Trump Usulkan Kenaikan Pajak Orang Super Kaya jadi 39,6%

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk individu dan pasangan suami-istri super kaya, dalam langkah yang mengejutkan banyak pihak dan memicu perdebatan tajam di internal Partai Republik.

Dalam rencana yang diungkapkan akhir pekan ini, Trump mengusulkan agar tarif tertinggi PPh naik dari 37% menjadi 39,6%. Kenaikan ini akan berlaku bagi individu yang memiliki penghasilan minimal 2,5 juta dolar AS (sekitar Rp41,28 miliar) per tahun dan pasangan dengan penghasilan 5 juta dolar AS (sekitar Rp82,57 miliar).

Langkah ini dinilai kontradiktif dengan garis ideologis Partai Republik yang selama ini cenderung menolak kenaikan pajak, terutama bagi kalangan berpenghasilan tinggi. Namun Trump menilai kebijakan tersebut dibutuhkan untuk mendanai pemotongan pajak yang lebih besar bagi kelas menengah dan pekerja.

“Saya sebenarnya menyukai konsepnya. Tapi saya tidak ingin itu digunakan melawan saya secara politis. Banyak orang kalah pemilu karena isu pajak, bahkan yang lebih kecil dari ini,” ujar Trump seperti dikutip dari Time, Sabtu (10/5/2025).

Usulan ini muncul di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) besar dengan Kongres, yang bertujuan memperpanjang masa berlaku Tax Cuts and Jobs Act 2017 yang akan kedaluwarsa tahun depan.

Selain menaikkan tarif pajak untuk orang kaya, Trump juga mengusulkan penghapusan celah pajak yang dikenal sebagai carried interest loophole. Skema ini selama ini dimanfaatkan manajer hedge fund, private equity, dan modal ventura untuk membayar pajak lebih rendah, hanya sekitar 20%.

Rencana ini juga dilatarbelakangi tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah. The Federal Reserve diperkirakan harus membiayai ulang utang sebesar 7 triliun dolar AS (sekitar Rp115,60 kuadriliun) tahun ini. Banyak ekonom menilai bahwa peningkatan pajak untuk kelompok super kaya dapat menjadi sumber penerimaan baru yang signifikan.

Namun, tidak semua pihak di Partai Republik sejalan dengan usulan ini. Ketua DPR Mike Johnson dan kelompok konservatif seperti Americans for Tax Reform menentang keras. “Menaikkan tarif pajak menjadi 39,6% adalah ide Kamala Harris. Dia kalah dari Trump. Tidak perlu mengadopsi kebijakannya,” ujar pernyataan kelompok tersebut.

Sebaliknya, tokoh-tokoh yang dekat dengan basis pendukung Trump seperti Wakil Presiden JD Vance, Direktur Anggaran Russell Vought, dan mantan penasihat strategis Steve Bannon, menyatakan dukungan terhadap usulan tersebut.

Trump juga disebut mengajukan kenaikan batas pengurangan pajak negara bagian dan lokal (SALT cap) dari 10.000 dolar AS menjadi 30.000 dolar AS. Kebijakan ini diyakini akan menguntungkan pemilik properti di wilayah-wilayah kaya seperti New York dan California.

Meskipun Trump sebelumnya sempat khawatir bahwa pajak tinggi dapat mendorong pelarian modal dan migrasi jutawan, ia kini menilai usulan ini sebagai upaya menyeimbangkan persepsi bahwa Partai Republik hanya berpihak pada kaum elit.

Jika disetujui, rencana ini dapat menjadi pergeseran besar dalam arah kebijakan fiskal Partai Republik menjelang pemilu 2026, yang diprediksi akan kembali mempertemukan Trump dan Presiden Joe Biden. (alf)

 

IKPI Dorong Generasi Muda dan Akademisi Perkaya Wawasan Pajak Lewat Website Resmi

IKPI, Jakarta: Dalam semangat menjadikan organisasi sebagai pusat pengetahuan perpajakan nasional, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengeluarkan surat edaran resmi yang mengajak para dosen, tenaga pendidik, serta generasi milenial dan Gen Z di lingkup IKPI untuk aktif menyumbangkan karya tulis ilmiah dan opini perpajakan.

