Pengusaha Wajib Daftar PKP, Kecuali Kategori Ini

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menegaskan kembali kewajiban para pengusaha yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ketentuan ini diatur secara rinci dalam Pasal 60 peraturan perpajakan terbaru.

Dalam Pasal 60 ayat (1), ditegaskan bahwa setiap pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi pengusaha kecil, sesuai batasan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Meski dikecualikan, pengusaha kecil memiliki opsi untuk secara sukarela melaporkan usahanya sebagai PKP, sebagaimana disebutkan dalam ayat (3). Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pelaku usaha skala mikro dan kecil untuk terlibat dalam sistem PPN, kecuali mereka diwajibkan oleh peraturan yang berlaku.

Selain itu, pengusaha yang sejak awal bermaksud melakukan kegiatan penyerahan dan/atau ekspor juga diperbolehkan langsung melaporkan usahanya agar mendapat status PKP, sebagaimana diatur dalam ayat (4).

Kewajiban pelaporan usaha untuk menjadi PKP harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam PMK 81/2024.

Keterlambatan atau kelalaian dalam pelaporan ini akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dengan diberlakukannya PMK ini, pemerintah berharap seluruh pelaku usaha dapat lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan, sekaligus mendorong kepatuhan sukarela dan perluasan basis pajak nasional. (alf)

 

Sidang Lanjutan UU HPP: Pemohon Soroti Dampak Pajak terhadap Kebutuhan Pokok

IKPI, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Senin (21/4/2025). Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang MK ini beragendakan pemeriksaan perbaikan permohonan untuk Perkara Nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh tujuh pihak dari berbagai latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, pengemudi ojek daring, hingga organisasi di bidang kesehatan mental.

Kuasa hukum para Pemohon, Judianto Simanjuntak, dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menyampaikan sejumlah perbaikan dalam berkas permohonan. Salah satu perbaikan tersebut adalah penghapusan kata “Bab” dalam daftar pasal yang diuji, serta penyusunan ulang narasi mengenai legal standing yang kini dipisahkan dari bagian posita.

Pasal-pasal yang diuji dalam perkara ini mencakup Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU HPP. Para Pemohon menilai ketentuan tersebut berdampak pada penghapusan barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti bahan pangan, jasa kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum dari daftar yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Selain itu, Pemohon juga menyoroti ketentuan baru mengenai tarif PPN dan mekanisme perubahannya yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2).

Menurut para Pemohon, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan beban hidup masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, akibat naiknya harga kebutuhan pokok sementara pendapatan masyarakat stagnan atau menurun.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal-pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga meminta agar perubahan tarif PPN hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan peraturan pemerintah, serta mensyaratkan penetapan tarif didasarkan pada indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan yang jelas. (alf)

 

IKPI Dukung Internasionalisasi Ilmu Perpajakan Lewat Kolaborasi Strategis dengan Universitas Udayana

IKPI, Bali: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menunjukkan komitmennya dalam pengembangan ilmu perpajakan di Indonesia melalui partisipasinya dalam Program Pengabdian Internasional yang digelar oleh Program Studi Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (PSDIA FEB UNUD). Kegiatan ini menjadi bukti konkret sinergi antara dunia akademik dan profesional perpajakan dalam menghadapi tantangan global.

Ketua IKPI Pengda Bali, Agus Ardika, menyampaikan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah strategis dalam memperluas pemahaman pelaku usaha dan praktisi mengenai kebijakan perpajakan internasional, khususnya dalam hal transfer pricing bagi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

(Foto: DOK. IKPI Pengda Bali)

“Kami sangat mengapresiasi inisiatif ini karena tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga memperkuat jembatan komunikasi antara akademisi dan pelaku usaha,” ujarnya, Senin (21/4/2025).

Sekadar informasi, rangkaian acara terdiri dari company visit ke Fins Beach Club di Canggu serta sosialisasi kebijakan perpajakan kepada perusahaan-perusahaan PMA di lingkungan FEB Universitas Udayana. Tema yang diangkat, “Socialization and Implementation of Transfer Pricing Document Utilization in Foreign Direct Investment Affiliate (PT PMA)”, relevan dengan tantangan yang dihadapi PMA dalam menghadapi regulasi global.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Bali)

Menghadirkan narasumber utama dari IKPI, Dr. TJHAI Fung Njit, kegiatan ini berhasil memberikan wawasan praktis dan akademis mengenai penyusunan dokumen transfer pricing yang sesuai dengan standar internasional.

