Kanada Batalkan Pajak Layanan Digital demi Redakan Ketegangan Dagang dengan AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kanada resmi membatalkan rencana pemberlakuan Pajak Layanan Digital (Digital Services Tax/DST) hanya satu hari sebelum kebijakan tersebut dijadwalkan mulai berlaku. Keputusan ini diumumkan Menteri Keuangan Francois-Philippe Champagne pada Minggu (29/6/2025), sebagai langkah strategis menjelang negosiasi dagang yang lebih luas dengan Amerika Serikat (AS).

Langkah ini menyusul kesepakatan antara Perdana Menteri Kanada Mark Carney dan Presiden AS Donald Trump untuk melanjutkan pembicaraan guna mencapai perjanjian perdagangan bilateral yang ditargetkan rampung pada 21 Juli mendatang.

“Pemerintah akan segera mengajukan legislasi untuk mencabut Undang-Undang Pajak Layanan Digital,” ungkap Kementerian Keuangan Kanada dalam pernyataan resminya.

PM Carney mengakui bahwa proses negosiasi tidak akan mudah, terutama setelah Presiden Trump menyatakan akan menghentikan seluruh pembicaraan perdagangan dan bahkan mempertimbangkan tarif baru sebagai respons atas kebijakan DST yang dianggap merugikan perusahaan teknologi AS.

“Kami tidak mencari konfrontasi, melainkan solusi. Negosiasi ini rumit, tapi kami lakukan demi kepentingan warga Kanada,” ujar Carney dalam wawancara dengan media lokal.

Presiden Trump sebelumnya mengecam keras kebijakan pajak digital Kanada, menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan terhadap Amerika Serikat.” Dalam unggahan di media sosial, ia menyatakan bahwa pajak tersebut tidak hanya tidak adil, tetapi juga mengancam hubungan dagang kedua negara.

Jika diberlakukan, DST akan memungut pajak sebesar 3 persen dari pendapatan yang dihasilkan perusahaan digital AS seperti Amazon, Google, dan Meta atas aktivitas pengguna di Kanada. Kebijakan ini sejak awal menuai kritik tajam dari Washington karena dinilai menargetkan perusahaan-perusahaan raksasa teknologi AS secara sepihak.

Keputusan pembatalan DST ini dinilai sebagai sinyal positif dari Ottawa untuk meredakan ketegangan sekaligus membuka jalan bagi kesepakatan dagang baru yang lebih stabil dan saling menguntungkan.

Namun, para pengamat memperingatkan bahwa Kanada tetap membutuhkan solusi jangka panjang untuk memastikan keadilan fiskal di era digital tanpa harus mengorbankan relasi ekonomi strategis dengan mitra utama seperti Amerika Serikat. (alf)

 

Pemerintah Sebut Pajak Digital Jadi Langkah Strategis Majukan UMKM Kreatif

IKPI, Jakarta: Penerapan pajak bagi pelaku usaha digital tak hanya soal kewajiban negara, melainkan juga menjadi bagian penting dalam membangun kepercayaan konsumen dan memperkuat posisi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di ekosistem ekonomi digital. Demikian disampaikan Kepala Direktorat Kajian dan Manajemen Strategis Kementerian Ekonomi Kreatif, Agus Syarip Hidayat, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

“Pajak bukan hanya kewajiban administratif, tapi juga simbol bahwa pelaku usaha terdata, patuh, dan layak dipercaya. Hal ini membuka akses pada pembiayaan, kerja sama, hingga pasar yang lebih luas,” ujar Agus.

Ia menekankan, kebijakan pengenaan pajak e-commerce seharusnya dipandang sebagai upaya untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih adil dan berkelanjutan, bukan sebagai beban baru bagi para pelaku usaha.

Dengan sistem pemungutan pajak secara otomatis melalui platform digital, proses pelaporan akan menjadi lebih sederhana dan efisien. Menurut Agus, mekanisme ini justru dapat menjadi jembatan bagi UMKM untuk menata sistem bisnisnya agar lebih rapi, tertib, dan kredibel.