Surat edaran bernomor S-93/PP.IKPI/V/2025 itu ditandatangani oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono, pada 8 Mei 2025.

Dalam surat tersebut, IKPI menindaklanjuti hasil pertemuan dengan komunitas akademik dan generasi muda pada awal Mei lalu dengan tujuan memperkaya konten website organisasi sebagai bagian dari inisiatif “IKPI sebagai Center of Knowledge Perpajakan Indonesia.”

IKPI mengundang para anggota yang juga merupakan akademisi untuk mengirimkan tulisan seperti artikel, opini, kajian, hingga laporan pengabdian masyarakat yang membahas isu-isu perpajakan aktual maupun regulasi terbaru. Materi dapat berupa karya orisinal maupun yang telah dipublikasikan sebelumnya, selama disertai sumber lengkap.

Setiap tulisan harus diketik dalam format Microsoft Word, menggunakan font Arial ukuran 11, dengan panjang maksimal 4.000 kata. Seluruh naskah dapat dikirim melalui email ke redaksi-humas@ikpi.or.id, dan tim redaksi akan melakukan proses editorial agar sesuai dengan standar unggahan situs resmi IKPI.

Langkah ini diharapkan tidak hanya mendorong pertukaran gagasan dalam komunitas perpajakan, tetapi juga memperkuat posisi IKPI sebagai wadah intelektual dan profesional dalam menghadapi dinamika fiskal yang terus berkembang.

“Kami ingin mendorong keterlibatan aktif dari generasi muda dan akademisi untuk berbagi pemikiran yang kritis dan solutif dalam isu-isu perpajakan. Ini bagian dari komitmen kami membangun ekosistem ilmu yang kuat di Indonesia,” ujar Vaudy, Minggu (11/5/2025). (bl)

Sektor Tambang dan Jasa Keuangan Dongkrak Pajak, Tembaga Jadi Andalan Baru

IKPI, Jakarta: Sektor usaha strategis memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak bruto pada triwulan I 2025. Dua sektor yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi adalah sektor pertambangan dan sektor jasa keuangan. Keduanya memberikan sumbangan besar bagi kas negara, didorong oleh tren positif di tingkat profitabilitas dan aktivitas usaha.

Sektor pertambangan mencatatkan kontribusi 9,3% terhadap total penerimaan pajak, dengan performa cemerlang datang dari subsektor bijih logam, terutama tembaga dan logam mulia.

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Rapat Dengan Pendapat dengan Komisi XI DPR baru-baru.ini, menyebutkan bahwa peningkatan setoran PPh Badan dari sektor ini disebabkan oleh kinerja yang sangat baik pada tahun pajak sebelumnya, yang terefleksi dalam pembayaran masa pajak awal tahun 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa industri ekstraktif, terutama yang terintegrasi dengan rantai pasok global, sedang dalam fase ekspansi yang sehat.

Di sisi lain lanjut Suryo, sektor jasa keuangan juga menunjukkan ketahanan yang kuat dengan kontribusi 14,4% terhadap total penerimaan. Rata-rata setoran pada periode Desember 2024 hingga Maret 2025 mencapai Rp18,3 triliun, meningkat 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan ini menunjukkan stabilitas sektor keuangan, khususnya perbankan dan asuransi, serta meningkatnya aktivitas pasar modal dan jasa pembiayaan,” ujarnya.

Selain pertambangan dan jasa keuangan, sektor industri pengolahan juga tetap menjadi tulang punggung penerimaan, dengan kontribusi sebesar 23,2%. Rata-rata setoran dari sektor ini pada Desember 2024 hingga Maret 2025 tercatat sebesar Rp49,0 triliun, tumbuh 1,13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Industri logam dasar, kendaraan bermotor, dan bahan kimia menjadi penggerak utama dari sektor ini, yang juga berkontribusi terhadap kenaikan PPN Impor.