Agus Ardika menegaskan bahwa IKPI siap terus mendukung kegiatan serupa di masa mendatang. “Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti sampai di sini. IKPI ingin menjadi mitra strategis dalam memajukan profesionalisme dan integritas perpajakan di Indonesia, sekaligus memperkuat posisi bangsa di kancah ekonomi global,” ujarnya. (bl)

Ketua Umum IKPI Dorong Wajib Pajak Badan Laporkan SPT Tepat Waktu 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Utara menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengisian SPT Tahunan PPh Badan secara daring dan gratis pada Senin (21/4/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari agenda rutin edukasi perpajakan IKPI yang terus dilakukan setiap tahunnya.

Dalam sambutannya, Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menyampaikan bahwa sosialisasi dan edukasi terkait SPT Tahunan telah menjadi agenda nasional yang diikuti oleh seluruh cabang IKPI di Indonesia. Kegiatan serupa untuk SPT Tahunan Orang Pribadi telah lebih dulu dilaksanakan pada Maret 2025.

“Wajib pajak pemilik NPWP saat ini tercatat sekitar 80 juta, dan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan hampir 20 juta. Ini menjadi tantangan sekaligus motivasi bagi kami untuk terus melakukan edukasi,” ujar Vaudy.

Ia mengingatkan pentingnya pelaporan SPT Tahunan tepat waktu, terutama bagi wajib pajak badan yang memiliki batas pelaporan maksimal empat bulan setelah akhir tahun buku. “Empat bulan adalah waktu yang cukup, meskipun kami paham masih banyak yang menunggu hasil audit laporan keuangan. Namun kami tetap mendorong pelaporan tepat waktu untuk menghindari sanksi administrasi maupun pidana,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengajak masyarakat umum untuk memanfaatkan jasa konsultan pajak resmi yang menjadi anggota IKPI apabila mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Ia mengungkapkan hingga akhir Desember lalu, jumlah anggota IKPI tercatat hampir 7.100 orang yang rutin mengikuti pelatihan dan seminar untuk menjaga profesionalitas mereka.

IKPI juga terus membuka peluang edukasi perpajakan melalui berbagai program, termasuk seminar, kursus brevet, dan pelaksanaan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP), yang dijadwalkan kembali pada akhir Mei untuk peserta yang mengulang.

“Mari manfaatkan kegiatan pro bono seperti ini dan bergabung dalam program-program edukatif IKPI. Kami bahkan memberikan harga khusus bagi alumni yang mengikuti kegiatan lanjutan,” tutupnya.

Acara Bimtek ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai tata cara pengisian dan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan, serta meningkatkan kesadaran perpajakan di kalangan wajib pajak badan maupun umum. (bl)

Bayar Pajak Kini Bisa Lewat Deposit, Ini Caranya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menerapkan mekanisme baru pembayaran dan penyetoran pajak melalui skema Deposit Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 103 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Langkah ini diambil untuk memberikan kemudahan dan fleksibilitas bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Berdasarkan Pasal 103 ayat (1), Wajib Pajak kini dapat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak menggunakan Deposit Pajak. Selanjutnya, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pembayaran dan penyetoran tersebut dilakukan melalui Pemindahbukuan, yaitu pemindahan saldo dari akun Deposit Pajak untuk membayar pajak yang terutang.

Ayat (3) dari peraturan ini mengatur tiga cara pengisian Deposit Pajak, yaitu:

a. Pembayaran melalui sistem penerimaan negara secara elektronik;

b. Permohonan Pemindahbukuan; atau

c. Permohonan atas sisa kelebihan pembayaran pajak atau sisa imbalan bunga setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak.

Sementara itu, ayat (4) mengatur mengenai penetapan tanggal pengisian Deposit Pajak berdasarkan metode pengisiannya. Tanggal pembayaran dan penyetoran pajak akan diakui berdasarkan:

a. Tanggal bayar pada Bukti Penerimaan Negara, jika pengisian dilakukan secara elektronik;

b. Tanggal bayar pada Bukti Pemindahbukuan, jika melalui permohonan Pemindahbukuan;

c. Tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, jika berasal dari sisa kelebihan pembayaran atau imbalan bunga.