“Kami tidak menutup mata terhadap kekhawatiran pelaku usaha kecil, terutama mereka yang baru mulai merintis. Tapi perlu ditegaskan, kebijakan ini tidak serta-merta membebani, justru menjadi tantangan yang bisa kita atasi bersama,” tambahnya.

Agus juga mengingatkan bahwa tidak semua pelaku UMKM akan dikenai pajak. Hanya usaha dengan omzet di atas ambang batas tertentu yang ditetapkan Kementerian Keuangan yaitu antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun yang akan dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari omzet.

Ia menyarankan agar penerapan kebijakan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan pelaku usaha serta disertai edukasi yang menyeluruh.

Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen untuk mengedepankan pendekatan kolaboratif dalam implementasinya.

“Kami ingin kebijakan ini menjadi investasi menuju masa depan UMKM kreatif yang lebih inklusif, tangguh, dan berdaya saing, bukan sekadar alat penarikan pajak,” tegasnya.

Langkah ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah mendukung pertumbuhan sektor ekonomi kreatif berbasis digital, sekaligus mendorong terciptanya iklim usaha yang tertib, transparan, dan menguntungkan semua pihak. (alf)

 

Tak Bayar Pajak? Siap-Siap Kendaraan Anda Tak Boleh Lewat di Jawa Barat!

IKPI, Jakarta: Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengeluarkan peringatan keras bagi pemilik kendaraan yang masih menunggak pajak. Dalam waktu dekat, kendaraan bermotor yang belum melunasi kewajiban pajaknya tidak akan diizinkan melintasi jalan-jalan di wilayah Jawa Barat.

“Kami akan buat regulasi. Kalau menunggak pajak, enggak bisa lewat lagi di Jawa Barat,” tegas Dedi dalam video yang diunggah di akun Instagram resminya, dikutip Selasa (1/6/2025).

Langkah ini, menurut Dedi, bertujuan mendorong kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Apalagi, saat ini pemerintah daerah telah menyediakan berbagai insentif, termasuk penghapusan tunggakan dan denda dalam program pemutihan pajak kendaraan yang kembali diperpanjang.

“Ayo manfaatkan pemutihan ini. Sudah diberi ampunan, masih enggak bayar juga, nanti jangan salahkan kalau kendaraannya kami tahan,” ujarnya.

Program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Jawa Barat yang awalnya berakhir pada 30 Juni 2025, kini diperpanjang hingga 30 September 2025. Keputusan tersebut diambil setelah melihat tingginya antusiasme masyarakat yang belum seluruhnya terlayani.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat mengumumkan bahwa skema program tetap sama. Pemilik kendaraan akan dibebaskan dari seluruh tunggakan pokok pajak serta denda keterlambatan. Tak hanya itu, kendaraan dari luar daerah yang dimutasi ke Jawa Barat juga mendapatkan insentif berupa bebas pajak selama satu tahun dan penghapusan denda pajak.

Menariknya, program ini juga memberikan potongan terhadap beban Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang dibayarkan kepada Jasa Raharja. Dalam skema baru, pemilik kendaraan hanya wajib membayar SWDKLLJ untuk satu tahun ke depan dan satu tahun tertunggak.

Denda SWDKLLJ tahun-tahun sebelumnya pun dihapus. “Bebas denda SWDKLLJ untuk tahun-tahun yang telah lewat, tapi untuk denda keterlambatan tahun berjalan tetap dikenakan,” tulis Bapenda Jabar dalam pengumuman resminya.

Dengan kebijakan ini, Pemprov Jawa Barat berharap kesadaran masyarakat untuk patuh pajak meningkat.

