif fiskal maupun non-fiskal akan dipertimbangkan, dengan tetap memperhitungkan kondisi keuangan negara.

“Kami juga tidak akan hanya fokus pada satu teknologi saja. Pemerintah sedang mengkaji pemberian insentif bagi semua jenis kendaraan, termasuk mobil berbahan bakar hidrogen,” ungkap Mahardi.

Indonesia saat ini memiliki 32 produsen mobil dan 73 produsen motor, dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 2,35 juta unit mobil dan 10,72 juta unit motor. Total investasi sektor ini mencapai Rp 174,31 triliun. Dengan potensi sebesar itu, pelaku industri berharap pemerintah dapat segera merespons dengan kebijakan yang pro-pertumbuhan. (alf)

 

PMK 81/2025 Ubah Cara Hitung Pajak BUMN dan BUMD

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 melakukan reformulasi penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ketentuan yang tertuang dalam Pasal 229 PMK tersebut bertujuan mendorong transparansi dan akurasi pembayaran pajak sepanjang tahun berjalan.

Dalam pasal tersebut, penghitungan angsuran PPh 25 bagi BUMN dan BUMD selain yang berstatus bank, perusahaan terbuka, atau Wajib Pajak tertentu lainnya tidak lagi mengacu hanya pada perhitungan tahun sebelumnya. Kini, dasar penghitungan menggunakan proyeksi penghasilan neto fiskal berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham.

Besarnya angsuran dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh terhadap penghasilan neto fiskal tersebut, lalu dikurangi dengan pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut di dalam maupun luar negeri, dan dibagi 12 bulan.

Kementerian Keuangan mewajibkan RKAP disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum batas waktu pembayaran angsuran PPh 25 Masa Pajak pertama. Jika batas waktu terlewati, penghitungan angsuran tidak dapat mengacu pada RKAP.

Langkah ini diyakini akan mengurangi potensi overpayment atau underpayment pajak, serta mendorong perencanaan keuangan korporasi negara yang lebih disiplin dan terukur.

Kebijakan baru ini menjadi salah satu strategi besar reformasi perpajakan nasional yang tengah digalakkan hingga 2027. (alf)

 

Pengurus Pusat IKPI Dorong Pengcab Aktif Gelar PPL Terbuka, Beberkan Deretan Agenda Strategis

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, melalui sambutan yang dibacakan Ketua Departemen Kerja Sama Organisasi dan Asosiasi, Handy menegaskan komitmen organisasi untuk memperluas jangkauan edukasi perpajakan melalui kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang lebih inklusif.

Dalam acara PPL IKPI Cabang Jakarta Utara, Selasa (20/5/2025), sebagaimana dalam sambutan tertulis Ketua Umum IKPI mengapresiasi semangat beberapa pengurus cabang yang aktif menggelar PPL terbuka untuk peserta umum. Salah satu contoh sukses datang dari IKPI Cabang Padang yang mampu menarik hingga 150 peserta, meski jumlah anggota resmi hanya 23 orang.

Sementara itu, IKPI Cabang Buleleng, yang baru dilantik 15 Mei lalu, juga berhasil menyelenggarakan kegiatan dengan kehadiran peserta umum mencapai 30 persen dari total peserta.

“Ini adalah bukti bahwa edukasi perpajakan yang berkualitas sangat dibutuhkan masyarakat luas, dan IKPI hadir untuk menjawab kebutuhan itu,” ujar Handy membacakan sambutan Ketua Umum.

Selain mendorong PPL terbuka, Vaudy juga menyampaikan deretan kegiatan strategis yang tengah dan akan dijalankan IKPI. Beberapa di antaranya:

• 9 Mei 2025: Penandatanganan MoU dengan Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (KACTAE), dilanjutkan dengan sesi tax sharing knowledge seputar perpajakan di Korea Selatan.

• 16 Mei 2025: Webinar edukatif bersama Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) yang diikuti oleh anggota IKPI yang berminat mengikuti perkuliahan S2 dan S3 di FIA UI.