Pemerintah juga mencermati bahwa pola pertumbuhan penerimaan ini tidak hanya menunjukkan pemulihan ekonomi, tetapi juga membuktikan bahwa kebijakan fiskal dan reformasi perpajakan yang dijalankan dalam beberapa tahun terakhir mulai membuahkan hasil.

“Kami akan terus memperkuat pengawasan berbasis data, memperluas basis pajak, dan meningkatkan pelayanan agar tren positif ini menjadi berkelanjutan,” ujar Suryo Utomo. (bl)

 

PPN dan PPh 21 Rebound: Sinyal Kuat Pemulihan Ekonomi di Kuartal I 2025

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak pada Maret 2025 menunjukkan sinyal positif bagi pemulihan ekonomi nasional. Dua jenis pajak yang sangat terkait dengan aktivitas konsumsi dan tenaga kerja, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, sama-sama mencatatkan pertumbuhan yang signifikan setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi.

Pada pemaparannya di Rapat Dengan Pendapat (RDP) Ditjen Pajak dengan Komisi XI DPR baru-baru ini, Dirjen Pajak Suryo Utomo, menyatakan, penerimaan PPN Dalam Negeri tumbuh sebesar 8,0% pada bulan Maret, mencapai rerata Rp60,9 triliun dalam periode Desember 2024 hingga Maret 2025. Angka ini sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya dan menandai rebound dari pelemahan yang terjadi di Januari dan Februari.

Menurutnya, kenaikan ini dipicu oleh menguatnya konsumsi rumah tangga dan pemulihan kegiatan usaha, terutama di sektor industri pengolahan dan perdagangan besar.

Sementara itu, PPh 21 juga menunjukkan perbaikan, dengan pertumbuhan 3,3% pada Maret 2025. Peningkatan ini disebabkan oleh membaiknya penghasilan pegawai serta berkurangnya jumlah wajib pajak yang mengkompensasikan kelebihan bayar PPh 21 tahun 2024 pada masa pajak Maret.

Diungkapkan Suryo, pada dua bulan sebelumnya, penerimaan PPh 21 sempat menurun karena dampak implementasi sistem Tarif Efektif Rata-rata (TER) dan peningkatan restitusi.

Selain itu, tren musiman juga menjadi faktor penting dalam pola penerimaan pajak. Setiap tahun, penerimaan cenderung lebih rendah pada Januari dan Februari karena efek pergantian tahun anggaran dan penyesuaian administrasi wajib pajak.

“Maret menjadi bulan pemulihan karena berbagai pelaporan dan pembayaran mulai dilakukan, khususnya dari dunia usaha yang telah menyelesaikan laporan keuangan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari pola penerimaan tahun-tahun sebelumnya yang konsisten,” ujarnya.

Dirjen Pajak juga menegaskan bahwa reformasi sistem pemotongan dan pelaporan pajak melalui implementasi TER telah memberikan dampak jangka pendek terhadap penurunan setoran, tetapi ke depannya diharapkan meningkatkan transparansi dan kemudahan administrasi bagi wajib pajak.

Dengan rebound yang terjadi di Maret, pemerintah kini lebih percaya diri bahwa adaptasi terhadap sistem baru akan berlanjut dengan tren yang stabil, bahkan meningkat, seiring makin membaiknya kepercayaan dan partisipasi wajib pajak. (bl)

Presiden KACTAE Sebut MoU dengan IKPI Adalah Tonggak Sejarah Kolaborasi Pajak Internasional

IKPI, Jakarta: Presiden Korean Association of Certified Tax Accountants and Experts (KACTAE), Jang Bo-won, menyatakan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KACTAE dan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada Jumat (9/5/2025) di kantor Sekretariat Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan sebagai tonggak sejarah baru dalam dunia perpajakan internasional.

“Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di hadapan Anda semua hari ini. Kolaborasi ini lebih dari sekadar kerja sama teknis, ini adalah jembatan antarbangsa yang dibangun oleh semangat profesionalisme dan rasa saling percaya.” ujarnya.