Dedi menegaskan, kepatuhan membayar pajak kendaraan tidak hanya berdampak pada legalitas kendaraan, tetapi juga mendukung pembangunan infrastruktur dan layanan publik di seluruh wilayah Jawa Barat. (alf)

 

Baru 432 Ribu UMKM Bayar Pajak, DJP Akui Masih Jauh dari Potensi Nyata

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang aktif menyetorkan Pajak Penghasilan (PPh) Final masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi sebenarnya.

Sepanjang tahun 2023, hanya sekitar 432 ribu UMKM yang tercatat menyetor PPh Final 0,5%, dengan total penerimaan mencapai Rp2,49 triliun. Meski jumlah tersebut terlihat signifikan, DJP menilai angka itu belum merepresentasikan total populasi UMKM yang seharusnya tercatat dan berkontribusi dalam sistem perpajakan nasional.

“Jumlah tersebut belum menggambarkan seluruh pelaku UMKM, karena ada dua kelompok besar yang tidak tercakup dalam data penyetoran PPh Final 0,5%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli,  Selasa (1/7/2025).

Kelompok pertama adalah wajib pajak orang pribadi dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta yang memang dikecualikan dari kewajiban PPh. Sementara itu, kelompok kedua mencakup UMKM yang memilih menggunakan skema tarif umum sesuai Pasal 17 Undang-Undang PPh.

Rosmauli menambahkan bahwa setiap pelaku UMKM hanya bisa memiliki satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang kini telah terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini untuk mencegah praktik pemecahan omzet (income splitting) guna menghindari pajak yang lebih tinggi.

“Kalau ada yang mencoba membagi omzet ke beberapa usaha agar pajaknya kecil, tetap harus dilaporkan dalam satu SPT tahunan dengan NPWP yang sama,” ujarnya.

Di tengah tantangan peningkatan kepatuhan pajak UMKM, pemerintah pun mulai menyiapkan mekanisme baru. Salah satunya adalah rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh bagi pelaku UMKM yang berjualan secara daring.

Kebijakan ini diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak ketiga, termasuk platform digital, dalam membantu proses pemungutan dan pelaporan pajak.

Rosmauli menekankan bahwa kebijakan ini tidak akan menambah beban pajak bagi pelaku UMKM. “Tarif tetap sama. UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dikenakan PPh, dan bagi yang beromzet Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar tetap membayar 0,5% secara final,” katanya.

Dengan langkah-langkah ini, DJP berharap ekosistem perpajakan yang lebih adil dan menyeluruh bisa terbangun, sekaligus mendorong UMKM untuk semakin aktif dan transparan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. (alf)

 

 

 

 

Rupiah Menguat di Tengah Kekacauan RUU Pajak Trump

IKPI, Jakarta: Nilai tukar rupiah terus menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), seiring meningkatnya kecemasan pelaku pasar global terhadap dampak Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak terbaru yang sedang digodok di Senat AS. Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, memproyeksikan rupiah berpotensi melanjutkan penguatan dalam waktu dekat.

“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS, seiring pelemahan indeks dolar yang menyentuh level terendah sejak Februari 2022,” ujar Lukman di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Ia menambahkan, salah satu pemicu utama kekhawatiran pasar adalah potensi defisit fiskal AS yang bisa membengkak hingga 3,3 triliun dolar AS akibat RUU tersebut. RUU yang dijuluki “One Big Beautiful Bill Act” itu telah disetujui Senat AS melalui pemungutan suara tipis 51-49. Aturan setebal 940 halaman itu memperpanjang pemotongan pajak 2017 dan menambahkan insentif baru bagi sektor korporasi serta alokasi belanja besar-besaran untuk militer dan keamanan perbatasan.

Namun, kompensasinya adalah pemotongan besar terhadap berbagai program kesejahteraan sosial seperti Medicaid, subsidi energi terbarukan, hingga bantuan pangan.

“Investor menilai RUU ini cenderung berpihak pada golongan elit pendukung Trump, bukan masyarakat luas. Ini menciptakan ketidakpastian fiskal yang memicu aksi jual terhadap dolar,” tambah Lukman.