Direktorat Jenderal Pajak menyebutkan bahwa penerapan skema Deposit Pajak ini merupakan bagian dari upaya modernisasi sistem perpajakan nasional. Sistem ini diharapkan dapat mempercepat proses administrasi, meningkatkan transparansi, dan mendukung kepatuhan pajak secara sukarela.

Pemerintah juga memastikan bahwa sistem ini terintegrasi secara elektronik dan memiliki pencatatan yang akuntabel untuk setiap transaksi, guna mencegah duplikasi pembayaran maupun potensi kesalahan administratif. (alf)

 

 

 

 

Pelaporan SPT Tahunan Tak Lagi Rumit, IKPI Tangsel Gelar Konsultasi Pajak Gratis di Mal

IKPI, Tangerang Selatan: Suasana berbeda terasa di pusat perbelanjaan Living World Alam Sutera, Tangerang Selatan, pada 18–19 April 2025. Bukan hanya diskon dan promo belanja yang menarik perhatian pengunjung, tapi juga hadirnya layanan konsultasi pajak gratis dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Tangerang Selatan (Tangsel)

Kegiatan bertajuk “Ruang Konsultasi Pajak” ini diikuti oleh 50 peserta yang datang untuk mendapatkan pendampingan langsung dari para konsultan pajak profesional dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Layanan ini diberikan secara cuma-cuma sebagai bentuk pengabdian dan kontribusi sosial dari IKPI kepada masyarakat.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tangerang Selatan)

Ketua IKPI Tangsel, Rully Erlangga, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari instruksi Pengurus Pusat IKPI untuk melaksanakan program probono, yakni memberikan konsultasi perpajakan secara gratis kepada wajib pajak.

“Ini baru tahun pertama kami mengadakan kegiatan ini, dan ke depannya akan menjadi agenda rutin setiap tahun. Harapannya, kegiatan seperti ini bisa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya kepatuhan pajak,” ujar Rully, Senin (21/4/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tangerang Selatan)

Kegiatan ini juga menjadi ruang edukasi terbuka, di mana masyarakat tidak hanya dibantu mengisi dan melaporkan SPT, tetapi juga mendapat pemahaman yang benar mengenai hak dan kewajiban perpajakannya.

“Melalui kegiatan ini, IKPI menunjukkan peran aktif dalam mendukung sistem perpajakan yang sehat dan transparan. Ini bukan hanya tentang pelaporan, tapi juga penguatan literasi pajak di tengah masyarakat,” tambahnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tangerang Selatan)

Dengan antusiasme tinggi dari peserta, konsultasi pajak ini mendapat sambutan hangat dari pengunjung mal dan menjadi bukti bahwa pendekatan pelayanan yang dekat dengan masyarakat bisa menjadi jembatan efektif dalam membangun budaya taat pajak. (bl)

Bank DKI Pastikan Transaksi KJP Plus dengan Mesin EDC Berjalan Normal

IKPI, Jakarta: Bank DKI memastikan layanan transaksi non-tunai bagi penerima manfaat Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus tetap berjalan normal, khususnya untuk transaksi menggunakan mesin Electronic Data Capture (EDC) milik Bank DKI.

Direktur Utama Bank DKI, Agus H Widodo menegaskan bahwa dana dan data seluruh nasabah penerima bantuan sosial, termasuk penerima KJP Plus, aman dan tidak mengalami pengurangan.

Ia juga menjelaskan, transaksi pencairan dana KJP masuk kategori on us atau dilakukan dalam sistem perbankan internal Bank DKI, sehingga tidak terdampak gangguan teknis antarbank.

“Nah, bansos itu kan bukan dana keluar ke bank lain, istilahnya on us. Jadi karena ada di kita juga, itu bisa, tidak ada gangguan. KJP segala macam bisa dicairkan,” ujar Agus.