Jang menceritakan momen emosional ketika Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI, David Chai, terbang dari Korea untuk menghadiri pelantikannya sebagai presiden ke-27 KACTAE pada November 2024 lalu.

“Itu bukan sekadar kunjungan, ini adalah simbol persahabatan yang kini kita perkuat lewat MoU ini,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi peran penting Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld yang menurutnya adalah “bintang dunia” yang mendorong terwujudnya acara bersejarah ini. “Pertemuan hari ini bukan hanya seremoni. Ini adalah awal dari perjalanan panjang untuk berbagi ilmu, memahami sistem perpajakan masing-masing, dan tumbuh bersama,” ucapnya dengan penuh semangat.

Melalui kerja sama ini, KACTAE dan IKPI berkomitmen untuk mengadakan seminar rutin, lokakarya, dan pertukaran pengetahuan yang memperkaya pemahaman lintas negara tentang praktik perpajakan. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan profesionalisme dan standar etika konsultan pajak di kancah global.

“Saya harap acara ini tidak hanya menjadi kenangan indah, tapi juga fondasi kuat untuk masa depan yang penuh sinergi,” tutup Jang Bo-won, disambut tepuk tangan meriah dari para peserta.

Langkah besar ini membuka jalan bagi era baru kerja sama internasional yang tidak hanya memperkuat kapasitas individu, tapi juga membangun ekosistem pajak yang lebih adil, transparan, dan terintegrasi di Asia dan dunia. (bl)

Bank Kini Wajib Hitung Pajak Berdasarkan Laporan ke OJK, Bukan Lagi Perkiraan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menghadirkan terobosan penting dalam mekanisme penghitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 khusus untuk Wajib Pajak bank. Aturan baru ini bertujuan meningkatkan akurasi dan transparansi pembayaran pajak sektor perbankan dengan mengacu langsung pada laporan keuangan resmi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mengacu Pasal 227 PMK tersebut, dasar penghitungan angsuran PPh 25 adalah laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi bank sejak awal tahun hingga masa pajak berjalan. Dengan demikian, pemerintah menekankan pentingnya data keuangan terkini dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayar secara berkala.

Penghasilan neto bank akan dikenakan tarif sesuai Pasal 17 UU PPh, setelah dikurangi sejumlah elemen seperti pajak yang telah dipotong (Pasal 22) serta angsuran PPh 25 sebelumnya. Namun demikian, penghasilan dari luar negeri serta penghasilan yang bersifat final atau bukan objek pajak dikecualikan dari penghitungan.

Menariknya, aturan ini juga memberi ruang bagi bank yang mengalami kerugian fiskal. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan terhadap penghasilan neto sebelum menentukan angsuran pajak yang harus dibayar.

Langkah ini dipandang sebagai bentuk modernisasi administrasi perpajakan yang sejalan dengan praktik good governance di sektor keuangan. (alf)

 

 

 

Wajib Pajak Bisa Koreksi SPT Sebelum Diperiksa, Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan kembali mempertegas komitmennya dalam memberikan ruang bagi Wajib Pajak untuk bersikap kooperatif melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025. Dalam Pasal 22 regulasi tersebut, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan sendiri ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), sebelum hasil pemeriksaan pajak disampaikan.

Melalui ketentuan ini, Wajib Pajak dapat mengoreksi laporan pajaknya secara sukarela dalam sebuah laporan tersendiri. Namun, hak ini hanya berlaku jika Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum diterbitkan oleh pemeriksa pajak.

Meskipun demikian, ada batasan yang perlu diperhatikan. PMK 15/2025 menegaskan bahwa ketentuan ini tidak berlaku untuk pengungkapan ketidakbenaran dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Hal ini menjadi catatan penting bagi Wajib Pajak, terutama yang berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan.

Untuk dapat mengungkapkan ketidakbenaran SPT, laporan tersendiri tersebut harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya dan wajib dilampiri sejumlah dokumen, di antaranya, perhitungan pajak yang seharusnya dibayar, bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak, dan bukti pembayaran sanksi administratif berupa bunga.