Di saat bersamaan, ketidakpastian dari sektor perdagangan juga menambah tekanan pada mata uang AS. Penundaan kesepakatan tarif yang akan berakhir pada 9 Juli menambah keresahan.

“Jika tenggat waktu berakhir tanpa perpanjangan atau kesepakatan, pasar berisiko panik. Selama 90 hari masa penundaan, AS hanya berhasil capai kesepakatan dengan Inggris dan itupun dianggap merugikan Inggris,” jelasnya.

Merespons sentimen global tersebut, rupiah dibuka menguat pada perdagangan Selasa pagi sebesar 56 poin atau 0,34 persen ke posisi Rp16.182 per dolar AS dari level penutupan sebelumnya di Rp16.238 per dolar AS. Lukman memperkirakan kisaran nilai tukar rupiah akan bertahan antara Rp16.100 hingga Rp16.200 per dolar AS dalam waktu dekat.

Pasar keuangan Indonesia pun menyambut positif perkembangan ini, dengan arus modal asing mulai kembali masuk ke pasar obligasi domestik.

Namun demikian, analis mengingatkan agar pelaku pasar tetap mewaspadai potensi volatilitas, terutama menjelang keputusan final DPR AS dan sikap Gedung Putih terhadap RUU kontroversial tersebut. (alf)

 

Delapan Pilar Fondasi Untuk Sukses Menjadi Konsultan Pajak Profesional

IKPI, Jakarta: Profesi konsultan pajak terus berkembang, tetapi persaingan di dalamnya semakin menantang. Di tengah dinamika regulasi perpajakan yang kompleks dan kebutuhan pasar yang semakin spesifik, seorang konsultan pajak dituntut tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga strategis dalam membangun karier dan bisnisnya.

Menjawab tantangan itu, Ketua Departemen Sistem Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota IKPI, Donny Rindorindo, membeberkan delapan pilar utama yang menjadi fondasi kesuksesan konsultan pajak profesional.

Paparan ini disampaikannya dalam Talk Show bertema “Profesi Konsultan Pajak: Bagaimana Menjadi Konsultan Pajak dan Prospek Profesi Konsultan Pajak” yang diadakan secara daring pada Kamis (26/6/2025).

Berikut delapan pilar penting versi Donny yang menjadi faktor sukses bagi konsultan pajak masa kini:

1. Kualifikasi Brevet A, B, dan C sebagai Dasar Hukum Praktik

Donny mengawali dengan menegaskan pentingnya legalitas melalui ujian USKP (Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak). Brevet A untuk menangani wajib pajak orang pribadi, B untuk orang pribadi dalam negeri dan badan dalam negeri, dan C untuk semua kualifikasi A dan B ditambah entitas PMA dan bentuk usaha tetap (BUT) serta OP asing. Dalam hal ini, konsultan pajak juga wajib memenuhi PPL (Pengembangan Profesional Berkelanjutan) setiap tahun sesuai dengan tingkat kualifikasinya agar tetap terakreditasi dan memelihara eksistensi profesionalismenya sesuai dengan ketentuan.

2. Strategi Pengembangan Bisnis

Tak cukup hanya punya keahlian, konsultan pajak juga harus berpikir layaknya CEO. Mulai dari penentuan profil bisnis, branding, hingga segmentasi pasar yang menjadi langkah awal saat memulai praktik konsultan. Apakah ingin melayani UMKM dan perusahaan skala lokal atau perusahaan multinasional? Semua itu harus dirancang sejak dini.

3. Meningkatkan Kompetensi dan Sertifikasi Profesional Tambahan

Donny mendorong konsultan untuk terus upskilling, bukan hanya mengikuti PPL, tapi juga mengambil tambahan akademik atau sertifikasi profesi lain seperti akuntan publik, pengacara, hingga aktuaria. “Semakin banyak keahlian lintas bidang, semakin besar peluang menangani klien beragam,” jelasnya.