Lebih lanjut Agus menjelaskan, bahwa pihaknya juga menyediakan kemudahan bagi pemegang KJP Plus untuk bertransaksi langsung di toko mitra melalui EDC Bank DKI. Layanan ini memungkinkan pembelian kebutuhan harian dan pendidikan tanpa perlu menarik tunai.

Berikut rincian mekanisme transaksi bagi penerima KJP Plus secara tunai:

• Penerima KJP dapat melakukan penarikan tunai sebesar Rp100.000 di ATM Bank DKI.

Secara non-tunai

• Melalui EDC Bank DKI: Penerima dapat mengecek saldo dan melakukan transaksi pembelanjaan (misalnya subsidi pangan dan keperluan sekolah).

• Melalui JakOne Mobile Bank DKI: Penerima dapat berbelanja menggunakan QRIS dan fitur purchase untuk kebutuhan pendidikan.

Daftar toko mitra yang menerima transaksi EDC Bank DKI dapat diakses melalui tautan:

bit.ly/merchant-kjp Bank DKI terus melakukan evaluasi dan peningkatan layanan secara berkala demi memastikan kenyamanan akses bagi seluruh nasabah, khususnya penerima bantuan sosial pendidikan.

Masyarakat juga diimbau untuk bertransaksi di toko mitra resmi dan mengecek struk pembelanjaan sebagai bentuk pengendalian pribadi. Bank DKI menegaskan komitmennya untuk mendukung program-program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan memastikan penyaluran bantuan sosial berjalan aman, tepat, dan transparan. (bl)

Slovenia Akan Tarik Pajak 25% dari Keuntungan Penjualan Kripto 

IKPI, Jakarta: Pemerintah Slovenia mengambil langkah strategis dalam pengelolaan aset digital dengan merilis rancangan undang-undang pajak kripto yang menekankan transparansi dan penyederhanaan beban administratif. Dalam RUU yang diperkenalkan Direktorat Pajak, Bea Cukai, dan Sistem Pendapatan Publik Lainnya, Kementerian Keuangan Slovenia mengusulkan tarif pajak flat sebesar 25% atas keuntungan dari penjualan aset kripto.

RUU yang diumumkan pada Kamis (17/4/2025) ini membuka ruang diskusi publik hingga 5 Mei 2025. Berbeda dari pendekatan represif yang diambil beberapa negara, Slovenia berupaya menyesuaikan regulasi kriptonya dengan standar internasional tanpa membebani pelaku pasar.

“Aturan ini bukan hanya soal pungutan pajak, tetapi juga menciptakan kejelasan hukum dan meminimalkan birokrasi,” demikian tertulis dalam pernyataan resmi Kementerian Keuangan Slovenia dikutip, Minggu (20/4/2025).

Keuntungan yang diperoleh dari mengonversi aset kripto ke mata uang fiat, pembelian barang atau jasa, serta transfer ke pihak lain akan dikenai pajak. Sementara itu, pertukaran antar-kripto atau transfer antar dompet pribadi tidak termasuk dalam objek pajak.

Langkah ini menunjukkan komitmen Slovenia membangun sistem fiskal yang adaptif terhadap inovasi digital. Wajib pajak diberikan pilihan metode penyederhanaan perhitungan pajak, termasuk basis alternatif berdasarkan 40% dari nilai aset per akhir 2025 dan total pelepasan aset selama lima tahun terakhir.

Tidak hanya itu, rancangan juga menyentuh instrumen derivatif finansial yang diselaraskan dengan Strategi Pengembangan Pasar Modal Slovenia 2023–2030. Penyamaan struktur pajak ini bertujuan menciptakan kerangka perpajakan yang lebih terintegrasi dan konsisten. (alf)

 

AS Soroti Praktik Bea Cukai RI Rentan Korupsi dan Bebani Pelaku Usaha

IKPI, Jakarta: Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali melayangkan sorotan tajam terhadap praktik bea cukai di Indonesia. Lewat laporan tahunan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis akhir Maret 2025, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menggarisbawahi berbagai kendala yang dialami perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam saat berurusan dengan sistem kepabeanan Indonesia.