Jika pengungkapan tersebut tidak menyebabkan kekurangan pembayaran pajak, maka Wajib Pajak dibebaskan dari kewajiban menyertakan bukti pembayaran. Pemeriksa tetap akan melanjutkan proses pemeriksaan, dan hasil akhirnya dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak dengan memperhitungkan pengungkapan yang telah dilakukan.

Menariknya, PMK ini juga menjamin bahwa pembayaran yang dilakukan Wajib Pajak atas dasar laporan koreksi tersebut akan diperhitungkan sebagai kredit pajak. Namun, jika masih ditemukan kekurangan setelah pemeriksaan, maka sanksi administratif tambahan tetap diberlakukan sesuai Pasal 13 Undang-Undang KUP.

Dengan diberlakukannya ketentuan ini, pemerintah tampak mendorong pendekatan yang lebih persuasif dan kolaboratif dalam penegakan kepatuhan pajak, sembari tetap menjaga akuntabilitas sistem perpajakan nasional. (alf)

 

Program Pemutihan Pajak Kendaraan di Jawa Barat Diperpanjang hingga Akhir Juni 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi memperpanjang masa berlaku program pemutihan pajak kendaraan bermotor hingga 30 Juni 2025. Sebelumnya, program ini dijadwalkan berakhir pada 31 Mei 2025. Kebijakan ini memberikan ruang tambahan bagi masyarakat yang masih menunggak pajak kendaraannya untuk segera melunasi tanpa dikenai sanksi administratif.

Dalam pernyataan yang dikutip dari situs resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat, program ini dihadirkan sebagai bentuk insentif kepada para wajib pajak agar lebih patuh dalam memenuhi kewajibannya. Wajib pajak yang memiliki tunggakan hingga tahun 2024 dapat menikmati pembebasan denda, dengan ketentuan bahwa pajak tahun berjalan (2025 dan seterusnya) tetap harus dibayar penuh.

Program ini mencakup beberapa keringanan, di antaranya bebas denda pajak kendaraa, tunggakan lama dapat dibayar tanpa denda keterlambatan.

Gratis Biaya Balik Nama Kedua (BBNKB II):

  1. Warga yang membeli kendaraan bekas dapat mengurus balik nama tanpa biaya.
  2. Pemilik kendaraan yang membayar tepat waktu berhak atas potongan pajak, tergantung jenis dan usia kendaraan.

Syarat dan Ketentuan:

  1. Kendaraan harus terdaftar di wilayah Provinsi Jawa Barat.
  2. Status kendaraan tidak dalam blokir permanen.
  3. Pemilik wajib menunjukkan dokumen seperti STNK, BPKB, dan KTP yang masih berlaku.

Untuk proses balik nama, dokumen bukti jual beli diperlukan.

Program ini tidak mencakup pajak lima tahunan atau pengesahan STNK.

Lokasi dan Cara Pembayaran Layanan pemutihan bisa diakses di seluruh kantor Samsat di Jawa Barat. Selain pelayanan langsung, masyarakat juga bisa menggunakan aplikasi daring seperti Sambara dan SAPA Warga.

Pembayaran Lewat Aplikasi Sambara:

  1. Unduh aplikasi Sambara di Play Store.
  2. Masukkan nomor polisi kendaraan.
  3. Cek tagihan dan pilih metode pembayaran.
  4. Simpan bukti pembayaran dan datang ke Samsat atau Drive Thru untuk pengesahan STNK.

Pembayaran Lewat Aplikasi SAPA Warga:

  1. Unduh aplikasi dari Play Store atau App Store.
  2. Login dengan NIK dan data pribadi.
  3. Pilih menu layanan pajak, cek data kendaraan.
  4. Lakukan pembayaran dan simpan bukti.

Pengesahan STNK dilakukan di Samsat, Samsat Gendong, atau layanan Drive Thru.