4. Membangun dan Memperluas Jaringan (Networking)

Networking adalah investasi jangka panjang. Donny mengajak peserta membangun relasi tak hanya dengan klien, tapi juga sesama profesional, komunitas hobi atau olahraga, dan lembaga pendidikan. “Relasi yang baik bisa menjadi pintu masuk untuk proyek dan kesempatan yang lebih besar,” ujarnya.

5. Eksposur Melalui Artikel, Webinar, dan Acara Profesi

Menulis artikel di media pajak khususnya dan media terkait lainnya, atau menjadi pembicara, moderator, hingga host di acara profesi, hal ini bukan hanya soal eksistensi, tapi membangun kepercayaan diri. Donny mendorong konsultan pajak untuk “naik panggung” agar muncul ke permukaan, dikenal dan diakui masyarakat, khususnya perpajakan.

“Jangan hanya bergelut di belakang meja. Tampilkan diri Anda di ruang publik dan profesional agar ter-ekspose,” ujarnya.

6. Soft Skill

Menurut Donny, soft skill seperti public speaking, komunikasi dua arah, hingga penguasaan bahasa asing seperti Inggris, Mandarin, Jepang, dan Korea sangat dibutuhkan sebagai nilai tambah komunikasi efektif.

“Bayangkan Anda sedang pitching ke perusahaan PMA yang pengambil keputusannya adalah orang asing. Komunikasi yang clear dan meyakinkan dalam bahasa yang dimengerti jadi faktor penentu keberhasilan untuk mendapatkan proyek ,” katanya.

7. Penampilan Profesional

Penampilan yang rapi dan bersih ketika bertemu atau rapat dengan klien merupakan salah satu faktor yang menunjukan jati diri kita sebagai profesional sejati. Klien akan merasa dihargai ketika kita tampil rapi dan bersih. Hal tersebut menunjukan siapa diri kita pada pandangan pertama. Rapi tidak berarti harus memakai pakaian dan aksesoris “branded” dan mahal, yang penting rapi dan serasi sehingga memberikan impresi positif kepada klien, ungkap Donny.

8. Infrastruktur dan Staffing yang Mendukung

Pilar terakhir adalah ketersediaan perangkat kerja yang mumpuni dan SDM yang kompeten. Tim kerja yang solid dan saling mendukung, sistem review berlapis dan manajemen kerja yang efektif dan efisien, hingga tools digital seperti software akuntansi dan pajak serta aplikasi pendukung terkait lainnya menjadi fondasi operasional yang esensial dalam memberikan layanan yang efektif, cepat dan berkualitas.

Talk show ini disambut antusias oleh peserta yang mayoritas adalah anggota IKPI dari berbagai penjuru Indonesia. Dalam sesi tanya jawab, Donny menegaskan bahwa kesuksesan seorang konsultan pajak bukan diraih secara instan, tetapi melalui suatu proses dari konsistensi, integritas tinggi, komitmen profesional dan keinginan untuk terus maju dan bertumbuh.

“Konsultan pajak bukan sekadar pengisi SPT. Kita adalah mitra strategis klien dalam menjalankan kepatuhan pajak, mengedukasi dan mengawal keberlanjutan bisnis mereka sesuai batas pekerjaan kita sebagai konsultan pajak yang profesional,” kata Donny. (bl)

Robert Hutapea Beberkan Syarat Jadi Konsultan Pajak: Sertifikasi, Izin, dan Etika adalah Kunci

IKPI, Jakarta: Sertifikat saja tidak cukup. Demikian penegasan Ketua Departemen Keanggotaan dan Etika IKPI, Robert Hutapea, dalam Focus Group Discussion bertema “Profesi Konsultan Pajak: Bagaimana Menjadi Konsultan Pajak dan Prospeknya”, yang diselenggarakan secara daring dari studio podcast IKPI di Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025).