• 19 Mei 2025: Diskusi panel bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” menghadirkan tokoh-tokoh nasional seperti Ken Dwijugiasteadi, Prof. Haula Rosdiana, Berly Martawardaya, dan Agustina Mappadang.

• Di hari yang sama, IKPI juga menandatangani kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) yang memberikan harga khusus pendidikan bagi anggota, pegawai, maupun keluarga anggota IKPI yang ingin kuliah di UPH.

• 30 Mei 2025: rencananya akan diadakan Diskusi panel bersama tokoh perpajakan nasional seperti Machfud Sidik dan Prof. Eddy Slamet, membahas pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).

• Juni 2025: Rencana diskusi panel mengenai kebijakan tax amnesty dengan menghadirkan Robert Pakpahan dan Hotman Paris Hutapea.

Menurut Vaudy, deretan kegiatan ini dirancang untuk memperkuat kapasitas dan wawasan para konsultan pajak anggota IKPI serta sumbangsih IKPI bagi Indonesia. “Kami ingin setiap anggota memiliki akses ke pengetahuan terbaru, baik dari dalam maupun luar negeri, agar selalu siap menghadapi tantangan dunia perpajakan yang dinamis. Ini juga salah satu sumbangsih bagi negeri tercinta Indonesia,” ujarnya.

Dengan semangat kolaborasi dan komitmen tinggi terhadap peningkatan kualitas profesi, IKPI terus menegaskan perannya sebagai garda terdepan dalam edukasi dan reformasi perpajakan nasional. (bl)

IKPI dan UPH Tandatangani Kerja Sama, Anggota hingga Keluarga Bisa Dapatkan Harga Kuliah Khusus

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Universitas Pelita Harapan (UPH) resmi menjalin kemitraan strategis di bidang pendidikan tinggi. Nota kesepahaman ditandatangani oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Dekan Fakultas Hukum UPH, Dr. Velliana Tanaya, dalam sebuah seremoni yang berlangsung di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025)

Kerja sama ini mencakup pemberian biaya studi khusus bagi anggota IKPI, keluarga inti, serta karyawan dari kantor praktik anggota. Program ini berlaku untuk jenjang Strata-1 (S1) kelas karyawan, Strata-2 (S2), hingga Strata-3 (S3), baik melalui skema beasiswa maupun pembayaran mandiri sesuai kesepakatan para pihak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Ini bukan sekadar MoU, tapi langkah konkret dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendukung pengembangan profesi konsultan pajak di Indonesia,” ujar Vaudy Starworld. Ia menambahkan bahwa IKPI juga diberi ruang oleh UPH untuk turut serta dalam menjaring calon mahasiswa dari komunitas konsultan pajak melalui kegiatan yang sesuai norma dan hukum yang berlaku.

Dekan Fakultas Hukum UPH, Dr. Velliana Tanaya, turut menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan yang diberikan IKPI. Ia berharap kerja sama ini dapat berkembang tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga penelitian, kewirausahaan, hingga pengabdian kepada masyarakat.

“Kami ingin memberikan kesempatan kepada anggota IKPI dan bahkan keluarga mereka—termasuk anak-anak anggota—untuk bisa mengakses pendidikan di UPH dengan harga khusus yang telah disepakati,” kata Velliana. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam bidang akademik, khususnya dalam hukum pajak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Kalau kami memerlukan tenaga pengajar untuk hukum pajak, kami mohon bantuan dari Bapak-Ibu di IKPI. Karena hukum pajak ini sangat spesifik, dan hanya bisa diajarkan oleh mereka yang benar-benar memahami perpajakan,” tambahnya.

Kerja sama ini diharapkan memberi manfaat timbal balik bagi kedua institusi, sekaligus menjadi kontribusi nyata dalam membentuk generasi profesional pajak yang lebih kompeten di masa depan.(bl)

en_US