Dengan perpanjangan ini, diharapkan lebih banyak warga Jawa Barat yang memanfaatkan kesempatan untuk menertibkan administrasi kendaraan mereka, sekaligus berkontribusi pada pendapatan daerah. (alf)

 

 

 

IKPI Tegaskan Nama Pengda dan Pengcab Sesuai Domisili, Wujudkan Tertib Administrasi Organisasi

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan bahwa seluruh nama Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (Pengcab) di seluruh Indonesia wajib disesuaikan dengan nama kota atau kabupaten tempat cabang tersebut berdomisili. Penegasan ini disampaikan Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Nuryadin Rahman, seiring diterbitkannya Surat Edaran Nomor SE-01/PP/IV/2025 tentang Penyebutan Pengda/Pengcab Dikarenakan Adanya Penyesuaian dan Pembentukan Pengda/Pengcab Baru.

Dalam keterangannya, Nuryadin menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menciptakan kepastian hukum dan tertib administrasi dalam tubuh organisasi yang saat ini terus berkembang pesat. “Dengan adanya banyak cabang baru, penting untuk memastikan penyebutan nama Pengda dan Pengcab benar-benar sesuai dengan domisili administrasinya, agar tidak terjadi kekeliruan dalam korespondensi maupun dokumentasi,” ujarnya, Senin (28/4/2025).

Surat Edaran yang ditandatangani oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dan Ketua Departemen Pengembangan Organisasi, Nuryadin Rahman, ini menegaskan dua kewajiban utama. Pertama, seluruh organ organisasi, mulai dari Pengurus Pusat, Dewan Penasihat, Dewan Kehormatan, Pengawas, Pengda, hingga Pengcab, wajib menggunakan penyebutan nama sesuai daftar lampiran dalam seluruh bentuk korespondensi internal maupun eksternal. Kedua, kewajiban yang sama berlaku pula dalam dokumentasi resmi perkumpulan.

Berlandaskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Penerbitan Surat Edaran ini berlandaskan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. Dasar hukum ini memperkuat legitimasi kebijakan yang diambil oleh Pengurus Pusat IKPI.

“IKPI sebagai organisasi profesi nasional harus menjaga konsistensi administrasi. Ini penting bukan hanya untuk internal, tetapi juga untuk meningkatkan kredibilitas eksternal kita di mata mitra kerja, pemerintah, dan masyarakat luas,” kata Nuryadin.

Dalam Surat Edaran tersebut, dijelaskan bahwa adanya penyesuaian ini tak lepas dari dinamika perkembangan organisasi, termasuk pembentukan Pengda dan Pengcab baru di berbagai wilayah. Kini, struktur organisasi IKPI semakin tersebar luas dari Sumatera hingga Papua.

Beberapa contoh penyebutan yang disesuaikan adalah:

  • Untuk wilayah Banten, Pengcab-pengcabnya meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan.
  • Untuk Daerah Khusus Jakarta, Pengcab-pengcab mencakup Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara, serta wilayah penyangga seperti Kota Bekasi, dan Depok.
  • Sedangkan untuk Kabupaten Bekasi, masuk kedalam wilayah koordinasi Pengda Jawa Barat
  • Di Jawa Tengah, Pengcab-pengcab diatur berdasarkan Kota Semarang, Surakarta, dan Banyumas.
  • Untuk Bali dan Nusa Tenggara, terdapat Pengcab Denpasar, Mataram, dan Buleleng.
  • Sementara di kawasan Kalimantan dan Sulawesi, Pengcab-pengcabnya tersebar di kota-kota seperti Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, dan Manado.

Menurut Nuryadin, perubahan ini adalah respons organisasi terhadap tantangan yang semakin kompleks dalam mengelola keanggotaan dan kegiatan profesional di berbagai daerah. “Dalam waktu dekat, kami juga akan menyelenggarakan sosialisasi kepada seluruh Pengda dan Pengcab agar implementasinya berjalan mulus di seluruh Indonesia,” imbuhnya.

IKPI juga akan mengawasi implementasi kebijakan ini melalui monitoring rutin. Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam korespondensi atau dokumentasi, maka Pengda atau Pengcab yang bersangkutan akan diminta untuk melakukan penyesuaian secepatnya.