Robert menekankan bahwa setiap orang yang ingin menjadi konsultan pajak profesional harus memiliki tidak hanya sertifikat dari ujian resmi, tetapi juga izin praktik yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan. Dan ini ada tenggat waktunya.

“Sering ada yang lupa. Sudah lulus ujian, tapi tidak mengajukan izin praktik. Padahal permohonan izin itu harus diajukan maksimal dua tahun setelah sertifikat keluar. Kalau lewat, hangus!” tegas Robert.

Proses untuk menjadi konsultan pajak diatur ketat. Terdapat tiga tingkat sertifikasi: A, B, dan C, masing-masing dengan cakupan klien berbeda. Tingkat A hanya untuk WP orang pribadi, B untuk WP orang pribadi dan badan, dan C mencakup klien domestik maupun internasional.

Robert menjelaskan bahwa proses sertifikasi dimulai dari tingkat A, lalu bisa naik ke B dan C setelah memenuhi masa praktik tertentu. “Tidak bisa langsung loncat ke C. Harus bertahap, sesuai aturan,” katanya.

Persyaratan administratif juga tidak sederhana. Seorang calon konsultan harus merupakan WNI, berdomisili di Indonesia, tidak terikat pekerjaan dengan instansi pemerintah atau BUMN, memiliki SKCK, KTP, NPWP, dan harus menjadi anggota dari asosiasi konsultan pajak resmi yang diakui pemerintah.

IKPI merupakan asosiasi terbesar dan tertua dengan lebih dari 7.200 anggota, dan 89% dari total konsultan pajak di Indonesia saat ini tercatat sebagai anggotanya.

Selain syarat administratif, Robert juga menekankan pentingnya etika dan pengembangan profesional berkelanjutan. Konsultan pajak wajib mengikuti pengembangan profesional berkelanjutan (PPL), membuat laporan tahunan, dan selalu memperbarui informasi dan izin apabila terjadi perubahan data diri atau jenjang izin.

“Profesi ini bukan sekadar hitung-hitung angka. Ini soal integritas, keahlian, dan dedikasi membantu wajib pajak memenuhi kewajibannya dengan benar,” ujarnya.

Diskusi ini juga menyoroti peran IKPI sebagai rumah besar bagi konsultan pajak. Dengan jaringan luas yang mencakup 13 pengurus daerah dan 45 cabang di seluruh Indonesia, serta usia yang menginjak 60 tahun, IKPI terus menjadi tulang punggung pengembangan profesi ini.

“Kalau Anda ingin jadi konsultan pajak yang diakui dan profesional, rumahnya ya di IKPI,” kata Robert, seraya memamerkan kantor IKPI yang berdiri megah di Pejaten, Jakarta Selatan. (bl)

 

Donny Rindorindo: Branding dan Networking Kunci Utama Sukses Konsultan Pajak di Era Kompetisi Global

IKPI, Jakarta: Dalam era persaingan global yang semakin ketat, profesi konsultan pajak dituntut untuk tidak hanya unggul di bidang teknis, tetapi juga mampu membangun branding diri dan jaringan profesional (networking) yang luas. Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Departemen Sistem Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Donny Rindorindo, dalam acara Talk Show bertema “Profesi Konsultan Pajak: Bagaimana Menjadi Konsultan Pajak dan Prospek Profesi Konsultan Pajak”, yang diselenggarakan secara daring dan disiarkan langsung dari studio podcast IKPI di Fatmawati, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025).

Donny membuka paparannya dengan pembahasan serius namun lugas tentang tantangan dan peluang di dunia layanan jasa perpajakan saat ini. Dalam sesi yang dikemas interaktif ini, Donny memaparkan bahwa Branding, personal maupun persekutuan, bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mutlak agar konsultan pajak dapat mempunyai nilai tambah untuk bersaing secara profesional, baik di pasar domestik maupun internasional.