Dalam laporan tersebut, Indonesia termasuk dalam 59 negara mitra dagang yang dikaji. Satu hal yang menjadi perhatian serius AS adalah kebiasaan otoritas Bea Cukai RI dalam menggunakan daftar harga referensi sebagai dasar penilaian bea masuk, alih-alih mengacu pada nilai transaksi aktual seperti yang dianjurkan oleh perjanjian WTO.

“Perusahaan-perusahaan AS secara rutin mengeluhkan ketidakpastian dalam proses bea masuk di Indonesia,” tulis USTR dalam laporan yang dikutip Sabtu (19/4/2025).

Tak hanya metode penilaian, inkonsistensi antarwilayah juga disorot. USTR mencatat adanya perbedaan penentuan nilai bea masuk di berbagai daerah, meskipun barang yang diimpor identik. Situasi ini membuat pelaku usaha asing menghadapi risiko biaya tambahan dan ketidakpastian dalam logistik mereka.

Pemerintah AS juga menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2021 tentang kewajiban verifikasi teknis prapengiriman untuk sejumlah produk. Meski aturan itu sudah berlaku, hingga akhir 2024 Indonesia belum melaporkannya kepada WTO, yang dinilai sebagai pelanggaran prosedural.

Tak kalah penting, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 Tahun 2022 yang mengatur tentang barang tidak berwujud, seperti unduhan digital, turut masuk dalam daftar sorotan. Ketentuan ini dianggap memberatkan karena mewajibkan penyimpanan dokumen tambahan yang belum jelas definisinya.

Paling mencolok, USTR juga menyinggung sistem insentif bagi petugas Bea Cukai Indonesia, di mana mereka bisa menerima hingga 50% dari nilai barang sitaan. Menurut USTR, skema ini membuka celah besar bagi praktik korupsi dan bertentangan dengan prinsip transparansi yang diusung WTO.

“Indonesia adalah satu dari sedikit mitra dagang utama kami yang masih menerapkan insentif semacam ini. Kami khawatir ini bisa menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif dan sarat ketidakpastian,” tulis USTR.

Laporan ini muncul hanya beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal, yang disebut-sebut bisa memengaruhi hubungan dagang bilateral. (alf)

 

Gubernur Banten Minta Pemerintah Pusat Bebaskan PPN untuk Perbaikan RTLH

IKPI, Jakarta: Gubernur Banten Andra Soni menunjukkan komitmen kuatnya dalam meningkatkan kualitas hidup warga melalui program perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH). Namun di balik upaya tersebut, ia menghadapi satu tantangan yang dinilai cukup membebani pajak.

Di tengah semangat membangun rumah baru bagi warga kurang mampu, Andra mengajukan permohonan khusus kepada pemerintah pusat agar pembangunan rumah layak huni dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Kalau PPN-nya dihapus untuk program ini, dampaknya bisa luar biasa. Dana yang ada bisa langsung digunakan untuk membangun lebih banyak rumah bagi masyarakat,” kata Andra Soni dalam keterangan resminya dikutip, Minggu (20/4/2025).

Langkah konkret telah dilakukan. Dua unit rumah layak huni di Desa Cokop Sulanjana, Kecamatan Waringin Kurung, sudah selesai dibangun menggunakan model rumah modular. Rumah-rumah tersebut sebelumnya dalam kondisi memprihatinkan dan telah dilaporkan dua bulan lalu.

“Alhamdulillah, dua rumah sudah berdiri. Kami bangun dengan pendekatan modular agar bisa cepat dan efisien. Ini akan kami lanjutkan sebagai program berkelanjutan, sejalan dengan target nasional membangun tiga juta rumah dari Pak Presiden Prabowo,” ujar Andra.

Sebagai gubernur yang baru satu bulan dilantik, Andra mengakui bahwa tantangan masih banyak. Namun ia memastikan alokasi anggaran daerah akan diprioritaskan untuk program ini.

“Saya masuk saat APBD sudah berjalan, RPJMD juga disusun. Tapi ini amanah yang harus saya tuntaskan. Rumah yang layak adalah hak setiap warga,” tambahnya.

Namun, ia menyadari bahwa perjuangan ini tak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat menjadi kunci keberhasilan.

“Kalau kita bersinergi, kita bisa membangun lebih banyak rumah, lebih cepat, dan lebih berkualitas,” ujarnya. (alf)

 

 

id_ID