Penegasan penyebutan nama Pengda dan Pengcab ini menjadi bagian dari langkah besar IKPI untuk terus membangun organisasi yang profesional, tertib, dan sesuai dengan standar organisasi modern.

“Kami berharap, dengan standarisasi ini, semua proses administrasi berjalan lebih rapi, pelayanan kepada anggota meningkat, dan citra organisasi di tingkat nasional maupun internasional semakin positif,” kata Nuryadin.

Penyebutan yang baru lebih khusus ke:

– Kota Bekasi

– ⁠Kota Bogor

– ⁠Kota Bandung

– ⁠Kota Semarang

– ⁠Kota Malang

Sebelumnya cabang-cabang di atas tidak menggunakan kata kota di depannya namun langsung ke namanya. Maksud digunakan kata kota di depannya karena cabang yang berkedudukan di kota tersebut terdapat nama yang sama antara Kota dan Kabupatennya, misalnya Malang terdapat Kota Malang dan Kabupaten Malang sehingga pada SK pengangkatan pengurus cabang dicantumkan IKPI Cabang Kota Malang.

Hal ini selaras dengan AD ART saja. Penambahan nama kota di depan cabang ini tidak mengubah wilayah kerja mereka sebelumnya.

Sebelumnya cabang-cabang yang sejak awal sudah membedakan kota dan kabupaten adalah Cabang Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. (bl)

Pemkab Ciamis Hapus Denda PBB-P2 Senilai Rp7,3 Miliar

IKPI, Jakarta: Menyambut Hari Jadi ke-383 Kabupaten Ciamis, Pemerintah Kabupaten Ciamis memberikan kado istimewa bagi warganya. Melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Pemkab resmi menghapus sanksi administrasi atau denda atas tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sebuah kebijakan yang digadang-gadang akan memberi angin segar bagi para wajib pajak.

Langkah strategis ini tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Ciamis Nomor 900.1.12.1/Kpts.197-Huk/TAHUN 2025, yang diterbitkan pada 19 Maret 2025. Kebijakan ini bukan hanya sekadar peringatan seremonial, tetapi merupakan bentuk nyata relaksasi fiskal yang ditujukan untuk mengurangi beban masyarakat sekaligus mendorong kepatuhan pajak.

Kepala Bapenda Ciamis, Aef Saefulloh, mengungkapkan bahwa kebijakan ini akan menghapus total denda piutang PBB-P2 senilai kurang lebih Rp7,3 miliar, akumulasi dari piutang pajak sejak tahun 2004 hingga 2024. “Kami memahami, bagi sebagian warga, denda yang terus bertambah bisa menjadi beban berat. Dengan dihapusnya denda ini, kami berharap masyarakat termotivasi untuk segera melunasi tunggakannya,” ujar Aef, Jumat (9/5/2025).

Sebagai informasi, total piutang pokok PBB-P2 selama dua dekade terakhir di Ciamis tercatat sebesar Rp20,9 miliar. Dalam peraturan sebelumnya, denda dikenakan sebesar 1 persen per bulan sejak 2024, dan 2 persen per bulan untuk piutang sebelum tahun tersebut. Akumulasi itulah yang kini dihapuskan oleh Pemkab.

Program penghapusan denda ini berlaku hingga 31 Juli 2025. Aef berharap masyarakat tidak menyia-nyiakan momentum ini. “Ini bukan hanya soal penghapusan denda, tapi juga ajakan untuk bersama-sama membangun daerah. Dengan membayar pajak, masyarakat ikut mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegasnya.

Kebijakan ini pun diapresiasi oleh berbagai pihak, terutama warga yang selama ini terkendala menyelesaikan kewajiban perpajakannya akibat besarnya beban denda. Dengan stimulus ini, Pemkab Ciamis berharap bisa menumbuhkan kembali budaya taat pajak sekaligus memperkuat fondasi ekonomi daerah. (alf)

 

 

 

 

id_ID