“Tentukan dulu, kita ingin dikenal sebagai apa? Apakah ingin menjadi konsultan pajak skala lokal atau punya ambisi go internasional?” ujar Donny.

Ia mencontohkan berbagai firma internasional seperti Deloitte, KPMG, PwC, dan EY yang menjadi rujukan dalam membangun positioning dan reputasi internasional di industri terkait. Namun ia juga menegaskan bahwa memulai profesi konsultan pajak dari skala kecil adalah hal yang harus dilakukan pada awalnya, dan tidak perlu ragu untuk memulainya, selama memiliki arah yang jelas dan konsisten dalam membangun citra profesional sehingga nantinya akan mendapatkan kepercayaan dari klien sehingga bisa bertumbuh dan berkembang.

Menentukan lokasi kantor dan target pasar juga merupakan strategi yang perlu menjadi perhatian. Menurutnya, tidak semua harus dimulai dari pusat kota atau kawasan bisnis premium.

“Memulai praktik sebagai konsultan pajak bisa dimulai dari lokasi non-premium yang disesuaikan budget yang ada pada saat itu, dan kemudian sejalan dengan berkembangnya bisnis dan cakupan klien kita bisa pindah ke lokasi bisnis premium dan menentukan positioning bisnis kita yang lebih presisi dan terukur,” jelasnya.

Lebih lanjut, Donny menekankan bahwa networking atau jaringan kerja merupakan salah satu aset yang mempunyai manfaat yang signifikan bagi seorang konsultan pajak dalam mengembangkan bisnisnya. Ia menjabarkan berbagai bentuk jaringan yang bisa dibangun: dari komunitas hobi seperti sepeda, golf dan tenis, hingga forum alumni sekolah atau perguruan tinggi dan kegiatan sosial keagamaan.

“Tidak sedikit klien kita dapatkan dari hubungan personal teman kuliah, teman komunitas, bahkan sesama orang tua murid di sekolah anak,” tambahnya.

Tidak hanya membangun jaringan horizontal antar individu, Donny juga menekankan pentingnya kemitraan strategis lintas profesi, seperti dengan akuntan publik, jasa pembukuan, pengacara, penasihat bisnis, hingga firma legal dan sekretariat perusahaan.

Kolaborasi lintas bidang ini memungkinkan konsultan pajak memperluas cakupan jaringan kerja (networking) untuk saling merujuk kepada mitra strategis atas kebutuhan layanan profesional yang dibutuhkan klien sehingga klien tersebut bisa mendapatkan layanan one-stop shopping.

“Seorang auditor bisa merekomendasikan kita saat kliennya butuh konsultan pajak, dan sebaliknya. Ini ekosistem kerja yang saling memperkuat dan melengkapi,” tegasnya.

Menurut Donny, ke depan, konsultan pajak tidak hanya menjadi penyedia layanan pajak, tetapi juga menjadi mitra strategis yang dipercaya oleh klien dalam mengambil keputusan bisnis dengan mitigasi risiko yang terukur.

Talk show yang juga dihadiri ratusan anggota IKPI seluruh Indonesia ini menjadi ajang refleksi dan brain storming sekaligus inspirasi untuk para profesional muda, khususnya (namun tidak terbatas) untuk konsultan pajak yang baru mulai praktik, dalam rangka merintis karier profesionalnya.

“Kalau kita ingin dikenal dan dipercaya, kita harus aktif membangun citra positif dan relasi yang berkualitas serta dipercaya. Sukses tidak pernah datang sendirian, ia datang bersama kualitas kerja, kepercayaan, komitmen, dan reputasi yang baik,” ujarnya. (bl)

 

 

Pemerintah Longgarkan Impor 10 Komoditas Strategis

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi mengumumkan paket kebijakan deregulasi tahap pertama yang berfokus pada pelonggaran aturan impor untuk 10 komoditas strategis. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan global dan ketidakpastian dalam perdagangan internasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional, sekaligus menciptakan ekosistem usaha yang lebih kompetitif dan ramah investasi.

“Hari ini Bapak Presiden meminta supaya memperkuat kondisi perekonomian dalam negeri dan sekaligus juga untuk memperkuat kondisi regional dengan beberapa negara ASEAN,” ujar Airlangga saat konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025).

Menurutnya, deregulasi ini menjadi instrumen untuk menciptakan lapangan kerja baru, mendukung sektor padat karya, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu bentuk konkret kebijakan ini adalah revisi Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang telah diubah melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024, khususnya mengenai pengaturan impor.

10 Komoditas yang Dapat Relaksasi Impor:

1. Produk Kehutanan – 441 kode HS

2. Pupuk Bersubsidi – 7 kode HS

3. Bahan Baku Plastik – 1 kode HS

4. Sakarin, Silamat, dan Preparat Bau-Bauan Beralkohol – 2 kode HS

5. Bahan Bakar Lain – 9 kode HS

6. Bahan Kimia Tertentu – 2 kode HS

7. Mutiara – 4 kode HS

8. Food Tray – 2 kode HS

9. Alas Kaki – 6 kode HS

10. Sepeda Roda Dua dan Tiga – 4 kode HS

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari langkah terkoordinasi pemerintah dalam mempercepat reformasi perizinan berusaha, seiring dengan akan diterbitkannya Keputusan Presiden terkait pembentukan Satgas Perlindungan Perdagangan dan Investasi, serta Satgas Perluasan Kesempatan Kerja.

Airlangga menekankan bahwa deregulasi ini bukan hanya untuk mempercepat impor, tetapi untuk memastikan bahwa iklim usaha di Indonesia semakin menarik bagi investor, sekaligus memperkuat hubungan dagang dengan mitra strategis seperti Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN. (alf)

 

 

 

 

 

Negara G7 Sepakati Pembebasan Perusahaan Multinasional AS dari Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Negara-negara anggota G7 dilaporkan telah mencapai kesepakatan untuk memberikan kelonggaran terhadap perusahaan multinasional asal Amerika Serikat terkait penerapan pajak minimum global. Langkah ini dinilai sebagai kompromi besar di tengah ketegangan yang kian meningkat akibat kebijakan pajak unilateral, termasuk dari Amerika Serikat sendiri yang tengah menggodok aturan kontroversial, Pasal 899 atau yang dijuluki sebagai “pajak balas dendam”.

Pasal 899 memungkinkan pemerintah AS mengenakan pungutan tambahan terhadap perusahaan yang dimiliki oleh warga negara asing serta investor dari negara-negara yang dinilai menerapkan kebijakan pajak yang diskriminatif terhadap perusahaan asal Amerika. Kebijakan ini dinilai sebagai senjata fiskal baru Washington untuk menanggapi langkah-langkah negara lain yang dianggap merugikan kepentingan bisnis AS.

Di sisi lain, kesepakatan G7 terkait pengecualian perusahaan AS dari rezim pajak minimum global—yang sebelumnya ditetapkan sebesar 15%—menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pengamat. Beberapa pihak mengkritik keputusan ini sebagai bentuk standar ganda dan kemunduran dari semangat keadilan pajak yang selama ini digaungkan dalam forum global, termasuk OECD dan G20.

Langkah-langkah ini juga dikhawatirkan memperlebar kesenjangan antara negara-negara besar dan negara berkembang, terutama dalam hal perlakuan perpajakan terhadap korporasi multinasional yang memiliki pengaruh ekonomi besar lintas negara.

Sementara dunia masih berupaya memperkuat sistem perpajakan internasional yang adil dan inklusif, Amerika Serikat tampaknya memilih jalur protektif menerapkan tarif pajak terhadap negara lain, sembari melindungi perusahaan-perusahaan raksasanya dari kewajiban global yang sama. (alf)

id_ID